• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

SARANG GITING

SKRIPSI

SRI APULINA 120308050

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

(2)

2

SARANG GITING

SKRIPSI

Oleh:

SRI APULINA

120308050/ KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S) (Ainun Rohanah, STP, M.Si) Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

(3)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Kajian Sifat Fisika dan Kimia Tanah Inceptisol pada Lahan Karet telah Menghasilkan dengan Beberapa Jenis Vegetasi yang Tumbuh di Kebun PTP N III Sarang Giting” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2016

Penulis

(4)

Telah Menghasilkan dengan Beberapa Jenis Vegetasi yang Tumbuh Di Kebun PTPN III Sarang Giting, dibimbing oleh SUMONO dan AINUN ROHANAH

Sifat fisika dan kimia tanah merupakan faktor penting bagi pertumbuhan karet. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sifat fisika dan kimia tanah inceptisol pada lahan karet dengan vegetasi paku harupat, rumput, keladi dan tanpa vegetasi di Kebun PTP. Nusantara III Sarang Giting. Parameter yang diamati meliputi tekstur tanah, porositas, kadar air kapasitas lapang, permeabilitas tanah, N-total, P tersedia dan K tukar tanah. Hasil penelitian menunjukkan jenis tanah di daerah penelitian adalah inceptisol bertekstur lempung berliat, lempung berpasir, dan pasir berlempung dengan pH 4,62-4,97 (masam). Tanah dengan vegetasi mempunyai porositas berkisar 51,75-52,73 % pada kedalaman 5 cm dan 51,35-53,30 % pada kedalaman 25 cm, kadar air kapasitas lapang 40,9-44,3 % pada kedalaman 5 cm dan 32,9-35,3 % pada kedalaman 25 cm, permebilitas berkisar 3,57-5,89 cm/jam, N-total 0,06-0,09 %, P tersedia 9,77-15,37 ppm, K tukar tanah 0,66-0,85 me/100g.

Tanah tanpa vegetasi mempunyai porositas berkisar 51,34 % pada kedalaman 5 cm dan 50,95 % pada kedalaman 25 cm, kadar air kapasitas lapang 35,1 % pada kedalaman 5 cm dan 29 % pada kedalaman 25 cm, permebialitas berkisar 2,62 cm/jam, N-total 0,06 %, P tersedia 14,99 ppm, K tukar tanah 0,83 me/100g.

Kata Kunci: Fisika dan kimia tanah, vegetasi, kebun karet, inceptisol

ABSTRACT

SRI APULINA : The Study of Physical And Chemical Properties of Soil Inceptisol The Rubber Land has Resulted In Some Type of Vegetation that Grows In PTPN III Sarang Giting, supervised by SUMONO and AINUN ROHANAH

Physical and chemical soil characteritics are important factors for the growth of rubber plant. This research was aimed to study physical and chemical soil characteritics of the rubber plant with vegetations of harupat spikes, grass, taro and no vegetation in Pagar Merbau PTP Nusantara II. The observed parameters were soil texture, porosity, water content of field capasity, soil permeability, total Nitrogen, available Phospate, and land Potassium exchange.

The results showed that the soil type was ultisol, with sandy loam texture and pH of 4,62-4,97 (acid). The vegetation soil had porosity of 51,75-52,73 % at a depth of 5 cm and 51,35-53,30 % at a depth of 25 cm. The water content of field capacity was ranged from 40,9-44,3 % at a depth of 5 cm and 32,9-35,3 % at a depth of 25 cm.

Permeability was ranged from 3,57-5,89 cm/h. Total N was 0,06-0,09 %. P available was ranged from 9,77-15,37 ppm. K exchange of land was ranged from 0,66-0,85 me/100g. The soil with no vegetation had porosity of 51,34 % at a depth of 5 cm and 50,95 % at a depth of 25 cm. The water content of field capacity was 35,1 % at a depth of 5 cm and 29 % at a depth of 25 cm. Permeability was 2,62 cm/h. Total N was 0,06 %. P available was 14,99 ppm. K exchange of land was 0,83 me/100g.

Keywords: Soil physical and chemical, vegetation, rubber plantation, inceptisol

(5)

iii

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR TABEL ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA PT. Perkebunan Nusantara III Sarang Giting ... 6

Tanaman Karet ... 6

Tanah ... 8

Tanah Inceptisol ... 9

Tekstur Tanah ... 10

Struktur Tanah ... 13

Bahan Organik Tanah ... 14

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 16

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density) ... 18

Porositas Tanah ... 19

Kadar Air Kapasitas Lapang ... 20

Permeabilitas Tanah ... 22

Tanaman Penutup Tanah (Cover Crop) ... 23

Kandungan Nitrogen (N) Dalam Tanah ... 25

Kandungan Fosfor (P) Dalam Tanah ... 27

Kandungan Kalium (K) Dalam Tanah ... 28

Tercucinya Kadar N, P, K Dalam Tanah ... 28

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

Alat dan Bahan Penelitian ... 30

Alat Penelitian ... 30

Bahan Penelitian... 30

Metode Penelitian... 31

Prosedur Penelitian... 31

Parameter... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

Tekstur ... 34

Bahan Organik Tanah, Berat Akar, Dan Volume Akar ... 35

Kerapatan Massa Tanah ... 36

Kerapatan Partikel Tanah ... 37

Porositas ... 39

Kadar Air Kapasitas Lapang ... 41

Permeabilitas ... 42

pH Tanah ... 43

(6)

Kandungan Nitrogen (N) Total Posfat (P) Tersedia, dan Kalium (K) Tukar Tanah ... 43 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 46 Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN

(7)

v

DAFTAR TABEL

Hal

No. 1: Bagian Ukuran Fraksi Tanah (Tekstur)... 11

No. 2. Kriteria unsur hara tanah ... 15

No. 3. Kelas porositas tanah ... 19

No. 4. Kelas permebilitas tanah ... 23

No. 5. Hasil analisa tekstur tanah ... 34

No. 6. Hasil analisa kandungan bahan organik, berat akar, dan volume akar ... 35

No.7. Hasil analisa kerapatan massa tanah (bulk density) ... 36

No. 8. Hasil analisa kerapatan partikel tanah (particle density) ... 38

No. 9. Hasil analisa porositas tanah ... 39

No. 10. Hasil analisa kadar air kapasitas lapang ... 41

No. 11. Hasil analisa pH tanah ... 43

No. 12. Kriteria Nitrogen total, pospat tersedia, dan kalium tukar tanah ... 43

(8)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembentukan bahan tanah dari bahan induk tanah berlangsung dengan proses pelapukan, dekomposisi, dan/atau mineralisasi lebih lanjut, disertai dengan proses sintesis senyawa baru. Pembentukan tubuh tanah berlangsung dengan dua proses perkembangan tanah makro, yaitu horisonisasi dan haploidisasi. Kedua proses tersebut bekerja saling bertumpang tindih secara berlawanan. Horisonisasi membuat tubuh tanah tersegregasi menjadi berbagai bagian yang beragam.

Bagian-bagian tersebut biasanya berbentuk lapisan-lapisan yang terletak lebih kurang searah dengan permukaan tanah dan disebut horison. Maka kejadiannya dinamakan horisonisasi. Segregasi tubuh tanah berlangsung lewat alihragam dan alihtempat bahan tanah. Alihragam bahan yang terjadi sejak pembentukan bahan induk tanah, membuat bahan tanah tersusun atas berbagai komponen dengan sifat fisika dan kimia yang beda-beda. Sifat fisik dan kimia yang berbeda menyebabkan tiap komponen bahan tanah menjalani alihtempat yang berbeda.

(Notohadiprawiro, 1998).

Sifat fisika dan kimia tanah yang berbeda-beda dapat juga terjadi karena pengaruh bahan organik. Pengaruh bahan organik pada ciri fisika tanah antara lain kemampuan menahan air meningkat, warna tanah menjadi coklat hingga hitam, merangsang granulasi agregat dan memantapkannya, menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat. Pengaruh bahan organik pada kimia tanah antara lain meningkatnya daya jerap (kapasitas simpan) dan kapasitas tukar kation, kation yang mudah dipertukarkan meningkat unsur N, P, S diikat dalam

(9)

bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar dari pencucian, kemudian tersedia kembali dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus. Pengaruh bahan organik pada biologi tanah antara lain yaitu jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat, dan kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik juga meningkat menjadikan tanah lebih subur (Hakim, dkk., 1986).

Tanah yang subur merupakan tempat hidup mikroorganisme yang sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah dan berat biomassa yang sangat besar.

Karena juga sebagai sumber unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Berdasarkan fungsi spesifik di dalam tanaman ada 16 unsur hara yang mutlak dibutuhkan tanaman dan disebut dengan unsur hara essensial. Dari 16 unsur hara essensial tersebut ada 13 unsur yang diambil tanaman dari tanah, sedangkan lainnya yaitu C, H, dan O diambil dari udara dan air. Ketigabelas unsur tersebut bervariasi dan berubah-ubah berdasarkan tempat dan waktu. Tanah juga merupakan media yang sangat baik untuk mendaur ulang dan mengurangi sifat beracun bahan-bahan organik serta mendaur ulang banyak unsur dan gas-gas global (Winarso, 2005).

Sumber bahan organik yang paling umum bersumber dari vegetasi penutup tanah, sisa-sisa vegetasi, limbah atau kotoran ternak dan sebagainya.

Tanah yang seluruh permukaannya tertutup dengan baik oleh vegetasi, apakah tanamannya itu berupa rumput-rumputan, tanaman legum, semak-semak ataupun berbagai pohon-pohonan yang merupakan sebagai sumber bahan organik. Tanah ini merupakan tanah yang berada dalam kondisi yang ideal pada ketahanannya terhadap pengikisan dan penghanyutan oleh aliran permukaan serta sangat baik dalam absorbsinya bagi tata air di dalam tanah. Tanaman-tanaman penutup tanah

(10)

tersebut kenyataannya dapat berfungsi melindungi permukaan tanah dari tumbukan butir-butir hujan yang mempunyai kemampuan pemecahan dan penghancuran terhadap agregat-agregat tanah. Memperlambat kecepatan lajunya aliran air permukaan, dengan demikian daya kikisnya dapat dikurangi.

Memperkaya bahan organik dalam tanah serta menambah besarnya porositas tanah (Kartasapoetra, 1989)

Vegetasi penutup tanah umumnya dibudidayakan pada perkebunan besar, seperti perusahaan BUMN, perkebunan asing, perkebunan swasta yang memiliki usaha tanaman produksi berupa kelapa sawit dan karet. Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat pada sepuluh tahun terakhir, terutama China dan beberapa negara kawasan AsiaPasifik dan Amerika Latin seperti India, Korea Selatan dan Brazil, memberi dampak pertumbuhan permintaan karet alam yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa Barat dan Jepang relatif stagnan. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia (Fauzi, 2008).

Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.244.950 ton pada tahun 1994 menjadi 1.874.261 ton pada tahun 2004 dan 2.701.995 ton pada tahun 2013. Pendapatan devisa dari komoditi karet pada tahun 2013 mencapai US$ 6.906.952.000 (Nurbahar, 2014).

(11)

Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah baik pada tanah- tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, aluvial bahkan tanah gambut. Tanah- tanah vulkanis umumya memiliki sifat-sifat fisika yang cukup baik terutama dari segi struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya. Akan tetapi sifat-sifat kimianya umumnya sudah kurang baik, karena kandungan haranya relatif rendah. Tanah-tanah aluvial umumnya cukup subur, tetapi sifat fisisnya terutama drainase dan aerasinyaa kurang baik. Pembuatan saluran-saluran drainase akan menolong memperbaiki keadaan tanah ini (Setyamidjaja, 1993)

Salah satu wilayah perkebunan karet di Indonesia adalah di Sumatera Utara. Saat ini luas perkebunan karet di Sumatera Utara adalah 575.236,03 Ha yang meliputi 93.282,58 Ha milik perusahaan BUMN, 41.258,37 milik perusahaan swasta asing, 62.271,64 Ha milik perusahaan swasta nasional, dan 378.423,44 Ha perkebunan rakyat, (Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2013)

Salah satu perkebunan karet di Sumatera Utara milik perusahaan BUMN adalah PT. Perkebunan Nusantara III Sarang Giting Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai. Pada awal penanaman karet di kebun Sarang Giting menggunakan tanaman penutup tanah berupa kacang-kacangan yang memiliki sifat tidak tahan terhadap adanya naungan karena tanaman tersebut sangat memerlukan sinar matahari. Dengan bertambahnya umur tanaman karet maka tajuk tanaman semakin berkembang sehingga menghalangi sinar matahari yang masuk, akibatnya tanaman kacang-kacangan semakin berkurang dan akhirnya mati. Berkurangnya tanaman kacang-kacangan di lahan tersebut terutama pada tanaman karet yang sudah menghasilkan mendorong munculnya vegetasi lain seperti rumput-rumputan, pakis, dan bahkan tanah menjadi terbuka atau tanpa

(12)

penutup tanah. Munculnya vegetasi lain dan tanah terbuka dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah sehingga perlu adanya kajian terhadap sifat fisika dan kima lahan karet yang telah menghasilkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sifat fisika dan kimia tanah pada lahan karet yang menghasilkan dengan beberapa jenis vegetasi penutup tanah yang yang tumbuh di kebun PT. Perkebunan Nusantara III Sarang Giting.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa yaitu sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh tanaman penutup tanah terhadap sifat fisika dan kimia tanah.

3. Bagi masyarakat yaitu sebagai informasi mengenai sifat fisika dan kimia tanah pada lahan karet dengan beberapa jenis vegetasi yang tumbuh dikebun PT. Perkebunan Nusantara III Sarang Giting.

(13)

6

TINJAUAN PUSTAKA

PT. Perkebunan Nusantara III Sarang Giting

Kebun Sarang Giting adalah salah satu kebun PT. Perkebunan Nusantara III terletak di Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatra Utara ± 112 km dari Medan berada antara 031500 LU dan 990000

BT dengan ketinggian ± 114 Meter diatas permukaan laut, dengan jenis tanah ultisol, latosol, dan inceptisol topografi berbukit sampai dengan bergelombang yang beerbatasan di bagian utara adalah kecamatan Sei Rampah, di bagian Selatan adalah Kecamatan Sipispis, di bagian timur berbatasan dengan Tebing Tinggi, serta di bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Serbajadi dan Kecamatan Bintang Bayu. (BPMP Sumut, 2012).

PTPN III Sarang Giting sampai saat ini memiliki luasan lahan tanaman menghasilkan karet seluas 1.564,03 ha, tanaman belum menghasilkan karet seluas 964,80 ha, tanaman utama karet seluas 394 ha, kebun entrys karet seluas 5 ha, bibitan seluas 15 ha, jumlah tanaman karet seluas 2.954,03 ha, tanaman menghasilkan kelapa sawit seluas 552,44 ha, jumlah tanaman kelapa sawit 552,44 ha, jumlah tanaman karet dan sawit seluas 3.495, 29 ha, lain-lain seluas 523,533 ha dan total luas lahan PTPN III Sarang Giting adalah 4.030,003 ha (PTPN III, 2014).

Tanaman Karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai sumber devisa

(14)

non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen (Damanik, dkk., 2010).

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan, yang dikenal sebagai latex. Karet adalah tanaman perkebunan/industri tahunan berupa pohon batang lurus yang pertama kali ditemukan di Brasil dan mulai dibudidayakan tahun 1601. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand (Fauzi, 2008).

Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:

- Divisi : Spermatophyta - Sub divisi : Angiospermae - Kelas : Dicotyledonae - Keluarga : Euphorbiaceae - Genus : Hevea

- Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.

(Setyamidjaja, 1993).

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.000 - 2.500 mm/tahun dengan hari hujan berkisar 100 s/d 150 HH/tahun. Lebih baik lagi jika curah hujan merata sepanjang tahun. Sebagai tanaman tropis, karet membutuhkan sinar matahari sepanjang hari, minimum 5 - 7 jam/hari. Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m – 400 m dari permukaan

(15)

laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu harian lebih dari 30oC, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa tumbuh dengan baik. Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet.

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 - 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas (Damanik, dkk., 2010).

Tanah

Tanah dibentuk sebagai suatu hasil interaksi beberapa variabel, di antaranya yang terpenting oleh iklim, bahan induk (batuan induk/geologi), topografi (relief permukaan tanah), organisme dan waktu. Sedangkan bahan mineral tanah adalah komponen bahan anorganik yang berasal dari batuan induk yang telah mengalami pelapukan. Bahan induk ini pecah menjadi fragmen- fragmen kecil yang bervariasi dalam ukuran. Ukuran partikel-partikel tanah ini dinamakan tekstur tanah. Tanah terdiri dari berbagai macam tekstur, mulai dari tekstur tanah liat sampai ke butir-butir pasir yang kasar, yang bergabung bersama- sama bahan organik (Anggraeni, 2013).

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis maupun aluvial. Pada lapisan olah tanah tidak disukai tanaman karet karena mengganggu pertumbuhan dan perkembangan akar, sehingga proses pengambilan hara dari dalam tanah terganggu. Derajat keasaman mendekati normal cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok adalah pH 5 - 6.

Batas toleransi pH tanah adalah 4 - 8. Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya antara lain; aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari

(16)

35% tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan <16% serta permukaan air tanah < 100 cm (Damanik, 2010).

Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet mempunyai pH antara 3,0-8,0. pH tanah di bawah 3,0 atau di atas 8,0 menyebabkan pertumbuhan tanaman yang terhambat. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah sebagai berikut solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan, aerasi dan drainase baik, remah porus dan dapat menahan air, tekstur terdiri atas 35 % liat dan 30 % pasir, tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm, kandungan unsur harap N, P, dan K cukup dan tidak kekurangan unsur mikro, pH 4,5 - 6,5 , kemiringan tidak lebih dari 16 %, dan permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm (Setyamidjaja, 1993).

Tanah Inceptisol

Inseptisol tersebar luas di Indonesia dengan luas 40.879.687 ha dari total lahan kering masam di Indonesia yaitu 102.817.113 ha dengan penyebarannya dominan terdapat di Sumatera (13.412.422 ha), Kalimantan (10.968.100 ha) dan Papua (9.928.395 ha) sedangkan luasnya di Jawa, Bali dan Sulawesi berturut- turut adalah 2.124.623 ha, 38.884 ha dan 4.407.263 ha (Mulyani, dkk., 2009).

Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat Bahan induknya. Banyak Inceptisol terdapat dalam keseimbangan dengan lingkungan dan tidak akan matang bila lingkungan tidak berubah. Pada tanah ini tidak ada proses pedogenik yang dominan kecuali leaching, meskipun mungkin semua proses pedogenetik adalah aktif (Hardjowigeno, 2003).

(17)

Karakteristik sifat tanah inseptisol biasanya memiliki solum dalam, mengalami pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horizon baur, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, konsistensi gembur dengan stabilitas agregat kuat dan terjadi penumpukan relatif seskuioksida di dalam tanah sebagai akibat pencucian silikat. Ciri-ciri dari tanah inseptisol adalah adanya horizon kambik, dimana terdapat horizon penumpukan liat < 20% dari horizon diatasnya , mencakup tanah sulfat masam (Sulfaquept) yang mengandung horizon sulfuric yang sangat masam, tanah sawah (aquept) dan tanah latosol. Sifat - sifat lain dari tanah ini adalah mempunyai warna tanah merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan atau kuning tergantung bahan induk, warna batuan, iklim dan letak ketinggian. Perkembangan tanah akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan vulkan atau topografi yang terlalu miring atau bergelombang (Munir, 1996).

Pemanfaatan Inceptisol pada masa yang akan datang secara maksimal perlu ditingkatkan. Sehingga secara keseluruhan prospek pemanfaatan Inceptisol di Indonesia masih dapat dikembangkan dengan budidaya yang tepat sesuai dengan kemampuan lahan tersebut (Munir, 1996).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat. Dalam klasifikasi tanah (taksonomi tanah) tingkat famili, kasar halusnya tanah ditunjukkan oleh sebaran ukuran butir (particle size distribution) yang merupakan penyederhanaan dari kelas tekstur dengan memeperhatikan pula fraksi tnah yang lebih besar dari pasir (lebih dari 2 mm). Tekstur tanah menunjukkan proporsi berat dari partikel-partikel

<2mm yang ditetapkan di laboratorium. Estimasi di lapang harus selalu

(18)

dibandingkan dengan hasil analisis mekanik di laboratorium. Di lapangan, pasir terasa kasar di jari tangan (ibu jari dan telunjuk) dan dapat dilihat dengan mata telanjang (tanpa bantuan alat). Kelas-kelas tekstur yang ditetapkan adalah: pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat berpasir, lempung berliat, lempung liat nerdebu, liat berpasir, dan liat (Yunus, 2004).

Tektur tanah sebenarnya merupakan perbandingan relatif dari berbagai golongan besar partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi pasir, debu, dan liat. Tekstur tanah dalam, turut menentukan tata air dalam tanah dan besar kecilnya aliran air permukaan yang ditentukan oleh (a) kecepatan infiltrasi, yaitu kemampuan tanah untuk merembeskan air yang biasanya dinilai dalam mm setiap satuan waktu. (b) kemampuan penetrasi atau permeabilitas air yang ada di lapisan tanah, yang berlainan atau jelasnya lagi kemampuan air yang terdapat pada suatu lapisan untuk menembus lapisan lain yang ada di bawahnya (Kartasapoetra, 1989).

Tabel 1: Bagian Ukuran Fraksi Tanah (Tekstur)

Sistem USDA Diameter Fraksi

(mm) - Pasir sangat kasar (very coarse sand) 2,0 – 1,0

- Pasir Kasar (coarse sand) 1,0 – 0,5

- Pasir Sedang (medium sand) 0,5 – 0,25

- Pasir Halus (fine sand) 0,25 – 0,10

- Pasir Sangat Halus (very fine sand) 0,1 - 0,05

- Bedu (silt) 0,05 – 0,002

- Liat (clay) Kurang dari 0,002

(Yunus, 2004).

Secara skematis klasifikasi tanah tersebut dapat dilihat melalui klasifikasi segitiga USDA, seperti terlihat pada Gambar 1.

(19)

Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA (Foth, 1951).

Makin banyak ukuran pori mikro yang terbentuk, jika ukuran separat semakin besar. Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (besar/disebut lebih poreus), tanah yang didominasi oleh debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang/agak poreus), sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro (kecil/tidak poreus) (Hanafiah, 2005).

Menurut Hanafiah (2005) dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro (dari 5.700 partikel per gram tanah terbentuk sekitar 1.400 pori makro), sehingga luas permukaan yang disentuh bahan menjadi sangat sempit (hanya 45 cm2 per gram tanah), sehingga daya pegangnya terhadap

(20)

air sangat lemah. Kondisi ini menyebabkan air dan udara mudah massuk keluar tanah, hanya sedikit air yang tertahan. Pada kondisi lapangan, sebagian besar ruang pori terisi oleh udara, sehingga pori-pori makro disebut juga pori aerasi, atau dari segi kemudahannya dilalui air (permebilitas) disebut juga sebagai pori drainase. Namun persoalan pada fenomena tersebut meskipun ketersediaan air dan udaranya baik, ketersediaan nutrisinya rendah.

Struktur Tanah

Tipe struktur tanah di kelompokkan menurut bidang perpecahan agregat yang digolongkan atas struktur sederhana dan struktur senyawa. Struktur sederhana adalah struktur tanpa bidang perpecahan yang jelas, yaitu struktur tunggal dan struktur pejal. Sedangkan struktur senyawa mempunyai bidang perpecahan yang nyata. Jika bidang perpecahan arah vertikal lebih besar dari arah horizontal, maka akan terbentuk struktur prisma kolumnar. Jika bidang perpecahan arah horizontal lebih besar dari arah vertikal, akan terbentuk struktur lempeng jika bidang perpecahan arah vertikal sama dengan arah horizontal akan terbentuk struktur kubus dan jika sangat berpori akan terbentuk struktur granular.

Tanah dengan struktur yang baik (granular, remah) mempunyai tata udara yang baik, sehingga unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan lebih mudah diolah.

Struktur tanah menentukan sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air serta sifat-sifat mekanik tanah. Struktur tanah yang baik adalah bentuk membulat, sehingga tidak dapat bersinggungan dengan rapat (Yunus, 2004).

Pada tanah yang berstruktur remah, pada umumnya mempunyai perbandingan yang relatif sehimbang antara bahan padat dan ruang pori-pori pada tanahnya. Dengan adanya keseimbangan ini sangat berpengaruh pada pencukupan

(21)

kebutuhan tanaman akan air dan udara bagi kelangsungan pertumbuhannya yang baik, sedangkan bahan padatnya dapat menjadi pegangan akar sehingga pertumbuhannya kuat dan resistan terhadap berbagai pengaruh yang merobohkannya. Namun demikian tanah yang berstruktur remah itu adapula kelemahannya, yaitu jika pori-pori tanahnya tidak berfungsi dikarenakan terjadinya penyumbatan, misalnya karena tanaman penutup tanahnya jarang, sehingga butir-butir air hujan dengan gaya kinetisnya dapat menghancurkan lebih halus agregat tanah. Untuk mengatasinya tanaman penutup tanah harus diperhatikan (Kartasapoetra, 1989).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik dalam tanah berasal dari proses dekomposisi/residu tumbuhan dan binatang yang telah mati. Tanah biasa dapat mengandung bahan organik 0 – 95%. Terlalu tinggi/rendah kandungan bahan organik dalam tanah tidak baik untuk pertanian. Humus pada umumnya terdiri dari asam phenolat, karboksilat atau beberapa ester dari asam lemak, karena itu kandungan humus dalam tanah akan mempengaruhi pH tanah. Tanah yang baik untuk pertanian mengandung 5 – 15% bahan organik. Supaya tanah tetap baik maka komposisi bahan organik harus tetap dipertahankan. (Anggraeni, 2013)

Kadar bahan organik dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan partikel yang ada di dalam tanah. Semakin tinggi bahan organik, ruang antar partikelnya semakin tinggi. Makin tinggi elevasi dan/atau makin rendah suhu, maka kadar bahan organik makin tinggi disertai dengan nisbah C/N makin besar. Pada umumnya kadar bahan organik akan semakin rendah ke arah bagian profil tanah. Hal ini dikarenakan sumber bahan organik yang terbanyak

(22)

terutama ialah serasah dan akar tumbuhan berada di atas permukaan tanah. Faktor yang berpengaruh atas dekomposisi/mineralisasi bahan organik adalah suhu;

makin rendah suhu, dekomposisi/mineralisasi makin lemah karena kegiatan jasad pengurai didalam tanah akan menurun. Hubungan antara elevasi dan kadar bahan organik bersifat tak langsung. Bahan organik tanah (BOT) meningkatkan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan memperbaiki aerasi, permeabilitas, dan daya tanah menyimpan air (Notohadiprawiro,1998).

Tekstur tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah liat makin tinggi pula bahan organik dan N tanah bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik sehingga bahan organik cepat habis. Drainase buruk, dimana air berlebihan, oksidasi terhambat karena aerasi buruk menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase baik.

Disamping itu vegetasi penutup tanah, adanya kapur juga mempengaruhi bahan organik tanah. Vegetasi hutan akan berbeda dengan padang rumput dan tanah pertanian. Faktor-faktor ini asling berkaitan, sehingga sukar menilainya sendiri (Hakim, dkk., 1986).

Kriteria unsur hara tanah dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Kriteria unsur hara tanah

Sifat tanah Satuan Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Nitrogen % < 0,1 0,1-0,2 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75 P-avl Bray II ppm < 8,00 8,00-15,00 16-25 26-35 >35

K-tukar me/100 < 0,10 0,1-0,2 0,30-0,50 0,60-1,00 >1,00 ( Notohadiprawiro, 1998).

Usaha-usaha mempertahankan kadar bahan organik tanah hingga mencapai kondisi ideal (5 % pada tanah lempung berdebu) merupakan tindakan yang baik, berwawasan lingkungan dan berfikir untuk kelestariannya.

(23)

Penambahan bahan organik ke dalam tanah lebih kuat pengaruhnya ke arah perbaikan sifat-sifat tanah dan bukan untuk meningkatkan unsur hara dalam tanah.

Bahan organik memberikan hampir semua unsur yang dibutuhkan tanaman dalam perbandingan yang relatif setimbang walaupun kadarnya sangat kecil. Penggunaan bahan organik kedalam tanah harus memperhatikan perbandingan kadar unsur C terhadsp unsur hara (N, P, K, dsb), karena apabila perbandingannya sangat besar bisa menyebabkan terjadinya imobilisasi (proses pengurangan jumlah kadar unsur hara oleh aktifitas mikroba) (Winarso, 2005).

Karbon adalah komponen utama dari bahan organik. Pengukuran C- organik secara tidak langsung dapat menentukan bahan organik melalui penggunaan faktor koreksi tertentu. Soil Survey Laboratory menetapkan untuk menggunakan kadar C-organik dalam tanah lebih baik daripada penggunaan kadar bahan organik. Rumus yang digunakan adalah:

Bahan organik (%) = ... (1)

b = BTKO – BTP

Dimana: BTKO = Berat Tanah Kering Oven

BTP = Berat Tanah Setelah Pembakaran (Mukhlis, 2007).

Kerapatan Massa Tanah

Kerapatan lindak (kerapatan isi atau bobot isi atau bobot volume atau bulk density) menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Kerapatan isi tanah merupakan petunjuk kepadatan tanah, makin tinggi kerapatan isi tanah makin sulit meneruskan air atau

(24)

ditembus akar tanaman. Pada umumnya kerapatan isi tanah berkisar antara 1,1 – 1,6 gr/cm3. Kerapaatan isi ini dipengaruhi oleh struktur tanah dan merupakan sifat fisik tanah yang dapat menunjukkan kegemburan atau tingkat kepadatan tanah (Yunus, 2004).

Bulk density dilapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya

berkisar 1,0-1,6 gr/cm3. Tanah organik memiliki nilai bulk density yang lebih mudah, misalnya dapat mencapai 0,1 gr/cm3-0,9 gr/cm3 pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti

porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan drainase, dll.

Sifat fisik tanah ini banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaaan (Hardjowigeno, 2003).

Kerapatan massa tanah (Bulk Density) adalah berat tanah kering udara dibagi dengan volumenya. Nilai kerapatan massa dari tanah dapat dituliskan sebagai: Kerapatan massa tanah (Db) = ……….. (2)

(Dingus, 1999).

Kandungan air tanah berhubungan dengan kerapatan isi dan porositas tanah. Semakin tinggi kerapatan isi tanah, maka semakin padat tanah (porositas semakin rendah), sehingga sirkulasi udara dan kondisi air tanah tidak menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman apabila suatu tanah cukup gembur dengan kerapatan isi kurang dari 1,2 g/cm3, maka pengolahan tanah konservasi (tanpa olah tanah atau pengolahan tanah minimum) merupakan cara pengolahan yang sangat dianjurkan karena sifat tanah peka terhadap erosi (Rachman, 1987).

(25)

Kerapatan Partikel Tanah

Kerapatan partikel (Particle Density) dari tanah adalah massa tanah kering udara dibagi dengan volume dari partikel tanah.

Kerapatan Partikel Tanah (Dp) = …………... (3)

Berat jenis partikel merupakan fungsi perbandingan antara komponen bahan mineral dan bahan organik. Berat jenis partikel untuk tanah-tanah mineral berkisar antara 2,6 - 2,7 g/cm3, dengan nilai rata-rata 2,65 g/cm3, sedang berat jenis partikel tanah organik berkisar 1,30 - 1,50 g/cm3 (Pandutama, dkk., 2003).

Menghitung kerapatan butir tanah, berarti menentukan kerapatan partikel tanah dimana pertimbangan hanya diberikan untuk partikel yang solid. Oleh karena itu kerapatan partikel setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral kerapatan partikelnya rata-rata sekitar 2,6 gr/cm3. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah, akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan butirnya lebih kecil dari subsoil. Walau demikian kerapatan butir tanah tidak berbeda banyak pada tanah yang berbeda, jika tidak, akan terdapat suatu variasi yang harus mempertimbangkan kandungan tanah organik atau komposisi mineral (Foth, 1984).

Kerapatan partikel tanah dipengaruhi oleh kadar air tanah, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik tanah dan topografi lahan. Kadar air tanah mempengaruhi volume kepadatan tanah yang tersusun atas fraksi pasir, debu dan liat. Bahan organik pada tanah akan menyebabkan kondisi tanah menjadi berlubang, karena bahan organik akan menempati ruang di antara partikel tanah

(26)

sehingga tanah menjadi porous. Bahan organik mengandung berbagai macam senyawa yang akan diuraikan oleh mikroorganisme dan membantu melekatkan partikel-partikel tanah membentuk agregat. Sehingga tanah yang memiliki bahan organik yang tinggi akan menjadi lebih berpori, gembur, memiliki kerapatan partikel yang lebih kecil, dapat menyimpan, dan mengalirkan udara dan air (Baver, 1956).

Porositas Tanah

Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang terisi oleh udara dan air. Pori dalam tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta menentukan perbandingan tata udara dan tata air yang baik. Penambahan bahan organik pada tanah padat, akan meningkatkan pori yang berukuran menengah dan menurunkan pori makro.

Dengan demikian akan meningkatkan kemampuan menahan air (Firdaus, dkk., 2013).

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa (Hanafiah, 2005).

Kelas porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3. Kelas porositas tanah

Porositas (%) Kelas

100 Sangat porous

60-80 Porous

50-60 Baik

40-50 Kurang baik

30-40 Buruk

< 30 Sangat buruk

(27)

Untuk menghitung persentase ruang pori ( ) yaitu dengan membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:

...(5) Dimana: = porositas (%)

Bd = Kerapatan massa (g/cm3 Pd = Kerapatan partikel (g/cm3) (Hansen, dkk., 1992).

Porositas tanah dapat berbeda dalam jarak, hanya beberapa sentimeter bahkan milimeter. Jika nilai porositas tanah ditetapkan berdasarkan volume contoh tanah yang kecil atau tidak memadai, maka sangat besar kemungkinannya nilai porositas yang ditetapkan terlalu kecil atau terlalu besar dari yang sebenarnya. Hal tersebut akan menyebabkan kesalahan dalam menginterpretasi berbagai aspek tanah yang berkaitan dengan pori tanah seperti perkolasi, pencucian, aliran permukaan, dan lain-lain. Volume dan jumlah contoh tanah yang terlalu besarpun tidak diinginkan karena akan menyulitkan dalam menanganinya yang akan mempengaruhi kualitas data. Volume dan jumlah contoh tanah yang sedikit adalah yang baik, namun hasil analisisnya mendekati kondisi sifat tanah sebenarnya, yang ditunjukkan oleh perbedaan yang kecil antara hasil pengukuran satu dan lainnya (Kurnia, dkk., 2006).

Kadar Air Kapasitas Lapang

Air pada kapasitas lapang adalah air yang tetap tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir ke bawah karena gaya gravitasi; sedangkan air pada persentase pelayuan permanen adalah apabila pada kelembaban tanah tersebut

(28)

tumbuhan yang tumbuh diatasnya akan layu dan tidak akan segar kembali dalam atmosfer dengan kelembaban relatif 100%. Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya. Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat pada aktivitas metabolismenya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya, atau produktivitasnya. Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan mengurangi pengembangan sel, sintesis protein, dan sintesis dinding sel (Solichatun, dkk., 2005).

Istilah kapasitas lapang (fiels capacity) didefenisikan sebagai jumlah air yang ada di dalam tanah saat air mengalir oleh gaya gravitasi habis atau berhenti.

Jumlah air ini dapat dinyatakan sebagai persen terhadap berat atau persen terhadap volume. Jumlah air di dalam tanah setelah tanaman mengalami layu yang tidak bisa balik atau permanen dikatakan titik layu permanen (permanent welting percentage). Air di dalam tanah pada kondisi ini masih ada, akan tetapi diikat kuat

oleh tanah sehingga tanaman tidak bisa menggunakannya. Air tersedia bagi pertumbuhan tanaman merupakan jumlah air di dalam tanah antara kondisi kapasitas lapang dan titik layu permanen (Winarso, 2005)

Cara biasa dalam menyatakan jumlah air yang terdapat dalam tanah adalah dalam persen terhadap tanah kering. Cara penetapan kadar air tanah dapat dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik. Metode gravimetrik merupakan metode yang paling umum dipakai. Dengan metode ini sejumlah tanah basah dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama waktu tertentu. Air yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang terdapat dalam tanah basah. Nilai kadar air kapasitas lapang tanah dapat dituliskan sebagai berikut:

(29)

Kadar air kapasitas lapang = ×100% ... (5) Dimana : BTKU = Berat tanah kering udara

BTKO = Berat tanah kering oven (Hakim, dkk., 1986).

Persentase air yang tersedia berada diantara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Apabila air berada diatas kapasitas lapang atau terjadi kelebihan air pada tanah tersebut, maka semua pori-pori tanah terisi oleh air sehingga tanah akan jenuh air dan tanaman tidak bisa mengambil air yang mengakibatkan tanaman akan stres air, kemudian air akan terdrainase masuk ke dalam lapisan bawah tanah oleh adanya gaya gravitasi. Apabila pada tanah tersebut pergerakan air ke dalam lapisan bawah tanah sudah tidak terjadi lagi maka keadaan seperti ini disebut dengan kapasitas lapang. Jika pemberian air dihentikan sampai tanaman tidak mampu lagi menyerap dan mengambil air dari partikel tanah akan mengakibatkan tanaman akan mati atau layu, keadaan seperti ini disebut sebagai titik layu permanen. Jumlah air yang tersedia yang akan digunakan oleh tanaman dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan bahan organik tanah dan kedalaman tanah (Sinaga, 2002).

Permeabilitas Tanah

Permeabilitas adalah kecepatan laju air dalam medium massa tanah. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah. Bagi tanah-tanah yang bertekstur halus biasanya mempunyai permeabilitas lebih lambat dibanding tanah bertekstur kasar. Nilai permeabilitas suatu solum tanah ditentukan oleh suatu lapisan tanah yang mempunyai nilai permeabilitas terkecil (Utami, 2009).

(30)

Koefisien permeabilitas untuk tanah berbutir kasar dapat ditentukan dari uji tinggi konstan (constant head test). Rumus yang digunakan untuk mengetahui besarnya permeabilitas tanah yaitu:

k = …...(6) dimana: q = debit (m3/det)

h/l = gradien hidrolik A = luas penampang (m2) (Craig, 1987).

Kelas permeabilitas tanah tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Kelas permebilitas tanah

Kelas Permeabilitas (cm/jam)

Sangat lambat < 0,125

Lambat 0,125-0,50

Agak lambat 0,50-2,00

Sedang 2,00-6,25

Agak cepat 6,25-12,50

Cepat 12,50-25,00

Sangat cepat > 25,00

(Uhland and O’neal, 1951).

Pada kondisi jenuh tanah pasir mempunyai hantaran hidroliknya lebih besar dari tanah liat, yaitu 0,001 – 0,01 cm/det untuk tanah pasir dan 10-7 – 10-4 cm/det untuk tanah liat. Hal ini menunjukkan tanah yang mempunyai kandungan liat lebih banyak memiliki permebialitas yang lebih rendah (Hillel, 1971).

Tanaman Penutup Tanah (Cover Crop)

Pada areal terbuka yang luas, area hutan dan perkebunan kelapa, karet, dan coklat, penanaman biasanyaa secara ekstensif dan menutup selurh permukaan tanah. Caranya adalah dengan peyebaran biji-biji dengan menggunakan traktor

(31)

atau helikopter. Pada perkebunan yang tidak terlalu luas penggunaan benih dapat dihemat, yaitu dengan menanamkan secara berjalur dan intensif. Penanaman tanaman penutup tanah ini lebih berhasil jika ditanam secara kombinasi. Rumput pakan ternak dapat juga digunakan untuk memperkuat struktur tanah di lahan kering pada bagian-bagian gulud teras, tampingan teras, dan di antara tanaman pokok. Diantara tanaman yang dapat dianjurkan adalah setaria, bb (Brachiaria brizantha), benggala (Panicum maximum), gajah (Pennisetum purpureum), bufel

(Cenchrus ciliaris), dan urochloa (Kuswandi, 1993).

Dewasa ini penanaman karet umunya menggunakan sistem siangan bersih (clean weeding) pada jalur barisan tanaman dan di luar jalur tersebut di usahakan ditutup dengan tanaman penutup tanah. Kaedah dari tanaman penutup tanah leguminose (legum cover crops) pada pertanaman karet adalah (a) melindungi

permukaan tanah terhadao erosi, (b) melindungi permukaan tanah dengan mengurangi jatuhnya sinar matahari yang dapat mempercepat terjadinya penguapan air pada permukaan tanah, (c) menolong menyimpan air dalam tanah untuk keperluan tanaman karet, (d) menyuburkan tanah dengan lapukan bahan organik dan fiksasi nitrogen bebas dari udara, (e) menekan pertumbuhan gulma sehingga mengurangi biaya pemeliharaan, dan (f) memperbaiki pertumbuhan tanaman pokok, memperlama masa peremajaan, meningkatkan hasil dan pertumbuhan kulit yang lebih baik (Setyamidjaja, 1993).

Tanaman-tanaman penutup permukaan tanah berperan untuk melindungi permukaan tanah dari daya penghancuran yang disebabkan oleh energi kinetik butir-butir hujan, memperlambat aliran permukaan serta melindungi tanah permukaan dari daya kikis aliran permukaan. Tanaman penutup permukaan besar

(32)

pula sumbangannya dalam memperkaya bahan-bahan organik tanah serta memperbesar porositas tanah. Tanaman penutup ini dapat pula ditanam secara menyeluruh menutupi tanah/lahan yang telah ditentukan (Kartasapoetra, dkk, 1987).

Rumput merupakan famili tumbuhan yang sangat luas penyebarannya, memiliki sistem perakaran serabut yang berperan dalam pembentukan struktur tanah, titik tumbuh yang terdapat pada pangkal tanaman memungkinkan tumbuh kembali setelah pemotongan dan memiliki kemampuan membantu menutup tanah dengan cepat pada saat fase pertumbuhan pertama. Sifat-sifat pertumbuhan ini sangat erat hubungannya dengan keadaan air, unsur hara, keadaan tanah, cahaya dan temperatur. Rumput sebagai penutup tanah berperan dalam menahan daya tumbuk butir-butir hujan secara langsung kepada permukaan tanah sehingga penghancuran agregat tanah dapat dicegah, selain itu dapat menghambat daya laju aliran air sehingga dapat mengurangi pengikisan dan penghanyutan partikel- partikel tanah. Menurut hasil penelitian, jenis rumput tertentu sangat baik dikembangkan dalam usaha mengawetkan tanah-tanah kritis, karena selain pertumbuhan dan perkembangannya cepat, juga menunjang pembentukan agregat tanah, dan mengikat partikel-partikel tanah dengan kuat. Sistem perakaran rerumputan berhubungan dengan ruang poros dan struktur tanah, karena sistem perakaran dari rumput memegang dan mengikat partikel-partikel tanah, dan membantu memperbaiki struktur tanah (Pasaribu, 2013).

Kandungan Nitrogen (N) dalam Tanah

Nitrogen berasal dari organik (sisa-sisa tanaman/sampah tanaman) yang melapuk, yang ternyata dapat menyuburkan tanaman sehingga tanah tersebut

(33)

mampu untuk pertumbuhan tanaman dan memberikan hasil. Pelapukan-pelapukan itu berarti telah melangsungkan pembentukan pupuk organik. Sedangkan N yang berasal dari pupuk buatan, misalnya: Urea, ZA. Tentang penyebaran N di dalam tanah dapat digambarkan sebagai berikut: a. pengikatan secara simbiotik dilakukan oleh Rhizobium yang pada umumnya dikenal sebagai starin yang tergantung dari tanaman inangnya, b. pengikatan secara non simbiotik, yang dalam hal ini karena adanya Azobacter maka peristiwanya disebut Azofikasi (Sutedjo, 2002).

Bentuk-bentuk nitrogen yang dapat ditemui di atmosfer dan dalam sistem tanah dapat ditelusuri dari daur nitrogen. Nitogen atmosfer (N2) memasuki sistem tanah melalui perantaraan jasad renik penambat N, hujan dan kilat. Jasad renik penambat N bebas ini akan mengubah bentuk N2 menjadi senyawa N-asam amino dan N-protein. Jika jasad renik itu mati, bakteri pembusuk melepaskan asam amino dari protein, dan bakteri amonifikasi melepaskan amonium dari gugus amino, yang selanjutnya akan larut dalam larutan tanah. Amonium ini dapat diserap oleh tanaman, dan sisa amonium akan diubah menjadi nitrit, kemudian menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi dan dapat langsung diserap tanaman. Nitrat dan nitrit yang tidak termanfaatkan sebagian akan lenyap dalam air pengatusan dan sebagian mengalami denitrifikasi menjadi gas N2 dan N2O akan memasuki sistem atmosfer kembali. Senyawa N-amonium dan N-nitrat yang dimanfaatkan oleh tanaman, akan diteruskan ke hewan dan manusia dan kembali memasuki sistem tanah memalui sisa-sisa jasad. Sisa jasad hidup ini akan diurai oleh bakteri membentuk senyawa N-amonium (Mas’ud, 1993).

(34)

Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah nitrogen pada tanah adalah:

N (%) =

= mL HCl x 0,014 ... (7) (Mukhlis, 2007).

Kandungan Fosfor (P) dalam Tanah

Sumber fosfor di dalam tanh terdiri dari bentuk organik dan anorganik.

Fosfor organik tanah contohnya antara lain: asam nukleat, fitin dan turunannya, fosfolipid, fosfoprotein, inositolfosfat, dan fosfatmetabolik. Sumber utama fosfor anorganik berasal dari kerak bumi dan hasil dari pelapukan batuan dan mineral yang mengandung fosfor seperti mineral apatit dan kandungannay mencapai 0,12

% P. Sebagian besar fosfat anorganik tanah terdapat pada persenyawaan kalsium, aluminium dan besi yang kesemuanya sukar larut dalam air (Damanik, dkk., 2010)

Batuan fosfat merupakan sumber utama pupuk fosfat, dan mutu ketersediannya bagi tanaman hampir menyamai superfosfat. Sistem tanah umumnya mengandung 0,10 - 0,25% P2O5 dan jarang melebihi 0,50%. Sistem P- tanah dirajai oleh senyawa anorganik, namun sampai 75% P-total berada dalam bentuk paduan organik. Takaran P-organik dalam tanah mencapai 20 sampai 3500 pon/acre. Faktor pengendali ketersediaan fosfor meliputi faktor tanah dan faktor tanaman. Pada tubuh tanah yang telah berkembang, ketersediaan P ini dikendalikan oleh faktor-faktor: a) komposisi pelikan tanah, b) pH tanah, c) kandungan liat, d) kandungan bahan organik, e) kelengasan tanah, f) temperatur tanah, g) tata udara tanah (Mas’ud, 1993).

(35)

Penetapan fosfor total tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Total P (%) = x x P larutan x 10-4 x ( ) ... (8) Dengan:

P larutan = ditetapkan dengan menginterpolasikan nilai absorben dari sampel ke kurva standar

(Mukhlis, 2007).

Kandungan Kalium (K) dalam Tanah

Kalium pada tanaman berfungsi untuk membantu pembentukan protein dan karbohidrat pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman, memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur dan sebagai sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi serangan penyakit (Lingga dan Marsono, 2004).

Kalium tersedia dalam tanah tidak selalu tetap dalam keadaan tersedia, tetapi masih berubah menjadi bentuk yang lambat diserap oleh tanaman. Sumber kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral yang mengandung kalium dan tanah lempung adalah jenis tanah yang kaya akan kadar kalium pada tanahnya (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Tercucinya Kadar N, P, K dalam Tanah

Pencucian unsur hara adalah kehilangan bahan organik dan bahan anorganik pada permukaan tanah atau top soil oleh aktivitas pelarutan air termasuk kabut dan embun. Pencucian unsur hara merupakan suatu fenomena alam yang selalu terjadi selama pembasahan pada tanah, yang besarnya tergantung pada keadaan hujan dan jenis tanah. Pencucian unsur hara adalah suatu fenomena alam yang terjadi akibat tanah yang mengikat unsur-unsur hara tanah jenuh air

(36)

akibat pembasahan yang berlebihan dan melarutkan hara tanah tersebut, proses pencucian unsur hara ini sangat erat kaitannya dengan sifat fisika dan kimia tanah (Hanafiah, 2005).

Unsur hara N, P dan K termasuk unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah banyak dan mutlak harus ada. Peranan utama unsur N bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun. Selain itu , N berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berfungsi dalam proses fotosintesis. Unsur P bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah. Unsur K berfungsi membantu pembentukan protein dan karbohidrat dan juga berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga dan buah tidak mudah gugur. Unsur K juga merupakan sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan penyakit (Wibawa, dkk, 2012).

Kehilangan unsur P pada saat terangkut panen, merupakan jumlah hara tanaman yang hilang karena diserap tanaman dan dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan. Semakin tinggi produksi maka unsur hara yang diserap tanaman semakin banyak pula sehingga akan mengurangi kandungan unsur hara yang ada dalam tanah. Unsur K dapat juga hilang terangkut panen dan sifatnya yang mobile (mudah bergerak) sehingga mudah hilang melalui proses pencucian. Kehilangan K pada tanah pertanian intensif cukup besar melalui bentuk pencucian dan erosi (Wibawa, dkk, 2012).

(37)

30

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara III Sarang Giting pada bulan Maret 2016 sampai dengan selesai untuk menganalisis beberapa jenis vegetasi yang tumbuh pada lahan karet yang telah menghasilkan. Pengukuran sifat fisika dan kimia tanah akan dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah tanaman karet dari lahan tanpa vegetasi dan dari lahan dengan beberapa jenis vegetasi yang tumbuh yaitu paku harupat, rumput dan keladi untuk diamati sifat fisika dan kimia tanahnya, plastik yang digunakan sebagai wadah tanah tanaman karet, karet untuk mengikat plastik tanah, label untuk memberi tanda pada ring sample dan plastik.

Alat penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ring sample untuk tempat tanah yang akan dianalisis sifat fisika dan kimianya, oven untuk mengeringkan tanah, timbangan digital untuk menghitung berat tanah, alat tulis untuk mencatat data yang diperoleh dari penelitian, kamera digital untuk dokumentasi selama penelitian, erlenmeyer untuk mengukur kerapatan partikel tanah, penggaris untuk mengukur kedalaman lahan, penutup ring sample untuk menjaga tanah agar tidak rusak, cangkul untuk menggali tanah, parang untuk memudahkan proses

(38)

pengambilan tanah, kotak sebagai wadah ring sample dari lahan karet menuju laboratorium, kalkulator untuk menghitung.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode survei/observasi di lapangan dan analisis di laboratorium.

Prosedur Penelitian

1. Pengambilan sample di lapangan

1. Ditentukan titik pengambilan sample tanah dengan penutup tanah berupa paku harupat, rumput dan keladi dan lahan tanpa vegetasi

2. Diambil sample tanah pada kedalaman 5 cm dan 25 cm dengan menggunakan ring sample sebanyak 48 ring dengan masing-masing sample penutup tanah sebanyak 12 sample untuk dikaji sifat fisika

tanahnya

3. Ditutup dan dimasukkan ring sample ke dalam plastik kemudian diikat dengan karet kemudian diberi label

4. Diambil dan dicampur tanah sampai kedalaman 25 cm sebanyak 12 sample dengan masing-masing sample penutup sebanyak 3 sample untuk

dikaji sifat kimia tanahnya

5. Diikat plastik dengan menggunakan karet kemudian diberi label

6. Disusun ring sample dan sample tanah dalam plastik kedalam kotak untuk dibawa ke laboratorium

2. Pengujian di laboratorium

1. Diukur tekstur tanah dengan metode hydrometer dan dianalisis dengan menggunakan segitiga USDA.

(39)

2. Dianalisis bahan organik tanah dengan menggunakan Persamaan (1).

3. Dianalisis kerapatan massa tanah (bulk density) dengan menggunakan Persamaan (2).

4. Dianalisis kerapatan partikel tanah (particle density) dengan menggunakan Persamaan (3).

5. Dianalisis porositas tanah dengan menggunakan Persamaan (4).

6. Dianalisis kadar air kapasitas lapang tanah dengan menggunakan Persamaan (5).

7. Dianalisis permeabilitas tanah dengan menggunakan Persamaan (6).

8. Dianalisis pH tanah dengan alat pH meter.

9. Dianalisis kandungan nitrogen total tanah dengan menggunakan Persamaan (7).

10. Dianalisis kandungan fosfat tersedia dalam tanah dengan menggunakan Persamaan (8).

11. Dianalisis kandungan kalium tukar tanah dengan alat flamephotometer.

12. Diukur berat akar kering oven. Akar dikeringkan dalam oven dengan suhu pemanasan 70 OC selama 48 jam lalu diukur dengan timbangan.

13. Diukur volume akar kering oven dengan menggunakan becker glass. Akar dimasukkan ke dalam becker glass kemudian dimasukkan air sehingga volume akar merupakan selisih volume becker glass dengan volume air.

Parameter Penelitian 1. Tekstur tanah

2. Bahan organik tanah 3. Kerapatan massa tanah

(40)

4. Kerapatan partikel tanah 5. Porositas tanah

6. Kadar air kapasitas lapang 7. Permeabilitas tanah 8. pH tanah

9. Kadar nitrogen total dalam tanah 10. Kadar fosfat tersedia tanah 11. Kadar kalium tukar dalam tanah 12. Berat akar

13. Volume akar

(41)

34

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tekstur tanah

Hasil pengukuran tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisa tekstur tanah

Jenis Vegetasi Fraksi Tekstur Tanah Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

Paku harupat 44,33 21,33 34,33 Lempung berliat

Rumput 53,67 31,67 14,67 Lempung berpasir

Keladi 80,67 9,67 9,67 Pasir berlempung

Tanpa vegetasi 70 13 17 Lempung berpasir

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa tanah dengan vegetasi dan tanpa vegetasi memiliki tekstur lempung berliat pada vegetasi paku harupat, lempung berpasir pada vegetasi rumput, pasir berlempung pada vegetasi keladi, dan lempung berpasir pada tanah tanpa vegetasi. Vegetasi keladi memiliki kandungan pasir yang paling tinggi yaitu 80,67% dan memiliki kandungan debu dan liat yang paling rendah yaitu 9,67% dan 9,67% sehingga lebih mudah untuk meloloskan air dibandingkan tanah dengan vegetasi paku harupat, rumput, dan tanpa vegetasi.

Hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (besar/disebut lebih poreus). Namun, kemampuan tanah untuk meloloskan air tidak hanya bergantung pada tekstur tanahnya saja. Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi seperti porositas, kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah, dan bahan organik.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa tanah dengan penutup tanah paku harupat memiliki kandungan liat yang lebih besar yaitu 34,33 % dan kandungan pasir yang paling kecil yaitu sebesar 44,33% sehingga tanah dengan vegetasi paku

(42)

harupat akan lebih padat. Tanah yang padat memiliki ruang pori yang kecil sehingga akar sulit menembus sampai kedalaman tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Winarso (2005) bahwa apabila tanah padat maka ruang pori tanah berkurang sehingga pertumbuhan akar terbatas yang akhirnya produksi menurun.

2. Bahan organik tanah, berat akar, dan volume akar

Hasil pengukuran bahan organik tanah dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisa kandungan bahan organik, berat akar dan volume akar Jenis Vegetasi

Kandungan Bahan Organik (%)

Kriteria

Berat Akar (g/ring sampel)

Volume Akar (cm3/ring

sampel)

Paku harupat 1,25 Rendah 0,02 0,33

Rumput 1,17 Rendah 0,077 0,6

Keladi 1,01 Rendah 0,013 0,233

Tanpa vegetasi 0,97 Rendah 0,0067 0,1

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa berat akar dan volume akar pada tanah dengan vegetasi lebih tinggi diandingkan dengan tanah tanpa vegetasi. Hal tersebut menyebabkan kandungan bahan organik pada tanah dengan vegetasi juga lebih tinggi dari pada tanah tanpa vegetasi. Hal ini terjadi karena bahan organik tanah berasal dari serasah dan akar tumbuhan. Menurut Notohadiprawiro (1998) bahwa sumber bahan organik terutama berasal dari serasah dan akar tumbuhan.

Bahan organik tanah dapat memberikan pengaruh pada struktur tanah, permeabilitas tanah dan daya menyimpan air.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa tanah dengan vegetasi paku harupat memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi yaitu 1,25 % dibandingkan tanah dengan vegetasi rumput yaitu 1,17 % lalu diikuti oleh tanah dengan vegetasi keladi yaitu 1,01 %. Hal ini dikarenakan persentase liat pada vegetasi paku harupat lebih tinggi dibandingkan tanah dengan vegetasi rumput dan keladi. Hal ini sesuai dengan literatur Hakim, dkk., (1986) yang menyatakan bahwa tekstur

(43)

tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah liat makin tinggi pula bahan organik dan N tanah bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik sehingga bahan organik cepat habis.

Namun Berat dan volume akar pada vegetasi rumput memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu sebesar 0,077g untuk berat akar dan 0,6cm3 untuk volume akar lalu diikuti dengan vegetasi paku harupat dan keladi. Karena pertumbuhan vegetasi rumput yang rapat dan memiliki sistem perakaran serabut yang padat dibandingkan tanaman paku harupat dan keladi.

3. Kerapatan massa tanah

Hasil pengukuran kerapatan massa tanah (bulk density) pada kedalaman 5 cm dan 25 cm dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil analisa kerapatan massa tanah (Bulk density) Jenis Vegetasi Bulk density kedalaman 5

cm (gr/cm3)

Bulk density kedalaman 25 cm (gr/cm3)

Paku harupat 1,21 1,25

Rumput 1,24 1,26

Keladi 1,11 1,20

Tanpa vegetasi 1,27 1,29

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa tanah tanpa vegetasi memiliki bulk density yang paling tinggi dibandingkan dengan tanah yang memiliki vegetasi

yaitu 1,27 g/cm3 pada kedalaman 5 cm dan 1,29 g/cm3 pada kedalaman 25 cm.

Hal tersebut dipengaruhi oleh tidak adanya akar tanaman pada tanah tanpa vegetasi sehingga tanahnya menjadi lebih padat. Hal ini sesuai dengan literatur Hardjowigeno (2003) yang menyatakan bahwa tanah lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar daripada tanah mineral.

Kedalaman 25 cm memiliki bulk density lebih tinggi dari pada kedalaman 5 cm dikarenakan akar tanaman vegetasi hanya mencapai kedalaman dengan kisaran kurang dari 25cm. Sehingga semakin ke bawah akar akan semakin sulit

(44)

menjangkau lapisan tanah tersebut sehingga tanah akan semakin padat. Hal ini sesuai dengan literatur Hardjowigeno (2003) yang menyatakan bahwa bagian atas tanah mempunyai kandungan bulk density yang lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya.

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa bulk density pada ketiga vegetasi tersebut memiliki urutan paku rumput > paku harupat > keladi. Pada vegetasi rumput yaitu 1,24 g/cm3 pada kedalaman 5 cm dan 1,26 g/cm3 pada kedalaman 25cm dan diikuti oleh vegetasi paku harupat yaitu 1,21 g/cm3 pada kedalaman 5 cm dan 1,25 g/cm3 pada kedalaman 25cm lalu diikuti oleh vegetasi keladi yaitu 1,11 g/cm3 pada kedalaman 5cm dan 1,20 g/cm3 pada kedalaman 25cm. Hal ini dikarenakan kandungan bahan organik dan tekstur pada tanah yang berpengaruh besar terhadap nilai bulk density. Pada perbandingan rumput dan paku harupat, rumput memiliki kandungan bahan organik yang lebih rendah dibandingkan paku harupat sehingga rumput memiliki bulk density yang lebih tinggi. Pada paku harupat dan keladi, paku harupat memiliki kandungan liat yang paling tinggi sehingga bulk density paku harupat juga lebih tinggi daripada keladi. Sedangkan keladi memiliki bulk density yang paling rendah diantara ketiganya dikarenakan keladi memiliki kandungan pasir yang paling tinggi dan liat yang paling rendah.

Hal tersebut sesuai dengan literatur Hanafiah (2005) yang menyatakan tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa.

4. Kerapatan partikel tanah

Hasil pengukuran kerapatan partikel tanah (Particle density) pada kedalaman 5 cm dan 25 cm dapat dilihat pada Tabel 8.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kadar air kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembap yang menunjukkan jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah setelah tanah jenuh dan drainase

Begitu pula pada Hipotesis 2, setelah dilakukan pengujian hipotesis dan pembahasan yang menyatakan bahwa hasil penelitian adalah tidak terdapat perbedaan nilai

5.2 Pengaturan Governor dalam Load

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa akurat dan efisien metode pendekatan berbasis logika samar (fuzzy logic) dengan defuzzifikasi menggunakan algoritma

kerapatan partikel tanah, yang menghasilkan porositas yang lebih besar maka semakin mudah tanah tersebut untuk dilalui oleh air, sehingga perkolasi atau

ABDUL LUTHFI. Analisis Tataniaga Beras Varietas Kuriak Kususik di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh JOKO PURWONO. Beras varietas Kuriak Kususik adalah

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dibahas di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan aplikasi sistem pakar pendiagnosa

Berdasarkan hasil analisis maka diusulkan untuk persyaratan asam lemak bebas dalam minyak buah merah adalah sebesar 70 – 80 g iod/100g... Gambar 6 Bilangan Penyabunan