• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk untuk Pembuatan Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk untuk Pembuatan Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN

DITCHER

BERPENGERUK

UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE

PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING

SAMSUL BAHRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk untuk Pembuatan Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2006

Samsul Bahri

(3)

ABSTRAK

SAMSUL BAHRI. Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk untuk Pembuatan Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Dibimbing oleh WAWAN HERMAWAN dan I NENGAH SUASTAWA.

Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya tebu adalah sistem drainase yang baik. Got malang merupakan saluran drainase melintang untuk menyalurkan kelebihan air dari barisan tanam tebu. Pembuatan got malang di PG. Jatitujuh dengan menggunakan rotary ditcher menghasilkan bentuk dan dimensi saluran drainase seperti yang diharapkan, namun mempunyai permasalahan pisau yang mudah tumpul dan aus, dan kerusakan pada PTO traktor. Penggunaan kair mata satu lebih disukai, namun saluran yang dihasilkan tidak sempurna dan juring tanaman tertutup oleh buangan tanah yang menumpuk di kedua sisi saluran sehingga menutupi aliran air dari barisan tanam.

Penelitian ini bertujuan membuat ditcher drainase yang ditarik oleh traktor roda-4 tanpa menggunakan tenaga PTO traktor untuk menghasilkan saluran drainase berpenampang trapesium dengan lebar dasar 35 cm, lebar atas 90 cm, kedalaman 40 cm dan buangan tanah pada cekungan guludan harus dipindahkan ke punggung guludan.

Ditcher yang berhasil dirancang adalah ditcher yang dilengkapi pengeruk tanah. Bagian ditcher berfungsi untuk membuat saluran drainase, sedangkan bagian pengeruk untuk mengeruk tanah pada cekungan guludan. Mekanisme pengerukan digerakkan oleh roda pada bagian depan dengan memanfaatkan profil guludan lahan yang ditransmisikan melalui poros transmisi ke pengeruk di bagian belakang. Struktur ditcher berpengeruk terdiri dari rangka, ditcher dan mekanisme pengeruk. Rangka berbentuk segitiga dengan tiga titik gandeng yang standar. Ditcher mempunyai sudut potong kedua pisau 70° dengan lebar pemotongan tanah pada dasar saluran 60 cm, sudut angkat pisau 15°, dan diameter kelengkungan singkal 65 cm. Konstruksi penggerak pengeruk terdiri dari roda berdiameter 41 cm dengan panjang lengan 28 cm dan bilah pengeruk 40 cm x 55 cm dengan panjang lengan 68 cm. Ditcher berpengeruk mempunyai dimensi panjang 173 cm, lebar 293 cm dan tinggi138 cm dengan berat 435 kg.

(4)

ABSTRACT

SAMSUL BAHRI. Design of Ditcher Equipped with Scrapper for Making the Drainage Channel on Dry Land Sugar Cane Plantation. Under the direction of WAWAN HERMAWAN and I NENGAH SUASTAWA.

One factor determining the sugar cane production is a good drainage system. The drainage channel that crosses the planting rows is used to drain the excess water from sugar cane plantation. The drainage channel at PG. Jatitujuh has been being formed by using a rotary ditcher. Shape and dimension of the drainage channel were good enough as expected, but the rotary ditcher itself had some disadvantages such as: its blades became dull and worn quickly, it tend to break the tractor PTO system. On the other hand, the utilization of a furrower in the ditch forming is preferred. But, the resulted shape and dimension channel was not good enough. The soil dug out from the ditch covered both sides of the planting rows along the channel. Consequently, it blocked the drain water flow out from the planting rows.

The objective of the research was to design a ditcher equipped with a pair of scrappers pulled by a four-wheel tractor. The ditcher operated without using PTO. It’s designed to produce drainage channel with trapezoidal shape with the lower side of 35 cm, upper side of 90 cm, and depth of 40 cm. It is also able to place the dug soil on the top of initial ridges.

The prototype of the ditcher was equipped by a pair of soil scrappers. The function of the ditcher is to make the drainage channel, whereas function of the scrapper is to scrap the soils in between the ridges and put it on the top of the ridges. Scrapping mechanism was driven by a front wheel that rolls on the ridge’s profile. The drive force then was transmitted through a transmission shaft to drive the scrapper. The structure of the scrapper ditcher consisted of a frame, a ditcher, and a pair of scrappers. The frame had a triangular shape and equipped with three standardized hitching points. The ditcher had share cutting angle of 70o, 60 cm in cutting width, share intersection angle of 15o, and the concaveness radius of the mold of 65 cm. The construction of the scrapper driver consisted of front wheel (41 cm in diameter), wheel arm (28 cm in length) and the scrapper blade (40 cm x 55 cm in size), scrapper arm (68 cm in length). The dimension of the scrapper ditcher was 173 cm in length, 293 cm in width, and 138 cm in height, and the weight is 435 kg.

(5)

© Hak cipta milik

Institut Pertanian Bogor

, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(6)

RANCANG BANGUN

DITCHER

BERPENGERUK

UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE

PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING

SAMSUL BAHRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk untuk Pembuatan Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering

Nama : Samsul Bahri

NIM : F151030051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof.Dr.Ir. Budi Indra Setiawan, M.Sc. Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2005 ini ialah mekanisasi pertanian, dengan judul Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk untuk Pembuatan Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering.

Penelitian ini telah berhasil mengembangkan alat mekanisasi baru, yaitu Ditcher Berpengeruk. Semoga alat ini bermanfaat bagi mekanisasi pertanian, khususnya dalam pelaksanaan program intensifikasi dan mekanisasi budidaya tebu lahan kering guna peningkatan produksi tebu nasional.

Terimakasih penulis ucapkan kepada : Bapak Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS dan Bapak Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam proses akademik dan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini, Bapak Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran perbaikan penulisan karya ilmiah ini, PT. Rajawali Nusantara Indonesia atas bantuan dana penelitian, Unit Pabrik Gula Jatitujuh dan tim ditcher atas kerjasamanya dalam penelitian ini, dan Direktur Politeknik Negeri Lhokseumawe atas pemberian kesempatan pendidikan ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda, ibunda, keluarga penulis dan adik Tia, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor, September 2006

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabakti, Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 1 Juni 1973 dari pasangan Bapak A. Hamid Usman dan Ibu Saleha. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, dan lulus sebagai sarjana pada Agustus 1997.

Sejak tahun 1999 penulis bekerja sebagai staf edukatif di Jurusan Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Budidaya Tebu... 4

Iklim ... 4

Tanah... 5

Penanaman ... 5

Drainase ... 7

Fungsi Drainase... 7

Sistem Drainase... 8

Sifat Fisik dan Mekanik Tanah... 10

Kadar Air... 10

Tekstur Tanah... 10

Kerapatan Isi Tanah ... 10

Struktur Tanah... 10

Tahanan Penetrasi Tanah ... 11

Traktor Roda-4 ... 11

Ditcher... 12

Rotary Ditcher... 13

Furrower... 14

Mekanisme Penggerak Pengeruk... 17

METODE PENELITIAN... 19

Tempat dan Waktu... 19

Alat dan Bahan ... 19

Alat Penelitian ... 19

Bahan Penelitian... 19

Tahapan Penelitian ... 20

Prosedur Pengujian ... 27

Persiapan Alat ukur ... 27

Uji Fungsional ... 29

Persiapan Lahan Uji ... 29

Pengukuran Kondisi Tanah ... 29

(11)

RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK... 35

Kriteria rancangan ... 35

Ditcher... 35

Konstruksi Penggerak Pengeruk ... 35

Rangka... 36

Rancangan Fungsional... 36

Ditcher... 36

Konstruksi Penggerak Pengeruk ... 38

Rangka... 40

Rancangan Struktural ... 41

Analisis Teknik ... 41

Struktur Bagian-bagian Ditcher Berpengeruk ... 62

Pembuatan Prototipe ditcher berpengeruk... 71

HASIL DAN PEMBAHASAN... 72

Modifikasi Pertama... 72

Penurunan Tiga Titik Gandeng ... 72

Perubahan Konstruksi Lengan Roda ... 73

Uji Lapangan Awal... 74

Modifikasi Kedua ... 76

Pelepasan Pisau Samping dan Pelebaran Singkal ... 76

Pelebaran Pisau Bajak ... 77

Perpanjangan Pemegang Roda ... 78

Penambahan Sisi Samping Pengeruk ... 79

Pembesaran Diameter Roda ... 79

Uji Fungsional ... 80

Ketinggian Pengeruk ... 81

Gaya Pengeruk ... 82

Uji Lapangan Lanjutan ... 83

Kondisi Tanah ... 83

Uji Kinerja ditcher Berpengeruk... 85

SIMPULAN DAN SARAN ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Dimensi tiga titik gandeng (ASAE 1998) ... 12 2 Fungsi komponen ditcher berpengeruk ... 41 3 Parameter pengukuran tanah ... 43 4 Faktor koreksi persamaan diagram kinematis empat batang

penghubung ... 50 5 Kadar air dan kerapatan isi tanah ... 83 6 Hasil pengukuran penampang saluran drainase yang dihasilkan oleh

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Sketsa got mujur dan got malang pada lahan plant cane... 2

2 Saluran drainase hasil furrower... 2

3 Bentuk-bentuk saluran drainase (Schwab et al. 1981) ... 9

4 Hubungan faktor-faktor dinamik pada pengolahan tanah dengan kelembaban tanah (Baver et al. 1972) ... 10

5 Konstruksi tiga titik gandeng (ASAE 1998) ... 11

6 Estimasi panjang kontak roda pada permukaan (McKyes 1985) ... 12

7 Rotary ditcher (PG. Jatitujuh 2005) ... 13

8 Kair mata satu (PG. Jatitujuh 2005) ... 14

9 Penampang furrower (Nakazawa 1982) ... 15

10 Parameter-parameter geometri desain bajak singkal (Mckyes 1985)... 16

11 Gaya pemotongan tanah dan diagram Mohr’s tegangan pada permukaan bilah (McKyes 1985) ... 16

12 Bentuk ridger hasil pengembangan dan tradisional (Gande 1996) ... 17

13 Mekanisme 4 batang penghubung sejajar (4 bar parallel lingkage) ... 18

14 Tahapan penelitian... 20

15 Ukuran guludan lahan plant cane... 21

16 Ukuran guludan lahan ratoon cane... 21

17 Penampang saluran drainase hasil rotary ditcher... 21

18 Pembentuk saluran pada rotary ditcher (a) dan sketsa ukuran (b) ... 22

19 Tahanan penetrasi tanah pada guludan... 22

20 Konsep konstruksi ditcher... 23

21 Konstruksi empat batang penghubung murni... 24

22 Profil guludan akhir yang dibentuk oleh mekanisme empat batang penghubung murni ... 24

23 Konstruksi empat batang penghubung sederhana ... 24

24 Konstruksi dan profil guludan hasil mekanisme empat batang penghubung terbalik ... 25

... 25 Konstruksi dan profil guludan hasil mekanisme lengan ayun... 25

(14)

Halaman

27 Alat ukur profil guludan dan kemiringan dinding saluran drainase ... 28

28 Instrumen dan kalibrasi load cell... 28

29 Peralatan pengukuran kadar air ... 29

30 Pengukuran tahanan penetrasi ... 30

31 Pengukuran tahanan geser tanah ... 30

32 Pengukuran tahanan gesek tanah... 31

33 Sketsa posisi pengukuran pada guludan ... 31

34 Pengukuran kecepatan maju traktor pada waktu pengolahan... 32

35 Pengukuran tahanan tarik ... 32

36 Sketsa saluran drainase yang akan dibuat ... 35

37 Penampang saluran drainase yang diinginkan... 36

38 Profil pengerukan hasil simulasi ... 40

39 Lebar ditcher... 42

40 Dimensi dan kondisi tanah saluran drainase yang akan dibuat ... 42

41 Bentuk kaki ditcher... 44

42 Skema gaya yang bekerja pada ditcher... 44

43 Beban lentur yang terjadi pada kaki ditcher... 45

44 Skema gaya yang bekerja pada segitiga penahan kaki ditcher... 46

45 Skema gaya kekuatan las segitiga bawah penahan ditcher... 46

46 Skema gaya yang bekerja pada pin penahan ... 48

47 Diagram kinematis mekanisme empat batang penghubung ... 49

48 Gerakan lengan ayun roda dan pengeruk ... 50

49 Sketsa konstruksi penggerak pengeruk ... 52

50 Sketsa gaya pengerukan ... . 54

51 Sketsa gaya yang bekerja pada pengeruk ... 55

52 Sketsa gaya yang bekerja pada lengan pengeruk ... 56

53 Sketsa tahanan gelinding roda yang terjadi ... 57

54 Sketsa gaya yang bekerja pada lengan roda ... 58

55 Sketsa gaya yang bekerja pada pemegang roda ... 59

(15)

Halaman

57 Skema gaya yang bekerja pada rangka pipa kotak ... 61

58 Rancangan ditcher berpengeruk ... 62

59 Bagian-bagian dari ditcher... 62

60 Bentuk pisau dan dudukannya... 63

61 Posisi singkal dan pisau samping ... 64

62 Konstruksi penggerak pengeruk ... 64

63 Roda (a), pemegang roda (b), dan posisi pemegang roda terhadap poros transmisi (c) ... . 65

64 Rancangan lengan roda (a), dan lengan pengeruk (b) ... 66

65 Rangka bentuk dan dudukan poros transmisi ... 67

66 Rancangan pengeruk (a), dan posisi pengeruk setelah melewati guludan 68 67 Rangka ditcher berpengeruk... 69

68 Rancangan dudukan lengan penggerak pengeruk ... 70

69 Rancangan standar lengan pada dudukan lengan roda ... 70

70 Sketsa ditcher berpengeruk pada saat operasi di lahan ... 71

71 Model ditcher berpengeruk (a), dan prototipe ditcher berpengeruk (b)... 71

72 Penggandengan ditcher berpengeruk pada traktor roda-4... 72

73 Modifikasi tiga titik gandeng , (a) sebelum diturunkan; (b) setelah diturunkan... 72

74 Lengan ayun roda hasil modifikasi (a), dan plat tambahan dudukan pillow block (b) ... 73

75 Penggandengan ditcher berpengeruk setelah dimodifikasi ... 73

76 Aliran tanah pada pisau samping... 74

77 Saluran drainase yang dihasilkan ... 75

78 Slip roda traktor menggusur tanah guludan ke belakang ... 76

79 Pelepasan pisau samping ditcher... 76

80 Pelebaran singkal berdasarkan sudut curah tanah ... 77

81 Modifikasi pada singkal ... 77

82 Modifikasi pada pisau bajak... 78

83 Pemegang roda setelah dimodifikasi ... 79

(16)

Halaman

85 Roda hasil modifikasi ... 80

86 Ditcher berpengeruk setelah di modifikasi... 80

87 Hasil uji ketinggian pengeruk... . 81

88 Ketinggian pengeruk pada perubahan lubang joint pemegang... 82

89 Gaya tarik pengeruk berdasarkan ketinggian roda ... 83

90 Tahanan penetrasi tanah lahan pengujian... 84

91 Kelengketan tanah pada ditcher... . 85

92 Profil saluran drainase yang dihasilkan oleh ditcher... 86

93 Perbandingan dimensi pendekatan saluran hasil ditcher... 86

94 Profil hasil pengerukan roda kecil pemegang roda pendek pada pengujian di lahan Leuwikopo ... 87

95 Profil melintang hasil pengerukan roda kecil pemegang roda pendek pada pengujian di lahan Leuwikopo... 87

96 Profil hasil pengerukan roda besar pemegang roda panjang pada pengujian di lahan Leuwikopo ... 88

97 Profil melintang hasil pengerukan roda besar pemegang roda panjang pada pengujian di lahan Leuwikopo... 88

98 Kuantitas dan kualitas cekungan guludan baru yang dihasilkan pada pengujian di Lahan Leuwikopo ... 89

99 Profil hasil pengerukan roda besar pemegang roda panjang pada pengujian di lahan PG. Jatitujuh... 89

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data identifikasi masalah ... . 96

2 Kalibrasi load cell... 100

3 Cara pengukuran dan perhitungan kadar air dan kerapatan isi tanah ... 101

4 Cara perhitungan kohesi tanah dan sudut gesekan dalam ... 102

5 Cara perhitungan adhesi dan sudut gesekan tanah-baja ... 103

6 Pendekatan profil guludan awal PG. Jatitujuh ... 104

7 Pendekatan perhitungan profil lintasan roda traktor dan profil guludan akhir... 105

8 Perhitungan volume tanah yang dipindahkan... 108

9 Nilai faktor N... 112

10 Sifat-sifat mekanis bahan ... 114

11 Berat komponen ditcher berpengeruk berdasarkan pendekatan software AutoCAD ... 115

12 Tampilan simulasi gerakan penggerak pengeruk ... 116

13 Spesifikasi traktor yang digunakan ... 117

14 Data uji fungsional mekanisme penggerak pengeruk... 118

15 Pengukuran kadar air dan bulk density pada waktu pengujian... 122

16 Pengukuran tahanan penetrasi tanah pada waktu pengujian ... 123

17 Pengukuran tahanan geser tanah pada waktu pengujian ... 125

18 Pengukuran tahanan gesek tanah pada waktu pengujian... 126

19 Pengukuran penampang saluran drainase hasil ditcher berpengeruk... 127

20 Pengukuran profil guludan hasil ditcher berpengeruk ... 129

21 Pengukuran kuantitas dan kualitas guludan yang dihasilkan pada pengujian di lahan Leuwikopo ... 135

22 Pengukuran tahanan tarik ... 137

23 Pengukuran slip roda traksi ... 138

24 Pengukuran kapasitas lapang... 139

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan gula Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Sebagian besar kebutuhan gula dipenuhi dari pabrik-pabrik gula di Indonesia dengan bahan baku tebu. Produksi gula Indonesia saat ini belum dapat mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri sehingga masih dilakukan impor dari negara lain (Pramuhadi 2005). Untuk meningkatkan hasil gula persatuan luas, perlu diusahakan peningkatan produktivitas tebu dengan rendemen yang tinggi. Salah satu usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan melaksanakan program intensifikasi dan mekanisasi budidaya tebu guna pencapaian produksi yang maksimal.

Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya tebu berkaitan dengan pengolahan tanah adalah sistem drainase yang baik (Wardojo 1995). Hal ini dikarenakan tebu merupakan tanaman yang tergolong mesophit, di mana tanaman ini mempunyai kepekaan terhadap kekurangan atau kelebihan air selama periode tertentu.

Pada umumnya sistem drainase perkebunan tebu di Indonesia menggunakan saluran terbuka (drainase permukaan). Untuk perkebunan yang cukup luas digunakan sistem alur sehingga lebih mempermudah penggunaan alat mekanis (PAPMPI 1976). Saluran drainase tersebut dibuat dalam dua jenis yaitu sejajar arah barisan tanam (got mujur) dan melintang barisan tanam (got malang). Got malang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air dari barisan-barisan tanam. Pembuatan got malang dilakukan setelah pembuatan alur tanam pada lahan seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

(19)

Gambar 1 Sketsa got mujur dan got malang pada lahan plant cane.

Di samping rotary ditcher, PG. Jatitujuh juga menggunakan kair mata satu (furrower) yang ditarik oleh traktor roda empat untuk pembuatan got malang. Penggunaan furrower lebih disukai di lapangan karena lebih sederhana dalam penggunaan maupun pemeliharaannya. Namun saluran berbentuk V yang dihasilkan tidak sempurna, yaitu tertutupnya alur tanam (cekungan guludan) oleh buangan tanah yang menumpuk di kedua sisi saluran. Dengan kondisi ini, limpasan air dari arah melintang saluran akan terhalang oleh tanah di kedua sisi saluran tersebut, sehingga sistem drainase tidak efektif (Gambar 2).

Gambar 2 Saluran drainase hasil furrower.

Oleh karena itu perlu dibuat ditcher drainase yang dilengkapi dengan pengeruk tanah yang menutupi alur tanam.

Aliran air dari barisan tanam

Saluran drainase tanah menutupi alur tanam got malang

guludan tanah yang menutupi

alur tanam got mujur

(20)

Tujuan Penelitian

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Tebu

Tanaman tebu (saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman penting sebagai penghasil gula. Tebu termasuk kelas Monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Gramineae, kelompok Andropogoneaae, genus Saccharum (Wardojo 1999). Fase pertumbuhan tebu ada empat, yaitu: 1) fase perkecambahan, 2) fase pertunasan, 3) fase pemanjanganbatang, dan 4) fase pemasakan batang. Dari keempat fase tersebut, fase 1, 2 dan 3 yang berlangsung selama kurang lebih 9 bulan merupakan fase yang menentukan besar kecilnya bobot tebu yang akan dipanen, fase keempat merupakan fase yang menentukan besar kecilnya kadar sukrosa tebu (Oezer 1993).

Sebagai tanaman yang tergolong mesophit, tanaman ini mempunyai kepekaan terhadap kekurangan atau kelebihan air selama periode tertentu. Carter (1975) dalam Koto (1984) menyatakan bahwa terdapat hubungan linier yang positif antara tinggi muka air tanah selama periode pertumbuhan dan periode pemasakan terhadap produksi tebu. Tambahan produksi yang akan didapat sebagai hasil penurunan muka air tanah sebesar 1 cm adalah sekitar 0.22 – 0.44 ton tebu per hektar. Kedalaman muka air tanah sedalam 120 cm dari permukaan tanah merupakan keadaan yang optimal bagi pertumbuhan tanaman tebu pada jenis tanah liat berlempung.

Iklim

Sutardjo (1994) menyatakan bahwa iklim berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan hasil tebu, rendemen dan gula. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air. Bagi daerah-daerah yang curah hujannya rendah, kebutuhan air dapat digantikan dengan irigasi. Sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen, dikehendaki keadaan kering tidak ada hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti. Apabila hujan terus menerus turun, mengakibatkan kesempatan masak terus tertunda sehingga rendemen selalu rendah (Anonim 1992)

(22)

tebu terbaik di pulau Jawa adalah pada bulan Mei, Juni dan Juli . Hujan yang terlambat turun menyebabkan pertumbuhan tanaman tebu lambat dan jumlah tunas berkurang. Musim hujan yang terlalu pendek mengakibatkan tebu cepat masak sebelum mencapai panjang batang yang cukup, sehingga dapat menurunkan hasil.

Tanah

Di samping kesuburan tanah, tanaman tebu memerlukan sifat fisik tanah yang baik. Oleh sebab itu penanaman tebu pada tanah yang sebelumnya ditanami padi sawah (struktur lumpur) memerlukan pengolahan tanah khusus dengan saluran drainase yang cukup memadai (Kartohadikusumo 1975). Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah. Pada umumnya jenis tanah lahan kering terdiri dari aluvial, podzolik, mediteran, latosol, regosol, kombisol, dan grumosol (Oezer 1993). Pada tanah berat dapat ditanami tebu, yaitu dengan menggunakan cara pengolahan tanah khusus. Buruknya drainase tanah mengakibatkan berlimpahnya kation tereduksi dan gas metan dapat merupakan racun bagi tanaman tebu (Notojoewono 1970).

Penanaman

Sutardjo (1994) menyatakan bahwa sebelum dilakukan penanaman tebu, sebaiknya saluran drainase sudah dibuat. Masalah drainase lebih penting dari pada irigasi karena selama tanah masih dalam keadaan basah belum bisa dikerjakan dengan traktor (Kartohadikusumo 1975). Di Indonesia dikenal dua macam cara menanam tebu, yaitu cara Reynoso dan cara bajak.

(23)

bawah 30 cm, dan dalamnya 60 cm. Parit malang dibuat tegak lurus parit mujur dengan penampang lebar atas 60 cm, lebar bawah 40 cm, dan dalamnya 60 cm.

Setelah pembuatan parit selesai kemudian dibuat alur untuk menanam bibit. Cemplongan tersebut berpenampang lebar 40-50 cm dan dalamnya 30-35 cm. dengan jarak antar alur 0.80-1.10 m. Pada saat pembuatan cemplongan, tanah galian ditimbun di sepanjang tanah yang tidak diolah dan dibiarkan terjemur diterik matahari selama 2-3 minggu. Setelah kering sebagian tanah dikembalikan lagi pada salah satu sisi cemplongan (kasuran) dan dibuat alur kecil. Pembuatan kasuran pada salah satu sisi dimaksud untuk memungkinkan drainase pada saat kelebihan air. Bibit diletakkan pada alur kecil tersebut dan alur kemudian ditutup kembali (Wijanto 1988; Hadisaputro 1990).

Cara Bajak. Pada penanaman cara bajak, seluruh areal yang akan ditanami diolah dengan menggunakan traktor. Pekerjaan dimulai dengan subsoiling menggunakan subsoiler untuk memecah lapisan tanah sampai kedalaman 50 cm, plowing menggunakan disc plows, harrowing menggunakan disc harrow, dan plowing dengan arah tegak lurus pembajakan pertama yang segara dilanjutkan harrowing kedua. Setelah tanah rata dan cukup hancur dibuat alur tanam (juringan) menggunakan ridger dengan kedalaman 25 cm, berpenampang segitiga terbalik dengan jarak antar alur ±150 cm (Wijanto 1988; Oezer 1993).

(24)

Drainase

Fungsi Drainase

Drainase merupakan usaha membuang kelebihan air yang tidak diperlukan lagi oleh tanaman untuk meningkatkan hasil atau produktifitas pertanian. Sumber kelebihan air dapat berasal dari air hujan, air susupan, irigasi yang kurang efisien, pengaruh artesis, dan banjir.

Tanaman tebu menghendaki drainase perakaran yang baik. Bagi daerah-daerah yang bertanah poros dan mempunyai muka air tanah dalam (≥ 1m), biasanya tidak dijumpai masalah drainase. Masalah ini timbul terutama di daerah tanah berat, muka air tanah yang dangkal dan daerah yang datar di mana pembuangan air selalu jadi masalah (PAPMPI 1976).

Sistem Reynoso merupakan salah satu cara untuk mengatasi drainase, tetapi pada sistem ini penggunaan alat-alat mekanis kurang leluasa. Sistem alur lebih dapat diterima untuk rencana penggunaan alat mekanis, akan tetapi masih diperlukan saluran drainase, terutama bagi daerah-daerah dengan intensitas hujan yang tinggi. Alur juga berfungsi membuang kelebihan air, akan tetapi untuk pembuangan selanjutnya masih harus dibantu dengan adanya saluran kolektor semacam got malang dan got mujur (Wardojo 1999).

Faktor-faktor yang mempengaruhi drainase meliputi faktor tanah, jenis tanaman, iklim, topografi dan kedalaman muka air tanah (Schwab et al. 1981; Kartasapoetra 1994). Hansen et al. (1992) menyatakan bahwa drainase yang cukup meningkatkan susunan tanah dan menaikkan produktivitas tanah. Keuntungan drainase antara lain :

- memberi kemudahan pembajakan dan penanaman - memperpanjang musim tumbuh tanaman

- menyiapkan kelembaban tanah dan makanan untuk tanaman - membantu ventilasi tanah

- mengurangi erosi tanah dengan meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah - pertumbuhan yang cocok bagi bakteri tanah

(25)

Sistem Drainase

Drainase dapat dilakukan dengan dua cara yaitu drainase permukaan dan drainase bawah permukaan. Drainase permukaan (surface drainage) mengalirkan kelebihan air yang tergenang diatas permukaan tanah (Schwab et al. 1981). Sistem drainase permukaan terdiri dari :

Sistem Acak. Sistem acak atau random cocok diterapkan pada lahan yang bertopografi tidak beraturan tetapi cukup datar atau mempunyai lekukan-lekukan tanah yang berisi genangan air yang tersebar di beberapa tempat. Saluran drainase ditempatkan memotong lekukan-lekukan tadi sepanjang yang memungkinkan untuk diteruskan ke bagian lahan yang lebih rendah untuk mencapai pengeluaran yang tersedia. Penggunaan sistem random ini kurang sesuai untuk lahan pertanian yang menggunakan alat-alat mekanis.

Sistem Kasuran. Sistem kasuran merupakan sistem yang terdapat pada lahan yang diolah dengan plow secara menyempit. Batas alur (dead-furrower) memanjang mengikuti kemiringan lahan. Sistem ini hanya cocok untuk kemiringan yang kurang dari 1.5% dengan kondisi permeabilitas tanah yang lambat. Dalam perancangan tata letak saluran sistem ini yang perlu diperhatikan adalah lebar alur yang merupakan jarak antar saluran. Penentuan lebar alur dan kedalaman saluran tergantung dari kemiringan lahan, karakteristik drainase tanah dan teknik penanaman yang dilakukan.

Sistem Pararel. Pada prinsipnya sistem pararel ini sejenis dengan sistem alur hanya saja jarak antar saluran dan kapasitas saluran pada sistem pararel lebih besar dan dengan jarak antar saluran yang tidak seragam. Sistem ni diterapkan pada tanah yang relatif datar (kurang dari 2%). Keberhasilan sistem ini tergantung pada kemiringan lahan dan saluran drainase pada masing-masing lahan pararel.

(26)

Sistem Memotong Kemiringan. Untuk lahan yang kemiringannya besar dapat ditempatkan satu atau lebih saluran yang memotong kemiringan. Kemiringan dasar saluran yang paling baik disarankan tidak lebih dari 2%. Saluran dibuat menyimpang sedikit dari garis kontur dengan perbedaan kemiringan antara 0.1- 1.0 %. Pada sistem ini semua pengoperasian alat-alat mekanis paralel dengan saluran.

Schwab et al. (1981) menyatakan bahwa pemilihan sistem didasarkan pada keadaan topografi lahan dan jenis pengolahannya tanaman. Sistem yang digunakan tersebut harus:

- layak untuk suatu sistem pertanian,

- mempunyai kapasitas pengaliran yang cukup,

- arah aliran kelebihan air mulai dari lahan menuju saluran tanpa bahaya erosi dan pengendapan, dan

- tidak menggangu oprasi peralatan.

Penggunaan drainase permukaan tanah sebagai sistem drainase memberikan keuntungan sebagai berikut :

Di samping memberikan keuntungan, drainase permukaan juga memberikan beberapa kerugian yaitu :

- luas pertanian akan berkurang,

- operasi traktor dan alat-alat pertanaian akan terganggu, dan - diperlukan pemeliharaan yang teratur.

Schwab et al. (1981) menyatakan untuk merancang bentuk saluran dikenal ada beberapa jenis yang umum yaitu bentuk trapezoidal, segitiga dan parabola (Gambar 3). Di samping itu, ada bentuk persegi panjang, lingkaran, ellips dan eksponensial (French 1985).

(27)

Sifat Fisik dan Mekanik Tanah Kadar Air

Das (1993) menyatakan bahwa kadar air tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat cair dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. Baver et al. (1972) menyatakan bahwa kadar air mempunyai pengaruh terhadap pengolahan tanah (Gambar 4). Kadar air juga berkaitan dengan kelas drainase tanah, yaitu mudah tidaknya air hilang dari dalam tanah. Air terdapat di dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau keadaan drainase yang kurang baik (Hardjowigeno 1987).

Gambar 4 Hubungan faktor-faktor dinamik pada pengolahan tanah dengan kelembaban tanah (Baver et al. 1972).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara butir primer pasir, debu dan liat (Hardiyatno 1992). Hardjowigeno (1987) menyatakan tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir-butir yang ada di dalam tanah (Das 1993). Penentuan jenis tekstur tanah dapat dilakukan berdasarkan perbandingan masing-masing partikel tanah. Selanjutnya, proporsi masing-masing partikel ditentukan berdasarkan kriteria yang terdapat di dalam segitiga tekstur menurut USDA.

Kerapatan Isi Tanah

(28)

pengukuran kerapatan isi tanah tergantung dari massa suatu tanah yang sudah diketahui volumenya terlebih dahulu (Davies et al. 1993). Kerapatan isi tanah menunjukkan kepadatan tanah. Semakin padat sutau tanah maka semakin tinggi kerapatan isinya, yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno 1987).

Tahanan Penetrasi Tanah

Mandang dan Nishimura (1991) menyatakan kekuatan tanah adalah kemampuan dari suatu tanah untuk melawan gaya yang bekerja. Nilai tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer dengan parameter cone index (indeks kerucut), yaitu suatu indeks untuk menyatakan kemampuan tanah melawan atau menahan gaya penetrasi dari suatu kerucut. Faktor yang mempengaruhi nilai cone index adalah kerapatan isi, kadar air, jenis tanah dan biasanya digunakan sebagai pembanding antara tempat-tempat yang berbeda pada areal lahan yang sama pada hari yang sama (Devies et al. 1993). Tahanan penetrasi dapat dijadikan ukuran untuk menggambarkan besarnya kemampuan tanah yang diperlukan oleh peralatan pertanian untuk bekerja atau akar tanaman untuk menembus tanah.

Traktor Roda-4

Traktor roda-4 merupakan penarik, penggerak dan penyaluran daya bagi alat pengolahan tanah atau implemen. ASAE (1998), membagi kapasitas lapang pengolahan tanah dikelompokkan menurut 4 kelompok traktor, yaitu traktor kecil (mini) dengan daya 15 kW sampai 35 kW, traktor sedang 30 kW sampai 75 kW, traktor besar 60 kW sampai 168 kW dan traktor sangat besar 168 sampai 300 kW. Load transfer implement diberikan melalui tiga titik gandeng yang kontruksinya seperti ditunjukkan pada Gambar 5 (Alcock 1986).

(29)

Dimensi tiga titik gandeng memiliki ukuran yang standar berdasarkan daya traktor seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Dimensi tiga titik gandeng (ASAE 1998)

Rozaq (1989) menyatakan bahwa torsi pada roda traktor akan mengakibatkan pemadatan tanah sampai tingkat kepadatan tertentu. Menurut Liljedahl (1989) tekanan yang diberikan oleh roda traktor terhadap tanah adalah bobot traktor di bagi luasan kontak (0.78 × lebar roda × panjang kontak roda dengan tanah). Estimasi luasan kontak antara mesin dan permukaan tanah relatif konstan untuk kebanyakan sinkage, dengan panjang kontak seperti ditunjukkan pada Gambar 6 (McKyes 1985)

Gambar 6 Estimasi panjang kontak roda pada permukaan (McKyes 1985). Alcock (1986) menyatakan bahwa besarnya tenaga traktor yang dibutuhkan tergantung pada tahanan spesifik tanah, lebar dan kedalaman pengolahan serta kecepatan operasi pengolahan.

Ditcher

(30)

ditcher, furrower atau ridger. Disamping itu juga terdapat chain ditcher dan ladder ditcher untuk penggunaan khusus.

Rotary Ditcher

Rotary ditcher merupakan implemen pengeruk tanah yang menggunakan sudu yang diputar oleh tenaga PTO traktor dan ditarik oleh traktor roda empat. Dimensi sudu dan penahan belakang didesain sesuai dengan ukuran saluran yang diinginkan (Gambar 7). Ditcher ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu : - mampu dioperasikan pada lahan yang lebih beragam,

- saluran yang dihasilkan lebih tepat dan rapi,

- tidak terjadi penumpukan tanah di kedua sisi saluran, - draft traktor lebih kecil, dan

- saluran yang dibentuk dapat ditengah maupun disebelah kiri atau kanan traktor. Disamping itu, ditcher ini juga mempunyai beberapa kekurangan, yaitu : - pemanfaatan PTO memberatkan kerja traktor,

[image:30.595.234.383.446.557.2]

- perawatan harus lebih intensif karena merupakan bagian yang bergerak, dan - harga relatif lebih mahal.

Gambar 7 Rotary ditcher (PG. Jatitujuh 2005).

(31)

Furrower

[image:31.595.231.387.246.372.2]

Furrower merupakan implemen pembuat alur yang ditarik oleh traktor roda empat tanpa menggunakan PTO (Gambar 8). Furrower menghasilkan saluran bentuk V dengan buangan tanahnya menumpuk di kedua sisi saluran. Saluran ini juga dapat dibentuk dengan menggunakan ridger sebagai hasil dari pembuatan bubungan. Ridger dapat dibuat dengan mengubah mata dari kultivator (Yasumasa 1988).

Gambar 8 Kair mata satu (PG. Jatitujuh 2005).

Boers (2003) menyatakan fungsi furrower antara lain membuat alur, menutup benih dan membuat alur untuk irigasi. Furrower terutama digunakan di daerah tropis dan subtropis karena banyak tanaman yang tumbuh di daerah tersebut, seperti kapas, jagung, kentang, tebu dan sayuran, dibudidayakan dalam suatu alur baris tanaman (Saputro 2004). Kelebihan furrower antara lain : dapat digunakan untuk satu atau lebih alur baris, dapat menggunakan hewan maupun traktor sebagai tenaga penarik, dapat dikombinasikan dengan implemen yang lain, dan dapat digunakan sebagai alat penyiang.

(32)

terbentuk bedengan atau guludan dengan profil yang seragam diseluruh lahan. Alat pembuat guludan biasa disebut dengan furrowerr atau ridger (Wikes dan Habgood, 1968 diacu dalam Smith dan Wilkes 1977).

Menurut Pambudi (2004), bagian-bagian utama furrower, yaitu : mata bajak yang berfungsi sebagai ujung bajak yang memulai menembus tanah, pisau bajak yang berfungsi untuk membelah tanah, singkal majemuk yang berfungsi untuk mengangkat dan membalik tanah ke kanan dan ke kiri, rangka batang penarik yang berfungsi sebagai tempat menempelnya bajak dan berhubungan dengan rangka utama. Penampang furrower atau ridger seperti ditunjukkan pada Gambar 9.

tampak samping tampak atas

Gambar 9 Penampang Furrower (Nakazawa 1982).

Gill dan Berg (1968) menyatakan bahwa mekanisme pengolahan tanah merupakan sebab dan akibat dari aksi dan reaksi antara alat dan tanah yang diolah. Pada dasarnya mekanisme pengolahan tanah adalah memotong, mengangkat, menggeser, membalik dan menghancurkan tanah. Sedangkan akibat yang timbul sebagai reaksi dari tanah berupa gerakan meluncur, menggeser, memberi beban, terbalik, pecah dan hancur serta dalam kondisi tertentu terjadi kelengketan antara tanah dan bajaknya.

Daywin et al. (1985) menyatakan bahwa terdapat empat perilaku yang menggambarkan proses pengolahan tanah yaitu gesekan antara tanah dan metal, keruntuhan geser tanah, gaya percepatan gerak tanah dan tahanan pemotongan tanah. Hasil akhir dari pengolahan tanah berupa kondisi tanah dan tenaga untuk menggerakkan alatnya.

tangkai

tumit

singkal

(33)

Menurut Gil dan Berg (1968), faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap tenaga dalam pengolahan tanah adalah tegangan normal pada permukaan bajak, luas permukaan bajak, sudut kemiringan bajak dengan permukaan horizontal, serta sudut geser tanah dipermukan bajak. Secara keseluruhan tenaga yang diperlukan dalam pengolahan tanah meliputi tenaga untuk pemotongan tanah, tenaga untuk mengatasi gaya kohesi dan gaya geser termasuk dalamnya pemampatan, penggeseran, pembalikan dan penghancuran tanah, dan tenaga untuk mengatasi gaya gesek antara tanah dan bajak, tanah dan land side (Baver et al. 1972).

Parameter geometri dari furrower dapat didekati berdasarkan parameter geometri singkal (Gambar 10). Soehne (1959) dalam McKyes (1985) memberikan sudut pertemuan mata bajak ( 1) = 150-170 pada titik pertemuan dan 80-100 pada ujung mata bajak, sudut potong mata bajak (Ø1) = 350-380.

Gambar 10 Parameter-parameter geometri disain bajak singkal (McKyes 1985). McKyes (1985) menyatakan bahwa total gaya yang diperlukan untuk menggusur tanah dipengaruhi oleh berat tanah, kedalaman dan lebar pengolahan, kohesi tanah dan tekanan luar yang bekerja secara vertikal. Analisis gaya penggusuran tanah seperti ditunjukkan pada Gambar 11.

(34)

Wijanto (1988) menyatakan bahwa besarnya tenaga untuk membuka alur ditentukan oleh draft tanah, luas penampang alur dan kecepatan. Kapasitas implement dihitung secara teoritis dan aktual (Daywin et al. 1985). Kapasitas lapang teoritis merupakan kemampuan kerja jika alat berjalan maju sepenuh waktunya (100%) dan alat bekerja dalam lebar maksimum (100%). Sedangkan kapasitas efektif merupakan rata-rata dari kemampuan kerja alat di lapang untuk menyelesaikan suatu bidang tanah.

[image:34.595.174.462.329.535.2]

Gangde et al. (1996) telah mengembangkan ridger dengan spasi antara 60 hingga 100 cm, kedalaman 20 hingga 26 cm, kapasitas lapang 0.12 hingga 0.14 ha/jam menurunkan gaya tarik sebesar 17% dibanding ridger tradisional (Gambar 12).

Gambar 12 Bentuk ridger hasil pengembangan dan tradisional (Gangde 1996).

Mekanisme Penggerak Pengeruk

Martin (1982) menyatakan mekanisme merupakan suatu rantai kinematis yang dibatasi (constrained kinematic chain). Rantai kinematis yang dibatasi adalah sebuah sistem dari batang-batang hubung yang digabungkan bersama atau dalam keadaan saling bersinggungan (kontak) memungkinkan bergerak relatif satu terhadap lainnya, dimana jika salah satu dari batang penghubungnya tetap dan gerakan dari sembarang batang penghubung yang lain ke posisinya yang

pandangan atas dan samping ridger yang dikembangkan

pandangan atas ridger

(35)

baru akan menyebabkan setiap batang penghubung yang lain bergerak ke posisi tetentu yang telah diramalkan.

Rantai kinematik setidaknya memiliki satu batang penghubung (linkage) yang bersifat sebagai ground atau terikat pada rangka. Batang penghubung diasumsikan sebagai benda kaku yang setidaknya memiliki dua titik hubung atau nodes (Waldron 1999). Ada beberapa mekanisme yang umum digunakan tergantung pada kebutuhan Salah satunya adalah mekanisme empat batang hubung seperti dalam Gambar 13.

Gambar 13 Mekanisme 4 batang penghubung sejajar (4bar parallel lingkage).

node linkage

ground 2

3 1

4

O2

(36)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2005 sampai dengan bulan Juli 2006. Identifikasi masalah dilaksanakan di kebun tebu dan divisi teknik Pabrik Gula Jatitujuh, Majalengka. Desain, pembuatan model dan prototipe dilaksanakan di bengkel Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian Departemen Keteknikan Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji fungsional dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Keteknikan Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji kinerja lapangan dilaksanakan di kebun tebu PG Jatitujuh Majalengka.

Alat dan Bahan Alat Penelitian

a. Peralatan pengukuran kondisi tanah yang terdiri dari: perlengkapan pengambilan contoh tanah (ring sample), penetrometer tipe SR-2, oven dan timbangan.

b. Peralatan simulasi dan perancangan yang terdiri dari : komputer dan software Computer Aided Design

c. Peralatan pembuatan prototipe ditcher, antara lain: las listrik, las LPG, gerinda tangan, gerinda duduk, bor tangan, bor duduk, mesin bubut, penggaris, meteran, busur, gunting, tang, obeng, kunci pas dan kunci ring. d. Instrumen pengukuran uji fungsional dan uji kinerja lapangan yang terdiri

dari penggaris stainless steel 100 cm dan 60 cm, busur derajat, waterpass, alat angkat (crane), pita ukur, relief meter, pengukur sudut, patok, load cell (Kyowa, LT-5TSA71C) dan handy-strain meter ( UCAM-1A), dan traktor roda 4 dengan daya 70 hp.

e. Dua unit traktor roda-4, masing-masing bertenaga 70 hp

Bahan Penelitian

a. Bahan pembuatan model terdiri dari : karton, lem, kayu batangan, seng dan paku.

(37)

c. besi pipa diameterluar 324 mm, 33 mm dan 30 mm, besi kanal UNP ukuran 38 mm x 76 mm tebal 5 mm dan 50 x 100 mm tebal 5 mm, besi siku ukuran 10 cm ×10 cm tebal 8 mm, 7 cm x 7 cm tebal 6 mm, dan 3 cm x 3 cm tebal 2 mm, baut, ring, mur, pillow block, flange bearing, pegas diameter 2 cm, cat dan perlengkapan lainnya.

Tahapan Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode rancangan berdasarkan pendekatan fungsional dan struktural. Penelitian dilakukan dengan tahapan seperti ditunjukkan pada Gambar 14.

Analisis desain dan pembuatan gambar teknik Mulai

Perumusan dan penyempurnaan konsep desain

Pembuatan prototipe alat

Uji fungsional

Uji kinerja Berhasil

Selesai Modifikasi

Data dan informasi penunjang

Pembuatan model

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Uji fungsional

[image:37.595.125.478.289.743.2]

Berhasil Identifikasi masalah

(38)

Identifikasi masalah di lakukan di PG. Jatitujuh. Beberapa informasi dan data pendukung diperoleh dengan melakukan survei lapangan ke PG. Jatitujuh, yaitu : teknik budidaya tebu khususnya pembuatan saluran drainase, kondisi tanah khususnya sifat fisik dan mekanik tanah, bentuk dan ukuran guludan, ukuran penampang saluran drainase, ketersediaan tenaga penggerak dan masalah teknis yang dihadapi dalam pembuatan saluran drainase.

Ukuran guludan lahan plant cane hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 15 (Lampiran 1.a).

Gambar 15 Ukuran guludan lahan plant cane.

Ukuran guludan lahan ratoon cane hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 16 (Lampiran 1.b).

Gambar 16 Ukuran guludan lahan ratoon cane.

Penampang saluran drainase hasil pengerjaan rotary ditcher ditunjukkan pada Gambar 17 (Lampiran 1.c).

[image:38.595.238.405.594.711.2]

Gambar 17 Penampang saluran drainase hasil rotari ditcher.

135 cm 95 cm

30 cm

35 cm

40 cm 90 cm

560

16 cm

135 cm

(39)

Dimensi penampang ini adalah hasil dari pembentuk saluran drainase pada rotary ditcher seperti terlihat pada Gambar 18.

0 20 40 60 80 100

0 20 40 60 80 100 120 Lebar (cm) T inggi (c m) (a) (b)

Gambar 18 Pembentuk saluran pada rotary ditcher (a) dan sketsa ukuran (b). Sinkage yang terjadi pada puncak guludan ditunjukkan pada Lampiran 1.d. Tahan penetrasi secara horizontal pada lereng guludan ditunjukkan pada Lampiran 1.e. Tahanan penetrasi pada puncak dan cekungan guludan ditunjukkan pada Gambar 19 (Lampiran 1.f).

0 10 20 30 40 50 60 70

0 500 1000 1500 2000

Tahanan penetrasi (kPa)

K e d a la ma n ( c

m) puncakguludan

cekungan guludan

Gambar 19 Tahanan penetrasi tanah pada guludan.

Kadar air tanah rata-rata pada saat pembuatan saluran drainase 18.74% di puncak guludan, 19.77% di lereng guludan dan 21.59% di cekungan guludan dengan bulk density rata-rata 1.14 gram/cm3 (Lampiran 1.g).

(40)

Beberapa sketsa alternatif desain fungsional ditcher adalah sebagai berikut: a. Konstruksi tegak.

Konsep ini mempunyai sudut rake angle (α) yang besar, sehingga memberikan tahanan drat tanah yang tinggi (Gambar 19.a). Konsep ini lebih hemat dalam penggunaan material dan lebih mudah dalam pembuatan.

b. Konstruksi landai.

Konsep ini mempunyai rake angle (α) yang lebih kecil, sehingga akan memberikan tahanan tarik yang rendah (Gambar 20.b). Kelandaian (rake angle ) dimaksudkan agar tanah buangan ditcher sedekat mungkin dengan posisi pengeruk. Konsep ini memerlukan material lebih besar dan lebih sulit dalam pembuatan.

(a) Tegak (b) Landai Gambar 20 Konsep konstruksi ditcher.

Beberapa sketsa alternatif desain fungsional dan struktural konstruksi penggerak pengeruk adalah sebagai berikut:

a. Konstruksi empat batang penghubung murni.

Konstruksi ini terdiri dari 2 bagian mekanisme empat batang penghubung, di mana posisi roda bantu dan pengeruk sejajar (Gambar 21). Gerakan naik turun roda menghasilkan gerakan mekanisme batang penghubung A. Pergerakan ini menyebabkan mekanisme batang penghubung B ikut bergerak karena dihubungkan oleh batang C. Perbedaan posisi pin batang C pada batang penghubung A dan B antara pin atas dan pin bawah, menyebabkan batang penghubung atas naik lebih tinggi sehingga pengeruk akan bergerak lebih tinggi.

(41)

Gambar 21 Konstruksi empat batang penghubung murni.

Kelemahan mekanisme ini, profil yang dihasilkan tidak sesuai dengan bentuk guludan awal (Gambar 22).

Gambar 22 Profil guludan akhir yang dibentuk oleh mekanisme empat batang penghubung murni.

b. Konstruksi empat batang penghubung sederhana.

Konstruksi ini menempatkan posisi roda bantu dan pengeruk pada guludan yang berbeda (Gambar 23). Prinsip kerja dan profil guludan akhir yang dihasilkan sama seperti mekanisme empat batang penghubung murni. Perbedaannya yaitu profil hasil pengerukan mekanisme ini tergantung pada profil guludan di depannya.

Gambar 23 Konstruksi empat batang penghubung sederhana.

Kelebihan dari konstruksi ini adalah sederhana. Namun profil yang dibentuk oleh pergerakan pengeruk masih belum mendekati guludan awal. Selain itu untuk melipatgandakan pergerakan pengeruk, maka batang penghubung harus memiliki jarak antar pin yang pendek. Hal ini membuat momen pada roda lebih besar.

mekanisme empat batang penghubung B

mekanisme empat batang penghubung A

batang hubung C

profil guludan baru

(42)

c. Konstruksi empat batang penghubung terbalik

Konstruksi ini membuat gerakan antara roda dan pengeruk secara terbalik (Gambar 24.a). Pada saat roda berada pada cekungan guludan, maka pengeruk akan berada pada puncak guludan awal sehingga profil akhir yang dihasilkan akan memberikan luasan yang terbalik (Gambar 24.b).

(a) Konstruksi (b) Profil guludan yang dihasilkan Gambar 24 Konstruksi dan profil guludan hasil mekanisme

empat batang penghubung terbalik.

Kelebihan dari mekanisme ini adalah bentuknya yang relatif kecil dan tidak terlalu panjang. Profil yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan karena menghasilkan profil akhir yang terbalik dari profil guludan awal. Selain itu, ruang yang tersedia untuk mekanisme hanya sepanjang 65 cm. Profil pergerakan roda dikhawatirkan terganggu oleh tumpahan tanah dibelakangnya. Kelemahan yang lain yaitu perlunya gaya bantu agar roda dapat turun.

d. Konstruksi lengan ayun

Konstruksi ini menggunakan mekanisme empat batang penghubung untuk menjaga roda dan pengeruk agar selalu berada pada posisi horizontal. Pengeruk bekerja berdasarkan gerakan roda yang di transmisikan melalui poros (Gambar 25.a).

(a) Konstruksi (b) Profil guludan yang dihasilkan Gambar 25 Konstruksi dan profil guludan hasil mekanisme lengan ayun.

profil guludan baru

profil guludan awal

profil guludan

baru profil

(43)

Kelebihan dari mekanime ini adalah profil gerakan pengeruk mendekati bentuk guludan awal (Gambar 25.b). Kelemahan mekanisme ini yaitu roda dan pengeruk akan bergeser ke samping ketika bergerak naik. Selain itu apabila sistem ini tidak bekerja dengan baik, maka roda penggeraknya akan menggusur tanah pada puncak guludan.

Beberapa sketsa alternatif desain fungsional rangka adalah sebagai berikut: a. Konstruksi segiempat.

Rangka konstruksi ini berbentuk persegi (Gambar 26.a). Konstruksi ini sesuai untuk penggunaan mekanisme lengan ayun dengan poros tidak menyudut. Kelebihan kontruksi ini pengerjaanya lebih sederhana. Kekurangannya, posisi pengeruk harus dibelakang rangka dan menggunakan bahan yang lebih banyak. b. Konstruksi segitiga.

Rangka konstruksi ini berbentuk segitiga (Gambar 26.b). Konstruksi ini sesuai untuk penggunaan mekanisme lengan ayun dengan poros menyudut. Kelebihan konstruksi ini yaitu posisi lengan pengeruk dapat diletakkan menyamping dan menghemat penggunaan bahan konstruksi. Kekurangannya, untuk pengerjaan konstruksi ini lebih sulit.

(a) Bentuk segi empat (b) Bentuk segi tiga Gambar 26 Alternatif desain rangka.

Berdasarkan pertimbangan fungsional, struktural, penggunaan bahan dan estetika, maka dipilih ditcher dengan konstruksi landai, konstruksi penggerak pengeruk menggunakan mekanisme lengan ayun dan rangka berbentuk segitiga.

(44)

Pembuatan model dengan skala tertentu dilakukan untuk melihat apakah mekanisme tersebut sudah berfungsi dengan baik atau tidak. Hal ini bertujuan agar dapat dilakukan koreksi jika terjadi kesalahan sebelum pembuatan prototipe sehingga meminimumkan waktu dan biaya pembuatan.

Pembuatan prototipe dilakukan menggunakan mesin-mesin produksi. Prototipe merupakam hasil dari penelitian ini. Prototipe di buat apabila model yang dibuat sudah sesuai dengan rancangan fungsional.

Uji fungsional dilakukan untuk mengetahui dan memastikan tiap-tiap bagian prototipe dapat berfungsi dengan baik. Pengujian dilakukan untuk memperoleh kesesuaian pergerakan roda penggerak dengan pergerakan pengeruk tanah dan gaya pengeruk yang terjadi akibat naik turunya roda.

Modifikasi prototipe dilakukan untuk penyempurnaan desain berdasarkan permasalahan yang timbul dari hasil pengujian. Dengan modifikasi diharapkan alat dapat bekerja secara efektif di lapangan.

Uji kinerja yang dilakukan yaitu uji kesesuaian pergerakan mekanisme pengeruk terhadap profil guludan, kondisi dan karakteristik saluran drainase yang dihasilkan, serta hasil pengerukan tanah pada cekungan guludan.

Prosedur Pengujian Persiapan Alat Ukur

(45)

Gambar 27 Alat ukur profil guludan dan kemiringan dinding saluran drainase.

Alat ukur lainnya yaitu pengukur sudut (aluminium bentuk panjang 110 cm, lebar 15 mm, dengan ditempeli penggaris busur) (Gambar 27.b), penggaris stainless (60 cm dan 100 cm), patok, stopwatch dan alat ukur lainnya. Dalam persiapan instrumen sebelum pengujian lapangan juga dilakukan kalibrasi load cell dan kalibrasi strain amplifier (Gambar 28.a). Load cell dihubungkan dengan handy strain meter, kemudian digantungkan ke sebuah crane, lalu load cell tersebut diberi beban (Gambar 28.b). Load cell yang digunakan adalah tipe Kyowa, LT-5TSA71C. Handy strain meter yang digunakan adalah tipe Kyowa, UCAM-1A.

Pembebanan pada load cell dilakukan secara bertahap. Pada masing-masing pembebanan yang diberikan, hasil yang terbaca pada handy strain meter dicatat. Pembebanan dilakukan dua kali dengan cara pembebanan terbalik. Hasilnya diolah sehingga diperoleh persamaan hubungan beban (N) dan regangan pada load cell (μ ) seperti ditunjukkan pada Lampiran 2.

(a) Handy strain meter dan load cell (b) Kalibrasi load cell Gambar 28 Instrumen dan kalibrasi load cell.

(46)

Uji Fungsional

Uji mekanisme dilakukan untuk mengetahui kesesuaian mekanisme rancangan dengan prototipe hasil rancangan. Parameter-parameter yang diukur adalah hubungan ketinggian roda terhadap ketinggian pengeruk, pergeseran roda, pergeseran pengeruk, gaya angkat roda dan kesesuaian roda kanan dan kiri. Alat yang digunakan penggaris, alat angkat (crane), load cell dan handy-strain meter.

Persiapan Lahan Uji

Sebelum pengujian kinerja ditcher berpengeruk, terlebih dahulu dilakukan persiapan lahan uji. Persiapan lahan uji yang dimaksud adalah pengkondisian lahan uji agar sesuai dengan kondisi kerja alat. Persiapan lahan uji ini dilakukan di lahan uji Leuwikopo dan lahan uji PG. Jatitujuh. Pada awal persiapan ini lahan yang akan diuji dibajak dengan menggunakan alat bajak piring. Pembajakan dilakukan sebanyak 2 kali, dimana arah pembajakan 2 melintang arah pembajakan 1. Tenggang waktu antara pembajakan 1 dan pembajakan 2 adalah sekitar 3 – 7 hari, tergantung kondisi cuaca, hal ini dimaksudkan agar kondisi tanah hasil pembalikkan oleh pembajakan 1 mengalami pengeringan, sehingga mempermudah proses pembajakan 2. Setelah pembajakan 2 dilakukan, tanah hasil pembajakan 2 ini dibiarkan mengering sekitar 3 – 7 hari untuk selanjutnya dilakukan penggaruan dengan alat garu piring. Kegiatan selanjutnya adalah pengkairan (pembuatan guludan) dengan menggunakan furrower. Bentuk guludan disesuaikan dengan ukuran yang direncanakan menggunakan mal yang telah dibuat.

Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan pengamatan kondisi tanah pada tempat pengujian. Kondisi tanah yang diamati adalah kadar air, tahanan penetrasi, kohesi dan adhesi tanah. Pengambilan titik pengukuran dilakukan secara acak.

Pengukuran Kondisi Tanah

(47)
[image:47.595.245.375.164.275.2]

pada masing-masing kedalaman. Cara pengukuran dan perhitungan kadar air dan kerapatan isi tanah ditunjukkan pada Lampiran 3. Peralatan pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah seperti ditunjukkan pada Gambar 29.

Gambar 29 Peralatan pengukuran kadar air.

Tahanan Penetrasi Tanah. Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer tipe SR-2 (Gambar 30). Luas penampang kerucut yang digunakan adalah 2 cm2 dengan sudut kerucut 300. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan hingga kedalaman yang dianggap mewakili kedalaman pengolahan oleh ditcher sebanyak 10 kali ulangan tiap kedalamannya. Tahanan penetrasi dihitung dengan rumus:

Ak Fp

Tp= 98 ... (1) di mana:

Tp = tahanan penetrasi (kPa),

Fp = gaya penetrasi terukur pada penetrometer ditambah dengan berat Penetrometer(kgf)

Ak = penampang kerucut (2 cm2).

[image:47.595.206.406.592.728.2]
(48)

Kohesi dan Sudut Gesek Dalam. Pengukuran tahanan geser tanah dilakukan dengan menggunakan gelang geser dan lengan torsi untuk menghitung nilai kohesi tanah pada puncak dan cekungan guludan (Gambar 31). Cara pengukuran dan perhitungan nilai kohesi tanah seperti ditunjukkan pada Lampiran 4

Gambar 31 Pengukuran tahanan geser tanah.

Adhesi dan sudut Gesek Tanah Baja. Pengukuran tahanan gesek tanah-baja dilakukan dengan menggunakan gelang gesek dan lengan torsi untuk

menghitung nilai adhesi tanah pada puncak dan dasar guludan (Gambar 32). Cara pengukuran dan perhitungan nilai adhesi tanah seperti ditunjukkan pada

Lampiran 5.

Gambar 32 Pengukuran tahanan gesek tanah.

Pengukuran Kinerja Ditcher Berpengeruk

(49)

Arah maju traktor

Lintasan roda traktor

Patok 25 m Patok

Trakto

ujung penggaris menyentuh dasar alur yang keras. Selain pengukuran kedalaman juga dilakukan pengukuran sudut kemiringan, lebar dasar dan lebar atas saluran.

[image:49.595.105.500.413.723.2]

Pengukuran Perubahan Kondisi Guludan. Pengukuran dilakukan pada kondisi guludan awal, profil guludan hasil pengerukan secara sejajar dan melintang dan profil pada lintasan roda bantu menggunakan relief meter (Gambar 33).

Pengukuran Kecepatan Maju Pengolahan. Kecepatan maju pengolahan diukur dengan cara mengukur waktu tempuh traktor pada jarak tempuh 25 m dengan menggunakan stop watch (Gambar 34). Kecepatan maju dihitung dengan rumus:

t s

V = ... (2) di mana :

V = kecepatan maju pengolahan (m/detik), s = jarak tempuh (25 m) dan

t = waktu tempuh pada jarak s (detik).

Gambar 34 Pengukuran kecepatan maju traktor pada waktu pengolahan. sejajar pada lintasan roda

sejajar pada puncak guludan

melintang pada dasar guludan

melintang pada puncak guludan

(50)

Pengukuran Tahanan Tarik. Ditcher berpengeruk digandengkan pada traktor roda empat (disebut traktor 2) seperti yang terlihat pada Gambar 35. Selanjutnya traktor 2 digandengkan pada traktor roda empat lainnya (disebut traktor 1) yang menarik traktor 2. Titik tarik bagian depan traktor 2 dibuat sama tinggi dengan titik gandeng (drawbar) traktor 1 sehingga arah tarikan menjadi horizontal. Gaya tarik traktor diukur dengan sebuah load cell yang dipasangkan pada kawat penarik yang menghubungkan antara traktor 1 dan traktor 2. Pengujian dilakukan dengan implemen bekerja dan implemen tidak bekerja.

Tahanan tarik pembajakan merupakan selisih dari gaya tarik ketika ditcher berpengeruk dioperasikan dengan gaya tarik ditcher berpengeruk tidak dioperasikan. Tahanan tarik dihitung dengan rumus:

Ptr P

s= 1−

P ... (3) dimana:

Ps = tahanan tarik ditcher lengan ayun (N),

P1 = tahanan tarik yang terukur saat percobaan (N) dan

Ptr = tahanan gelinding traktor ketika bajak tidak dioperasikan (N).

Pengukuran Kapasitas Lapang, dan Slip Roda Traksi. Kapasitas lapang teoritis didapatkan dengan pengukuran waktu mulai dan selesai bekerja ditcher berpengeruk pada luas lahan yang diolah. Slip roda traksi diukur dengan cara mengukur jarak yang ditempuh dalam lima putaran roda traksi di lapangan saat pengoperasian ditcher berpengeruk kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda traksi di lahan keras (aspal). Pengukuran slip roda traksi dilakukan pada tiap lintasan. Slip roda kiri dan kanan pengukurannya

Gambar 35 Pengukuran tahanan tarik ditcher.

Traktor 1 Traktor 2

Guludan

Ditcher Load cell

(51)

dilakukan secara terpisah. Pengukuran dilakukan dengan mengukur 1 tingkat kecepatan dengan 10 kali ulangan kecepatan maju pengolahan. Diukur juga lebar pengolahan, waktu belok, luas lahan diolah, sehingga akan didapatkan kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lahan efektif.

Pengukuran slip roda dilakukan dengan mengukur jarak tempuh 5 kali putaran roda dengan beban dan mengukur jarak tempuh 5 kali putaran roda tanpa beban, kemudian slip roda traktor dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Slip = ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ −

o i S S

1 x 100... (4)

di mana : So = jarak tempuh teoritis 5 kali putaran roda,

Si = jarak tempuh 5 kali putaran roda sebenarnya.

Pengukuran waktu kerja dilakukan pada saat traktor roda 4 mulai mengolah lahan sampai selesai untuk jarak 30 m. Pengukuran kecepatan maju dilakukan dengan mengukur waktu tempuh traktor roda 4 sepanjang 25 m. Kapasitas lapang teoritis (ha/jam) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

( )

( )

(

m s

)

maju kecepa

m olah panjang

m lahan Luas KLT

/ tan

(52)

RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK

Kriteria Rancangan

Pengoperasian ditcher berpengeruk ditarik oleh traktor roda-4 tanpa menggunakan power take off (PTO). Di samping melakukan pengkairan, ditcher berpengeruk harus mampu memindahkan tanah buangan ditcher yang menutupi alur barisan tanam (cekungan guludan) di kedua sisi saluran drainase yang dibuat (Gambar 36).

(a) Sebelum dibuat saluran drainase (b) Sesudah dibuat saluran drainase Gambar 36 Sketsa saluran drainase yang akan dibuat.

Ditcher

Ditcher dirancang agar mampu membuat saluran drainase (got malang) yang sesuai dengan dimensi yang diinginkan. Prinsip kerja ditcher adalah memotong, meneruskan dan menumpahkan tanah ke samping. Pemotongan tanah terjadi pada dasar dan kedua sisi samping ditcher. Potongan tanah diharapkan dengan mudah menuju pengeruk pada sisi kanan dan kiri ditcher. Rancangan konstruksi dan geometri serta penggunaan bahan ditcher harus memperkecil dan mampu menahan gaya pemotongan dan gusuran tanah.

Konstruksi Penggerak Pengeruk

Konstruksi penggerak pengeruk dirancang agar pengeruk dapat bekerja dengan baik. Sumber penggerak pengeruk adalah profil guludan dengan menggunakan roda bantu. Pengeruk harus mampu memindahkan tanah buangan ditcher dari cekungan guludan ke punggung guludan sesuai dengan profil yang diinginkan. Pengeruk harus dapat mencegah jatuhnya kembali tanah buangan ditcher ke dalam saluran yang telah dihasilkan. Geometri dan penggunaan bahan pengeruk dipilih agar mampu memberikan penetrasi yang kecil dan dapat

Guludan

(53)

menahan gaya gusur tanah. Di samping itu, kepraktisan dan kemudahan dalam perawatan dijadikan sebagai pertimbangan dalam perancangan konstruksi penggerak pengeruk.

Rangka

Rangka dirancang dengan titik gandeng yang sesuai dengan dimensi tiga titik gandeng traktor yang digunakan. Di samping itu, pertimbangan terhadap konstruksi dan posisi penempatan ditcher dan mekanisme pengeruk ikut menentukan dimensi dan kontruksi dari rangka. Kontruksi juga harus aman terhadap beban dan gaya-gaya yang bekerja.

Rancangan Fungsional

Ditcher

Ditcher berfungsi membuat saluran drainase. Rancangan ditcher disesuaikan dengan bentuk dan ukuran saluran yang diinginkan (Gambar 37). Saluran drainase yang ingin dicapai dalam penelitian ini berbentuk trapesium dengan penampang : lebar bawah (Lb) = 35 cm, lebar atas (La) = 90 cm dan

tinggi (t) = 40 cm.

Gambar 37 Penampang saluran drainase yang diinginkan.

Kedalaman saluran terdiri dari 30 cm tanah terolah dan 10 cm tanah tidak terolah. Tanah terolah dalam hal ini adalah tanah yang telah menjadi guludan (tinggi guludan).

Bagian-bagian ditcher pembuat saluran drainase yang dirancang terdiri dari: pisau penusuk, pisau bajak, singkal, pisau samping, dan kaki.

0 10 20 30 40 50

-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Lebar (cm)

K

eda

lam

an (

c

m

(54)

Pisau Penusuk. Pisau penusuk berfungsi menembus tanah pada sisi bawah kaki ditcher. Pisau penusuk adalah bagian pertama yang melakukan penetrasi ke dalam tanah untuk menghindari terjadinya penetrasi langsung dari kaki ditcher. Pisau penusuk dibuat lebih lebar dari pada kaki ditcher. Pisau penusuk harus mampu melakukan penetrasi diatas 13.6 kg/cm2. Geometri pisau penusuk harus memberikan tahanan penetrasi yang kecil.

Pisau Bajak. Pisau bajak berfungsi memotong tanah pada dasar saluran. Pisau bajak merupakan bagian yang melakukan pemotongan tanah secara horizontal yang akan diteruskan ke bagian singkal. Pisau bajak membentuk dasar saluran yang datar. Lebar bawah (Lb) = 35 cm, diperoleh dari lebar total pisau bajak kanan dan kiri. Pisau bajak harus mampu melakukan penetrasi diatas 13.6 kg/cm2. Pisau bajak harus memberikan tahanan pentrasi yang kecil dalam melakukan pemotongan tanah. Sebagai komponen yang pertama memotong tanah, pisau akan mudah aus. Untuk itu rancangan pisau harus dapat dibuka atau digantikan.

Singkal. Singkal berfungsi membuka tanah dan menghasilkan bentuk dan ukuran saluran drainase sesuai yang diinginkan. Bentuk singkal melengkung untuk memudahkan pergerakan tanah ke belakang dan ke atas untuk selanjutnya dibuang kesamping. Sebagai bagian yang paling luas bersinggungan dengan tanah, geometri dan konstruksi singkal harus mampu melawan tahanan tanah. Untuk itu dipasang pengungat yang berfungsi untuk meperkuat dudukan singkal pada kaki ditcher. Penempatan pengungat pada gaya terbesar ke belakang yang diterima oleh singkal. Pengungat harus mempertahankan kesimetrisan singkal, jarak antar singkal dan singkal tidak melenting ke samping kanan atau kiri. Di samping untuk memudahkan pergerakan tanah, rancangan geometri singkal disesuaikan sehingga buangan tanah ditcher tidak terlalu jauh dari pengeruk.

(55)

Kaki. Kaki berfungsi sebagai tempat menempelnya pisau penusuk, pisau bajak dan singkal ditcher. Kaki ditcher menghubungkan ditcher dengan rangka atau batang tarik. Geometri dan konstruksi kaki ditcher harus memberikan tahanan tanah yang kecil dan mampu menahan gaya total tahanan tanah akibat pengkairan. Tinggi kaki harus memberi ruang bebas bagi konstruksi penggerak pengeruk pada rangka. Kaki dipasang stabilizer yang berfungsi menahan gaya tahanan tanah agar ditcher dapat lebih stabil pada saat maju. Sebagai penstabil, stabilizer dirancang tidak untuk memotong tanah.

Konstruksi Penggerak Pengeruk

Konstruksi penggerak pengeruk dirancang untuk menghasilkan gerakan pengeruk sesuai dengan yang diinginkan. Konstruksi penggerak pengeruk terdiri dari : roda, pemegang roda, lengan roda, poros mekanisme, lengan pengeruk, pengeruk, dan standar lengan. Gerakan ayunan naik turun pengeruk yang relatif tegak lurus dihasilkan oleh lengan dengan mekanisme empat batang penghubung sejajar (parallel-crank four-bar lingkage). Lengan ini berayun akibat gerakan naik turun roda yang ditransmisikan melalui sebuah poros.

Roda. Roda berfungsi sebagai sumber tenaga penggerak lengan ayun. Gerakan ini dihasilkan oleh gerakan roda yang menggelinding pada profil guludan akibat gerakan maju ditcher. Di samping menggelinding, roda mengalami gerakan ke samping akibat dari naik turunnya roda. Untuk itu perlu dihindari terjadinya tahanan yang besar dalam pergerakan roda. Roda di tempatkan tepat dibelakang posisi roda traktor dan berada di samping kanan dan kiri bagian depan rangka ditcher berpengeruk. Gerakan roda harus dapat menghindari terjadinya gusuran tanah pada puncak guludan. Untuk itu besarnya roda dirancang dengan rolling resistance sekecil mungkin, namun tetap menyinggung profil di dasar cekungan guludan.

(56)

Lengan Roda. Lengan roda merupakan batang penghubung dari parallel-crank four-bar lingkage roda. Lengan ini terdiri dari lengan atas dan lengan bawah. Lengan roda berfungsi meneruskan pergerakan dari pemegang roda ke poros transmisi dan mengatur gerakan pemegang roda tetap vertikal terhadap permukaan lintasan roda. Rancangan geometri dan konstruksi lengan harus aman terhadap gaya-gaya yang bekerja dan menjamin mekanisme empat batang hubung dapat bergerak sesuai

Gambar

Gambar 7  Rotary ditcher (PG. Jatitujuh 2005).
Gambar 8  Kair mata satu (PG. Jatitujuh 2005).
Gambar 12  Bentuk ridger hasil pengembangan dan tradisional
Gambar 14  Tahapan penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun jika ditinjau dari hasil TMA, PVAc dengan rasio pelarit metanol-air 1:4 memiliki sifat termal lebih baik daripada PVAc dengan rasio pelarut metanol-air 1:3, sehingga

Guna menjamin kepentingan bank maka salah satunya dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum pada bank untuk menyelesaikan kredit bermasalahnya dengan cepat

Dari dalam negeri, investor tidak cukup aktif juga menjadi katalis yang mempengaruhi koreksi harga Surat Utang Negara yang cukup dalam, aksi Ambil Untung yang dilakukan

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Fokus dari kajian ini adalah menelusuri praktik inovasi yang dilakukan oleh Bupati Untung Wiyono di Kabupaten Sragen selama dua masa jabatan yaitu mulai tahun 2001 –

Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS SPEKTRAdilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Penjualan Kembali

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna pada kerusakan tubulus seminiferus, jumlah spermatosit primer, dan viabilitas sperma antara kelompok

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA DI PUSKESMAS PACAR KELING SURABAYA. Oleh : Maria