• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI KADAR AIR KAPASITAS LAPANG BERDASARKAN METODE DRAINASE BEBAS DAN PRESSURE PLATE

PADA BERBAGAI JENIS TANAH BERTEKSTUR LEMPUNG BERPASIR BERTANAMAN PAKCOY

(Brassica rapa L.)

SKRIPSI

ELVITA FITRI 140308042

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

NILAI KADAR AIR KAPASITAS LAPANG BERDASARKAN METODE DRAINASE BEBAS DAN PRESSURE PLATE

PADA BERBAGAI JENIS TANAH BERTEKSTUR LEMPUNG BERPASIR BERTANAMAN PAKCOY

(Brassica rapa L.)

SKRIPSI

OLEH :

ELVITA FITRI

140308042/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sumono, MS) NIP 194809281976031003

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

ELVITA FITRI: Nilai Kadar Air Kapasitas Lapang Berdasarkan Metode Drainase Bebas dan Pressure Plate pada Berbagai Jenis Tanah Bertekstur Lempung Berpasir Bertanaman Pakcoy (Brassica rapa L.), dibimbing oleh SUMONO.

Kadar air kapasitas lapang (KAKL) merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang akan dipengaruhi oleh keadaan tanahnya seperti tekstur dan bahan organik tanah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui nilai KAKL pada tanah entisol dan inceptisol bertekstur lempung berpasir menggunakan metode drainase bebas (DB) 24 jam, 48 jam, dan pressure plate (pF) dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman pakcoy. Penelitian dalam skala rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial.

Parameter yang diamati meliputi bahan organik, N-total, P-tersedia, pH, porositas, evapotranspirasi, bobot basah dan bobot kering tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis tanah tergolong asam dengan kandungan bahan organik dan N sangat rendah, sedangkan kadar P pada entisol sangat tinggi dan pada inceptisol sangat rendah. Porositas pada entisol kurang baik dan pada inceptisol buruk. Evapotranspirasi pada entisol lebih besar dari inceptisol. Penentuan KAKL dengan metode pF pada tanah entisol dan inceptisol menunjukkan hasil bobot tanaman pakcoy yang tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan metode DB 24 jam dan DB 48 jam. Bobot basah berkisar 4-17 g/tanaman dan bobot kering berkisar 0,20-1,08 g/tanaman.

Kata Kunci: Kapasitas lapang, drainase bebas, pressure plate, jenis tanah, pakcoy.

ABSTRACT

ELVITA FITRI: Levels of Field Capacity by Free Drainage and Pressure Plate Methods at Several Types of Sandy Loam Soil with Pakcoy (Brassica rapa L.) supervised by SUMONO.

Plant’s growth is affected by field capacity that depends on texture and organic matter of the soil. The objective of this research was to study the levels of field capacity at sandy loam entisol and inceptisol with 24 and 48 hours free drainage and pressure plate (pF) methods and the response of pakcoy’s growth.

Research was held on greenhouse scale using a completely non factorial randomized design. The observed parameters were organic matter, N, P, pH, porosity, evapotranspiration, wet weight and dry weight of pakcoy.

The results showed that both soil had acidic with organic matter and N which were classified as very low, while P at entisol was very high and at inceptisol was very low. Porosity at entisol was low and at inceptisol was bad.

Evapotranspiration at entisol was higher than inceptisol. pF method at entisol and inceptisol showed higher results and significantly different than the 24 and 48 hours free drainage. Pakcoy’s wet weight was ranged from 4-17/plant and dry weight was ranged from 0,86-1,08 g/plant.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 11 Februari 1997 dari Ayah Zulkarnaen dan Ibu Elvina. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2014 penulis lulus dari SMA Negeri 15 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan lulus pada pilihan kedua di Program Studi Keteknikan Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA). Penulis pernah menjadi asisten laboratorium Hidrologi Teknik pada tahun 2018.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Daerah Irigasi Namu Sira-Sira Jaringan Irigasi Namu Sira-Sira Kanan Kelurahan Namu Ukur Selatan Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara pada Juli sampai Agustus 2017.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah ―Nilai Kadar Air Kapasitas Lapang Berdasarkan Metode Drainase Bebas dan Pressure Plate pada Berbagai Jenis Tanah Bertekstur Lempung Berpasir Bertanaman Pakcoy (Brassica rapa L.)‖.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah mendukung penulis baik secara moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2018

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Entisol ... 5

Tanah Inceptisol ... 5

Tekstur Tanah ... 6

Bahan Organik Tanah ... 8

Unsur Hara Tanah ... 10

Unsur Hara Nitrogen (N) ... 10

Unsur Hara Fosfor (P) ... 11

pH Tanah ... 12

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 13

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density) ... 14

Porositas ... 14

Perkolasi ... 16

Kadar Air Kapasitas Lapang ... 16

Metode Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang ... 17

Evapotranspirasi ... 18

Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.) ... 20

Botani ... 20

Syarat tumbuh ... 21

Kadar Air Tanaman ... 22

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

Alat dan Bahan Penelitian ... 23

Alat Penelitian ... 23

(7)

Bahan Penelitian... 23

Metode Penelitian... 24

Prosedur Penelitian dan Parameter Penelitian... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Tekstur Tanah ... . 32

Bahan Organik, pH, N-Total, dan P-Tersedia Tanah ... . 33

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density), Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density), dan Porositas Tanah ... . 34

Perkolasi ... . 35

Kadar Air Kapasitas Lapang ... 36

Evapotranspirasi ... 38

Bobot Basah dan Berat Kering Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.) ... 40

KESIMPULAN Kesimpulan ... . 47

Saran ... . 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Klasifikasi ukuran tanah menurut sistem USDA dan sistem internasional ... 7

2. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah ... 8

3. Kriteria penilaian bahan organik tanah ... 10

4. Kriteria penilaian unsur hara tanah ... 11

5. Kategori kisaran penilaian pH ... 12

6. Kelas porositas tanah ... 15

7. Hasil analisa tekstur tanah ... 32

8. Hasil analisa bahan organik, pH, N-Total, dan P-Tersedia tanah ... . 34

9. Kerapatan massa tanah (Bulk density), kerapatan partikel tanah (Particle density), dan porositas tanah ... 35

10. Hasil pengukuran perkolasi ... 36

11. Hasil pengukuran kadar air kapasitas lapang ... 36

12. Analisis sidik ragam nilai kadar air kapasitas lapang (%) ... 36

13. Hasil pengukuran evapotranspirasi dan luas daun ... 39

14. Rata-rata bobot basah tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) ... 42

15. Uji DMRT pengaruh metode KAKL terhadap bobot basah batang dan daun tanaman (g) ... 42

16. Uji DMRT pengaruh metode KAKL terhadap bobot basah akar tanaman (g) ... 43

17. Rata-rata bobot kering tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) ... 43

18. Uji DMRT pengaruh metode KAKL terhadap bobot kering batang dan daun tanaman (g) ... 44

19. Uji DMRT pengaruh metode KAKL terhadap bobot basah akar tanaman (g) ... 45

(9)

20. Kadar air batang dan daun tanaman ... 45 21. Kadar air akar tanaman ... 46

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA ... 7 2. Evapotranspirasi ... 39

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Flowchart pelaksanaan penelitian ... 53

2. Peta tanah Provinsi Sumatera Utara ... 54

3. Titik pengambilan tanah ... 55

4. Tekstur tanah entisol berdasarkan segitiga USDA ... 56

5. Tekstur tanah inceptisol berdasarkan segitiga USDA ... 57

6. Hasil analisa tekstur, C-organik, N-total, P-tersedia, dan pH tanah ... 58

7. Hasil analisa uji pF (kapasitas lapang) ... 59

8. Perhitungan bulk density, particle density, dan porositas ... 60

9. Analisis sidik ragam pengukuran kadar air kapasitas lapang ... 65

10. Perhitungan pemberian air dan evapotranspirasi awal ... 66

11. Hasil pengukuran suhu harian ruangan, dan evapotranspirasi ... 72

12. Data pemberian air berdasarkan evapotranspirasi tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) ... 73

13. Perhitungan perkolasi ... 74

14. Data bobot basah tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) ... 75

15. Data bobot kering tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) ... 76

16. Analisis sidik ragam bobot basah tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) ... 77

17. Analisis sidik ragam bobot kering tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) ... 78

18. Dokumentasi penelitian ... 79

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan dasar bagi semua makhluk hidup yang ada di permukaan bumi, termasuk tanaman. Air yang dapat diserap oleh tanaman adalah kandungan air yang berada antara kondisi kapasitas lapang dan titik layu permanen yang berada pada pori-pori tanah. Kondisi kapasitas lapang terjadi apabila potensial gravitasi sama dengan potensial matrik. Dalam kondisi ini, udara menempati pori makro tanah sedangkan air hanya terdapat dalam pori mikro tanah atau disebut dengan air tersedia. Haridjaja dkk. (2013) menyatakan bahwa kapasitas lapang menunjukkan jumlah air yang tertahan pada tanah setelah air berlebih terdrainase dan laju gerakan kebawah berkurang, yang biasanya terjadi 2-3 hari (48 jam – 72 jam) setelah terjadinya presipitasi atau hujan. Kadar air kapasitas lapang dapat ditetapkan dengan dua metode yang berbeda-beda, yaitu metode drainase bebas, dan pressure plate. Kedua metode ini memiliki prinsip yang berbeda. Prinsip drainase bebas berdasarkan berhentinya gerakan air gravitasi, sedangkan pressure plate berdasarkan tekanan setara pF 2,54.

Berdasarkan penelitian Sulaeman (2011), terdapat perbedaan hasil yang nyata antara pengukuran kadar air kapasitas lapang dengan menggunakan metode yang berbeda ini.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Tetapi, besarnya jumlah penduduk tersebut tidak didukung oleh jumlah produksi pangan yang cukup untuk konsumsi nasional. Jika hanya mengandalkan produksi pertanian pada lahan yang subur maka tidak akan mampu memenuhi

(13)

kebutuhan pangan nasional yang semakin meningkat. Solusinya adalah dengan memanfaatkan lahan-lahan marginal seperti pada lahan kering untuk perluasan lahan pertanian. Mengingat bahwa lahan kering merupakan sumber daya pertanian terbesar di Indonesia ditinjau dari segi luasnya. Jenis tanah yang tergolong dalam lahan marginal untuk lahan kering umumnya termasuk tanah inceptisol dan entisol (Nursanti dan Rohim, 2009).

Inceptisol adalah tanah yang belum matang yang perkembangan profilnya lebih lemah dibanding dengan tanah matang. Menurut Ketaren dkk. (2014), tanah ini memiliki solum yang agak tebal dengan warna hitam atau kelabu sampai dengan coklat tua. Inceptisol dijumpai di Indonesia, umumnya di sekitar daerah gambut di Kalimantan Selatan, Sumatera dan Jawa.

Entisol merupakan tanah yang masih sangat muda, yaitu baru dalam proses tingkat permulaan dalam perkembangannya. Tanah entisol meliputi sekitar 16 % permukaan lahan di bumi. Di Indonesia, tanah entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan, baik sawah teknis maupun sawah tadah hujan pada daerah dataran rendah. Keunggulan jenis tanah ini secara fisik adalah memiliki drainase dan aerasi yang baik (Nariratih dkk., 2013; Gaol dkk., 2014).

Tanah inceptisol dan entisol dapat mempunyai tekstur yang sama namun kemampuannya dalam menahan air berbeda karena berbeda persen fraksi penyusun tanahnya (Yulipriyanto, 2010). Tekstur lempung berpasir merupakan tekstur yang sering dijumpai pada jenis tanah ini. Dengan tekstur yang sama yaitu lempung berpasir untuk jenis tanah ini nilai dan tercapainya kondisi kapasitas lapang dapat berbeda untuk menentukan kadar air kapasitas lapang.

(14)

Pengembangan tanah inceptisol dan entisol sebagai penyediaan lahan dalam mengatasi beralih fungsinya lahan-lahan yang produktif dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan dan hortikultura yang pada saat ini juga banyak dibutuhkan oleh masyarakat, seperti tanaman padi, kedelai, jagung, kacang tanah, pakcoy, selada, dan lain-lain. Diantara tanaman tersebut, tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.) merupakan tanaman sayuran yang mempunyai prospek

baik dan nilai ekonomis yang cukup tinggi. Harga tanaman pakcoy adalah Rp. 10.000/kg sehingga layak dikembangkan. Tanaman Pakcoy merupakan

tanaman yang dibudidayakan pada lahan kering yang dalam pertumbuhannya memerlukan air yang tepat. Penyiraman yang tepat tentunya diawali dengan pengukuran kadar air yang tepat pula (Haryanto dan Suhartini, 2002).

Dengan demikian perlu mengetahui pemberian air yang tepat berdasarkan metode drainase bebas dan pressure plate pada beberapa jenis tanah bertekstur lempung berpasir agar dapat diketahui keakuratan hasil dari metode tersebut.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keakuratan adalah waktu drainase dan kecanggihan alatnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kadar air kapasitas lapang pada beberapa jenis tanah bertekstur lempung berpasir berdasarkan metode drainase bebas dan pressure plate serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman pakcoy (Brassica rapa L.).

(15)

Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa yaitu sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar air kapasitas lapang berdasarkan metode drainase bebas dan pressure plate pada berbagai jenis tanah bertekstur lempung berpasir untuk tanaman pakcoy (Brassica rapa L.).

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Entisol

Entisol adalah tanah muda dan terdapat hampir di seluruh kepulauan

Indonesia terutama Jawa, Sumatera dan Nusa tenggara. Luasnya lebih kurang 3 juta hektar atau sekitar 2,1 % dari keseluruhan luas lahan di Indonesia sehingga peluang untuk ekstensifikasi masih terbuka luas. Tanah entisol peka terhadap erosi dan kandungan hara serta bahan organik yang rendah sehingga daya menahan airnya rendah, hal ini menyebabkan tanah tersebut mudah melewatkan air dan air mudah hilang karena perkolasi (Nariratih dkk., 2013; Gaol dkk., 2014).

Tanah entisol merupakan lahan marjinal yang memiliki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah yang kurang subur karena memiliki tekstur pasir, struktur lepas, permeabilitas cepat, daya menahan dan menyimpan air yang rendah serta hara rendah dan bahan organik rendah. Entisol memiliki konsentrasi N, dan K yang tergolong rendah sehingga daya sangga air dan pupuk sangat rendah, dan kurang mendukung pertumbuhan tanaman (Afandi dkk., 2015).

Tanah Inceptisol

Inceptisol (inceptum atau permulaan) dapat disebut tanah muda karena

pembentukannya agak lambat sebagai hasil pelapukan bahan induk (Ketaren dkk., 2014). Inceptisol merupakan salah satu ordo tanah yang tersebar luas

di Indonesia yaitu sekitar 20,75 juta ha (37,5%) dari wilayah daratan Indonesia.

Jenis tanah ini mempunyai produktivitas alami yang beragam karena

(17)

tidak memiliki sifat fisik dan kimia tanah yang khas. Oleh karena itu,

pemanfaatan inceptisol untuk masa akan datang perlu ditingkatkan secara maksimal khususnya yang telah mengalami pengelolaan intensif (Muyassir dkk., 2012; Arviandi dkk., 2015).

Menurut Muyassir dkk. (2012), inceptisol belum banyak digunakan untuk pertanian lahan kering karena keterbatasan ketersediaan air pada musim kemarau akibat dari rendahnya rata-rata curah hujan tahunan. Permasalahan lain tanah inceptisol adalah rendahnya produktivitas tanah. Tanah-tanah ini mempunyai kadar

unsur hara esensial yang rendah, terutama unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah yang menunjukan kasar halusnya tanah dibagi menjadi beberapa kelompok antara lain: kasar (pasir, pasir berlempung), agak kasar (lempung berpasir, lempung berpasir halus), sedang (lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu), agak halus (lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu), dan halus (liat berpasir, liat berdebu). Selain itu, tanah mempunyai perbedaan dalam memegang air, kemampuan ini tergantung pada teksturnya (Sarbini dan Qoriansyah, 2013).

Menurut Hakim dkk. (1986) bahwa klasifikasi ukuran tanah menurut sistem USDA (United State Depertement of Agriculture) dan Sistem Internasional, jumlah dan luas permukaan fraksi tanah tertera pada Tabel 1. Secara skematis klasifikasi

tanah dapat dilihat melalui klasifikasi Segitiga USDA, seperti terlihat pada Gambar 1 dan proporsi fraksi menurut tekstur tanah pada Tabel 2.

(18)

Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA (Foth, 1994).

Tabel 1. Klasifikasi ukuran tanah menurut sistem USDA dan sistem internasional Separat Tanah Diameter (mm) Jumlah partikel Luas permukaan

USDA Internasional (g-1) (cm2g-1)

Pasir sangat kasar 2,00-1,00 - 90 11

Pasir kasar 1,00-0,50 - 720 23

Pasir sedang 0,50-0,25 - 5.700 45

Pasir - 2,00-0,20 4.088 29

Pasir halus 0,25-0,10 - 46.000 91

Pasir sangat halus 0,10-0,05 - 722.000 227

Debu 0,05-

0,002

- 5.776.000 454

Debu - 0,02-0,002 2.334.796 271

Liat < 0,002 < 0,002 90.250.853.000 8.000.000 (Hakim dkk., 1986).

(19)

Tabel 2. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah

Kelas Tekstur Tanah Proporsi (%) Fraksi Tanah

Pasir Debu Liat

1. Pasir > 85 < 15 < 10

2. Pasir berlempung 70 – 90 < 30 < 15

3. Lempung berpasir 40 – 87,5 < 50 < 20

4. Lempung 22,5 – 52,5 30 – 50 10 – 30

5. Lempung liat berpasir 45 – 80 < 30 20 – 37,5 6. Lempung liat berdebu < 20 40 – 70 27,5 – 40 7. Lempung berliat 20 – 45 15 – 52,5 27,5 – 40 8. Lempung berdebu < 47,5 50 – 87,5 < 27,5

9. Debu < 20 > 80 < 12,5

10. Liat berpasir 45 – 62,5 < 20 37,5 – 57,5

11. Liat berdebu < 20 40 – 60 40 – 60

12. Liat < 45 < 40 > 40

(Hanafiah, 2005).

Tanah bertekstur lempung akan mempunyai partikel-partikel yang mempunyai rasa pasir, debu, dan liat secara proporsional. Apabila yang terasa lebih dominan adalah sifat pasir, maka berarti tanah bertekstur lempung berpasir (Hanafiah, 2005). Berdasarkan penelitian Haridjaja dkk. (2013) tekstur tanah sangat mempengaruhi kemampuan tanah dalam memegang air. Tanah bertekstur liat memiliki kemampuan yang lebih besar dalam memegang air dari pada tanah bertekstur pasir hal ini terkait dengan luas permukaan adsorbtifnya. Semakin halus teksturnya akan semakin besar kapasitas menyimpan airnya. Tanah bertekstur lempung berpasir memiliki bobot isi yang lebih besar dibandingkan tanah dengan tekstur liat. Pada tanah berpasir, walaupun ruang pori sedikit, gerakan udara, dan air sangat cepat karena adanya dominasi pori mikro.

Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah adalah suatu bahan yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah dan mengalami

(20)

perombakan secara terus menerus. Bahan organik tanah memberi pengaruh yang dominan dalam fungsi tanah pertanian. Bahan organik tanah dianggap sebagai indikator yang baik dari sistem tanah yang sehat, karena berperan penting dalam berbagai sifat tanah. Bahan organik ini juga berhubungan dengan ketersediaan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan bahan organik antara lain: kedalaman tanah, iklim, dan vegetasi (Budi dan Sari, 2015). Bahan organik tanah mempunyai pori meso-mikro lebih banyak dibandingkan bahan mineral tanah, artinya luas permukaan penjerap air lebih banyak, sehingga makin tinggi kadar bahan organik maka semakin tinggi kadar dan ketersediaan air tanah (Hanafiah, 2005).

Penetapan bahan organik di laboratorium dapat dilakukan salah satunya

dengan metode Walkley & Black. Prinsip Metode Walkley & Black adalah C-organik dihancurkan oleh oksidasi Kalium bikromat yang berlebih akibat

penambahan asam sulfat. Kelebihan kromat yang tidak direduksi oleh C-organik tanah kemudian ditetapkan dengan jalan titrasi dengan larutan ferro. C-organik dapat dihitung dengan Persamaan (1) dan kriteria penilaian bahan organik dapat dilihat pada Tabel 3.

rgani x ) x x

x

………..(1)

Dimana : T : Volume titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N dengan tanah S : Volume titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N blanko (tanpa tanah) BCT : Berat Contoh Tanah

Bahan Organik = % C- rgani x 24 ………(2) (Mukhlis, 2007).

(21)

Tabel 3. Kriteria penilaian bahan organik tanah

Kriteria % C- Organik

Sangat Rendah < 1,00

Rendah 1,00 – 2,00

Sedang 2,01 – 3,00

Tinggi 3,01 – 5,00

Sangat Tinggi >5,00

(Staff Pusat Penelitian Tanah, 1983).

Unsur Hara Tanah

Unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman bedakan atas dua bagian yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak seperti N, P, dan K. Sedangkan unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit (Sari, 2010).

Unsur Hara Nitrogen (N)

Dalam tubuh tanaman, nitrogen merupakan bagian dari protein dan plasma sel. Nitrogen berasal dari bahan organik (sisa tanaman atau sampah tanaman) yang melapuk, yang dapat menyuburkan tanah sehingga tanah tersebut mampu mendukung pertumbuhan tanaman dan memberikan hasil yang baik. Jika nitrogen berlebih mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan, sehingga memperlambat panen. Defisiensi unsur nitrogen ini, menunjukkan gejala tanaman yang kerdil, daun menjadi kuning mulai dari daun terbawah, sedangkan daun sebelah atas tetap hijau (Sari, 2010). Kadar unsur hara nitrogen (N) dapat dihitung dengan persamaan:

(22)

N s – ) x N L x 4

Massa sa p l x x

………...……….. ) Dimana : Vs : Volume titrasi dengan tanah

Vb : Volume titrasi blanko (tanpa tanah)

Unsur Hara Fosfor (P)

Fosfor merupakan salah satu unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman karena berperan dalam menyimpan dan mentransfer energi serta sebagai komponen protein dan asam nukleat. Oleh fungsi tersebut maka suplai P yang

tinggi ditunjukkan oleh perkembangan akar dan buahan yang lebih cepat (Mukhlis, 2007). Kadar P lebih tinggi dijumpai pada tanah bagian atas (top soil).

Selain itu, bahan organik tanah dapat memperbesar ketersediaan fosfat tanah, melalui hasil dekomposisi menghasilkan asam organik dan CO2. Gas CO2 larut dalam air membentuk asam karbonat yang mampu melapukkan beberapa mineral primer tanah. Jumlah ketersediaan P tanah sangat bergantung pada sifat dan ciri tanah. Berdasarkan penelitian Rahmi (2007) kadar P-Tersedia yang terdapat pada tanah entisol berkisar antara 12,87 ppm sampai 48,52 ppm sedangkan menurut penelitian Nursyamsi dan Setyorini (2009) kadar P-Tersedia pada tanah inceptisol adalah 1 ppm. Kriteria penilaian unsur hara tanah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria penilaian unsur hara tanah

Kriteria Unsur Hara N (%) Unsur Hara P (Ppm)

Sangat Rendah < 0,10 < 8,0

Rendah 0,10 – 0,20 8,0 – 15

Sedang 0,21 – 0,50 16 – 25

Tinggi 0,51 – 0,75 26 – 35

Sangat Tinggi > 0,75 > 35

(Staff Pusat Penelitian Tanah, 1983).

(23)

pH Tanah

pH tanah atau yang sering disebut dengan kadar asam pada tanah merupakan faktor lain yang mempengaruhi menurunnya tingkat kesuburan tanah selain cara pengolahan yang tidak sesuai atau pengolahan yang salah. Pada kenyataannya tanah pada suatu daerah akan memiliki tingkat keasaman yang berbeda dengan tanah di daerah lain. Tingkat derajat asam pada tanah merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Karena jika kesuburan tanah terus menurun, maka juga akan berimbas pada menurunnya hasil produksi. Terhambatnya pertumbuhan pada tumbuhan yang ditanam, dapat disebabkan oleh kondisi kemasaman tanah (pH tanah) yang terlalu asam. Tanah asam adalah tanah yang mempunyai pH rendah, biasanya terjadi di lahan bekas gambut yang dijadikan lahan pertanian. Nilai pH tanah memiliki kisaran antara 0 - 14. Di daerah-daerah di Indonesia umumnya memiliki jenis tanah asam dengan kemasaman berkisar antara 3 - 9 (Setiawan dkk., 2015). Menurut Leiwakabessy dkk. (2003) pH memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap retensi P. Peningkatan pH akan mengurangi retensi P. Kategori penilaian pH dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Kategori penilaian pH

Nilai pH Kategori

< 4,4 Sangat masam (Ekstrim)

4,5 – 5,0 Sangat masam

5,1 – 6,5 Asam

6,6 – 7,3 Netral

7,4 – 8,4 Alkalin

8,8 – 9,0 Sangat Alkalin

>9,1 Sangat Alkalin (Ekstrim)

(Staff Pusat Penelitian Tanah, 1983).

(24)

Kerapatan Massa tanah (Bulk Density)

Kerapatan lindak (kerapatan isi, atau bobot isi atau bobot volume atau bulk density), menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan

volume tanah, termasuk volume pori-pori tanah. Kerapatan isi tanah merupakan

petunjuk kepadatan tanah, makin tinggi kerapatan isi tanah makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Bulk density merupakan sifat fisika

tanah yang penting untuk mengetahui karakteristik air tanah dan digunakan

sebagai parameter transportasi air dan unsur hara. Faktor-faktor seperti kedalaman, bahan organik, atau kepadatan tanah mempengaruhi nilai bulk density

(Yunus, 2004).

Secara keseluruhan, perbedaan nilai bulk density diantara tanah disebabkan oleh perbedaan ukuran partikel (particle density) (Martin dkk., 2016).

Tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar dari tanah yang sama tetapi kurang padat. Pada umumnya tanah lapisan atas (top soil) pada tanah mineral mempunyai nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah di bawahnya. Nilai bulk density tanah mineral berkisar 1—1,6 g/cm3,

sedangkan tanah organik umumnya memiliki nilai bulk density antara 0,1—0,9 g/cm3. Bulk density banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti

porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan air, dan drainase (Hardjowigeno, 2003). Kerapatan massa tanah dihitung dengan persamaan :

K rapatan Massa anah (P ) Mp

t ………... 4)

Dimana : Pb : Kerapatan massa tanah (g/cm3) Mp : Massa padatan tanah (g)

(25)

Vt : Volume total (cm3) (Hossain dkk., 2015).

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Kerapatan partikel merupakan fungsi perbandingan antara komponen bahan mineral dan bahan organik. Kerapatan partikel untuk tanah-tanah mineral

berkisar antara 2,6 g/cm3 sampai 2,7 g/cm3, dengan nilai rata-rata 2,65 g/cm3 (Siregar dkk., 2013). Kerapatan partikel dihitung dengan perbandingan antara massa tanah kering (padatan) dengan volumenya (volume padatan) dengan persamaan sebagai berikut :

K rapatan Parti l anah (Ps) Mp

p ………... ) Dimana: Ps : Kerapatan partikel tanah (g/cm3)

Mp : Massa padatan tanah (g) Vp : Volume padatan tanah (cm3) (Hossain dkk., 2015).

Porositas

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang dapat

ditempati oleh udara dan air, serta merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (makro) dan

pori-pori halus (mikro). Pori-pori makro berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedangkan pori-pori mikro berisi air kapiler atau udara. Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada

(26)

tanah liat. Tanah yang banyak mengandung pori-pori kasar sulit menahan air sehingga tanahnya mudah kekeringan (McGrath dan Henry, 2016).

Porositas dipengaruhi oleh particle density dan bulk density.

Porositas tanah juga dipengaruhi oleh pemadatan tanah. Dimana pemadatan akan menurunkan porositas tanah yang akan menyebabkan

mengurangnya aerasi, pengeringan dan penyimpanan kelembaban yang tersedia (McGrath dan Henry, 2016). Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur.

Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai

porositas tinggi. Jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 60%

(Lu dkk., 2014). Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Bahan organik tanah yang semakin tinggi akan menyebabkan porositas juga semakin tinggi (Hardjowigeno, 2003). Adapun kelas porositas tanah dapat dilihat dari Tabel 6 dan Porositas total dapat dihitung dengan Persamaan (6).

Tabel 6. Kelas porositas tanah

Porositas (%) Kelas

100 Sangat porous

60-80 Porous

50-60 Baik

40-50 Kurang baik

30-40 Buruk

< 30 Sangat buruk

(Sutanto, 2005).

P r sitas anah (Pt) P

Ps x ) ……….. 6)

Dimana : Pt : Porositas (%)

Pb : Kerapatan massa tanah (g/cm3) Ps : Kerapatan partikel tanah (g/cm3)

(27)

Perkolasi

Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari daerah tidak jenuh ke daerah jenuh. Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses perkolasi adalah sifat fisik tanah, porositas, kedalaman muka air tanah, lengas tanah dan kapasitas lapang tanah.

Perkolasi akan terjadi apabila kapasitas lapang terlampaui. Pada tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari, sedangkan pada tanah yang lebih ringan laju perkolasi biasa lebih tinggi (Limantara, 2010). Menurut Soemarto (1995) nilai perkolasi dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

( )

……….. )

Dimana: H1 : Tinggi air awal H2 : Tinggi air akhir T1 : Waktu awal T2 : Waktu akhir

Kadar Air Kapasitas Lapang

Kadar air kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembap yang menunjukkan jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah setelah tanah jenuh dan drainase sudah tidak terjadi lagi (potensial matrik sama besarnya dengan potensial gravitasi). Kadar air pada kapasitas lapang secara praktis merupakan batas atas ketersediaan air tanah. Hal ini bukan berarti tanaman tidak dapat mengambil air yang berada diatas kapasitas lapang, tetapi air yang lebih tinggi dari kapasitas

(28)

lapang terlalu mudah untuk terdrainase, dan unsur-unsur hara penting dapat terikut terbawa pula dan tercuci. Biasanya, akan sulit kembali ke daerah perakaran (Baskoro dan Tarigan, 2007; Siregar dkk., 2017).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air tanah terdiri dari kadar bahan organik, senyawa kimiawi, tekstur tanah, iklim dan tumbuhan, kedalaman solum, struktur tanah, permeabilitas, serta pori tanah. Kedalaman solum atau lapisan tanah

menentukan volume simpan air, semakin dalam maka ketersediaan kadar air juga akan semakin banyak. Kadar air tanah dinyatakan dalam persen volume yaitu persentase volume air terhadap volume tanah

(Haridjaja dkk., 2013; Gusdi dkk., 2014). Kadar air tanah dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Kadar air asis ring ( ) A KO

KO x ……….. 8)

Dimana: BTA : Berat Tanah Awal (g)

BTKO: Berat Tanah Kering Oven (g)

Metode Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang

Kadar air kapasitas lapang dapat ditetapkan di laboratorium dengan metode yang berbeda-beda, antara lain drainase bebas, dan pressure plate. Prinsip metode drainase bebas adalah dengan memberi air pada tanah hingga jenuh. Pada metode ini, tidak terdapat lapisan penahan pada tanah sehingga air akan dengan bebas terdrainase. Prinsip metode pressure plate yaitu dengan memasukkan tanah ke dalam alat yang disebut membrane plate apparatus dan diberikan tekanan pada pF 2,54 atau 3 bar (Haridjaja dkk., 2013).

(29)

Kadar air kapasitas lapang metode drainase bebas ditetapkan pada saat air berhenti atau hampir berhenti yaitu pada saat potensial matriks sama dengan

potensial gravitasi atau pada saat kadar air tanah mulai konstan. Menurut Hillel (1997) bahwa kapasitas lapang menunjukkan jumlah air yang tertahan pada

tanah setelah air berlebih terdrainase dan laju gerakan kebawah berkurang yang biasanya terjadi 2-3 hari (48 jam – 72 jam) setelah terjadi presipitasi atau hujan.

Namun, dalam hal ini waktu yang dibutuhkan tanah untuk mencapai kapasitas lapang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh bahan organik, tekstur tanah dan ukuran pori tanah dimana makin tinggi bahan organik tanah, air tersedia makin tinggi (Baskoro dan Tarigan, 2007). Pengukuran kadar air kapasitas lapang menggunakan metode pressure plate adalah dengan cara pemberian tekanan 1/3

atm atau pF 2,54 setelah tanah dijenuhkan selama ± 24 jam. Menurut Baskoro dan Tarigan (2007) pemberian tekanan 1/3 atm pada penetapan dengan

metode pressure plate sebenarnya hanya merupakan pendekatan, kadar air kapasitas lapang untuk tanah berpasir lebih sesuai jika disetarakan dengan pF 2.

Setiap tekstur tanah akan mempunyai kapasitas lapang yang berbeda.

Menurut Haridjaja dkk. (2013) faktor tekstur tanah berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kadar air kapasitas lapang. Hal ini disebabkan karena kapasitas menahan air (water holding capacity) tanah yang berbeda-beda, yaitu tanah bertekstur liat lebih besar daripada tanah bertekstur lempung liat berpasir dan lempung berpasir.

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan gabungan dari proses evaporasi dan

(30)

transpirasi. Evaporasi adalah proses air menjadi uap naik ke udara dan berlangsung terus menerus dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, persawahan, hutan dan lain-lain, sedangkan transpirasi adalah peristiwa perpindahan air dari tanah ke atmosfer melalui bagian tanaman. Proses transpirasi dan evaporasi terjadi secara bersamaan dan sulit untuk dipisahkan satu dengan yang lain.

Evapotranspirasi dipengaruhi oleh kondisi iklim dan kandungan air tanah. Dengan terjadinya evaporasi, maka kandungan air tanah turun dengan demikian kecepatan evaporasi juga akan turun (Sinulingga dan Darmanti, 2007).

Nilai evapotranspirasi di lapangan dapat ditentukan berdasarkan berkurangnya kadar air tanah dari kapasitas lapang dalam jangka waktu tertentu atau selisih antara kadar air tanah pada pengamatan pertama dengan pengamatan kedua. Melalui pengukuran kadar air tanah secara gravimetri diperoleh kadar air tanah basis kering, kemudian dirubah menjadi kadar air volumetrik. Untuk

menghitung besarnya kehilangan air karena evapotranspirasi digunakan persamaan :

Kadar air v lu tri ) x P

Pw ………..………….... 9)

dan

( ) x ht

………..……...(10) Dimana : ET : Evapotranspirasi (cm/hari)

 : Kadar air volumetrik (%)

W : Kadar air basis kering (%) Pb : Kerapatan massa tanah (g/cm3) Pw : Berat jenis air (g/cm3)

(31)

hT : Kedalaman tanah (cm) T : Waktu (hari)

(Triatmodjo, 2009).

Untuk mendapatkan nilai evapotranspirasi di lapangan, Persamaan (10) perlu dikonversikan dengan luas polybag dan untuk menentukan jumlah air yang diberikan pada penelitian ini

vap transpirasi a tual x luas polybag ………...……...(11) (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.)

Tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) banyak dipilih petani karena pembudidayaannya yang relatif mudah. Masa panen pakcoy cukup singkat, hanya sekitar 45 hari. Masyarakat pun kini semakin banyak yang mengenal dan menyukai sawi pakcoy ini dibandingkan dengan sawi atau sayuran lain. Karena pakcoy memiliki kandungan vitamin yang cukup dan mudah dalam pengolahannya. Teknik budidaya yang mudah dan minat pasar yang cukup tinggi ini membuat banyak petani menanam pakcoy sebagai tanaman selingan (Khanafi ,2016).

Botani

Pakcoy merupakan salah satu sayuran penting di Asia, atau khususnya China. Daun pakcoy bertangkai, berbentuk oval, berwarna hijau tua, dan mengkilap, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah mendatar, tersusun dalam spiral rapat, melekat pada batang yang tertekan. Tangkai daun berwarna putih atau hijau muda, gemuk dan berdaging, tanaman mencapai tinggi 15-30 cm (Cahyono, 2003). Klasifikasi tanaman pakcoy adalah sebagai berikut:

(32)

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rhoeadales

Famili : Cruciferae (Brassicaceae) Genus : Brassica

Spesies : Brassica rapa L.

(Haryanto dan Suhartini, 2002).

Syarat tumbuh

Pakcoy dikenal sebagai tanaman sayuran daerah iklim sedang (sub-tropis) tetapi saat ini berkembang pesat di daerah panas (tropis). Pertumbuhan pakcoy yang baik membutuhkan suhu udara yang berkisar antara 19ºC - 21ºC. Sedangkan, kelembapan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman pakcoy yang optimal berkisar antara 80% sampai dengan 90%. Kelembaban yang tinggi dan lebih dari 90%

berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman. Kondisi pH tanah untuk tanaman pakcoy berkisar antara pH 6,5-7 (Cahyono, 2003).

Pakcoy umumnya banyak ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi.

Tanaman ini mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami pada kondisi iklim tropis Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tanaman pakcoy perlu mendapatkan intensitas cahaya matahari yang cukup yaitu 12-16 jam setiap hari.

Suhu yang terlalu rendah dan terlalu tinggi pada larutan nutrisi dapat menyebabkan berkurangnya penyerapan air dan ion nutrisi (Falah dkk., 2005).

(33)

Kadar Air Tanaman

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan. Besarnya kadar air tanaman sangat bergantung pada kemampuan akar dalam menyerap air. Tanaman yang ditanaman pada tanah pasir umumnya lebih sedikit mengandung air daripada tanah liat. Kadar air pada tanaman pakcoy berkisar antara 80 – 92,2 % (Musliman, 2014). Kadar air tanaman dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Kadar air K

x ……….. 2)

Dimana: BB : Berat Basah Tanaman (g) BK : Berat Kering Tanaman (g) (Aventi, 2015).

(34)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca, Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Fisika Tanah dan Lingkungan Universitas Syiah Kuala pada bulan Februari 2018 sampai dengan Juni 2018. Pengambilan sampel tanah inceptisol dilakukan di Kampus 2 USU Kwala Bekala dan tanah entisol di PTPN II Tanjung Garbus.

Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain ring sampel untuk mengambil sampel tanah, oven untuk mengeringkan tanah dan tanaman, timbangan digital untuk menghitung berat tanah, erlenmeyer sebagai wadah untuk mengukur volume padatan tanah, membran plate apparatus untuk mengukur kadar air kapasitas lapang menggunakan metode pressure plate, ayakan 10 mesh digunakan untuk mengayak tanah, gelas ukur untuk mengukur volume air yang diberikan ke tanaman.

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain sampel tanah inceptisol dan entisol bertekstur lempung berpasir digunakan sebagai objek yang diteliti, benih tanaman pakcoy sebagai bahan yang akan ditanam pada tanah, air sebagai bahan untuk penyiraman, polybag sebagai wadah untuk tanah, dan label digunakan untuk memberi tanda pada ring sample dan polybag.

(35)

Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan metode eksperimen di Rumah Kaca dan analisa tanah dilakukan di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Fisika Tanah dan Lingkungan Universitas Syiah Kuala. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial. Penelitian menggunakan 6 perlakuan dengan 10 kali pengulangan:

K1 = Tanah entisol bertekstur lempung berpasir dengan KAKL metode drainase bebas selama 24 jam

K2 = Tanah entisol bertekstur lempung berpasir dengan KAKL metode drainase bebas selama 48 jam

K3 = Tanah entisol bertekstur lempung berpasir dengan KAKL metode pressure plate

K4 = Tanah inceptisol bertekstur lempung berpasir dengan KAKL metode drainase bebas selama 24 jam

K5 = Tanah inceptisol bertekstur lempung berpasir dengan KAKL metode drainase bebas selama 48 jam

K6 = Tanah inceptisol bertekstur lempung berpasir dengan KAKL metode pressure plate

Maka statistika yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = μ + αi + Ɛij...(13) Dimana :

Yij : Nilai pengamatan dengan perlakuan metode pemberian air berdasarkan

(36)

penentuan nilai kadar air kapasitas lapang ke-i dan ulangan ke-j μ : Nilai tengah pengamatan

α : Pengaruh perlakuan metode pemberian air berdasarkan penentuan nilai kadar air kapasitas lapang

Ɛij : Galat percobaan

Analysis of Variance (One Way ANOVA) dilakukan untuk menguji hasil bobot basah dan bobot kering tanaman.

Prosedur Penelitian dan Parameter Penelitian

1. Pengambilan Sampel di Lapangan dan Penelitian di Rumah Kaca

a. Menentukan titik pengambilan sampel tanah inceptisol dan entisol dengan tekstur lempung berpasir di lapangan (Lampiran 3).

b. Mengambil sampel tanah, kemudian dikeringanginkan. Setelah kering tanah dipecah atau digerus, dan diayak dengan ayakan 10 mesh.

c. Mengambil polybag, kemudian dimasukkan tanah ke dalam polybag.

d. Menyiram tanah dalam polybag hingga jenuh untuk pemantapan tanahnya. Dilakukan penyiraman terus-menerus sampai tanah mantap.

Kriteria tanah mantap yaitu tidak terjadi lagi penurunan ketebalan tanah dan air yang terdrainase konstan.

e. Menyediakan benih tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) f. Menanam benih Pakcoy sebanyak 5 benih per polybag

g. Mengambil contoh tanah setelah masa semai untuk ditentukan sifat fisika tanahnya di Laboratorium.

(37)

h. Menyiram tanah yang telah ditanami tanaman pakcoy setiap hari sesuai dengan nilai kadar air kapasitas lapang berdasarkan nilai evapotranspirasi tanaman

2. Pengujian di laboratorium

- Mengeringanginkan sampel tanah dan mengayak dengan ayakan 10 mesh untuk pengujian di laboratorium

a. Mengukur tekstur tanah dengan metode hydrometer dengan cara : - Menimbang 50 g tanah kemudian masukkan ke Erlenmeyer 250 ml - Menambahkan 50 ml larutan Natrium Pyrophospat, dikocok sampai rata

dan dibiarkan semalaman.

- Menggoncang selama 15 menit pada alat penggoncang.

- Memindahkan tanah ke dalam silinder 500 ml dan menambahkan aquadest.

- Mengocok silinder sebanyak 20 kali sebelum pembacaan, bila perlu tambahkan Amyl alkohol untuk menghilangkan buih yang dapat mengganggu pembacaan

- Memasukkan hydrometer ke dalam silinder dengan hati-hati untuk pembacaan I setelah 40 detik dari pengocokan

- Setelah 2 jam masukkan lagi hydrometer untuk pembacaan II - Menghitung persentase pasir, liat, dan debu

- Menganalisis dengan menggunakan segitiga USDA (Gambar 1).

b. Menganalisis bahan organik dengan metode Walkley & Black dengan cara :

(38)

- Menimbang 0,5 g tanah dan memasukkan sampel tanah kedalam Erlenmeyer 500 cc dicampur dengan 5 ml K2Cr2O7 dan 10 ml H2SO4

lalu digoncang

- Menambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H3PO4 85 %, NaF 4 % 2,5 ml, dan 5 tetes diphenylamine, digoncang sampai larutan berwarna biru tua - Mentitrasikan denganFe (NH4)2(SO4)2 dari buret hingga warna berubah

menjadi hijau

- Menghitung kadar C-Organik dan persen bahan organiknya. C-Organik dihitung dengan menggunakan Persamaan (1). Bahan organik tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (2).

c. Menganalisis unsur hara N dengan cara :

- Mencampurkan 0,5 g tanah dengan 1 g Selen, 2,5 ml H2SO4, dan aquades ke tabung reaksi

- Memanaskan di alat destruksi sampai warna pekat

- Menyiapkan Erlenmeyer 250 ml berisi larutan H3PO4 untuk menampung sulingan

- Memindahkan semua ekstrak ketabung Destilat bilas dengan H2O lalu hasil destilat ditampung dengan Erlenmeyer 250 ml.

- Mereaksikan hasil destilat dengan 10 ml Boric Acid (H3BO3) dan 3 tetes indicator Conway (warna merah) sehingga hasil destilat berwarna merah muda.

- Mentitrasi dengan H2SO4 sampai larutan berwarna violet dan mencatat volume titrasi

(39)

- Menghitung persen unsur hara N (% N) dengan Persamaan (3).

d. Menganalisis unsur hara P dengan cara :

- Menimbang 2 gram tanah dan memasukkan kedalam botol kocok - Menambahkan 20 ml Bray II dan menggoncang selama 30 menit

- Menyaring larutan dengan saringan WHATMAN No. 42 dalam Erlemeyer 250 ml

- Mengambil 5 ml hasil saringan dan memasukkan kedalam tabung reaksi - Menambahkan 10 ml Asam Ascorbat yang telah dilarutkan dengan

reagent Posfat A

- Mengguncang selama 30 menit, dan mengukur Absorbance panjang gelombang 660 nm dengan spektronik.

e. Menganalisis pH Tanah dengan cara :

- Mencampur 10 g tanah dan 50 ml H2O kedalam botol kocok - Mengguncang selama 30 menit

- Mengukur pH tanah dengan pH meter

f. Menganalisis kerapatan massa tanah (bulk density) dengan cara :

- Mengambil sampel tanah dari polybag yang sudah dijenuhi menggunakan ring sampel dan menimbang berat dari sampel.

- Mengeringkan sampel tanah dengan oven pada suhu 110° C selama 24 jam.

- Menimbang sampel tanah dan ring sampel setelah kering oven - Mencatat volume ring sampel tanah tersebut

- Kerapatan massa tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (4).

(40)

g. Menganalisis kerapatan partikel tanah (particle density) dengan cara : - Mencampur tanah kering oven dengan 500 ml air pada Erlenmeyer dan

diaduk untuk melepaskan udara - Mencatat volume air pada erlenmeyer

- Kerapatan partikel tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (5).

h. Menganalisis porositas tanah dengan cara :

- Porositas dihitung dengan menggunakan Persamaan (6).

i. Menganalisis kadar air kapasitas lapang (KAKL) - Metode drainase bebas (DB)

a. Mengambil sampel menggunakan ring sampel pada 3 polybag setiap perlakuan

b. Menimbang setiap sampel tanah

c. Mengeringkan sampel dengan oven selama 24 jam pada suhu 110° C.

d. Menimbang berat sampel kering oven

e. Menimbang ring sampel untuk mendapatkan berat tanah

f. Menghitung kadar air kapasitas lapang dengan menggunakan Persamaan (8)

- Metode pressure plate (pF).

a. Mengambil tanah berbentuk bongkahan

b. Membawa sampel tanah ke Laboratorium Fisika Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

j. Mengukur perkolasi tanah dengan cara :

(41)

- Menyiram tanah dalam polybag hingga jenuh - Menghitung ketinggian air awal

- Menghidupkan stopwatch ketika air menetes pertama kali - Mematikan stopwatch ketika air berhenti menetes

- Mengukur ketingian air akhir

- Menghitung nilai perkolasi dengan Persamaan (7).

k. Mengukur evapotranspirasi dengan cara :

- Sampel tanah dan tanaman yang sudah diberi air dan telah mencapai kapasitas lapang diukur kadar air tanahnya (W1)

- Sampel tanah dan tanaman yang lain yang identik dibiarkan untuk mengalami evapotranspirasi selama waktu tertentu (W2)

- Selanjutnya, kadar air dalam persentase basis kering diubah menjadi persentase volumetrik dengan Persamaan (9)

- Selisih antara θ1 dan θ2 menunjukkan air yang terevapotranspirasi dan besarnya evapotranspirasi ditentukan dengan Persamaan (10) - Pada saat awal mengukur evapotranspirasi, dicatat juga data suhu

ruangan

- Untuk menentukan nilai evapotranspirasi pada hari-hari berturutnya didasarkan kepada nilai awal pengukuran evapotranspirasi pada tahap diatas kemudian diselaraskan dengan suhu harian. Selain suhu harian, juga diukur luas daun tanaman pakcoy dengan pendekatan pengukuran menggunakan kertas grafik.

l. Mengukur bobot basah dan bobot kering tanaman dengan cara :

(42)

- Menimbang tanaman dalam kondisi segar

- Mengeringkan tanaman dalam oven dengan suhu 85° C selama 24 jam - Menimbang tanaman untuk mendapat bobot keringnya

m. Menghitung kadar air tanaman

- Menghitung kadar air tanaman dengan menggunakan Persamaan (12).

Melakuan hasil pengujian hasil pengukuran bobot basah dan bobot kering tanaman dengan ANOVA pada tingkat signifikasi α d ngan hipotesis :

Ho : Tidak ada perbedaan bobot basah dan bobot kering tanaman yang signifikasi diantara 6 perlakuan yang diuji

Hi : Ada perbedaan bobot basah dan bobot kering tanaman yang signifikasi diantara 6 perlakuan yang diuji. Dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT), apabila terdapat perbedaan yang signifikasi diantara perlakuan.

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekstur Tanah

Hasil pengukuran tekstur tanah disajikan pada Tabel 7. Dari hasil analisa tekstur tanah, diketahui tanah entisol dan inceptisol bertekstur lempung berpasir, dan fraksi pasir lebih dominan dari fraksi debu dan liat. Tekstur tanah ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Menurut Sarbini dan Qoriansyah (2013) bahwa tanah bertekstur lempung berpasir tergolong tanah agak kasar.

Tabel 7.Hasil analisa tekstur tanah

Jenis Tanah Fraksi

Kriteria Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

Entisol 55,28 34,56 10,16 Lempung Berpasir

Inceptisol 53,64 26,92 19,44 Lempung Berpasir

Fraksi pasir yang lebih dominan pada tekstur tanah ini menyebabkan pemberian air yang diberikan pada tanah serta air yang berada dalam tanah lebih mudah dimanfaatkan oleh tanaman karena mudahnya perakaran tanaman dalam menembus tanah, namun kemampuan menyimpan airnya lebih sedikit sehingga tanah akan lebih mudah mengalami kekeringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haridjaja dkk. (2013) bahwa tekstur tanah sangat mempengaruhi kemampuan tanah dalam memegang air. Tanah bertekstur liat memiliki kemampuan yang lebih besar dalam memegang air dari pada tanah bertekstur pasir. Semakin halus teksturnya akan semakin besar kapasitas menyimpan airnya. Apabila dilihat berdasarkan persentase ketiga fraksi untuk kedua jenis tanah tersebut, tanah entisol memiliki

(44)

kandungan pasir dan debu yang lebih besar, namun kandungan liatnya lebih kecil bila dibandingkan dengan tanah inceptisol.

Bahan Organik, pH, N-Total, dan P-Tersedia Tanah

Hasil analisa bahan organik, pH, N-Total, dan P-Tersedia tanah dapat dilihat dari Tabel 8. Dari Tabel 8 didapat hasil pengukuran kandungan bahan organik dan kandungan N-Total dari kedua jenis tanah termasuk kedalam kriteria sangat rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Afandi dkk. (2015) bahwa tanah entisol merupakan lahan marjinal yang memiliki bahan organik rendah dan memiliki konsentrasi N yang tergolong rendah. Menurut Muyassir dkk. (2012) inceptisol merupakan tanah muda yang mulai berkembang dan pembentukannya agak lambat dan memiliki kadar bahan organik yang rendah dan mempunyai kadar unsur hara yang rendah terutama unsur hara nitrogen (N), dan fosfor (P).

Analisa pH tanah pada kedua jenis tanah mempunyai kriteria yang sama, yaitu tanah asam. pH mempunyai peranan yang penting terhadap ketersediaan unsur-unsur hara, khusunya P. Peningkatan pH akan mengurangi retensi P. pH pada tanah inceptisol lebih tinggi dibandingkan tanah entisol. Hal tersebut dapat menyebabkan kadar P-Tersedia pada tanah inceptisol akan lebih kecil dibandingkan tanah entisol. Berdasarkan penelitian Rahmi (2017) kadar P-tersedia pada tanah entisol berkisar antara 12,87 ppm sampai 48,52 ppm sedangkan menurut penelitian

Nursyamsi dan Setyorini (2009) kadar P-Tersedia pada tanah inceptisol adalah 1 ppm. Kadar P-Tersedia yang sangat tinggi pada tanah entisol pada penelitian ini

diduga terjadi karena adanya pemupukan atau penumpukan P yang berlebihan.

(45)

Tabel 8. Hasil analisa kandungan bahan organik, pH, N-Total, dan P-Tersedia tanah

Parameter Satuan Nilai Kategori

Entisol

C-Organik % 0,83 Sangat rendah

Kandungan Bahan Organik % 1,43 Sangat rendah

pH - 5,78 Asam

P tersedia ppm 47,17 Sangat tinggi

N total % 0,05 Sangat rendah

Inceptisol

C-Organik % 0,34 Sangat rendah

Kandungan Bahan Organik % 0,59 Sangat rendah

pH - 5,95 Asam

P tersedia ppm 2,36 Sangat rendah

N total % 0,04 Sangat rendah

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density), Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density), dan Porositas Tanah

Hasil pengukuran kerapatan massa tanah (bulk density), kerapatan partikel tanah (particle density), dan porositas tanah dapat dilihat dari Tabel 9. Dari Tabel 9 didapat hasil pengukuran kerapatan massa dan kerapatan partikel tanah entisol lebih besar dibandingkan tanah inceptisol. Nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel pada tanah entisol adalah 1,20 g/cm3 dan 2,06 g/cm3 sedangkan pada tanah inceptisol adalah 1,05 g/cm3 dan 1,68 g/cm3. Hal ini disebabkan oleh persen fraksi penyusun tekstur tanah yang dimiliki oleh masing-masing jenis tanah. Pada tanah entisol dengan fraksi pasir yang lebih banyak dan fraksi liat yang lebih kecil daripada tanah inceptisol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haridjaja dkk. (2013) bahwa tanah berpasir memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan tanah liat.

Porositas tanah entisol lebih tinggi dibandingkan tanah inceptisol. Hal ini disebabkan oleh persen fraksi pasir penyusun tanah entisol lebih banyak daripada tanah inceptisol, sedangkan persen fraksi liat pada tanah inceptisol lebih besar dari

(46)

dari kedua jenis tanah ini diketahui bahwa proporsi volume padatan terhadap volume total pada tanah inceptisol lebih besar dibandingkan tanah entisol. Hal ini menunjukkan bahwa porositas pada tanah entisol akan lebih besar dari tanah inceptisol. Porositas merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poros berarti tanah mempunyai cukup ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah sedangkan tanah tidak poros menyebabkan air dan udara

tidak leluasa pergerakannya. Selain itu sesuai dengan pernyataan Hardjowigeno (2003) bahwa bahan organik juga mempengaruhi porositas tanah,

semakin tinggi bahan organik maka porositas juga akan semakin tinggi Tabel 9. Kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah, dan porositas tanah

Jenis Tanah Kerapatan Massa Tanah (g/cm3)

Kerapatan Partikel Tanah (g/cm3)

Porositas (%)

Entisol 1,20 2,06 41,86

Inceptisol 1,05 1,68 37,19

Perkolasi

Hasil pengukuran perkolasi tanah dapat dilihat dari Tabel 10. Pada pengukuran perkolasi tanah dalam kondisi jenuh menunjukkan bahwa laju perkolasi pada tanah entisol lebih besar dari pada tanah inceptisol. Berdasarkan Tabel 7 fraksi pasir pada tanah entisol lebih besar daripada tanah inceptisol sedangkan fraksi liat pada tanah entisol lebih kecil sehingga tanah entisol akan bersifat lebih porous. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haridjaja dkk. (2013) bahwa tanah yang lebih kasar akan sulit menahan air. Selain itu, nilai porositas dari tanah entisol lebih besar daripada tanah inceptisol (Tabel 9). Porositas yang lebih besar pada tanah entisol akan menyebabkan tanah mempunyai pori yang lebih

(47)

porous untuk pergerakan air yang masuk dan keluar dari tanah. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Limantara (2010) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkolasi antara lain porositas dan kandungan fraksi dari tanah tersebut.

Tabel 10. Hasil pengukuran perkolasi

Perlakuan Perkolasi

(cm/hari)

Entisol 467,81

Inceptisol 375,46

Kadar Air Kapasitas Lapang

Hasil pengukuran kadar air kapasitas lapang (KAKL) tanah dapat dilihat

dari Tabel 11. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Tabel 12. Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai KAKL dari 6 perlakuan

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena kedua jenis tanah memiliki tekstur yang sama yaitu lempung berpasir sehingga nilai kadar air pada masing-masing tanah tidak akan berbeda nyata.

Tabel 11. Hasil pengukuran kadar air kapasitas lapang Jenis Tanah

Drainase Bebas (DB)

Pressure Plate Rata-rata

24 jam 48 jam

………. lu tri )………..

Entisol 36,11 34,51 35,22 35,28

Inceptisol 34,88 34,53 32,75 34,05

Tabel 12. Analisis sidik ragam nilai kadar air kapasitas lapang (%)

SK Db JK KT Fhitung F0,05 F0,01

Perlakuan 5 16,458 3,292 0,523 tn 3,106 5,064

Galat 12 75,529 6,294

Total 17 91,987

Keterangan : tn : tidak nyata

(48)

Dari Tabel 11 diketahui bahwa KAKL volumetrik pada tanah entisol lebih besar daripada tanah inceptisol yaitu dengan rata-rata masing-masing sebesar 35,28 % dan 34,05 %. Nilai KAKL pada entisol lebih besar karena nilai kerapatan massa pada tanah entisol dan kandungan bahan organik yang lebih besar dibanding tanah inceptisol serta porositas tanah entisol lebih besar dibandingkan tanah inceptisol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haridjaja dkk. (2013) bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi kadar air tanah terdiri dari kadar bahan organik, tekstur tanah, serta pori tanah.

Nilai KAKL tanah entisol metode drainase bebas 48 jam lebih kecil daripada metode pressure plate. Sedangkan pada tanah inceptisol, nilai KAKL metode drainase bebas 48 jam lebih besar daripada metode pressure plate. Hal ini disebabkan kemampuan tanah dalam menyimpan air untuk tanah entisol lebih kecil dibanding dengan inceptisol sehingga lebih mudah mengalami kekeringan.

Penurunan KAKL tekstur lempung berpasir sangat tajam pada hari pertama (24 jam) sampai kedua (48 jam). Tanah bertekstur kasar mempunyai pori makro (pori drainase) yang dominan sehingga pada kondisi kadar air tinggi proses drainasenya jauh lebih cepat (Haridjaja, dkk., 2013). Hal tersebut membuat air tanah pada tekstur entisol metode drainase bebas 48 jam lebih mudah hilang dibandingkan dengan metode drainase bebas 48 jam pada tanah inceptisol.

Nilai KAKL ini sejalan dengan hasil penelitian Baskoro dan Tarigan (2007) bahwa nilai KAKL yang diukur dengan metode pressure plate pF 2,54 cenderung lebih kecil dibanding dengan hasil pengukuran metode drainase bebas. Hal ini disebabkan karena tanah pengukuran KAKL metode pressure plate dilakukan

(49)

dengan menggunakan contoh tanah yang diberi tekanan setara pF 2,54, tetapi

pemberian tekanan itu hanya merupakan pendekatan, berapa tekanan sebenarnya yang harus diberikan berbeda untuk setiap tekstur tanahnya.

Baskoro dan Tarigan (2007) menyatakan bahwa KAKL untuk tanah berpasir lebih sesuai jika disetarakan dengan KA pada pF 2.

Evapotranspirasi

Hasil pengukuran evapotranspirasi dan luas daun dapat dilihat dari Gambar 2 dan Tabel 13. Tabel 13 menunjukkan nilai evapotranspirasi pada tanah

entisol dengan kondisi KAKL memiliki nilai yang hampir sama pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman dan pada tanah inceptisol juga menunjukkan nilai yang hampir sama. Nilai evapotranspirasi pada fase tengah hingga akhir, kebutuhan air tanaman tidak jauh berbeda, karena suhu pada kedua fase ini hampir sama dan produktivitas tanaman untuk pertumbuhan vegetatif maksimal 45 hari pada fase akhir pertumbuhan tanaman. Untuk produksi tanaman pakcoy apabila melewati masa tanam pada fase akhir, maka akan mempengaruhi kondisi vegetatif yang tidak sesuai untuk dikonsumsi. Selain itu, pada fase akhir bagian tanah lebih banyak yang tertutup oleh tanaman sehingga kontribusi evaporasi tanah terhadap total evapotranspirasi menurun. Perbandingan antara evaporasi langsung dari tanah

dan transpirasi dari tanaman ditentukan oleh banyaknya bagian permukaan tanah yang tertutup tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Sinulingga dan Darmanti (2007) bahwa evapotranspirasi merupakan gabungan dari proses evaporasi dan transpirasi. Proses transpirasi dan evaporasi terjadi secara bersamaan dan sulit untuk dipisahkan satu dengan yang lain.

(50)

Nilai evapotranspirasi pada tanah entisol lebih besar disebabkan oleh nilai KAKL pada tanah ini lebih besar dibandingkan tanah inceptisol. Pada tanah inceptisol, fraksi liat lebih besar sehingga tanah akan lebih mengikat tanah dan air yang menguap akan berkurang. Sinulingga dan Darmanti (2007) menyatakan bahwa ketika kandungan air tanah turun maka kecepatan evaporasi juga akan turun.

Selain itu, luas rata-rata daun tanaman yang ditanaman pada tanah entisol juga lebih besar dibandingkan tanah inceptisol yaitu 28,5 cm2 pada tanah entisol dan pada tanah inceptisol 25,6 cm2 sehingga akan menyebabkan evapotranspirasi yang terjadi lebih besar.

Tabel 13. Hasil pengukuran evapotranspirasi, dan luas daun Jenis Tanah

Fase Pertumbuhan Tanaman (hari) Luas Daun (cm2) Fase Tengah

(26-30) (mm/hari)

Fase Akhir (31-42) (mm/hari)

Entisol 6,62 6,67 28,5

Inceptisol 3,24 3,15 25,6

Gambar 2. Evapotranspirasi

0 1 2 3 4 5 6 7 8

26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42

Entisol Inceptisol

ETc (mm/hari)

Hari

Referensi

Dokumen terkait

Tidak adanya perbedaan komunikasi yang dirasakan oleh sebagian besar infor- man pelajar putra ini menunjukkan bahwa konsep diri tidak terbangun pada saat me-

maupun dorongan berupa scaffolding pada mahasiswa untuk bekerja sama dalam kelompok. Karena persentase ketuntasan secara klasikal pada siklus I , maka dapat

Simulasi kecepatan aliran 35 m/s dengan pipa aliran udara Pada simulasi kecepatan aliran udara yang dilakukan menggunakan 3 variasi kecepatan udara maka perancangan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya laju erosi yang ditoleransikan dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada tanah Andepts dengan tanaman kedelai dan teras bangku

Pada percobaan ketiga menghasilkan kapasitas kerja efektif alat yang lebih besar dari percobaan pertama dan kedua dikarenakan operator semakin berpengalaman, brondolan

PEMBUATAN ALAT PENYEMAI BENIH PADI MEKANIS SISTEM DAPOG SKRIPSI OLEH LOURENT SIRAIT 130308051/KETEKNIKAN PERTANIAN PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Semakin tinggi kerapatan isi tanah, maka semakin padat tanah (porositas semakin rendah), sehingga sirkulasi udara dan kondisi air tanah tidak menguntungkan untuk

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggar- an hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9