Tingkat keberhasilan produksi domba sangat ditentukan oleh tingkat efisiensi dan keberhasilan reproduksinya. Menurut Alabama Cooperative Extension System (2007),secara genetik nilai heritabilitas reproduksi domba rendah, sehingga perbaikan efisiesi melalui faktor genetik akan lama dan kecil pengaruhnya. Dengan demikian nutrisi menjadi salah satu faktor lingkungan yang akan besar kontribusinya dalam usaha memperbaiki efisiensi reproduksi ternak domba tersebut. Schillo (1992) menyatakan bahwa ketersediaan dan keseimbangan zat-zat makanan terutama yang bersifat glukogenik, dibutuhkan untuk reproduksi yang baik, yaitu propionat sebagai sumber glukosa, asam amino glukogenik, lemak dengan kadar asam lemaknya, vitamin, dan mineral.
Domba Garut sebagai salah satu domba lokal prolifik yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, sampai saat ini masih dianggap belum menunjukkan produktivitas yang sesuai dengan potensi genetiknya. Perbaikan dari segi nutrisi melalui pemenuhan kebutuhan zat makanan utama berupa energi dan protein sudah banyak dilakukan untuk meningkatkan produktivitas domba prolifik. Kenyataan yang ada kecukupan kedua unsur makro tersebut belum memberikan dampak yang maksimum terhadap munculnya potensi genetik yang dimiliki ternak prolifik tersebut.
Hal ini tergambar dengan masih rendahnya jumlah anak yang dilahirkan, tingginya mortalitas anak prenatal dan rendahnya jumlah anak yang selamat sampai disapih.Freer dan Dove (2002), menyatakan peran nutrisi secara langsung menyediakan glukosa, asam amino, vitamin, dan elemen kimia essensial. Secara tidak langsung dapat memodifikasi fungsi hormonal, meningkatkan kematangan sel telur, ovulasi, perkembangan embrio, pertumbuhan fetus, dan daya tahan anak yang lahir. Hess et al. (2005), menyatakan bahwa pada fase reproduksi ketersediaan nutrien ada hubungannya dengan pengaturan dan sintesis hormon.
Pada penelitian ini dikaji bagaimana perbaikan kualitas energi ransum melalui manipulasi komposisi asam lemak ransum induk sejak sebelum perkawinan sampai laktasi dan pembesaran anak. Salah satu asam lemak yang ditambahkan bersumber dari minyak bunga matahari adalah asam lemak tak jenuh ganda linoleat. Keberadaan linoleat ini menjadi penting dalam ransum produksi dan reproduksi karena fungsinya dalam proses pertumbuhan, reproduksi, perkembangan otak dan perkembangan penglihatan (Watches et al. 2007).
Linoleat dan linolenat esensial untuk kehidupan semua mamalia, berfungsi sebagai komponen membran dan prekursor sintesis prostaglandin atau sintesis asam lemak rantai panjang lainnya yang fungsi utamanya dalam membran sehingga penting dalam fungsi fisiologis saat pertumbuhan, laktasi dan reproduksi (Mayes 1995, Palmquist 2010); serta imunitas (Yaqoob dan Calder 2007,Encinias et al. 2004).
Pada penelitian ini, kajian dibatasi pada aspek reproduksi dan kaitannya dengan status nutrisi, konsentrasi metabolit darah yang terbentuk, sehubungan dengan fungsi linoleat dalam hal sintesis senyawa prostaglandin dan sintesis hormon steroid. Kedua senyawa tersebut penting untuk mendukung munculnya
estrus, kebuntingan, perkembangan embrio dan kelahiran, termasuk perannya dalam menstimulir ketahanan tubuh anak yang dilahirkan. Ketersediaan zat makanan yang dibutuhkan untuk proses reproduksi sejak persiapan induk dikawinkan, bunting sampai fase laktasi dan pembesaran anak sangat menentukan keberhasilan reproduksi ternak secara keseluruhan. Rendahnya kecukupan nutrisi secara kuantitas dan kualitas pada induk-induk yang dikawinkan dan bunting merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi susu dan kualitas kolostrum yang dihasilkan, sehingga daya hidup embrio dan anak yang dilahirkan menjadi rendah.
Pemanfaatan zat makanan yang dikonsumsi pada periode sebelum perkawinan, kebuntingan dan saat laktasi berbeda. Pada saat induk sebelum dikawinkan peningkatan kadar asam linoleat di atas kebutuhan hidup pokok tidak mengganggu konsumsi zat makanan secara keseluruhan, terjadi peningkatan konsumsi lemak secara nyata, demikian halnya dengan asupan asam lemak linoleat. Pertambahan bobot badan yang dihasilkan pada saat sebelum perkawinan tidak dipengaruhi oleh bertambahnya konsumsi lemak dalam ransum. Asupan zat makanan diarahkan untuk persiapan perkembangan jaringan reproduksi induk untuk sintesis hormon steroid, pematangan sel telur, munculnya estrus, ovulasi dan kebuntingan. Hess et al. (2005), menyatakan bahwa pada fase reproduksi ketersediaan zat makanan ada hubungannya dengan pengaturan dan sintesis hormon.
Pada periode kebuntingan, peningkatan kadar linoleat dalam ransum induk juga tidak mempengaruhi konsumsi dan kecernaan zat makanan secara keseluruhan, tetapi untuk konsumsi lemak dan asam lemak nyata meningkat seiring dengan peningkatan kadar linoleat tersebut, demikian halnya dengan kecernaan lemak yang semakin meningkat. Pada saat kebuntingan asupan zat makanan digunakan untuk pemeliharaan kondisi tubuh induk, sintesis hormon dan perkembangan janin. Sedangkan pada saat laktasi dialokasikan untuk memperbaiki kondisi tubuh induk dan produksi susu.
Peran asam lemak rantai panjang seperti linoleat yang dikonsumsi dalam penelitian ini juga dapat mendukung proses glukoneogenesis. Glukoneogenesismerupakan proses sintesis glukosa yang berasal dari propionat. Sintesis glukosa tersebut terjadi didalam hati membutuhkan energi yang berasal dari hasil oksidasi asam-asam lemak (Mayes 1995). Asam lemak juga memberikan sumbangan gliserol untuk sintesis glukosa.
Pada saat sebelum perkawinan dan awal kebuntingan, kadar glukosa yang dihasilkan dari induk-induk yang mendapat tambahan minyak bunga matahari sebagai sumber linoleat cenderung meningkat, hal ini memberikan dampak positif terhadap terjadinya ovulasi dan pembentukan embrio. Glukosa yang berasal dari propionat merupakan sumber energi utama untuk kerja hipothalamus dalam proses pematangan sel telur, melalui pengaturan FSH dan LH sampai terjadinya ovulasi dan pembentukan korpus luteum (Hess et al. 2005). Glukosa adalah sumber energi terbesar untuk ovarium.
Asam lemak esensial secara umum penting untuk sintesis hormon steroid, sedangkan linoleat secara khusus dibutuhkan untuk sintesis asam arakhidonat sebagai prekursor pembentukan senyawa prostaglandin. Lima hormon steroid utama yang memanfaatkan kolesterol sebagai bahan baku adalah progesteron,
testosteron, kortikosteron, estradiol dan kortisol. Secara skematik sintesis hormon steroid dengan bahan dasar kolesterol disajikan pada Gambar 5.1
Gambar 5.1. Skema pembentukan hormon steroid dari kolesterol (Fall 2008) Kadar kolesterol yang diperoleh pada fase awal kebuntingan tengah dan akhir kebuntingan meningkat seiring dengan bertambahnya kadar asam lemak tak jenuh linoleat dalam ransum. Hal ini mengindikasikan bahwa asupan asam lemak total termasuk di dalamnya linoleatdapat menambah bahan baku untuk sintesis kolesterol. Kolesterol akan menjadi bahan baku sintesis hormon steroid yang dibutuhkan dalam proses reproduksi juga untuk sintesis hormon steroid yang dibutuhkan untuk proses reproduksi.
Kadar linoleat ransum induk yang semakin meningkat terlihat mampu memperbaiki ketersediaan metabolit darah yang dibutuhkan untuk proses reproduksi, yaitu glukosa dan kolesterol. Kondisi ini mendukung sintesis prostaglandin yang berperan penting pada saat sebelum perkawinann, kemudian dilanjutkan dengan pembentukan hormon progesteron yang berperan dalam usaha
Pregnenolon Kolesterol Progesteron Kortisol Aldosteron (Mineralkortiko Estradiol Regulasi dan reabsorpsi Na+,Cl-,HCO3- dalam ginjal
Hormon seks jantan dan betina Mempengaruhi karakteristik seksual sekunder Regulasi siklus reproduksi betina Mempengaruhi metabolisme protein dan karbohidrat Merangsang respon imun terhadap peradangan
untuk memelihara kebuntingan dan perkembangan embrio dapat berjalan dengan baik dan dipertahankan sampai kelahiran
Peningkatan minyak bunga matahari sebagai sumber linoleat ransum dapat menunjang munculnya sifat prolifik, ditunjukkan dengan tingginya tingkat ovulasi dan jumlah kebuntingan kembar yang dihasilkan dalam penelitian. Kondisi ini memberi gambaran bahwa ransum kaya linoleat yang dikonsumsi induk sejak sebelum perkawinan mampu memberi perubahan ketersediaan senyawa yang dibutuhkan proses reproduksi domba seperti kolesterol dan progesteron. Gulliver et al.(2012) menyatakan bahwa asam lemak poli tidak jenuh linolenat dan linoleat dapat mempengaruhi sejumlah faktor yang berkaitan dengan sintesis dan metabolisme hormon reproduksi yang penting, seperti progesteron dan estradiol. Senyawa yang diamati dalam penelitian dan berperan dalam proses reproduksi sejak sebelum perkawinan sampai kebuntingan adalah glukosa, kolesterol, dan progesteron.
Induk-induk yang mengkonsumsi ransum dengan kadar linoleat melebihi hidup pokok mampu mempertahankan kebuntingan kembar sampai proses kelahiran. Hal ini menunjukkan adanya salah satu peran hormon progesteron yang dihasilkan dalam memelihara kebuntingan dan perkembangan embrio sehinggadapat bertahan sampai menjadi fetus dan dilahirkan.Pour (2011) menyatakan bahwa asam lemak penting untuk merangsang folikel dengan peningkatan konsentrasi PGF2α untuk mendapatkan kebuntingan, tetapi pada akhirnya PGF2α akan menurun yang berpengaruh pada peningkatan produksi progesteron yang akhirnya akan memelihara kebuntingan.Fall (2008) dan Pour (2011) menyatakan bahwa progesteron, estradiol, kortisol, testosteron, kortikosteron, dan aldosteron merupakan hormon-hormon steroidyang memegangperanan penting dalam mempertahankan kebuntingan, pembentukan hormon kelamin serta membantu metabolisme protein, energi dan mineral; mempertahankan plasenta, menghambat kontraktilitas uterus selama kebuntingan dan mempersiapkan mamae (Bodlaender 1995).
Konsumsi linoleat yang sesuai hidup pokok menghasilkan jumlah embrio kembar yang cukup banyak, namun masih terjadi kematian embrional yang tinggi pada saat kelahiran. Masih rendahnya ketersediaan linoleat sebagai prekursor pembentuk prostaglandin kemungkinan menyebabkan kurangnya prostaglandin yang dibutuhkan untuk membantu kontraksi otot pada saat proses kelahiran, sehingga proses kelahiran menjadi lama. Proses kelahiran yang terlalu lama dapat menyebabkan anak mengalami keracunan oksigen dan kematian (Sosenko et al. 1988). Cheng et al. (2005) menyatakan bahwa ransum tinggi linoleat dapat meningkatkan produksi prostaglandin jaringan induk dan plasenta sehingga dapat mempengaruhi perkembangan fetus dan plasenta dan juga dapat memainkan peranan dalam menentukan waktu melahirkan. Holman (1971) juga menyatakan bahwa cepat lambatnya periode kelahiran ada kaitannya dengan ketersediaan linoleat, pada tikus kelahiran cepat dapat dicegah dengan penambahan linoleat dan asam arakhidonat.
Pada penelitian ini induk-induk yang mengkonsumsi linoleat lebih tinggi menghasilkan jumlah anak dengan jenis kelamin jantan lebih banyak. Menambah informasi bahwa status nutrisi induk berpotensi untuk mempengaruhi jenis kelamin anak. Grant dan Chamley (2010) menyatakan bahwa teori rasio jenis
kelamin mamalia yang dianggap secara kebetulan dan bergantung pada spermatozoa X atau Y yang membuahi sel ovum sudah bergeser dengan ditemukannya indikasi bahwa kondisi induk sebelum konsepsi dapat mempengaruhi jenis kelamin anak yang dilahirkan. Cameron (2004), menyatakan bahwa ada tiga faktor utama dari nutrisi induk yang dapat mempengaruhi rasio jenis kelamin anak, yaitu makanan, kondisi, dan bobot badan induk. Beberapa peneliti dengan ternak percobaan yang berbeda-beda secara umum memberikan informasi bahwa jenis kelamin anak yang dilahirkan berkaitan dengan kondisi nutrisi induknya (Rosenfeld dan Roberts 2004, Cameron et al.2004, Cameron dan Linklater 2007, Fountain et al. 2008, Gulliver 2011, Green et al. 2008).
Didukung informasi dari beberapa peneliti tersebut, perubahan rasio jenis kelamin dalam penelitian ini ada kaitannya dengan ketersediaan energi yang lebih besar pada induk-induk yang mendapatkan tambahan linoleat. Asam lemak yang terkandung dalam minyak dapat menyediakan asam lemak yang dibutuhkan untuk sintesis hormon steroid, seperti testosteron. Kondisi induk yang baik memungkinkan metabolisme tubuh juga akan baik, sintesis hormon yang berkaitan dengan reproduksi dapat berjalan baik sehingga peluang dihasilkannya anak berjenis kelamin jantan lebih besar dibanding induk yang berstatus energi rendah. Hasil ini masih perlu diuji lebih lanjut, bagaimana mekanismenya belum dapat dijelaskan. Disamping nutrisi masih ada faktor nonnutrisi yang mempengaruhi jenis kelamin anak, seperti waktu kawin pada saat birahi, kondisi lingkungan tempat kawin, status kawin ke berapa setelah kelahiran (Rosenfeld dan Roberts 2004).
Cameron (2004) menyatakan bahwa meskipun sudah banyak peneliti yang berusaha membuktikan bagaimana nutrisi induk dapat mempengaruhi jenis kelamin anak yang dilahirkan, namun masih belum dapat dijelaskan bagaimana mekanismenya. Grant dan Chamley (2010), menyatakan bahwa penelitian selanjutnya harus difokuskan pada bagaimana mekanisme molekuler kondisi nutrisi induk pengaruhnya pada jenis kelamin anak dengan jelas. Jika hal ini diketahui dengan jelas, maka dapat dilakukan manipulasi atau modifikasi seleksi jenis kelamin untuk strategi pengembangan ternak domba. Dalam kenyataan penghargaan pasar terhadap domba jantan lebih tinggi dari domba betina, sehingga informasi ini bisa diterapkan dalam usaha ternak domba sesuai permintaan pasar.
Pertambahan bobot badan induk sejak sebelum perkawinan, bunting sampai laktasi tidak banyak dipengaruhi perlakuan penambahan minyak bunga matahari sebagai sumber linoleat. Ada indikasi perbaikan kondisi tubuh induk (BCS) pada induk dengan ransum tinggi linoleat. Nilai BCS yang lebih baik akan memberikan manfaat dalam mempercepat proses pemulihan atau perbaikan kondisi tubuh induk setelah melahirkan dan laktasi. Nilai penyusutan bobot badan pada induk-induk yang mengkonsumsi ransum tinggi linoleatrelatif lebih kecil dibanding yang tidak ditambah.
Peningkatan konsumsi linoleat juga dapat menghasilkan prostaglandin yang kemungkinan lebih besar, sehingga proses involusi uterus menjadi lebih cepat, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis hormon prostaglandin
dan tidak diamati kecepatan induk untuk siap dikawinkan kembali setelah melahirkan sehingga sejauh mana kadar linoleat dapat mempengaruhi kecepatan kawin kembali masih perlu dikaji lebih lanjut.
Fermentabilitas dalam rumen yang meliputi pH rumen, konsentrasi VFA parsial, populasi protozoa, populasi bakteri, dan kecernaan zat makanan yang dihasilkan dari induk yang mengkonsumsi ransum yang mengandung minyak bunga matahari sampai 6% tidak terganggu dan masih dalam kondisi normal. Kadar lemak atau minyak yang ditambahkan masih dalam kondisi yang tidak memberikan pengaruh negatif, sehingga kekhawatiran efek negatif dari konsentrasi asam lemak tak jenuh yang semakin meningkat dapat mengganggu proses fermentasi rumen tidak terjadi dalam penelitian ini.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan kadar minyak bunga matahari sampai 6% dalam ransum induk domba laktasi tidak mengganggu kehidupan mikrob rumen, sesuai pernyataan Hervas et al.(2008). Total lemak yang dapat mencapai duodenum sebesar 95% terdiri atas 65% hasil perombakan lemak makanan dalam rumen, 35% lemak yang disintesismikrob rumen (Jenkins, 1994).Ruminan mampu memanfaatkan lemak sampai 6% dalam ransum tinggi konsentrat, tanpa mengganggu utilitas zat makanan lainnya (Hess et al. 2008).Biohidrogenase asam lemak pakan relatif konstan, yaitu untuk linoleat 86% dan linolenat 82% (Jenkins and Bridges 2007).
Kolostrum dan air susu induk berkaitan dengan kualitas dan ketahanan tubuh anak yang dihasilkan. Kadar immunoglobulin dan komposisi asam lemak susu yang dikonsumsi anak terlihat lebih baik dengan pemberian ransum kaya linoleat. Kadar linoleat susu yang dihasilkan meningkat sejalan dengan peningkatan konsumsi linoleat oleh induk. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian linoleat yang bersumber dari minyak bunga matahari tanpa diproteksi sebagian dapat lolos dari perombakan dalam rumen, diserap diusus halus dan jika berlebih dapat disimpan dalam membran sel dalam bentuk fosfolipid struktural yang penting untuk metabolisme sel (Ponnampalan et al. 2002). Kadar asam lemak arakhidonat susu yang lebih rendah dibanding linoleat menggambarkan bahwa sebagian besar sudah digunakan tubuh induk untuk mensintesis prostaglandin yang berperan dalam proses pemulihan kondisi tubuh. Salah satu fungsi prostaglandin adalah terlibat dalam proses penyembuhan luka akibat infeksi atau peradangan (Squires 2003 dan Watches et al. 2007).Hormon PGF2α penting untuk involusi uterus dan fungsi ovarium (Filley et al. 2000).
Beberapa senyawa eicosanoid yang penting dan ada kaitannya dengan pembentukan ketahanan tubuh anak, yaitu gama linolenic acid (C18:3n3), cis- 5,8,11,14,17, eicosapentaenoic acid(C20:5n3cis-4,7,10,13,16,19-d07), docosahexaeonic (C22:6n3) dan asam arakhidonat terdeteksi dalam air susu meskipun dalam jumlah kecil. Senyawa tersebut berperan dalam perilaku neonatal terutama asam docosahexaenoic (DHA3);20:06 (n-3) dan asam arakhidonat (20:04 (n-6) (Ikemoto 2001; Jodi et al. 2004).
Induk-induk yang mengkonsumsi ransum kaya linoleat menghasilkan jumlah anak kembar relatif lebih banyak dari induk yang tidak mendapat tambahan linoleat. Konsekwensi kelahiran kembar adalah bobot lahir yang relatif lebih kecil dibanding kelahiran tunggal, yang akan berindikasi pada rendahnya ketahanan tubuh anak-anak kelahiran kembar tersebut. Dalam kajian ini diperoleh
bahwa anak-anak tipe kelahiran kembar mampu menghasilkan pertambahan bobot badan yang tidak berbeda dari anak –anak tipe tunggal yang dihasilkan dari induk tanpa penambahan linoleat. Hal ini memberikan gambaran bahwa ada indikasi pembentukan ketahanan tubuh pada anak-anak kelahiran kembar, ketika induknya mengkonsumsi linoleat yang lebih besar, didukung oleh kadar immunoglobulin serum anak kembar yang sama dengan anak tunggal. Pemberian linoleat dalam jangka panjang memberikan dampak positif pada kondisi induk, sehingga dapat berpengaruh juga pada kualitas kolostrum dan susu induk yang dihasilkan dan dikonsumsi anaknya.
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Penambahan kadar linoleat sampai 3 kali kebutuhan hidup pokok dalam ransum calon induk dapat memperbaiki performa reproduksi domba prolifik melalui perbaikan sintesis hormon steroid, jumlah ovulasi, kebuntingan dan kelahiran kembar serta rasio anak jantan
Pemberian ransum dengan kadar minyak bunga matahari sampai 6% dapat memperbaiki produktivitas induk laktasi melalui percepatan pemulihan dan peningkatan bobot anak yang disapih
Peningkatan kadar linoleat sampai 3 kali kebutuhan hidup pokok dalam ransum induk dapat memperbaiki ketahanan tubuh anak domba prolifik yang dilahirkan melalui kecepatan mendapatkan kolostrum yang kaya IgG Berdasarkan semua aspek yang dipertimbangkan, penambahan minyak
bunga matahari pada level 4% menunjukkan performa reproduksi dan produktivitas domba yang terbaik.
Saran
Perlu dilakukan kajian yang lebih spesifik terhadap beberapa peubah indikator ketahanan tubuh anak secara langsung
Perlu dikaji ulang beberapa peubah reproduksi yang berkaitan dengan perubahan rasio jenis kelamin anak, dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak.
Perlu dikaji sumber-sumber asam lemak yang secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan, mudah diperoleh dan potensial di negara Indonesia.
Perbaikan kondisi induk calon bibit perlu dilakukan sejak sebelum masa perkawinan
Mortalitas anak sejak lahir sampai disapih tidak hanya ditentukan oleh faktor nutrisi induk tetapi juga ditentukan oleh tingkah laku induk, predator, manajamen pemeliharaan dan faktor lain yang masih perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut.
Mortalitas anak prasapih tidak hanya ditentukan oleh faktor nutrisi induk tetapi juga ditentukan faktor lain yang masih perlu dikaji lebih lanjut.