• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian diawali dengan penggandengan prototipe ditcher berpengeruk ke traktor roda-4. Traktor yang digunakan mempunyai daya 70 HP dan termasuk katagori II (spesifikasi traktor pada Lampiran 13). Hasilnya menunjukkan adanya ketidaksuaian ketinggian ditcher pada saat transportasi. Di mana bagian ditcher paling bawah (pisau penusk) hanya mempunyai ketinggian 5 cm dari permukaan tanah pada posisi lower link traktor sudah mengangkat maksimal (Gambar 72).

Gambar 72 Penggandengan ditcher berpengeruk pada traktor roda-4.

Dalam kondisi seperti itu, pengujian tidak dapat dilanjutkan. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan modifikasi pada bagian tiga titik gandeng.

Modifikasi Pertama

Penurunan Tiga Titik Gandeng

Untuk mencapai jarak minimal 20 cm antara pisau penusuk dengan tanah pada saat lower link mengangkat maksimal, maka posisi tiga titik gandeng diturunkan sebesar 15 cm (Gambar 73).

(a) (b)

Gambar 73 Modifikasi tiga titik gandeng, (a) sebelum diturunkan; (b) setelah diturunkan.

Perubahan Konstruksi Lengan Roda

Penurunan tiga titik gandeng pada rangka utama mengakibatkan lengan atas roda harus diubah. Untuk mendapatkan sifat kinematik yang sama dengan rancangan awal, maka lengan ini dimundurkan ke belakang sejauh 15 cm tanpa mengubah posisi engsel pada pemegang dan posisi poros transmisi. Lengan atas roda dipotong miring pada jarak 75 cm dari engsel pada pemegang. Potongan ini disambungkan dengan kanal baru ke poros transmisi. Poros transmisi dipotong sepanjang 10 cm. Penyambungan lengan atas ke poros pada jarak 6 cm dari ujung poros untuk menghindari besi plat dudukan lower hitch stud. Dudukan lengan roda ditambahkan baja plat yang dilubangi di sisi belakang untuk dudukan pillow block (Gambar 74)

(a) (b)

Gambar 74 Lengan ayun roda hasil modifikasi (a), dan plat tambahan dudukan pillow block (b).

Modifikasi ini mengakibatkan perubahan dari konstruksi lengan roda yang semula sejajar dengan tiga titik gandeng menjadi membentuk sudut pada pangkal sambungan. Setelah dimodifikasi pengangkatan lower link tampak maksimal yaitu sejajar dengan pengangkatan rangka (Gambar 75).

Gambar 75 Penggandengan ditcher berpengeruk setelah dimodifikasi.

Berdasarkan modifikasi yang dilakukan, kesalahan diduga ada pada desain awal tiga titik gandeng yaitu pada tinggi pengangkatan top link traktor yang tidak diperhitungkan. Setelah dilakukan pembenahan terhadap bagian tiga titik gandeng, pengujian dapat dilanjutkan dengan uji lapang ditcher berpengeruk.

Uji Lapangan Awal

Pengujian dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian Leuwikopo. Jenis tanah lahan pengujian adalah Latosol Darmaga. Tekstur tanah pada kedalaman sampai 20 cm mempunyai fraksi: 18% pasir, 16% debu dan 66% liat, sedangkan pada kedalaman 20 cm sampai 40 cm mempunyai fraksi: 25% pasir, 13% debu dan 62% liat (Herlina 2003). Lahan pengujian di buat sesuai dengan kondisi lahan kerja alat yang telah direncanakan.

Hasil pengujian menunjukkan buangan tanah ke samping hasil pemotongan ditcher tidak mengalir secara lancar. Tanah tertahan di pisau samping seperti ditunjukkan pada Gambar 75.a. Akibatnya, aliran tanah membalik ke depan dan keluar melewati samping singkal yang tidak tertutupi oleh pisau samping sehingga menyebabkan tanah tidak sampai pada bagian pengeruk (Gambar 76.b). Hal ini bertolak belakang dengan tujuan desain yang direncanakan, yaitu tanah mengalir melalui pisau samping langsung menuju ke pengeruk (tanpa jatuh dulu ke guludan), sehingga perlu dilakukan modifikasi pada ditcher.

(a) Tanah yang tertahan (b) Tanah yang membalik Gambar 76 Aliran tanah pada pisau samping.

Saluran drainase yang dihasilkan tidak berbentuk trapesium, tetapi masih berbentuk profil V. Hal ini dikarenakan adanya tanah yang turun kembali (mengalir) ke dasar saluran drainase melalui sisi dalam pengeruk, di mana tanah ini seharusnya dikeruk oleh pengeruk dengan sempurna dan dinaikkan ke lereng guludan (Gambar 77). Penyebab lainnya adalah terjadinya longsoran tanah pada dinding saluran akibat tidak tercapainya slope stability (kemantapan lereng), dan kurang lebarnya pemotongan tanah oleh pisau bajak pada dasar saluran.

Gambar 77 Saluran drainase yang dihasilkan.

Pengamatan pada singkal ditcher menunjukkan terjadinya kelengketan tanah dan tanah memadat diantara singkal dengan pisau samping. Hal ini disebabkan oleh tanah yang tertahan di sudut antara singkal dan pisau samping terdesak terus oleh tanah yang ada di depannya.

Di samping itu, hasil pengamatan menunjukkan terjadinya slip roda traktor penarik cukup tinggi, sehingga tanah pada puncak guludan digusur ke belakang oleh roda traktor. Akibatnya lintasan roda ditcher (penggerak pengeruk) tidak mengikuti profil yang direncanakan, di mana profil guludan lintasan roda berubah mendekati rata sehingga mekanisme penggerak pengeruk tidak bekerja dengan baik (Gambar 78).

(b) Aliran tanah jatuh kembali ke dasar saluran

Gambar 78 Slip roda traktor menggusur tanah guludan ke belakang. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, perlu diadakan modifikasi baik pada ditcher maupun pada konstruksi penggerak pengeruk.

Modifikasi Kedua

Pelepasan Pisau Samping dan Pelebaran Singkal

Pisau samping ditcher dilepas untuk mengatasi tanah yang tertahan pada pisau samping seperti ditunjukkan pada Gambar 79.

Gambar 79 Pelepasan pisau samping ditcher.

Singkal diperlebar untuk mencapai kemantapan lereng (slope stability) sehingga mengatasi tanah yang turun kembali (mengalir) ke dasar saluran. Pelebaran singkal didasarkan pada sudut curah granular tanah. Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan sudut curah tanah ternyata lebih landai dibandingkan dengan kemiringan sudut singkal samping seperti ditunjukkan pada Gambar 80.

tanah gusuran roda traktor

Gambar 80 Pelebaran singkal berdasarkan sudut curah tanah.

Bagian pinggir (sisi samping) singkal diperlebar ke bawah sampai pada ujung pinggir dari pisau bajak, sehingga lebar singkal mempunyai lebar 90 cm pada ketinggian singkal 35 cm. Rencana modifikasi dan hasilnya seperti ditunjukkan pada Gambar 81.

(a) Rencana modifikasi (b) Hasil modifikasi Gambar 81 Modifikasi pada singkal.

Pelebaran Pisau Bajak

Pisau bajak diganti dengan pisau bajak yang lebih panjang garis potongnya sehingga didapatkan lebar pemotongan yang lebih lebar. Hal ini dilakukan agar tidak terbentuk profil V melainkan terbentuk saluran drainase dengan profil trapesium. Penggantian ini juga dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kemiringan singkal yang baru, dengan harapan tidak terjadi longsoran tanah pada sisi saluran. Dengan modifikasi tersebut, maka lebar potong pisaubajak menjadi 60 cm seperti ditunjukkan pada Gambar 82.

Rencana modifikasi Granular tanah Sudut curah Kemiringan singkal sebelum diperlebar Penyesuaian pelebaran singkal mengikuti sudut curah tanah

(a) Rencana modifikasi (b) Hasil modifikasi Gambar 82 Modifikasi pada pisau bajak.

Perpanjangan Pemegang Roda

Pemegang roda diperpanjang agar lintasan roda ditcher berada di belakang roda traktor. Hal ini untuk menghindari roda ditcher berpengeruk melintasi profil guludan yang telah mengalami gusuran oleh roda traktor. Dengan demikian roda ditcher dapat menngelinding mengikuti profil guludan yang utuh (yang direncanakan). Untuk tujuan itu, roda ditcher berpengeruk digeser ke samping luar. Perpanjangan ini berdasarkan tread width rear roda traktor yang digunakan yaitu 160 cm. Dengan pergeseran ini jarak antara roda kanan dan kiri ditcher pada posisi paling rendah menjadi 157 cm. Lebar roda traktor yang digunakan 46 cm dan lebar roda baru ditcher berpengeruk direncanakan 35 cm. Dengan demikian perencanaan penambahan panjang pemegang baru didekati dengan:

( )

cm 42 2 46 2 35 2 157 160 + + = = L

Agar pemegang roda tidak terlalu panjang, diambil perpanjangan 40 cm. Perpanjangan ini dilakukan dengan memperpanjang poros roda menjadi 67.5 cm dengan diameter yang sama dengan sebelumnya. Penguat atas ditinggikan menjadi 25 cm dengan ketebalan yang sama dengan sebelumnya. Untuk itu kanal dudukan lengan ayun ditambah ketinggianya menjadi 31.5 cm. Kanal ini diberi 3 pasang lubang pada kedua sisinya untuk alternatif perubahan ketinggian posisi engsel mekanisme empat batang penghubung lengan roda. Lubang ini mempunyai diameter 16 mm dengan jarak antar lubang 5 cm. Penguat dilubangi

25 cm

dengan tujuan mengurangi penambahan berat pemegang seperti ditunjukkan pada Gambar 83.

Gambar 83 Pemegang roda setelah dimodifikasi.

Penambahan Sisi Samping Pengeruk

Pengeruk dimodifikasi dengan menambahkan baja plat setebal 6 mm pada bagian samping dalam. Bentuk yang dirancang adalah bentuk segitiga. Untuk menguatkan besi plat ini maka dipasang siku penguat dengan ukuran 30 mm x 30 mm pada bagian belakang besi plat tambahan tersebut (Gambar 84). Dengan modifikasi ini diharapkan tanah pada sisi dalam pengeruk tidak jatuh kembali ke dasar saluran.

(a) Rencana modifikasi (b) Hasil modifikasi Gambar 84 Modifikasi pada pengeruk.

Pembesaran Diameter Roda

Diameter roda dimodifikasi menjadi 42 cm. Roda juga diperlebar menjadi 35 cm dengan tujuan memperkecil terjadinya gusuran guludan. Agar roda baru tidak terlalu berat, maka dipilih baja plat yang lebih tipis untuk bahan pembuatan roda. Bahan yang dipilih adalah baja plat tebal 4 mm yang kemudian di roll sehingga membentuk lingkaran. Bahan velg dipilih dari besi plat dengan

ketebalan 8 mm. Velg diberi 5 buah lubang disekeliling boss berdiameter 100 mm dengan tujuan mengurangi penambahan berat roda. Boss dan bearing roda yang digunakan sesuai dengan rancangan sebelumnya. Tutup samping roda dihilangkan untuk menghindari terperangkapnya tanah dalam roda (Gambar 85).

Gambar 85 Roda hasil modifikasi.

Konstruksi ditcher berpengeruk hasil modifikasi seperti ditunjukkan pada Gambar 86. Untuk mengamati perubahan-perubahan yang terjadi akibat pemodifikasian, dilakukan uji fungsional pada konstruksi penggerak pengeruk.

Gambar 86 Ditcher berpengeruk setelah dimodifikasi.

Uji Fungsional

Uji fungsional dilakukan untuk melihat kesesuaian gerakan roda ditcher dengan pengeruk, ketinggian pengeruk yang dapat dicapai dan gaya turun pengeruk (gaya vertikal pada roda). Pengujian dilakukan dengan cara mengangkat roda ditcher berpengeruk yang ditempatkan pada posisi datar (level) sehingga kesalahan hasil pengukuran dapat dihindari. Hal ini dikarenakan posisi prototipe alat mempengaruhi pengukuran tinggi pengeruk dan beban yang terjadi. Uji fungsional dilakukan untuk tiga kondisi yang berbeda. Uji fungsional

pertama dilakukan dengan kondisi lengan ayun tidak dimodifikasi. Uji fungsional kedua dan ketiga dilakukan dengan lengan ayun yang telah dimodifikasi.

Ketinggian Pengeruk

Pengujian dilakukan dengan menyamakan kenaikan roda ditcher berdasarkan ketinggian roda pada profil guludan lintasan roda, sehingga diperoleh profil kenaikan (ketinggian) pengeruk. Hasil pengujian penggunaan roda kecil pemegang pendek dan panjang ditunjukkan pada Gambar 87 (Lampiran 14). Profil ketinggian pengeruk yang dihasilkan mempunyai bentuk yang sama, namun terdapat perbedaan ketinggian terhadap perlakuan yang dilakukan. 0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 lebar (cm) ti nggi (c m ) prof il guludan aw al prof il guludan akhir rencana

roda kecil pemegang pendek kanan roda kecil pemegang pendek kiri roda kecil pemegang panjang kanan roda kecil pemegang panjang kanan

Gambar 87 Hasil uji ketinggian pengeruk.

Ketinggian maksimum pengeruk yang direncanakan dari cekungan guludan setinggi 56.4 cm. Penggunaan roda kecil dan pemegang roda pendek memberikan ketinggian maksimum pengeruk kanan 54.6 cm (beda -1.8 cm dengan desain) dan pengeruk kiri 58.9 cm (beda +2.5 cm dengan desain), sehingga mengakibatkan unbalancing 4.3 cm. Penggunaan roda kecil dan pemegang roda panjang memberikan ketinggian maksimum pengeruk kanan 59.5 cm (beda +3.1 cm dengan desain) dan pengeruk kiri 52.9 cm (beda -3.5 cm dengan desain), sehingga mengakibatkan unbalancing 6.6 cm. Pengujian juga menunjukkan adanya perbedaan ketinggian pengeruk antara roda kecil pemegang pendek dengan pemegang panjang, yaitu pengeruk kanan -4.9 cm dan pengeruk

kiri +6 cm. Perbedaan ini disebabkan oleh pembuatan pemegang roda pendek yang tidak tepat sama dengan pemegang panjang, terutama posisi dan ukuran lubang pin pada pemegang roda.

Hasil pengujian penggunaan roda kecil dan roda besar pemegang panjang untuk setiap posisi lubang pemegang seperti ditunjukkan pada Gambar 88. Profil ketinggian pengeruk masih memenuhi syarat desain hanya pada posisi lubang pin terendah, sedangkan penurunan selanjutnya posisi lubang pin pemegang mengakibatkan ketinggian pengeruk semakin tinggi. Hal ini menunjukkan penambahan alternatif lubang pemegang tidak berfungsi. Penambahan lubang pin pemegang roda akan berfungsi bila lebih rendah dari posisi lubang pin yang standar. 0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 lebar guludan (cm) tin ggi gul udan ( c m

) profil guludan awal

profil rencana guludan akhir roda kecil lubang pertama roda kecil lubang kedua roda kecil lubang ketiga roda bes ar lubang pertam a roda bes ar lubang kedua roda bes ar lubang ketiga

Gambar 88 Ketinggian pengeruk pada perubahan lubang joint pemegang.

Gaya Pengeruk

Gerakan turun pengeruk memberikan besar gaya yang berbeda seperti ditunjukkan Gambar 89. Gaya turun pengeruk berbeda untuk pengeruk kanan dan kiri baik untuk penggunaan roda kecil dan pemegang pendek maupun penggunaan roda besar pemegang panjang. Perbedaan gaya pengeruk ini disebabkan oleh pembuatan konstruksi penggerak pengeruk kanan dan kiri yang kurang bersesuaian. Hal ini akan memungkinkan terjadinya gerakan ayun lengan pengeruk kanan dan kiri yang tidak seragam.

0 5 10 15 20 25 30 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 Gaya (kN) T ing gi r o d a ( c m)

roda kecil pemegang pendek kanan roda besar pemegang panjang kanan roda kecil pemegang pendek kiri roda besar pemegang panjang kiri

Gambar 89 Gaya tarik pengeruk berdasarkan ketinggian roda.

Uji Lapangan Lanjutan

Pengujian lanjutan di lakukan pada lahan pengujian Laboratorium Lapang Departemen Departemen Teknik Pertanian Leuwikopo dan pada lahan tebu PG. Jatitujuh Majalengka.

Kondisi Tanah

Kadar Air. Pengamatan kondisi kadar air rata-rata dan kerapatan isi tanah lahan seperti ditunjukkan pada Tabel 5 (data lengkap pada Lampiran 15).

Tabel 5 Kadar air dan kerapatan isi tanah

Lahan Posisi pada guludan Kadar air (%) Kerapatan isi tanah (gram/cc) Puncak 29.01 0.99 Leuwikopo Cekungan 30.02 1.02 Puncak 17.40 0.90 A. Jatitujuh Cekungan 22.59 1.08

Tahanan Penetrasi Tanah. Hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah pada lahan percobaan Leuwikopo dan lahan pengujian PG. Jatitujuh seperti ditunjukkan pada Gambar 90 (data dan perhitungan tahanan penetrasi disajikan pada Lampiran 16).

0 10 20 30 40 50 60 70 0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Tahanan penetrasi (kPa)

K e d a la ma n ( c m)

puncak guludan Leuwikopo puncak guludan Jatitujuh cekungan guludan Leuwikopo cekungan guludan Jatitujuh

Gambar 90 Tahanan penetrasi tanah lahan pengujian.

Tahanan penetrasi lahan percobaan meningkat secara bervariasi terhadap kedalaman tanah. Pada puncak guludan lahan Leuwikopo terlihat bahwa tahanan penetrasi yang terjadi cenderung naik hingga kedalaman 40 cm dari permukaan tanah dan selanjutnya stabil dengan tahanan penetrasi maksimum 1761 kPa pada kedalaman 55 cm. Demikian juga tahanan penetrasi yang terjadi pada cekungan guludan lahan percobaan Leuwikopo, dimana tahanan yang terjadi cenderung naik hingga kedalaman 35 cm kemudian stabil hingga kedalaman 55 cm dengan tahanan penetrasi maksimum 1937 kPa pada kedalaman 35 cm. Tahanan penetrasi maksimum yang masih dapat terbaca, pada puncak guludan lahan PG. Jatitujuh 2464 kPa., tahanan penetrasi pada cekungan guludan yang terbaca 2033 kPa pada kedalaman 50 cm, sedangkan selanjutnya terjadi over. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kekerasan tanah yang disebabkan oleh pemadatan tanah akibat penggunaan traktor ataupun alat pengolahan lahan lain serta tingkat aerasi dari tanah tersebut.

Kohesi dan Sudut Gesekan Dalam. Nilai kohesi dan sudut gesekan dalam dihitung berdasarkan pengukuran tahanan geser tanah (Lampiran 17). Nilai kohesi dan sudut gesekan dalam pada lahan percobaan Leuwikopo didapatkan nilai rata-rata 4.93 kPa dan 56.310 pada puncak guludan, 2.92 kPa dan 68.630 pada cekungan guludan. Pada lahan percobaan PG. Jatitujuh didapatkan nilai rata-rata 6.80 kPa dan 51.030 pada puncak guludan. Sedangkan

pada cekungan guludan terjadi over karena penetrometer yang dipakai tidak mengjangkau nilai beban yang harus diberikan.

Adhesi dan Sudut Gesek Tanah-Baja. Nilai adhesi dan sudut gesek logam-tanah dihitung berdasarkan pengukuran tahanan gesek tanah (Lampiran 18). Nilai adhesi dan sudut gesek logam-tanah pada lahan percobaan Leuwikopo didapatkan nilai rata-rata 4.80 kPa dan 70.080 pada puncak guludan, 1.18 kPa dan 66.650 pada cekungan guludan. Pada lahan percobaan PG. Jatitujuh, nilai adhesi dan sudut gesek adalah 1.32 kPa dan 58.120 pada puncak guludan, 5.17 kPa dan 66.210 pada cekungan guludan.

Nilai kohesi dan adhesi mempunyai perbedaan yang nyata. Tingginya nilai kohesi ini menunjukkan ikatan antara tanah dengan logam cukup kuat. pada tingkat pembebanan tersebut ikatan antara logam dengan tanah yang kuat ini akan menyebabkan kelengketan tanah pada permukaan ditcher, seperti ditunjukkan pada Gambar 91.

Gambar 91 Kelengketan tanah pada ditcher.

Uji Kinerja Dithcer Berpengeruk

Ditcher. Hasil pengukuran (lebar dasar, lebar atas, kedalaman dan sudut potong) saluran drainase lahan percobaan Leuwikopo dan PG. Jatitujuh seperti ditunjukkan pada Tabel 6 (Lampiran 19).

Tabel 6 Hasil pengukuran penampang saluran yang dihasilkan oleh ditcher Lebar penampang (cm) Sudut potongan (o) Kedalaman (cm) Lahan pengujian Posisi pada

guludan bawah atas kanan kiri

puncak 39.05 113.05 53.4 52.85 33.1 Leuwikopo cekungan 34.75 82.3 56.15 59.15 11.415 puncak 37.95 100.2 55.6 56.95 38.75 Jatitujuh cekungan 36.00 84.6 57.7 60 8.09

Saluran drainase yang dihasilkan berbentuk trapesium (Gambar 92). Hal ini dapat terjadi karena singkal telah dilebarkan ke bawah sehingga menghalangi tanah untuk mengalir ke tepi dinding saluran drainase.

(a) Lahan uji Leuwikopo (b) Lahan uji PG. Jatitujuh Gambar 92 Profil saluran drainase yang dihasilkan oleh ditcher.

Perbandingan dimensi pendekatan saluran drainase yang dihasilkan oleh ditcher seperti ditunjukkan pada Gambar 93.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Lebar (cm) K edal aman ( c m)

rancangan Leuwikopo Jatitujuh

Gambar 93 Perbandingan dimensi pendekatan saluran hasil ditcher.

Konstruksi Penggerak Pengeruk. Profil guludan hasil pengujian roda kecil pemegang roda pendek di lahan Leuwikopo ditunjukkan pada Gambar 94 (Lampiran 20). 113 cm 36.9 cm 33 cm 100. cm 37 cm 38.7 cm

0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 Jarak (cm) K e ti ngg ian ( c m )

guludan awal guludan hasil ditcher guludan roda ditcher guludan rencana

Gambar 94 Profil hasil pengerukan roda kecil pemegang roda pendek lahan pengujian Leuwikopo.

Profil guludan awal dengan profil lintasan roda ditcher terdapat beda tinggi yang nyata. Hal ini disebabkan karena sebelum roda ditcher melewati guludan tersebut, roda traktor terlebih dahulu menggusur puncak guludan. Penyebab lain adalah besarnya rolling resitance roda ditcher sehingga menggusur puncak guludan. Kondisi ini sangat mempengaruhi hasil pengerukan oleh mekanisme pengeruk, karena pengerukan yang terjadi berdasarkan profil lintasan roda.

Dengan turunnya ketinggian guludan oleh lintasan roda traktor, maka pijakan roda ditcher pada cekungan guludan semakin tinggi sehingga pengeruk naik lebih tinggi dari posisi 0 level cekungan guludan. Hal ini mengakibatkan profil akhir yang dihasilkan masih jelek, yaitu masih terdapatnya tanah pada cekungan guludan setinggi 15 cm (Gambar 95). Di samping itu, terjadinya pergeseran puncak dan cekungan guludan, dimana puncak dan cekungan guludan cenderung bergeser ke belakang. Meskipun mekanisme pengerukannya sudah dapat bekerja, namun hasil guludan baru masih jauh dari yang diharapkan.

0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Jarak (cm) K et inggi an ( c m )

puncak guludan hasil ditcher cekungan guludan hasil ditcher puncak guludan rencana cekungan guludan rencana

Gambar 95 Profil melintang hasil pengerukan roda kecil pemegang roda pendek lahan pengujian Leuwikopo.

Hasil pengujian dengan menggunakan roda besar dan pemegang roda panjang seperti ditunjukkan pada Gambar 96. Profil guludan akhir yang dihasilkan lebih baik dari pengujian pertama. Dimana profil guludan awal dan profil lintasan roda ditcher sudah mendekati. Hal ini dikarenakan lintasan roda sudah pada guludan yang utuh, karena tidak lagi berada pada lintasan roda traktor. 0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 jarak (cm) ke ting gia n (cm )

guludan awal guludan hasil ditcher gululudan roda ditcher guludan rencana

Gambar 96 Profil hasil pengerukan roda besar pemegang roda panjang pada lahan pengujian Leuwikopo.

Ketinggian guludan akhir yang di capai lebih tinggi yaitu 47.5 cm, sudah mendekati ketinggian desain 55 cm. Hal ini karena masih terjadinya gusuran tanah akibat tahanan gelinding roda mekanisme, namun sudah lebih rendah dari pengujian pertama. Meskipun lebih baik dari pengujian pertama, profil guludan pada dasar guludan masih terdapat tumpukan tanah setinggi 6 cm (Gambar 97). Hal ini dikarenakan lintasan roda tidak menapak tepat pada cekungan guludan yang disebabkan terlambatnya turun roda dan adanya bongkahan tanah pada cekungan guludan. 0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Jarak (cm) Ketinggian (cm)

puncak guludan hasil ditcher cekungan guludan hasil ditcher puncak guludan rencanan cekungan guludan rencana

Gambar 97 Profil melintang hasil pengerukan roda besar pemegang roda panjang pada lahan pengujian Leuwikopo.

Pengamatan pengujian di lahan uji Leuwikopo juga dilakukan untuk semua cekungan guludan. Dimana cekungan guludan baru yang dihasilkan dikelompokkan dalam tiga katagori, yaitu A (baik), B(sedang) dan C (jelek) untuk selisih tinggi tanah pada cekungan guludan berturut-turut 5-10 cm, 10-20 cm, dan lebih besar dari 20 cm. Pengamatan persentase kualitas cekungan guludan di tunjukkan pada Gambar 98 (Lampiran 21).

0 10 20 30 40 50 60 70

kanan kiri kanan kiri kanan kiri kanan kiri

lengan pendek roda kecil lengan panjang roda kecil lengan panjang roda besar lengan panjang roda besar

ukuran roda dan lengan

per s ent as e ( % ) A B C

Gambar 98 Kualitas cekungan guludan baru.

Pengujian yang dilakukan di PG. Jatitujuh menggunakan roda besar dan pemegang panjang. Profil hasil guludan baru yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 99. Roda ditcher masih menggusur guludan awal sehingga mempengaruhi profil guludan akhir yang dihasilkan.

0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 Jarak (cm) Ke ting gian (cm)

guludan awal guludan hasil ditcher guludan roda ditcher guludan rencana

Gambar 99 Profil hasil pengerukan roda pemegang roda panjang pada lahan pengujian PG. Jatitujuh.

Tumpukan tanah pada dasar guludan lebih tinggi dari pada pengujian kedua di lahan pengujian Leuwikopo (Gambar 100). Tinggi tumpukan tanah

rata-rata 15.8 cm. Hal ini dikarenakan oleh adanya perbedaan kondisi tanah, kecepatan maju traktor, dan profil guludan awal dengan profil pengujian di lahan Leuwikopo, yaitu terdapatnya bongkahan akar tebu dan tanah yang lebih besar.

0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Jarak (cm) Ketingg ian (cm)

puncak guludan hasil ditcher cekungan guludan hasil ditcher puncak guludan rencana cekungan guludan rencana

Gambar 100 Profil melintang hasil ditcher roda besar pemegang roda panjang pada lahan pengujian PG. Jatitujuh.

Slip Roda Traksi, Draft dan Kapasitas Lapang. Pada pengujian di lahan Leuwikopo ini didapatkan hasil tahanan tarik (draft) rata-rata sebesar 2.84 kN. Slip roda traksi yang terjadi untuk roda kanan rata-rata sebesar 35.73% dan roda kiri rata-rata sebesar 39.43%. Sementara untuk kecepatan maju pada landasan keras, dalam hal ini digunakan landasan aspal didapatkan nilai kecepatan rata-rata sebesar 0.53 m/detik. Untuk landasan tanah atau lahan percobaan

Dokumen terkait