Jenis Gambut berdasarkan Kematangan Gambut
Terdapat 3 jenis gambut berdasarkan kematangannya, yaitu Saprik, Hemik dan Fibrik (Barchia, 2006). Pengamatan untuk jenis gambut dan kematangan gambut pada penelitian ini dilakukan dengan analisa langsung di lapangan dengan meremas tanah gambut lalu melihat sisa serat-serat yang tertinggal ditelapak tangan (Dariah et al., 2012) kemudian dihubungkan dengan metode Von Post yaitu menggunakan kriteria warna tanah gambut.
Tabel 2. Hasil Analisa Kematangan Gambut
Lahan Gambut Kematangan Gambut
Sawit Saprik
Nenas Saprik
Rawa Hemik
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, tanah gambut pada lahan sawit dan lahan nenas merupakan jenis gambut saprik seperti terdapat pada Tabel 2. Jika dimasukkan kedalam metode Von Post dengan menggunakan kriteria warna, gambut ini berwarna coklat tua bahkan hitam. Jenis gambut ini merupakan gambut yang tingkat pelapukannya sudah lanjut (matang). Menurut Barchia (2006) gambut yang sudah matang akan berwarna lebih gelap dengan kandungan bahan organik yang cukup untuk tanaman. Pada lahan rawa merupakan jenis gambut hemik yang dimana gambut ini merupakan gambut yang memiliki tingkat kematangan sedang (setengah matang), sebagian tanah gambut telah mengalami pelapukan dan sebagian tanah lagi merupakan serat dengan jumlah serat 15-75% dengan warna
27
coklat. Menurut Najiyati et al. (2005), tingkat kematangan gambut bervariasi karena terbentuk dari bahan, kondisi lingkungan dan waktu yang berbeda.
Kematangan gambut menandakan bagaimana tanah gambut akan mampu menopang apa yang ada diatasnya yang dipengaruhi oleh serat-serat atau kandungan pada gambut tersebut. Secara umum berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan jenis gambut yang baik untuk digunakan sebagai lahan pertanian yaitu jenis hemik dan saprik, sehingga dapat disimpulkan dari ketiga jenis penggunaan lahan gambut pada penelitian ini, gambut jenis saprik pada lahan sawit dan nenas sudah termasuk baik karena sudah mampu menahan beban tanaman diatasnya dan gambut jenis hemik pada lahan rawa termasuk baik untuk budidaya pertanian dikarenakan komposisi tanah gambut sudah cukup matang dengan kandungan serat yang sudah cukup rendah sehingga sudah mampu untuk menahan beban diatasnya jika ingin digunakan sebagai lahan pertanian. Kandungan serat menandakan tingkat kematangan gambutnya, semakin banyak kandungan serat semakin tidak matang tanahnya dan begitu sebaliknya.
Kedalaman Muka Air Tanah
Tabel 3. Hasil Analisa Ketinggian Muka Air Tanah Gambut Lahan Gambut Ketinggian Muka Air
(cm) Kategori
tanah. berdasarkan hasil pengamatan dari data di lapangan pada lahan sawit, lahan nenas dan lahan rawa berada pada kondisi tidak tergenang dengan kedalaman muka air tanah tergolong dangkal hingga agak dalam. Pada lahan sawit kedalaman muka air tanah termasuk dangkal dengan ketinggian 53 cm dari permukaan tanah. pada lahan nenas kedalaman muka air tanah termasuk agak dangkal dengan ketinggian 49 cm dari permukaan tanah. Dan untuk lahan rawa kedalaman muka air tanah termasuk agak dangkal dengan ketinggian 43 cm dari permukaan tanah.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang ada ketinggian muka air tanah yang baik itu berkisar antara 40-60 cm dari permukaan atas tanah. Sehingga dapat disimpulkan dari ketiga lahan gambut pada penelitian ini memiliki kedalaman muka air tanah yang baik untuk digunakan sebagai lahan budidaya. Hal ini sesuai dengan Saragih dan Nazeni (2010) yang mengatakan bahwa muka air tanah 40 cm mampu menghasilkan produksi lebih tinggi dibandingkan dengan < 40 cm. Ketinggian muka air tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetasi diatasnya. Jika kekurangan air maka tanah gambut akan bersifat hidrofob (menolak air). Keadaan ini dimana permukaan tanah gambut tidak dapat menahan (memegang) air. Hal ini juga dapat disebabkan oleh pergerakan air tanah semakin tinggi, sehingga terjadi pengurangan kadar air tanah gambut akibat pengeringan, yang menyebabkan daya retensi air tanah berkurang, pembuatan saluran drainase sangat mempengaruhi penurunan muka air tanah gambut. Sebagaimana disebutkan oleh Las et al. (2008) bahwa pengaturan tata air makro maupun tata air mikro sangat mempengaruhi karakteristik lahan gambut. Tinggi muka air tanah akan mempengaruhi dekomposisi gambut (subsiden) dan kering tak balik (irreversibel drying). Jika tinggi muka air tanah terlalu tinggi maka bisa menyebabkan banjir pada daerah
29
tanaman dan kebusukan pada bagian akar dan batang tanaman. Jika tinggi muka air terlalu rendah maka akan menyebabkan kekeringan pada tanaman.
Warna Tanah
Pengamatan warna tanah di lapangan menggunakan standart warna dari Munsell Soil Colour Chart yang dinyatakan dalam 3 satuan, yaitu Hue, Value dan Chroma.
Tabel 4. Hasil Analisa Warna Tanah Gambut Lahan Gambut Kedalaman Tanah
(cm) Warna tanah Keterangan lahan nenas 10 YR 2,5/1 (coklat kehitaman) dan pada lahan rawa 7,5 YR 4/3 (coklat kemerahan). Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm warna tanah gambut di ke tiga lahan, yaitu pada lahan sawit 10 YR 3/4 (coklat gelap), pada lahan nenas 7,5 YR 4/2 (coklat gelap) dan pada lahan rawa 7,5 YR 4/4 (coklat kemerahan). Warna tanah gambut pada setiap titik pengamatan lapisan paling atas memiliki warna lebih gelap dari pada lapisan bagian bawahnya, dikarenakan bagian atas gambut telah mengalami kebakaran. Sedangkan pada lapisan bawahnya tanah mengalami perubahan, hal ini dikarenakan pada lapisan paling bawah lebih banyak terdapat bahan organik tanah. Dari ketiga lahan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
tanah yang baik untuk lahan budidaya adalah lahan sawit dan juga lahan nenas, dikarenakan warna lahan yang cukup gelap sehingga lebih banyak mengandung bahan organik yang baik untuk kesuburan tanah. Sedangkan lahan rawa masih memerlukan perhatian khusus untuk peningkatan bahan organik tanah agar meningkatkan kesuburan tanah seperti, penggunaan pupuk dan kompos yang telah mengalami dekomposisi terlebih dahulu agar dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)
Mengkaji nilai bulk density bertujuan untuk mengetahui kerapatan massa tanah gambut. Nilai bulk density yang baik adalah jika dikatakan nilainya tinggi karena daya dukung tanah terhadap apapun yang berada diatasnya akan lebih tinggi dan baik (Noor, 2001)
Tabel 5. Hasil Analisa bulk density tanah Gambut
Lahan Gambut Kedalaman Tanah Bulk Density (g/cm3)
Nilai bulk density yang dianalisa di labolatorium menunjukkan nilai tertinggi terdapat pada lahan sawit, yaitu 0,31 g/cm3 dan diikuti dengan 0,22 g/cm3 pada lahan nenas. Tingginya nilai Bulk density dapat dipengaruhi oleh perbedaan tingkat kematangan gambut dan proses terjadinya pemadatan pada tiap lahan. Nilai BD yang cukup tinggi akan cukup baik untuk digunakan sebagai lahan pertanian karena kepadatan tanah sudah mampu untuk menahan beban yang ada diatasnya.
31
Sedangkan nilai Bulk density terendah yaitu pada lahan rawa, sebesar 0,17 g/cm3. Berdasarkan hasil analisis labolatorium seperti terdapat pada tabel 5, nilai bulk density tanah gambut pada lahan rawa dapat dikatakan masih rendah. Sehingga jika ingin dilakukan budidaya perlu melakukan peningkatan kepadatan karena pengaruh tekanan beban dari atas menyebabkan adanya proses pemampatan bahan penyusun tanah gambut dan terjadi pengurangan rongga-rongga udara, hal ini dapat menyebabkan peningkatan nilai bulk density tanah gambut. Menurut Noor (2001) nilai bulk density yang tinggi berkisar antara 0,25 g/cm3 – 0,4 g/cm3 dan nilai bulk density yang rendah berkisar antara 0,05 – 0,25 g/cm3.
Biasanya nilai bulk density yang rendah diakibatkan oleh adanya rongga pada gambut yang dipengaruhi oleh adanya akar-akar tumbuhan maupun dari kayu pepohonan. Selain itu jenis dan kematangan gambut juga mempengaruhi bulk density. Subagyono et al. (2000) menyatakan tanah gambut yang memiliki bulk density yang rendah maka tingkat dekomposisinya semakin lemah, atau kematangan gambutnya semakin rendah, karena masih banyak mengandung bahan organik. Sehingga daya topang terhadap beban diatasnya seperti tanaman, bangunan irigasi, jalan, dan mesin-mesin pertanian adalah rendah sehingga mengakibatkan daya dukung tanah rendah sehingga tanaman mengalami kendala dalam menjangkarkan akarnya, akibatnya banyak tanaman tahunan yang tumbuh condong dan tumbang.
Kerapatan Partikel Tanah (Partikel Density)
Particel density pada tanah gambut berpengaruh pada besar persentase total ruang pori pada gambut. Particel density adalah berat tanah per satuan volume partikel-partikel tanah yang dapat menggambarkan berat tanah.
Tabel 6. Hasil Analisa partikel density Tanah Gambut
Lahan Gambut Kedalaman Tanah Partikel Density (g/cm3) Sawit
Hasil analisis untuk partikel density tanah gambut seperti terlihat pada Tabel 6, yaitu nilai tertinggi pada lahan sawit 1,31 g/cm3. Selanjutnya pada lahan nenas 1,28 g/cm3 dan nilai terendah pada lahan rawa 1,15 g/cm3. Nilai particel density ini termasuk rendah karena kerapatan partikel tanah berbanding lurus dengan kepadatan tanah dan akan berbanding terbalik dengan total ruang pori tanah. Nilai particel denisty yang rendah menunjukkan kurang baiknya untuk dijadikan lahan pertanian, kecuali dilakukan perbaikan sifat fisika tanahnya. Bulk density rendah, maka partikel density juga rendah namun total ruang porinya tinggi. Handayani (2005) menyatakan semakin tinggi kepadatan partikel tanah maka semakin rendah total ruang pori tanah, dan sebaliknya. Hal ini dapat disebabkan karena partikel density berhubungan dengan tekstur tanah dan tekstur tanah gambut ini masih berserat yang berarti kepadatan partikel tanahnya masih sangat rendah dan masih lemah untuk mendukung tanaman diatasnya.
Porositas Tanah
Porositas adalah perbandingan antara volume ruang pori terhadap volume total tanah. porositas ini dinyatakan dalam persen (%). Pada penelitian ini, porositas
33
dihitung secara langsung dari hasil laboratorium dengan perbandingan nilai bulk density dan particel density, dengan hasil perhitungan seperti pada tabel berikut Tabel 7. Hasil Analisa Porositas Tanah Gambut memiliki nilai particel density dan bulk density tertinggi. Nilai rata-rata porositas lahan nenas dan rawa dapat dikatakan tinggi, yaitu 84% dan 83,4% yang berarti ruang-ruang pori tanah masih sangat besar dan kemampuan menyerap air yang tinggi dimana nilai ini berbanding terbalik dengan nilai particel density dan bulk density. Porositas tanah mempengaruhi total ruang pori dimana semakin besar total ruang pori maka semakin mudah air untuk terus mengalir mengikuti gravitasi.
Handayani (2005) mengatakan bahwa semakin tinggi bulk density maka semakin rendah total ruang pori dan semakin rendah bulk density maka semakin tinggi total ruang pori. Kepadatan tanah juga mempengaruhi porositas tanah.
Tanah yang porositasnya baik adalah tanah yang porositasnya besar karena perakaran tanaman mudah untuk menembus tanah dalam mencari bahan organik.
Ketiga lahan yang diteliti memiliki nilai porositas yang cukup besar dan baik untuk tanaman. Selain itu, tanah akan mampu menahan air hujan sehingga tanaman tidak selalu kekurangan air. Tetapi jika porositasnya terlalu tinggi, juga tidak baik, karena air yang diterima tanah langsung turun ke lapisan berikutnya. Tanah seperti ini akan cepat membentuk pecahan yang berupa celah besar ketika musim kemarau.
Kadar Air
Tanah gambut mempunyai kapasitas mengikat atau memegang air yang relatif sangat tinggi atas dasar berat kering. Kapasitas mengikat air maksimum untuk gambut fibrik adalah 580-3000 %, untuk gambut hemik 450-850 % dan untuk gambut saprik < 450 %. Gambut akan berubah menjadi hidrofob (menolak air) kalau terlalu kering (Notohadiprawiro, 2000).
Berdasarkan hasil laboratorium didapati pada lahan sawit memiliki kadar air rata-rata 477,815 %. Pada lahan nenas memiliki kadar air rata-rata-rata-rata 582,92 % dan pada lahan rawa memiliki kadar air rata-rata 487,11 %. Pada setiap kedalaman dan masing- masing lahan, nilai kadar airnya bervariasi (Tabel 8).
Tabel 8. Hasil Analisa Kadar Air Tanah Gambut
Lahan Gambut Kedalaman Tanah Kadar Air Sawit
35
lahan rawa nilai kadar air rata-rata 487,29% yang merupakan nilai cukup tinggi untuk kadar air tanah gambut dan mampu mengurangi bahkan mengatasi kekeringan pada tanah gambut. Sedangkan nilai kadar air terendah terdapat pada lahan sawit yaitu 456,29 %, termasuk nilai yang masih tinggi juga untuk sebuah lahan gambut dan cukup untuk berbagi pada tanaman-tanaman diatasnya. Kadar air dari ketiga lahan penelitian memiliki nilai yang masih cukup baik sesuai dengan kedalaman masing-masing lahan untuk dijadikan lahan pertanian. Nilai kadar air pada tiap-tiap lahan masih potensial, karena lahan gambut memerlukan kadar air yang cukup agar tidak terjadi subsidence. Jadi, kedalaman solum atau lapisan tanah menentukan volume simpan air tanah, semakin dalam suatu lapisan tanah maka semakin tinggi kadar airnya. Hal ini disebabkan oleh semakin dalam lapisan tanah maka kematangan gambutnya semakin rendah, sehingga tanah mampu menyerap air lebih banyak. Noor (2001) menyebutkan bahwa kemampuan menjerap (absorbing) dan memegang (retaining) air dari gambut tergantung pada tingkat kematangannya.
Kemampuan tanah gambut untuk menyerap dan mengikat air pada gambut fibrik lebih besar dari gambut hemik dan saprik, sedangkan gambut hemik lebih besar dari saprik. Akan tetapi, kadar air yang tinggi pada gambut inilah yang menyebabkan bulk density menjadi rendah sehingga gambut tidak mampu menahan beban. Sementara itu, volume gambut akan menyusut jika lahan gambut dikeringkan. Hal ini akan mengakibatkan penurunan permukaan tanah (subsidence) (Suwondo et al., 2010).
Bahan Organik Tanah jumlah individu mesofauna dan makrofauna tanah meningkat maka laju dekomposisi bahan organik juga akan meningkat dan begitu sebaliknya. Makin tinggi kandungan bahan organik tanahnya maka tanah akan semakin gelap.
Lahan rawa memiliki kandungan bahan organik tertinggi juga dapat dipengaruhi oleh kematangan gambut dan suplai bahan organik ke tanah yang berasal dari vegetasi yang tumbuh diatasnya. Bahan organik yang tinggi terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk. Bahan organik tanah merupakan salah satu hal penting dalam pertumbuhan tanaman karena mempengaruhi penyediaan unsur hara untuk tanaman. Semakin tinggi kandungan
37
bahan organik tanah maka akan semakin baik untuk tanaman, karena penyediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman akan terpenuhi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan lahan sawit dan lahan nenas sudah cukup baik jika terus digunakan sebagai lahan pertanian dengan melihat parameter yang sudah diteliti yaitu jenis dan kematangan gambut, kedalaman muka air tanah, warna tanah, porositas dan kadar air tanah tetapi jika ingin meningkatkan produksi maka diperlukan peningkatan pada kandungan bahan organik tanahnya agar tanaman tercukupi untukunsur haranya dan tumbuh lebih baik lagi. Terkhusus untuk lahan rawa, dari hasil penelitian ini juga dapat dikembangkan untuk budidaya pertanian. Namun memang perlu dilakukan peningkatan pada beberapa parameter, yaitu bulk density dan particel density. Agar ketika dilakukan penanaman, maka tanah akan kuat menahan dan tanaman tidak tumbuh secara menyerong dan dibutuhkan pemilihan yang tepat sesuai dengan karakter lahan saat ini untuk tanaman yang akan ditanam, seperti jagung, umbi-umbian, atau yang tidak memiliki batang terlalu besar.