• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budidaya Tebu

Tanaman tebu (saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman penting sebagai penghasil gula. Tebu termasuk kelas Monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Gramineae, kelompok Andropogoneaae, genus Saccharum (Wardojo 1999). Fase pertumbuhan tebu ada empat, yaitu: 1) fase perkecambahan, 2) fase pertunasan, 3) fase pemanjanganbatang, dan 4) fase pemasakan batang. Dari keempat fase tersebut, fase 1, 2 dan 3 yang berlangsung selama kurang lebih 9 bulan merupakan fase yang menentukan besar kecilnya bobot tebu yang akan dipanen, fase keempat merupakan fase yang menentukan besar kecilnya kadar sukrosa tebu (Oezer 1993).

Sebagai tanaman yang tergolong mesophit, tanaman ini mempunyai kepekaan terhadap kekurangan atau kelebihan air selama periode tertentu. Carter (1975) dalam Koto (1984) menyatakan bahwa terdapat hubungan linier yang positif antara tinggi muka air tanah selama periode pertumbuhan dan periode pemasakan terhadap produksi tebu. Tambahan produksi yang akan didapat sebagai hasil penurunan muka air tanah sebesar 1 cm adalah sekitar 0.22 – 0.44 ton tebu per hektar. Kedalaman muka air tanah sedalam 120 cm dari permukaan tanah merupakan keadaan yang optimal bagi pertumbuhan tanaman tebu pada jenis tanah liat berlempung.

Iklim

Sutardjo (1994) menyatakan bahwa iklim berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan hasil tebu, rendemen dan gula. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air. Bagi daerah-daerah yang curah hujannya rendah, kebutuhan air dapat digantikan dengan irigasi. Sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen, dikehendaki keadaan kering tidak ada hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti. Apabila hujan terus menerus turun, mengakibatkan kesempatan masak terus tertunda sehingga rendemen selalu rendah (Anonim 1992)

Wardojo (1999) menyatakan bahwa pertumbuhan tebu menghendaki adanya perbedaan nyata antara musim hujan dan musim kemarau. Waktu tanam

tebu terbaik di pulau Jawa adalah pada bulan Mei, Juni dan Juli . Hujan yang terlambat turun menyebabkan pertumbuhan tanaman tebu lambat dan jumlah tunas berkurang. Musim hujan yang terlalu pendek mengakibatkan tebu cepat masak sebelum mencapai panjang batang yang cukup, sehingga dapat menurunkan hasil.

Tanah

Di samping kesuburan tanah, tanaman tebu memerlukan sifat fisik tanah yang baik. Oleh sebab itu penanaman tebu pada tanah yang sebelumnya ditanami padi sawah (struktur lumpur) memerlukan pengolahan tanah khusus dengan saluran drainase yang cukup memadai (Kartohadikusumo 1975). Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah. Pada umumnya jenis tanah lahan kering terdiri dari aluvial, podzolik, mediteran, latosol, regosol, kombisol, dan grumosol (Oezer 1993). Pada tanah berat dapat ditanami tebu, yaitu dengan menggunakan cara pengolahan tanah khusus. Buruknya drainase tanah mengakibatkan berlimpahnya kation tereduksi dan gas metan dapat merupakan racun bagi tanaman tebu (Notojoewono 1970).

Penanaman

Sutardjo (1994) menyatakan bahwa sebelum dilakukan penanaman tebu, sebaiknya saluran drainase sudah dibuat. Masalah drainase lebih penting dari pada irigasi karena selama tanah masih dalam keadaan basah belum bisa dikerjakan dengan traktor (Kartohadikusumo 1975). Di Indonesia dikenal dua macam cara menanam tebu, yaitu cara Reynoso dan cara bajak.

Cara Reynoso. Cara Reynoso biasanya diterapkan pada tanah bekas sawah, dan tidak seluruh areal tanah diolah. Pembuatan saluran drainase dimulai dengan pembuatan got keliling berpenampang lebar atas 70 cm, lebar bawah 45 cm, dan dalamnya 80-90 cm. Kemudian dibuat parit mujur yang panjangnya 100 m dan berpenampang lebar 60 cm, lebar bawah 40 cm, dan dalamnya 70 cm. Jarak antara parit mujur adalah 10 m. Pada tanah yang bersifat basah, di antara parit mujur dibuat parit pecahan yang berpenampang lebar atas 50 cm, lebar

bawah 30 cm, dan dalamnya 60 cm. Parit malang dibuat tegak lurus parit mujur dengan penampang lebar atas 60 cm, lebar bawah 40 cm, dan dalamnya 60 cm.

Setelah pembuatan parit selesai kemudian dibuat alur untuk menanam bibit. Cemplongan tersebut berpenampang lebar 40-50 cm dan dalamnya 30-35 cm. dengan jarak antar alur 0.80-1.10 m. Pada saat pembuatan cemplongan, tanah galian ditimbun di sepanjang tanah yang tidak diolah dan dibiarkan terjemur diterik matahari selama 2-3 minggu. Setelah kering sebagian tanah dikembalikan lagi pada salah satu sisi cemplongan (kasuran) dan dibuat alur kecil. Pembuatan kasuran pada salah satu sisi dimaksud untuk memungkinkan drainase pada saat kelebihan air. Bibit diletakkan pada alur kecil tersebut dan alur kemudian ditutup kembali (Wijanto 1988; Hadisaputro 1990).

Cara Bajak. Pada penanaman cara bajak, seluruh areal yang akan ditanami diolah dengan menggunakan traktor. Pekerjaan dimulai dengan subsoiling menggunakan subsoiler untuk memecah lapisan tanah sampai kedalaman 50 cm, plowing menggunakan disc plows, harrowing menggunakan disc harrow, dan plowing dengan arah tegak lurus pembajakan pertama yang segara dilanjutkan harrowing kedua. Setelah tanah rata dan cukup hancur dibuat alur tanam (juringan) menggunakan ridger dengan kedalaman 25 cm, berpenampang segitiga terbalik dengan jarak antar alur ±150 cm (Wijanto 1988; Oezer 1993).

Dengan varietas unggul, kelembaban tanah yang cukup dan pemupukan dengan dosis tinggi, jarak antar alur yang optimal yaitu antara 1.35-1.65 m. Jarak antar alur untuk pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan tanaman dan penebangan secara mekanis berkisar antara 1.30-1.50 m (Anonim 1982). Jarak tanam antar alur 130 cm di tanah datar dan 110 cm di tanah yang miring (Sutardjo 1994). Tanaman tebu dapat ditanam lonjoran, tapi biasanya dengan memotong bibit terlebih dahulu. Dalamnya penanaman bibit dan tebalnya timbunan tanah di atasnya bervariasi tergantung pada kondisi tanah. Timbunan tanah yang terlalu tebal akan menghambat tumbuhnya tunas dan sering kali mengakibatkan matinya bibit (Humbert 1968, diacu dalam Wijanto 1988).

Drainase

Fungsi Drainase

Drainase merupakan usaha membuang kelebihan air yang tidak diperlukan lagi oleh tanaman untuk meningkatkan hasil atau produktifitas pertanian. Sumber kelebihan air dapat berasal dari air hujan, air susupan, irigasi yang kurang efisien, pengaruh artesis, dan banjir.

Tanaman tebu menghendaki drainase perakaran yang baik. Bagi daerah-daerah yang bertanah poros dan mempunyai muka air tanah dalam (≥ 1m), biasanya tidak dijumpai masalah drainase. Masalah ini timbul terutama di daerah tanah berat, muka air tanah yang dangkal dan daerah yang datar di mana pembuangan air selalu jadi masalah (PAPMPI 1976).

Sistem Reynoso merupakan salah satu cara untuk mengatasi drainase, tetapi pada sistem ini penggunaan alat-alat mekanis kurang leluasa. Sistem alur lebih dapat diterima untuk rencana penggunaan alat mekanis, akan tetapi masih diperlukan saluran drainase, terutama bagi daerah-daerah dengan intensitas hujan yang tinggi. Alur juga berfungsi membuang kelebihan air, akan tetapi untuk pembuangan selanjutnya masih harus dibantu dengan adanya saluran kolektor semacam got malang dan got mujur (Wardojo 1999).

Faktor-faktor yang mempengaruhi drainase meliputi faktor tanah, jenis tanaman, iklim, topografi dan kedalaman muka air tanah (Schwab et al. 1981; Kartasapoetra 1994). Hansen et al. (1992) menyatakan bahwa drainase yang cukup meningkatkan susunan tanah dan menaikkan produktivitas tanah. Keuntungan drainase antara lain :

- memberi kemudahan pembajakan dan penanaman - memperpanjang musim tumbuh tanaman

- menyiapkan kelembaban tanah dan makanan untuk tanaman - membantu ventilasi tanah

- mengurangi erosi tanah dengan meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah - pertumbuhan yang cocok bagi bakteri tanah

- membersihkan penggaraman tanah, dan - menjamin temperatur tanah lebih tinggi

Sistem Drainase

Drainase dapat dilakukan dengan dua cara yaitu drainase permukaan dan drainase bawah permukaan. Drainase permukaan (surface drainage) mengalirkan kelebihan air yang tergenang diatas permukaan tanah (Schwab et al. 1981). Sistem drainase permukaan terdiri dari :

Sistem Acak. Sistem acak atau random cocok diterapkan pada lahan yang bertopografi tidak beraturan tetapi cukup datar atau mempunyai lekukan-lekukan tanah yang berisi genangan air yang tersebar di beberapa tempat. Saluran drainase ditempatkan memotong lekukan-lekukan tadi sepanjang yang memungkinkan untuk diteruskan ke bagian lahan yang lebih rendah untuk mencapai pengeluaran yang tersedia. Penggunaan sistem random ini kurang sesuai untuk lahan pertanian yang menggunakan alat-alat mekanis.

Sistem Kasuran. Sistem kasuran merupakan sistem yang terdapat pada lahan yang diolah dengan plow secara menyempit. Batas alur (dead-furrower) memanjang mengikuti kemiringan lahan. Sistem ini hanya cocok untuk kemiringan yang kurang dari 1.5% dengan kondisi permeabilitas tanah yang lambat. Dalam perancangan tata letak saluran sistem ini yang perlu diperhatikan adalah lebar alur yang merupakan jarak antar saluran. Penentuan lebar alur dan kedalaman saluran tergantung dari kemiringan lahan, karakteristik drainase tanah dan teknik penanaman yang dilakukan.

Sistem Pararel. Pada prinsipnya sistem pararel ini sejenis dengan sistem alur hanya saja jarak antar saluran dan kapasitas saluran pada sistem pararel lebih besar dan dengan jarak antar saluran yang tidak seragam. Sistem ni diterapkan pada tanah yang relatif datar (kurang dari 2%). Keberhasilan sistem ini tergantung pada kemiringan lahan dan saluran drainase pada masing-masing lahan pararel.

Sistem Paralel Lateral. Perbedaan sistem ini dengan sistem paralel hanyalah pada kedalaman salurannya.Untuk sistem ini pada lahan yang datar kedalaman minimum yang ditetapkan adalah 60 cm dengan kemiringan dinding saluran kurang dari 4:1. Dengan saluran yang dalam maka pada sistem paralel lateral ini kelebihan air pada daerah perakaran dapat diikutsertakan, ketinggian muka air tanah yang dapat dibuang bisa mencapai kedalaman 120 cm.

Sistem Memotong Kemiringan. Untuk lahan yang kemiringannya besar dapat ditempatkan satu atau lebih saluran yang memotong kemiringan. Kemiringan dasar saluran yang paling baik disarankan tidak lebih dari 2%. Saluran dibuat menyimpang sedikit dari garis kontur dengan perbedaan kemiringan antara 0.1- 1.0 %. Pada sistem ini semua pengoperasian alat-alat mekanis paralel dengan saluran.

Schwab et al. (1981) menyatakan bahwa pemilihan sistem didasarkan pada keadaan topografi lahan dan jenis pengolahannya tanaman. Sistem yang digunakan tersebut harus:

- layak untuk suatu sistem pertanian,

- mempunyai kapasitas pengaliran yang cukup,

- arah aliran kelebihan air mulai dari lahan menuju saluran tanpa bahaya erosi dan pengendapan, dan

- tidak menggangu oprasi peralatan.

Penggunaan drainase permukaan tanah sebagai sistem drainase memberikan keuntungan sebagai berikut :

Di samping memberikan keuntungan, drainase permukaan juga memberikan beberapa kerugian yaitu :

- luas pertanian akan berkurang,

- operasi traktor dan alat-alat pertanaian akan terganggu, dan - diperlukan pemeliharaan yang teratur.

Schwab et al. (1981) menyatakan untuk merancang bentuk saluran dikenal ada beberapa jenis yang umum yaitu bentuk trapezoidal, segitiga dan parabola (Gambar 3). Di samping itu, ada bentuk persegi panjang, lingkaran, ellips dan eksponensial (French 1985).

Gambar 3 Bentuk-bentuk saluran drainase (Schwab et al. 1981). (a) trapezoidal

Sifat Fisik dan Mekanik Tanah Kadar Air

Das (1993) menyatakan bahwa kadar air tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat cair dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. Baver et al. (1972) menyatakan bahwa kadar air mempunyai pengaruh terhadap pengolahan tanah (Gambar 4). Kadar air juga berkaitan dengan kelas drainase tanah, yaitu mudah tidaknya air hilang dari dalam tanah. Air terdapat di dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau keadaan drainase yang kurang baik (Hardjowigeno 1987).

Gambar 4 Hubungan faktor-faktor dinamik pada pengolahan tanah dengan kelembaban tanah (Baver et al. 1972).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara butir primer pasir, debu dan liat (Hardiyatno 1992). Hardjowigeno (1987) menyatakan tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir-butir yang ada di dalam tanah (Das 1993). Penentuan jenis tekstur tanah dapat dilakukan berdasarkan perbandingan masing-masing partikel tanah. Selanjutnya, proporsi masing-masing partikel ditentukan berdasarkan kriteria yang terdapat di dalam segitiga tekstur menurut USDA.

Kerapatan Isi Tanah

Wesley (1973) menyatakan bahwa berat isi tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah seluruhnya dengan isi tanah seluruhnya. Metode

pengukuran kerapatan isi tanah tergantung dari massa suatu tanah yang sudah diketahui volumenya terlebih dahulu (Davies et al. 1993). Kerapatan isi tanah menunjukkan kepadatan tanah. Semakin padat sutau tanah maka semakin tinggi kerapatan isinya, yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno 1987).

Tahanan Penetrasi Tanah

Mandang dan Nishimura (1991) menyatakan kekuatan tanah adalah kemampuan dari suatu tanah untuk melawan gaya yang bekerja. Nilai tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer dengan parameter cone index (indeks kerucut), yaitu suatu indeks untuk menyatakan kemampuan tanah melawan atau menahan gaya penetrasi dari suatu kerucut. Faktor yang mempengaruhi nilai cone index adalah kerapatan isi, kadar air, jenis tanah dan biasanya digunakan sebagai pembanding antara tempat-tempat yang berbeda pada areal lahan yang sama pada hari yang sama (Devies et al. 1993). Tahanan penetrasi dapat dijadikan ukuran untuk menggambarkan besarnya kemampuan tanah yang diperlukan oleh peralatan pertanian untuk bekerja atau akar tanaman untuk menembus tanah.

Traktor Roda-4

Traktor roda-4 merupakan penarik, penggerak dan penyaluran daya bagi alat pengolahan tanah atau implemen. ASAE (1998), membagi kapasitas lapang pengolahan tanah dikelompokkan menurut 4 kelompok traktor, yaitu traktor kecil (mini) dengan daya 15 kW sampai 35 kW, traktor sedang 30 kW sampai 75 kW, traktor besar 60 kW sampai 168 kW dan traktor sangat besar 168 sampai 300 kW. Load transfer implement diberikan melalui tiga titik gandeng yang kontruksinya seperti ditunjukkan pada Gambar 5 (Alcock 1986).

Dimensi tiga titik gandeng memiliki ukuran yang standar berdasarkan daya traktor seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Dimensi tiga titik gandeng (ASAE 1998)

Rozaq (1989) menyatakan bahwa torsi pada roda traktor akan mengakibatkan pemadatan tanah sampai tingkat kepadatan tertentu. Menurut Liljedahl (1989) tekanan yang diberikan oleh roda traktor terhadap tanah adalah bobot traktor di bagi luasan kontak (0.78 × lebar roda × panjang kontak roda dengan tanah). Estimasi luasan kontak antara mesin dan permukaan tanah relatif konstan untuk kebanyakan sinkage, dengan panjang kontak seperti ditunjukkan pada Gambar 6 (McKyes 1985)

Gambar 6 Estimasi panjang kontak roda pada permukaan (McKyes 1985). Alcock (1986) menyatakan bahwa besarnya tenaga traktor yang dibutuhkan tergantung pada tahanan spesifik tanah, lebar dan kedalaman pengolahan serta kecepatan operasi pengolahan.

Ditcher

Ditcher drainase adalah alat pengeruk tanah untuk pembuatan saluran drainase. Ditcher drainase permukaan yang biasanya digunakan berupa rotary

ditcher, furrower atau ridger. Disamping itu juga terdapat chain ditcher dan ladder ditcher untuk penggunaan khusus.

Rotary Ditcher

Rotary ditcher merupakan implemen pengeruk tanah yang menggunakan sudu yang diputar oleh tenaga PTO traktor dan ditarik oleh traktor roda empat. Dimensi sudu dan penahan belakang didesain sesuai dengan ukuran saluran yang diinginkan (Gambar 7). Ditcher ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu : - mampu dioperasikan pada lahan yang lebih beragam,

- saluran yang dihasilkan lebih tepat dan rapi,

- tidak terjadi penumpukan tanah di kedua sisi saluran, - draft traktor lebih kecil, dan

- saluran yang dibentuk dapat ditengah maupun disebelah kiri atau kanan traktor. Disamping itu, ditcher ini juga mempunyai beberapa kekurangan, yaitu : - pemanfaatan PTO memberatkan kerja traktor,

- perawatan harus lebih intensif karena merupakan bagian yang bergerak, dan - harga relatif lebih mahal.

Gambar 7 Rotary ditcher (PG. Jatitujuh 2005).

Performansi rotary ditcher tergantung desain pabrik pembuatnya. Rotary ditcher buatan Sand Iron and Steel, Inc bekerja pada daya PTO 100 hingga 200 hp, dengan putaran 540 atau 1000 rpm, kedalaman galian 4-16 inci, dan kecepatan 2 mil per jam. Sedangkan rotary ditcher buatan Liebrecht Manaufacturing mempunyai lengan samping 48 inci, bekerja pada daya PTO 100 hingga 120 hp, dengan putaran 1000 rpm, kedalaman galian 6 feet, dan kecepatan 0.5 mil per jam.

Furrower

Furrower merupakan implemen pembuat alur yang ditarik oleh traktor roda empat tanpa menggunakan PTO (Gambar 8). Furrower menghasilkan saluran bentuk V dengan buangan tanahnya menumpuk di kedua sisi saluran. Saluran ini juga dapat dibentuk dengan menggunakan ridger sebagai hasil dari pembuatan bubungan. Ridger dapat dibuat dengan mengubah mata dari kultivator (Yasumasa 1988).

Gambar 8 Kair mata satu (PG. Jatitujuh 2005).

Boers (2003) menyatakan fungsi furrower antara lain membuat alur, menutup benih dan membuat alur untuk irigasi. Furrower terutama digunakan di daerah tropis dan subtropis karena banyak tanaman yang tumbuh di daerah tersebut, seperti kapas, jagung, kentang, tebu dan sayuran, dibudidayakan dalam suatu alur baris tanaman (Saputro 2004). Kelebihan furrower antara lain : dapat digunakan untuk satu atau lebih alur baris, dapat menggunakan hewan maupun traktor sebagai tenaga penarik, dapat dikombinasikan dengan implemen yang lain, dan dapat digunakan sebagai alat penyiang.

Smith dan Wilkes (1977) menyatakan bahwa ridger berfungsi untuk membuka alur. Ada beberapa macam ridger yaitu disk opener, hoe opener, runner opener, lister opener. Hoe opener atau shaovel opener adalah yang paling sesuai untuk membuat alur yang dalam (Wilkinson 1977, diacu dalam Wijanto 1988). Alat pembuat alur pada prinsipnya adalah alat perata tanah dan pencetak yang dapat membentuk permukaan tanah dengan tanah yang rata (Smith dan wakes 1977). Prinsip kerja alat pembuat alur adalah mengeruk tanah dan membuangnya ke sisi kanan dan kiri sepanjang alur yang dibuat sehingga akan

terbentuk bedengan atau guludan dengan profil yang seragam diseluruh lahan. Alat pembuat guludan biasa disebut dengan furrowerr atau ridger (Wikes dan Habgood, 1968 diacu dalam Smith dan Wilkes 1977).

Menurut Pambudi (2004), bagian-bagian utama furrower, yaitu : mata bajak yang berfungsi sebagai ujung bajak yang memulai menembus tanah, pisau bajak yang berfungsi untuk membelah tanah, singkal majemuk yang berfungsi untuk mengangkat dan membalik tanah ke kanan dan ke kiri, rangka batang penarik yang berfungsi sebagai tempat menempelnya bajak dan berhubungan dengan rangka utama. Penampang furrower atau ridger seperti ditunjukkan pada Gambar 9.

tampak samping tampak atas

Gambar 9 Penampang Furrower (Nakazawa 1982).

Gill dan Berg (1968) menyatakan bahwa mekanisme pengolahan tanah merupakan sebab dan akibat dari aksi dan reaksi antara alat dan tanah yang diolah. Pada dasarnya mekanisme pengolahan tanah adalah memotong, mengangkat, menggeser, membalik dan menghancurkan tanah. Sedangkan akibat yang timbul sebagai reaksi dari tanah berupa gerakan meluncur, menggeser, memberi beban, terbalik, pecah dan hancur serta dalam kondisi tertentu terjadi kelengketan antara tanah dan bajaknya.

Daywin et al. (1985) menyatakan bahwa terdapat empat perilaku yang menggambarkan proses pengolahan tanah yaitu gesekan antara tanah dan metal, keruntuhan geser tanah, gaya percepatan gerak tanah dan tahanan pemotongan tanah. Hasil akhir dari pengolahan tanah berupa kondisi tanah dan tenaga untuk menggerakkan alatnya.

tangkai

tumit

singkal

Menurut Gil dan Berg (1968), faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap tenaga dalam pengolahan tanah adalah tegangan normal pada permukaan bajak, luas permukaan bajak, sudut kemiringan bajak dengan permukaan horizontal, serta sudut geser tanah dipermukan bajak. Secara keseluruhan tenaga yang diperlukan dalam pengolahan tanah meliputi tenaga untuk pemotongan tanah, tenaga untuk mengatasi gaya kohesi dan gaya geser termasuk dalamnya pemampatan, penggeseran, pembalikan dan penghancuran tanah, dan tenaga untuk mengatasi gaya gesek antara tanah dan bajak, tanah dan land side (Baver et al. 1972).

Parameter geometri dari furrower dapat didekati berdasarkan parameter geometri singkal (Gambar 10). Soehne (1959) dalam McKyes (1985) memberikan sudut pertemuan mata bajak ( 1) = 150-170 pada titik pertemuan dan 80-100 pada ujung mata bajak, sudut potong mata bajak (Ø1) = 350-380.

Gambar 10 Parameter-parameter geometri disain bajak singkal (McKyes 1985). McKyes (1985) menyatakan bahwa total gaya yang diperlukan untuk menggusur tanah dipengaruhi oleh berat tanah, kedalaman dan lebar pengolahan, kohesi tanah dan tekanan luar yang bekerja secara vertikal. Analisis gaya penggusuran tanah seperti ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Gaya pemotongan tanah dan diagram Mohr’s tegangan pada permukaan bilah (McKyes 1985).

Wijanto (1988) menyatakan bahwa besarnya tenaga untuk membuka alur ditentukan oleh draft tanah, luas penampang alur dan kecepatan. Kapasitas implement dihitung secara teoritis dan aktual (Daywin et al. 1985). Kapasitas lapang teoritis merupakan kemampuan kerja jika alat berjalan maju sepenuh waktunya (100%) dan alat bekerja dalam lebar maksimum (100%). Sedangkan kapasitas efektif merupakan rata-rata dari kemampuan kerja alat di lapang untuk menyelesaikan suatu bidang tanah.

Gangde et al. (1996) telah mengembangkan ridger dengan spasi antara 60 hingga 100 cm, kedalaman 20 hingga 26 cm, kapasitas lapang 0.12 hingga 0.14 ha/jam menurunkan gaya tarik sebesar 17% dibanding ridger tradisional (Gambar 12).

Gambar 12 Bentuk ridger hasil pengembangan dan tradisional (Gangde 1996).

Mekanisme Penggerak Pengeruk

Martin (1982) menyatakan mekanisme merupakan suatu rantai kinematis yang dibatasi (constrained kinematic chain). Rantai kinematis yang dibatasi adalah sebuah sistem dari batang-batang hubung yang digabungkan bersama atau dalam keadaan saling bersinggungan (kontak) memungkinkan bergerak relatif satu terhadap lainnya, dimana jika salah satu dari batang penghubungnya tetap dan gerakan dari sembarang batang penghubung yang lain ke posisinya yang

pandangan atas dan samping ridger yang dikembangkan

pandangan atas ridger

baru akan menyebabkan setiap batang penghubung yang lain bergerak ke posisi tetentu yang telah diramalkan.

Rantai kinematik setidaknya memiliki satu batang penghubung (linkage) yang bersifat sebagai ground atau terikat pada rangka. Batang penghubung diasumsikan sebagai benda kaku yang setidaknya memiliki dua titik hubung atau nodes (Waldron 1999). Ada beberapa mekanisme yang umum digunakan tergantung pada kebutuhan Salah satunya adalah mekanisme empat batang hubung seperti dalam Gambar 13.

Gambar 13 Mekanisme 4 batang penghubung sejajar (4bar parallel lingkage). node linkage ground 2 3 1 4 O2 O4

Dokumen terkait