• Tidak ada hasil yang ditemukan

Senyawa antibakteri dan antioksidan yang banyak beredar merupakan senyawa sintetik yang mempunyai efek samping yang merugikan dan membahayakan dalam penggunaannya. Kesadaran penggunaan produk alami memicu dan memacu pencarian sumber-sumber senyawa antibakteri dan antioksidan alami, diantaranya dengan menggunakan tanaman obat.

Langsat merupakan tanaman buah-buahan yang telah lama digunakan dalam pengobatan tradisonal, khususnya pada masyarakat di wilayah Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi. Aktivitas biologis tanaman langsat sebagai bahan antibakteri dilaporkan oleh Korompis et al. (2010), sebagai bahan antioksidan oleh Mokosuli (2008), dan sebagai bahan kosmetik oleh Tilaar et al. (2008).

Untuk menggali informasi ilmiah lebih mendalam tentang aktivitas biologis tanaman langsat, maka dilakukanlah penelitian rekayasa proses ekstraksi kulit buah langsat sebagai bahan antibakteri dan antioksidan. Ekstraksi kulit buah langsat pada penelitian tahap pertama dilakukan secara maserasi menggunakan jenis pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya, yaitu heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan etanol (polar). Ekstrak dengan pelarut etanol yang merupakan ekstrak polar memiliki rendemen lebih tinggi 18.85% dibandingkan pelarut lainnya. Tingginya ekstrak etanol sejalan dengan kandungan kualitatif senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak etanol tersebut, yaitu senyawa flavonoid, saponin, dan tanin dengan intensitas yang banyak, serta triterpenoid dalam intensitas yang sedikit (Tabel 5).

Uji toksisitas metode BSLT digunakan sebagai salah satu metode penapisan bahan alam yang berpotensi sebagai bahan fitofarmaka. Meyer et al. (1982) melaporkan bahwa suatu ekstrak tanaman dianggap sebagai bioaktif, apabila ekstrak tersebut memiliki nilai LC50 lebih kecil atau sama dengan 1000 ppm. Pendekatan yang sama juga dilakukan oleh Amara et al. (2008) untuk penapisan awal ekstrak kasar dari tanaman obat.

Berdasarkan hasil yang dilaporkan oleh Meyer et al. (1982) dan Amara et al. (2008), makaekstrak kulit buah langsat dengan berbagai pelarut (LC50 400.60– 754.13 ppm) diduga memiliki aktivitas biologis dan berpotensi digunakan

68

sebagai bahan fitofarmaka, karena memiliki nilai LC50 kurang dari 1000 ppm. Hasil uji toksisitas ekstrak kulit buah langsat berhubungan positif dengan hasil uji fitokimia, dimana ekstrak etanol memiliki nilai LC50 yang lebih kecil dibandingkan ekstrak lainnya (Tabel 6). Ekstrak etanol mengandung senyawa aktif dalam intensitas yang lebih banyak, sehingga bioaktivitasnya juga lebih baik dibandingkan ekstrak etil asetat dan heksana. Aktivitas biologis suatu tanaman obat terjadi karena ada interaksi antara komponen senyawa-senyawa aktif yang terkandung pada tanaman tersebut. Hasil uji toksisitas ini dapat dijadikan acuan bahwa ekstrak kulit buah langsat memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan.

Hasil penelitian kedua menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki aktivitas antibakteri lebih baik terhadap S. aureus dan E. coli dibandingkan ekstrak heksana dan etil asetat. Berdasarkan diameter penghambatan yang dihasilkan, ekstrak etanol mempunyai kemampuan penghambatan terhadap S.

aureus lebih besar (3.44-10.22 mm) dibandingkan E. coli (1.11-6.83 mm). Makin besar konsentrasi ekstrak yang digunakan, daya hambat terhadap bakteri semakin besar (Gambar 9, Lampiran 4). Kemampuan menghambat suatu bahan antibakteri, dipengaruhi oleh konsentrasi dan jenis bakteri yang digunakan, serta pelarut yang digunakan untuk ekstraksi (Suliantari 2009). Mukesh et al. (2010) melaporkan bahwa ekstrak etanol kulit batang Azadirachta indica pada konsentrasi 25% mempunyai diameter hambat lebih besar dibandingkan konsentrasi 5-20%, dan diameter hambat terhadap E. coli lebih besar dibandingkan S. auerus. Ekstrak etil asetat kulit buah Buntan (Citrus grandish Osbeck) memiliki diameter hambat terhadap bakteri S. aureus, B. cereus, E. coli lebih baik dibandingkan ekstrak heksana, butanol, dan metanol (Mokbel dan Hashinaga 2005).

Aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah langsat pada penelitian ini berhubungan positif dengan kandungan senyawa aktif, ekstrak etanol memiliki kandungan senyawa aktif dengan intensitas yang lebih banyak, sehingga diduga sinergisme dari komponen-komponen fitokimia yang bersfiat polar pada ekstrak etanol lebih mudah berdifusi dibandingkan komponen yang bersfiat non polar (Cowan 1999).

Efektifitas suatu bahan antibakteri dapat diketahui berdasarkan nilai konsentrasi hambat dan konsentrasi bunuh minimum bakteri. Pada penelitian ini,

bakteri S. aureus dan E. coli mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap ekstrak etanol kulit buah langsat yang ditunjukan oleh nilai KHM dan KBM. Nilai KHM bakteri S. aureus dan E.coli adalah 62.5 dan 500 ppm, sedangkan nilai KBMnya 125 dan 100 ppm. dari nilai KHM dan KBM ini diketahui bahwa bakteri gram negatif (E. coli) lebih tahan dibandingkan bakteri gram positif (S. aureus).

Ketahanan bakteri gram negatif terhadap senyawa antibakteri diduga berhubungan dengan perbedaan struktur dinding sel bakteri, dimana dinding sel bakteri negatif lebih kompleks dibandingkan bakteri gram positif. Pada bakteri gram negatif terdapat membran luar lipopolisakarida (LPS) yang berfungsi sebagai pelindung, sedangkan bakteri gram positif, tidak memiliki LPS. Dengan diketahuinya efektifitas ekstrak kulit buah langsat sebagai antibakteri, memberikan prospek yang lebih besar untuk mengembangkan senyawa aktif antibakteri yang bersifat alami.

Aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah langsat dengan metode kemampuan menangkap radikal bebas DPPH diinterpretasikan dalam parameter IC50 (inhibition concentration 50%) yang mengindikasikan besarnya konsentrasi yang dapat menghambat aktivitas radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50, maka semakin besar potensinya sebagai antioksidan (Kosuar et al. 2004).

Ekstrak etanol kulit buah langsat memiliki aktivitas antioksidan lebih baik dengan nilai IC50 77.60 ppm lebih kecil dibandingkan ekstrak heksana dan etil asetat (Gambar 10, Lampiran 7). Terdapat hubungan positif antara komponen fitokimia ekstrak etanol dengan aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah langsat, dimana ekstrak etanol memiliki komponen fitokimia yang bersifat polar yang termasuk kelompok senyawa fenol (flavonoid dan tanin) yang berpotensi sebagai antioksidan. Senyawa fenol adalah senyawa organik yang memiliki minimal satu cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil, dan dapat berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam menstabilkan radikal bebas, yaitu dengan memberikan atom hidrogen kepada radikal bebas (Kotambalii et al. 2002).

Aktivitas antioksidan kulit buah langsat pada penelitian ini memberikan prospek pemanfaatan bahan alam sebagai sumber senyawa antioksidan alami, yang dalam pengembangannya dapat diaplikasikan sebagai bahan fitofarmaka

70

atau bahan yang diperlukan dalam industri pangan. Senyawa antioksidan bermanfaat untuk penurunan resiko terserang penyakit degeneratif dan juga untuk menghambat proses penuaan dini.

Ekstrak etanol kulit buah langsat memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan terbaik dibandingkan ekstrak lainnya, sehingga berpotensi dikembangkan untuk memproduksi senyawa aktif yang bersifat alami. Dalam produksi suatu senyawa aktif dari tanaman, proses ekstraksi merupakan tahapan penting. Teknik ekstraksi komponen bioaktif dari tanaman dengan pelarut umumnya menggunakan ekstraksi secara konvensional diantaranya maserasi, refluks, Soxhlet, dan perkolasi. Teknik ekstraksi konvensional ini membutuhkan waktu, penanganan dan biaya bahan pelarut yang tinggi.

Metode ekstraksi lain yang berkembang dewasa ini adalah ekstraksi dengan gelombang mikro. Teknik ekstraksi ini disukai, karena mempunyai banyak manfaat diantaranya waktu yang lebih singkat, penggunaan pelarut yang lebih sedikit, ekonomis, dan secara signifikan dapat mengurangi waktu ekstraksi serta menghasilkan hasil ekstrak yang lebih baik (Li et al. 2005; Zhang et al. 2009). Ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro adalah proses ekstraksi yang memanfaatkan energi yang ditimbulkan oleh gelombang mikro dalam bentuk radiasi non-ionisasi elektromagnetik (Jain et al. 2009). Daya gelombang mikro dan waktu merupakan dua faktor yang saling mempengaruhi pada ekstraksi dengan gelombang mikro. Kombinasi daya yang rendah atau sedang dengan waktu yang panjang merupakan pilihan yang bijak untuk menghindari terjadinya degradasi termal produk (Dhobi et al. 2010).

Dari hasil penelitian ke tiga, yaitu ekstraksi kulit buah langsat dengan menggunakan gelombang mikro diperoleh hasil bahwa daya 400 watt dan waktu ekstraksi 3 menit memberikan hasil total fenol tertinggi sebesar 45.92 mg TAE/g. Metode ekstraksi dengan gelombang mikro kemudian dibandingkan dengan metode konvensional yaitu refluks dan maserasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ekstraksi dengan gelombang mikro menghasilkan total fenol yang lebih tinggi yaitu 45.92 mg TAE/g dibandingkan metode ekstraksi refluks 40.33 mg TAE/g dan maserasi 37.44 mg TAE/g. Kandungan total fenol ekstraksi dengan gelombang mikro lebih tinggi 13.86% dan 22.65% dibandingakn metode

refluks dan maserasi. Ekstraksi dengan gelombang mikro umumnya dikaitkan dengan efek pemanasan yang terjadi melalui interaksi langsung antara material dengan gelombang mikro, sehingga mempercepat pecahnya sel bahan tanaman, dan substansi bahan aktif akan keluar berdifusi ke dalam pelarut. Hal ini dapat meningkatkan kualitas produk.

Hasil optimasi proses ekstraksi kulit buah langsat dengan metode permukaan respon, diperoleh kondisi proses ekstraksi optimum pada daya gelombang mikro 336.56 watt dan waktu ekstraksi 3.24 menit menghasilkan total fenol sebesar 44.04 mg TAE/g. Validasi data optimasi dengan percobaan di laboratorium menghasilkan total fenol 43.77 mg TAE/g. Hal ini menunjukan bahwa total fenol ekstrak hasil prediksi model telah sesuai dan mampu menjelaskan data percobaan yang digunakan dengan nilai dugaan hasil respon 0.66% lebih besar dari hasil percobaan.

Aktivitas antibakteri dan antioksidan hasil validasi menunjukkan peningkatan dibandingkan sebelum optimasi menggunakan proses ekstraksi maserasi. Nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) untuk bakteri S.aureus sebesar 15.62 dan 62.5 ppm, sedangkan untuk E.coli 125 dan 250 ppm. Nilai hasil validasi ini lebih kecil dibandingkan tahap sebelumnya (KHM dan KBM S. aureus 62.5 dan 125 ppm, sedangkan E. coli 500 dan 1000 ppm). Nilai KHM dan KBM yang lebih kecil menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih baik, karena pada konsentrasi kecilpun sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Metode ekstraksi dengan gelombang mikro dapat meningkatkan aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah langsat sebesar 38.86% dibandingkan pada tahap penelitian 2 dengan metode maserasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai IC50 (inhibition concentration 50%) hasil validasi 47.44 ppm lebih kecil dibandingkan metode maserasi (IC50 77.60 ppm). Nilai IC50 yang lebih kecil menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih baik.

Peningkatan aktivitas antibakteri dan antioksidan pada ekstraksi dengan gelombang mikro pada penelitian ini diduga berhubungan dengan kandungan senyawa aktif dalam hal ini total fenol. Adanya hubungan positif antara kandungan total fenol dengan aktivitas antibakteri dan antioksidan, dimana makin

72

banyak kandungan total fenol, maka aktivitas antibakteri dan antioksidan juga lebih baik (Pereira et al. 2007).

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa hasil analisis aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak kulit buah langsat dengan menggunakan gelombang mikro lebih menguntungkan dibandingkan metode konvensional, karena selain hasil yang didapat lebih baik, waktu yang diperlukan untuk proses ekstraksi juga lebih cepat sehingga efisiensi proses dapat tercapai.

SIMPULAN

Pemilihan jenis pelarut untuk ekstraksi bahan antibakteri dan antioksidan dari kulit buah langsat yang berasal dari daerah Mamuju provinsi Sulawesi Barat, menghasilkan etanol sebagai pelarut terbaik untuk aktivitas antibakteri dengan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) untuk S. aureus adalah 62.5 dan 125 ppm, sedangkan untuk E. coli 500 dan 1000 ppm. Pelarut etanol juga memberikan aktivitas antioksidan lebih baik dengan nilai IC50 sebesar 77.60 ppm.

Hasil optimasi pada proses ekstraksi kulit buah langsat dengan gelombang mikro, menghasilkan kondisi optimum terhadap respon total fenol ekstrak kulit buah langsat diperoleh pada daya 336.56 watt dan waktu 3.24 menit, menghasilkan total fenol sebesar 44.04 mg TAE/g

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang aktivitas ekstrak kulit buah langsat secara in vivo dengan menggunakan hewan uji dan aplikasi pada produk baik produk pangan, kosmetika, ataupun yang lainnya. Sisi lain yang perlu diteliti adalah proses pemurnian ekstrak kasar kulit buah langsat. Dengan proses pemurnian diharapkan dapat lebih meningkatkan aktivitas antibakteri dan antioksidan dibandingkan ekstrak kasar.

75

Dokumen terkait