• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reproductive Performance And Lambs Survival Of Prolific Sheep Withaddition Of Sunflower Oil As A Source Of Linoleic Acid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Reproductive Performance And Lambs Survival Of Prolific Sheep Withaddition Of Sunflower Oil As A Source Of Linoleic Acid"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA REPRODUKSI DAN KETAHANAN TUBUH ANAK

DOMBA PROLIFIK BERBASIS PAKAN LOKAL DENGAN

SUMBER LINOLEAT MINYAK BUNGA

MATAHARI(Helianthus annuus Linn.)

LILIS KHOTIJAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN DISERTASIDANSUMBER INFORMASI

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Performa Reproduksi dan Ketahanan Tubuh Anak Domba Prolifik Berbasis Pakan Lokal dengan Sumber LinoleatMinyak Bunga Matahari (Helianthusannuus Linn.)adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

(4)
(5)

RINGKASAN

LILIS KHOTIJAH, Performa Reproduksi dan Ketahanan Tubuh Anak Domba Prolifik Berbasis Pakan Lokal dengan Sumber Linoleat Minyak Bunga Matahari (Helianthus annus Linn.) dibimbing oleh KOMANG G. WIRYAWAN, MOHAMAD AGUS SETIADI, dan DEWI APRI ASTUTI.

Secara genetik domba garut bersifat prolifik, dapat beranak lebih dari satu dalam sekelahiran, daya adaptasi terhadap lingkungan cukup baik, namun produktivitasnya masih rendah.Perlu dilakukan usaha perbaikan yang dapat mengoptimumkan potensi tersebut. Manipulasi nutrisi menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan. Ketersediaan protein, energi, mineral, dan vitamin sudah menjadi perhatian dalam pembuatan dan pemberian ransum reproduksi, namun ketersediaan unsur mikro berupa asam-asam lemak esensial yang penting peranannya dalam reproduksi masih belum dipertimbangkan dan dikaji secara luas.Asam lemak linoleat sangat penting keberadaannya dalam ransum, karena tidak disintesis dalam tubuh.Untuk memperkaya ransum reproduksi dari segi energi, dilakukan pengkajian pengayaan ransum berbasis pakan lokal dengan manipulasi komposisi asam lemak ransum bersumber dari minyak bunga matahari (Helianthus annus Linn).

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi (1) pengaruh ransum dengan kadar minyak bunga matahari berbeda pada performa reproduksi induk domba garut; (2) pengaruh ransum kaya asam lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA) pada performa induk fase laktasi; dan (3) performa anak yang dilahirkan dari induk yang mengkonsumsi ransum dengan kadar linoleat berbeda. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 sampai Februari 2013, bertempat di Laboratorium Lapang dan Analisis Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Fakultas Peternakan, Lab. Fisiologi dan Lab. Mikrobiologi FKH, Lab. Terpadu IPB.

(6)

kecernaan serat kasar dan lemak kasar (p<0.05).Perlakuan tidak mempengaruhi kadar glukosa, kolesterol, dan progesteron, persentase kebuntingan, jumlah embrio. Perlakuan sangat nyata (p<0.01) mempengaruhi litter sizedan rasio jenis kelamin anak yang dilahirkan.

Kajian kedua dilakukan pada enam belas ekor domba induk berumur sekitar 1.5 tahun, laktasi bulan pertama.Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap berbeda ulangan. Perlakuan terdiri atas ransum yang berbeda kadar minyak bunga matahari, yaitu R1, R2,R3 masing-masing 0%,4% dan 6%. Perlakuan pakan diberikan sejak sebelum perkawinan sampai laktasi. Peubah yang diukur meliputi konsumsi bahan kering, konsumsi zat makanan, performa induk (BCS, bobot saat beranak, bobot menyapih, penyusutan bobot badan,totalbobot sapih anak), kadar VFA total danparsial,rasioasetat:propionat, produksi metana, populasi protozoa.Data dianalisis statistik, kualitas kolostrum dan susu, nilai BCS diuji secara deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering, protein kasar, serat kasar, kalsium, Fosfor.Perlakuan sangat nyata mempengaruhi konsumsi lemak dan asam lemak tidak jenuh, tidak nyata mempengaruhi fermentabilitas rumen, tidak nyata mempengaruhi performa induk, namun terjadi penurunan penyusutan bobot badan, perbaikan produktivitas dan perbaikan kualitas susu meskipun secara statisik belum nyata.

Kajian ketigadigunakan 24 ekor anak domba yang dilahirkan dari induk yang mengkonsumsi ransum dengan kadar linoleat berbeda. Rancangan Acak Lengkap dengan ulangan berbeda digunakan dalam pengamatan. Perlakuan terdiri dari jenis ransum dengan kadar linoleat berbeda, yaitu Lhp= linoleat sesuai hidup pokok, L2hp=linoleat 2 kali hidup pokok, L3hp=linoleat 3 kali hidup pokok. Peubah yang diukur meliputi: komposisi asam lemak susu, bobot lahir, bobot sapih, pertambahan bobot badananak tunggal dan kembar, kadar IgG kolostrum, IgG serum induk dan serum anak,tingkah laku, mortalitas dan daya hidup anak. Data dianalisis varian (ANOVA) dan uji lanjut Duncan. Komposisi asam lemak susu, kadar IgG, mortalitas anak dianalisis deskriptif.

Kajian ketiga menunjukkan bahwa linoleat dalam ransum dapat memperbaiki komposisi asam lemak tidak jenuh susu induk dengan ditemukannya asam arakhidonat (AA), gama linolenic acid (GLA) dan asam lemak docosahexaeonic (DHA) yang penting sebagai prekursor sintesis prostaglandin. Konsentrasi linoleat dalam air susu meningkat seiring dengan kadar linoleat ransum induk. Bobot lahir, bobot sapih dan pbb umur 0-56 hari tidak berbeda nyata, tetapi bobot anak kembar dan pertambahan bobot badan pada umur 28 hari nyata dipengaruhi perlakuan (p<0.05). Kadar IgG kolostrum, serum induk dan anak tunggal maupun kembar tidak dipengaruhi perlakuan. Perlakuan mempengaruhi kecepatan anak berdiri, mendapatkan susu segera setelah lahir. Mortalitas anak saat lahir masing-masing Lhp, L2hp dan L3hp adalah 0%, 22.2% dan 16.7%. Disimpulkan bahwa penambahan minyak bunga matahari sampai 6% (linoleat 3 kali hidup pokok) dalam ransum induk dapat memperbaiki sintesa hormon steroid, meningkatkan jumlah ovulasi, kelahiran kembar, kelahiran anak jantan. Memperbaiki kondisi tubuh induk laktasi, komposisi asam lemak susu yang berdampak pada performa dan daya tahan tubuh anak domba prolifik. Kata kunci : domba prolifik, ketahanan tubuh, linoleat, minyak bunga

(7)

SUMMARY

LILIS KHOTIJAH. Reproductive performance and Lambs Survival of Prolific Sheep withaddition of Sunflower Oil (Helianthus annus) as a source of Linoleic Acid.Supervised by KOMANG G. WIRYAWAN, MOHAMAD AGUS SETIADIand DEWI APRIASTUTI.

Garut sheep genetically is prolific, it gave birth two or more lambs, adaptability to environment. In fact the national productivity of local sheep still need to be improved. One of the efforts improvements that feeding strategy.

Generally ration for livestock reproduction had calculated availability of macro nutrients such as protein and energy. Elements of micro minerals and vitamins that support the process of reproduction, however the availability of micro element such as essential fatty acids not yet to be considered and assessed extensively. The essential fatty acids such as linoleic isvery important in the diet, because the body can not synthesizes it. It can prepare with enrichment ration base on local feed with manipulation of fatty acid composition derived from sunflower oil (Helianthus annus Linn).

This study has three main objectives: (1) toevaluate ration with different levels of sunflower oil on the reproductive performance of garut sheep, (2) to evaluate the increased levels of energy ration, with fat-rich unsaturated fatty acids from sunflower oil on the nutrient intake, rumen fermentability, performance and quality of ewes milk. and (3) to evaluate the performance pre-weaning lambs which were born from ewes fed rich linoleic diet.

The experiment was conducted from May 2012 to February 2013, at Laboratory Analysis of Meat and Draught Animal Nutrition Science ,Faculty of Animal Science, Lab. Physiology and MicrobiologyLaboratory. Faculty of Veterinary Medicine and IPB Integrated Laboratory.

The First study were used 32 ewes garut primaparous (initial body weight 22.12 ±1.69 kg), and 4 rams with the same fertility treatmentsconsisted of four ration with different levels of sunflower oil.Levels of sunflower oil were added based on the maintenance level of linoleic acid. M0=without sunflower oil, M1=2% sunflower oil, M2= 4% sunflower oil and M3=6% sunflower oil. Completely Randomized Design (CRD) was used in the study. Parameters measured werethe feed intake and digestibility of nutrients, reproductive parameters, the synthesis of the progesteronehormone, blood metabolites in different phases, andthe growth of ewes and lambs. Data were analyzed by ANOVA and Chi Square (χ2). Duncan test was used if significant difference. Some variables analysed descriptively, the relationship between variables was tested with simple regression.

(8)

In the second study were Sixteen ewes 1.5 years old used, first lactation and caged individually with lambs. Experimental design using a completely randomized design with different replications.The treatments consisted ration with different levels of sunflower oil, i.e. R1= ration with 0% sunflower oil addition, R2= ration with 4% sunflower oil addition, R3=ration with 6% sunflower oil addition. The treatmentsof feed,were given before mating until weaning. The variables measured were dry matter intake, consumption of nutrients, ewe performances (birth weight, weaning weight, shrinkage of body weight), levels of total and partial VFA, the ratio of acetate: propionate, methane production, protozoa population,production and quality of colostrum and milk.Data were analyzed statisticallyand descriptively.

The results showed that the treatments did not influence dry matter intake, crude protein, crude fiber, calcium, phosphorus, but highly significant influence the consumption of fat. The treatmentsdid not significantly affect rumen fermentability and ewes performances,however reduces shrinkage of body weight,improve the ewes productivity and quality of milkeven though no statistical significant.

Twenty four new birth lambs were used inthe third observation. Completely randomized design with different replications used in the study. Data were anakyzed variance (ANOVA) and continued with Duncan test. Fatty acid composition of milk, lamb mortality at birth were analyzed descriptively.The treatments consisted of diet by different levels of linoleic acid, namely Lhp= linoleate for maintenance, L2hp= 2 times linoleate maintenance, L3hp= 3 times linoleate maintenance.The parameters measured include: fatty acid composition of milk, birth weight, weaning weight, body weight gain, IgGlevels of colostral, ewes serum and lamb serum, behaviours of lambs, lamb mortality, and survival of lambs.

The results showed that the addition of linoleic acid in the diet could improve the composition of unsaturated fatty acids ewe's milk.There were arachidonic acid (AA), gamma linoleic acid (GLA) and docosahexaeonic fatty acid (DHA) that important as a precursor of prostaglandin synthesis. Linoleic concentration in milk increase along with the levels of linoleic in ration .Birth weight, weaning weight and body weight gain 0 to 56 days of age were not significantly different, but the twins weight and body weight gain at the age of 0 to 28 days significantly affected (p<0.05). IgG concentration of colostrum, ewesserum and lamb serum both single and twins were not influenced. The treatments could improve behavour lambs.Birth mortality of Lhp,L2hp,L3hp was 0%,22.2%,16.7%, respectively.

It is concluded that the addition of sunflower oil to 6% (linoleic acid to 3 times maintenance level) improve synthesis of steroid hormone, ovulation rate, multiple embryo and male sex ratio. It can improve ewesbody condition, acceleratedbody weight recovery, improving the quality of colostrum and milk produced.Improve fatty acid composition of ewesmilk and positively affect the performance and survival of prolific lambs.

(9)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

PERFORMA REPRODUKSI DAN KETAHANAN TUBUH ANAK

DOMBA PROLIFIK BERBASIS PAKAN LOKAL DENGAN

SUMBER LINOLEAT MINYAK BUNGA MATAHARI

(Helianthus annuus Linn.)

LILIS KHOTIJAH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof Dr Ir Toto Toharmat, MSc (Staf Pengajar FAPET IPB Bogor) Prof Dr Wasmen Manalu

(Staf Pengajar FKH IPB Bogor) Penguji pada Ujian Terbuka : Dr Ir Idat Galih Permana, MSc Agr

(Staf Pengajar FAPET IPB Bogor)

(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 sampai Februari 2013 ini adalah nutrisi reproduksi, berjudul Performa Reproduksi dan Ketahanan Tubuh Anak Domba Prolifik Berbasis Pakan Lokal dengan Sumber Linoleat Minyak Bunga Matahari (Helianthus annuus Linn.).

Penelitian dilaksanakan dengan sumber dana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat Multi Tahun, Nomor : 176/SP2H/KPM/DIT.LITABMAS/III/2012, tanggal 6 Maret 2012 dan Penelitian Desentralisasi DIPA IPB Nomor : 49/IT3.41.2/L1/SPK/2013 Tanggal 2 Mei 2013.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Komang G. Wiryawan, Prof Dr drh M. Agus Setiadi, Ibu Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti MS sebagai pembimbing, yang telah banyak memberikan masukan dan saran sejak persiapan proposal, pelaksanaan penelitian sampai penyusunan Disertasi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Toto Toharmat M AgrSc, Bapak Prof Dr Wasmen Manalu sebagai dosen penguji luar komisi pada Ujian Tertutup atas saran dan masukannya. Kepada Bapak Prof(R) Dr Ir Budi Haryanto MS dan Bapak Dr Ir Idat Galih Permana Magr Sc, terima kasih atas saran dan masukannya sebagai penguji luar komisi pada Ujian Terbuka.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga besar Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Bapak Ir. Kukuh Budi Satoto MS, Prof Dr drh Aminuddin Parakkasi MSc, Dr Ir Kartiarso MSc, Dr Ir Didid Diapari MS, Dilla M Spt MSi atas motivasi dan kerjasamanya. Penghargaan penulis sampaikan kepada teknisi saudara Asep, Sugih,Edih, dan Darmawan;kepada mahasiswa Citra, Resti, Yusti, Ani, Ruly, Cipta, Evi, Adi, dan Meta yang telah membantu dalam pelaksanaan dan pengumpulan data selama penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua dosen Departemen INTP atas ilmu, motivasi dan kerjasamanya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, keluarga, suami Drs Aan Kardiana MSi, ananda Ahmad Zain Fahmi dan M. Dzaki Alauddin terima kasih atas doa, pengorbanan dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN . 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 PERFORMA REPRODUKSI DOMBA GARUT DENGAN

PENAMBAHAN MINYAK BUNGA MATAHARI (Helianthus annus) SEBAGAI SUMBER ASAM LINOLEAT

Abstrak 6

Abstract 7

Pendahuluan 7

Metodologi Penelitian 9

Hasil dan Pembahasan 13

Simpulan 26

3 PENGARUH SUPLEMENTASI MINYAK BUNGA MATAHARI SEBAGAI SUMBER ASAM LEMAK TAK JENUH PADA

PERFORMA DAN KUALITAS SUSU DOMBA GARUT LAKTASI

Abstrak 27

Abstract 27

Pendahuluan 28

Metodologi Penelitian 29

Hasil dan Pembahasan 31

Simpulan 43

4 PERFORMA ANAK DOMBA PRASAPIH YANG DILAHIRKAN DARI INDUK DENGAN RANSUM KAYA ASAM LEMAK LINOLEAT

Abstrak 44

Abstract 44

Pendahuluan 45

Metodologi Penelitian 47

Hasil dan Pembahasan 49

Simpulan 59

5 PEMBAHASAN UMUM 60

6 SIMPULAN DAN SARAN 67

DAFTAR PUSTAKA 68

LAMPIRAN 79

(16)

DAFTAR TABEL

2.1 Komposisikonsentrat perlakuan berdasarkan bahan kering 10 2.2 Komposisi zat makanan konsentrat dan rumput perlakuan

berdasarkan bahan kering 10

2.3 Komposisi asam lemak esensial konsentrat dan rumput perlakuan

(g/100g lemak) 11

2.4 Konsumsi zat makanan domba bunting dengan ransum kaya linoleat

asal minyak bunga matahari 14

2.5 Kecernaan zat makanan domba bunting dengan ransum kaya linoleat

asal minyak bunga matahari 15

2.6 Performa induk domba bunting dengan ransum kaya linoleat asal

minyak bunga matahari 16

2.7 Kadar kolesterol induk domba prakawin dan awal kebuntingan

dengan ransum kaya linoleat asal minyak bunga matahari 19 2.8 Kadar hormon progesteron induk domba dengan ransum kaya

linoleat asal minyak bunga matahari 20

2.9 Performa reproduksi domba Garutdengan ransum kaya linoleat

asal minyak bunga matahari 22

3.1 Komposisi zat makanan konsentrat dan hijaun perlakuan 30 3.2 Konsumsi zat makanan induk laktasidengan ransum kaya asam

lemak tak jenuh asal minyak bunga matahari 32

3.3. Fermentabilitas zat makanan dalam rumen domba laktasidengan

ransum kaya asam lemak tak jenuh asal minyak bunga matahari 36 3.4 Kadar glukosa dan nitrogen urea darah induk laktasi dengan

ransum kaya asam lemak tak jenuh asal minyak bunga matahari 37 3.5 Performa dan produktivitas indukdengan ransum kaya asam lemak

tak jenuh asal minyak bunga matahari 38 3.6 Komposisi kimia kolostrum indukyang mendapat ransum kaya

asam lemak tak jenuh asal minyak bunga matahari 41 3.7 Produksi dan komposisi kimia susu induk dengan ransum kaya

asam lemak tak jenuh asal minyak bunga matahari 42 4.1 Komposisi asam lemak konsentrat dan rumput yang digunakan dalam

penelitian (g/100 g total asam lemak) 48

4.2 Komposisi asam lemak susu induk domba dengan ransum yang

mengandung linoleat berbeda (g/100 g total asam lemak) 50 4.3 Bobot lahir, bobot sapih dan pertambahan bobot anak (PBB) anak

yang dilahirkan dari induk dengan ransum kaya linoleat 52 4.4 Rataan konsentrasiIgG kolostrum, serum induk dan serum anak

dengan kadar linoleat ransum berbeda 56

4.5 Rataan dan standar deviasi tingkah laku anak domba garut tipe tunggal dan kembar yang dilahirkan dari induk dengan kadar

linoleat ransum berbeda 57

(17)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Skema alur Penelitian 5

2.1 Alat USG yang digunakan (Dokumentasi Penelitian 2012) 12 2.2 Reagen dan beberapa peralatan analisis progesteron 125

IRIA KIT (Dokumentasi penelitian 2012)

13

2.3 Dinamika kadar glukosa plasma induk sejak awal sampai akhir kebuntingan. ( ) M0=tanpa minyak bunga matahari, ( ) M1=2% minyak bunga matahari, ( ) M2=4% minyak bunga matahari( ) M3=6% minyak bunga matahari

17

2.4 Model regulasi nutrisi terhadap folikulogenesis dan laju ovulasi pada domba (Scaramuzzi et al. 2006)

18 3.1 Pola rataan konsumsi bahan kering rumput induk domba laktasi

dengan ransum kaya asam lemak tak jenuh asal minyak bunga matahari ( ) R1=tanpa minyak bunga matahari, ( )R2=4% minyak bunga matahari, ( ) R3=6% minyak bunga matahari

33

3.2 Pola rataan konsumsi bahan kering konsentratinduk domba laktasi dengan ransum kaya asam lemak tak jenuh asal minyak bunga matahari ( ) R1=tanpa minyak bunga matahari, ( )R2=4% minyak bunga matahari ( ) R3=6% minyak bunga matahari

33

3.3 Pola rataan konsumsi total bahan kering induk domba laktasi denganransum kaya asam lemak taj jenuh asal minyak bunga matahari( ) M0=tanpa minyak bunga matahari, ( ) M1=2% minyak bunga matahari, ( ) M2=4% minyak bunga matahari, ( ) M3=6% minyak bunga matahari

34

3.4 Hubungan kadar minyak ransum dengan konsumsi lemak 34 3.5 Pola pertumbuhan induk domba pasca melahirkan sampai

penyapihan,( ) R1=tanpa minyak bunga matahari, ( ) R2=4% minyak bunga matahari ( ) R3=6% minyak bunga matahari hidup pokok, ( )L2hp=linoleat 2 kali hidup pokok, ( )

40

4.1 Pertumbuhan anak domba prasapih, ( )Lhp=linoleat sesuai 59 hidup pokok, ( )L2hp=linoleat 2 kali hidup pokok, ( ),

L3hp=linoleat 3 kali hidup pokok

DAFTAR LAMPIRAN

2.1 Prosedur analisis progesteron 79

2.2 Prosedur analisis glukosa dan kolesterol 80

(18)

1PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba lokal di Indonesia memiliki potensi genetik prolifik (Bradforddan Inounu 1996), yaitu dapatberanak lebih dari satu dalam satu kali kelahiran. Pada umumnya domba prolifik sering menghasilkan jumlah sel telur yang dibuahi dengan jumlah 2 atau 3 bahkan lebih, namun seringkali pada saat kelahiran jumlah anak menjadi tidak sama dengan jumlah embrio tersebut, ataupun untuk kelahiran dengan jumlah anak yang lebih dari satu masih sering terjadi kematian sebelum berhasil disapih. Hal ini berakibat pada masih rendahnya efisiensi reproduksi dan produksi domba.

Berdasarkan pengamatan di lapangan pemeliharaan dengan manajemen pemberian pakan cukup baik masih dihasilkan persentase kelahiran anak (Lambing Rate) 120-140%, mortalitas embrio prenatal >30% dan tingginya mortalitas anak prasapih (20-70%). Astuti dan Suprayogi (2005) mendapatkan data bahwa masih terjadi kegagalan reproduksi sebesar 18.75% pada pemeliharan domba di peternak. Dixon et al. (2007) melaporkan bahwa kematian embrio dan fetus dapat mencapai 21.2%. Lebih lengkapnya potensi kematian embrio 3.7% pada hari 25-45, kematian fetus 4.3% pada hari ke 45-65, 3.3% pada hari ke-65-85 dan, 11.5% pada hari ke-85 sampai beranak. Kondisi ini juga mengakibatkan rendahnya minat pengusaha untuk melakukan usaha pembibitan dalam skala industri, karena dianggap kurang menguntungkan. Secara nasional, kondisi ini berakibat pada perkembangan dan populasi domba lokal yang masih rendah.

Alabama Cooperative Extension System (2007) menyatakan bahwa perkiraan nilai perbaikan berdasarkan nilai heritabilitas yang dapat dilakukan untuk memperbaiki efisiensi reproduksi domba adalah fertilitas induk 5%, prolificacy 10%, lingkar skrotum 35%, umur pubertas 25%, daya hidup anak 5%, dan produktivitas induk betina 20%. Perkiraan nilai perbaikan berdasarkan nilai heritabilitas untuk memperbaiki efisiensi reproduksi domba adalah rendah. Hal ini memberi gambaran bahwa faktor lingkungan lebih banyak mempengaruhi kemampuan tingkat reproduksi. Salah satu faktor lingkungan yang besar kontribusinya pada keberhasilan reproduksi domba baik skala rakyat maupun industri adalah nutrisi.

(19)

memodifikasi fungsi hormonal, meningkatkan kematangan sel telur, ovulasi, perkembangan embrio, pertumbuhan fetus, dan daya tahan anak yang lahir.

Hess et al. (2005) menyatakan bahwa pada fase reproduksi ketersediaan nutrien berkaitan erat dengan pengaturan dan sintesis hormon. Manalu dan Sumaryadi (1996) menyatakan bahwa kadar progesteron dan estradiol yang dihasilkan oleh korpus luteum, berperan penting dalam mempertahankan kebuntingan sampai proses kelahiran.Kebutuhan energi induk bunting dan sedang laktasi sangat tinggi, sehingga perlu peningkatan jumlah energi yang dikonsumsi sebesar 1.5 sampai 2 kali dari kebutuhan hidup pokok (NRC 1985).

Pada umumnya ransum yang tersedia dan diberikan pada ternak untuk reproduksi sudah memperhitungkan ketersediaan zat makanan makro berupa protein dan energi, serta ketersediaan beberapa mineral dan vitamin yang menunjang proses reproduksi, namun ketersediaan unsur mikro berupa asam-asam lemak esensial masih belum menjadi pertimbangan dan dikaji secara luas. Asam lemak esensial sangat penting keberadaannya dalam ransum, karena tubuh tidak dapat mensintesisnya. Linoleat dan linolenat esensial untuk kehidupan semua mamalia, berfungsi sebagai komponen membran sel dan prekursor sintesis prostaglandin atau sintesis asam lemak rantai panjang lainnya yang fungsi utamanya dalam membran sehingga penting dalam fungsi fisiologis saat pertumbuhan, laktasi, dan reproduksi (Mayes, 1995; Palmquist, 2010) dan fungsi imunitas (Yaqoob dan Calder 2007; Encinias et al. 2004).

Manipulasi profil asam lemak dalam pakan dapat dilakukan sebagai salah satu cara memperbaiki reproduksi ternak. Staples dan Thatcher (2005) menyatakan bahwa ada kemungkinan beberapa asam lemak tak jenuh rantai panjang (PUFA) yang spesifik dapat melewati dinding retikulo-rumen secara langsung dan diserap usus halus sehingga dapat langsung mencapai target jaringan reproduksi betina atau berpengaruh tidak langsung melalui media sistem endokrin. Suplementasi asam lemak pada ruminansia menunjukkan adanya perbaikan fertilitas dan perkembangan embrio (Cerri et al. 2009); berpotensi untuk memperbesar penekanan sintesis prostaglandin selama kebuntingan awal sapi, dan menurunkan mortalitas embryo (Mattos et al.2000). Pada sapi, asam lemak esensial, terutama linoleat dan linolenat dapat meningkatkan jumlah dan ukuran folikel yang diovulasikan, peningkatan konsentrasi progesteron plasma serta menurunkan sekresi metabolit prostaglandin sehingga daya hidup korpus luteum meningkat dan fertilitas dapat diperbaiki (Staples et al. 1998). Pada domba, pemberian asam lemak tidak jenuh rantai panjang hasil penyabunan dari minyak sawit (El-Shahat dan Abo-El maaty 2010) dapat memperbaiki jumlah dan ukuran folikel preovulatori.

(20)

et al. 1990), manusia (Smuts et al. 2001), menghasilkan fisiologis janin yang lebih matang saat lahir yang berpengaruh pada perilaku neonatal. Encinias et al. (2004) menyatakan bahwa pemberian pakan dengan kadar linoleat yang tinggi dari biji safflower selama 45 hari akhir kebuntingan meningkatkan daya tahan hidup anak saat dilahirkan, tidak mengubah bobot badan dan kondisi tubuh induk, secara ekonomis dapat menguntungkan, namun belum jelas bagaimana mekanisme peningkatan daya tahan tubuh tersebut.

Linoleat pakan sebagai asam lemak tak jenuh rantai panjang dalam tubuh dengan bantuan enzim asam lemak desaturase akan diubah menjadi Gamma linolenic acid (GLA), Dihomo-gamma-linolenic acid (DGLA) dan asam arakhidonat, ketiga senyawa tersebut masing-masing akan disintesis menjadi senyawa prostaglandin (PG) tipe 1, tipe 2 dan tipe 3 (Watches et al. 2007). Ketiga senyawa prostaglandin tersebut mempunyai peranan yang penting dan spesifik dalam pengaturan kesehatan dan reproduksi.

Bunga matahari adalah salah satu tanaman yang multifungsi, selain dapat menjadi tanaman hias, biji dan daunnya dapat digunakan juga sebagai sumber pakan. Produk utama dari tanaman ini adalah bijinya yang dapat diambil minyaknya sebagai sumber lemak tidak jenuh, seperti linoleat. Biji bunga matahari kaya akan asam lemak tak jenuh, magnesium dan selenium yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Minyak bunga matahari mengandung asam lemak poli tak jenuh (PUFA) berupa linoleat (C18:2, n-6) 67.50% ; oleat (C18:1, n-9) 18.70%; dan vitamin E tinggi yang berguna untuk mendukung reproduksi (Tambun 2006). Minyak bunga matahari mengandung linoleat relatif lebih tinggi (67.2%) dibanding minyak jagung (48.7%), minyak kedele (54.3%) dan minyak sawit (11%) (Wildan 1997, Pasaribu 2004).

Suplementasi minyak bunga matahari sebesar 6% pada ransum domba yang sedang laktasi tanpa diproteksi tidak memberikan pengaruh negatif pada fermentasi rumen, memperbaiki ketersediaan komponen bioaktif yang penting dalam air susu (Hervas et al. 2008), menurunkan populasi mikrob rumen dan proporsi C16:0 dalam lemak, namun meningkatkan kandungan CLA dalam otot dan jaringan lemak (Ivan et al. 2001).

Hasil kajian tentang pentingnya linoleat untuk reproduksi ternak di negara maju sudah banyak dilakukan dengan pengaruh yang positif terhadap reproduksi. Namun belum banyak informasi yang tersedia tentang kadar linoleat yang dibutuhkan ternak daerah tropis untuk fase reproduksi tersebut. Informasi yang tersedia pada umumnya baru menyatakan bahwa kebutuhan linoleat pada saat kebuntingan akan meningkat (NRC 2007; Cheng et al. 2005). Untuk itu perlu dilakukan kajian yang lebih lengkap tentang kadar linoleat yang dibutuhkan untuk mendukung proses reproduksi domba lokal yang optimal dan bagaimana pengaruhnya terhadap tingkat ketahanan tubuh anak yang dilahirkan.

(21)

mengamati pertumbuhan dan daya tahan tubuh pada anak-anak domba yang dilahirkan dari induk-induk prolifik.

Penggunaan minyak bunga matahari kaya linoleat dipadukan dengan pakan lokal berkualitas, diharapkan menjadi ransum reproduksi yang menunjang munculnya potensi genetik dan memperbaiki kualitas anak domba lokal prolifik secara optimum sehingga efisiensi reproduksi dan produktivitas domba lokal dapat diperbaiki.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi dan menganalisis pengaruh ransum berbasis bahan lokal dengan kadar linoleat berbeda pada performa reproduksi induk domba garut, performa induk laktasi dan ketahanan tubuh anak domba prolifik yang dilahirkan.

Penelitian juga bertujuan untuk mendapatkan ransum berbasis pakan lokal dengan kadar linoleat terbaik yang dapat digunakan untuk memperbaiki reproduksi ternak domba prolifik.

Hipotesis :

1. Asam linoleat asal minyak bunga matahari dapat meningkatkan sintesis hormon dan efisiensi metabolisme nutrisi pada ternak domba prolifik pada fase reproduksi.

2. Suplementasi asam lemak linoleat dapat memperbaiki kualitas kolostrum/ susu induk domba prolifik, sehingga dapat meningkatkan ketahanan tubuh anak yang dilahirkan

3. Ada hubungan status nutrisi induk dengan ketahanan tubuh anak-anak yang dilahirkan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan akademisi dan praktisi peternakan. Hasil penelitian dapat menambah informasi dalam pengembangan bidang ilmu nutrisi reproduksi ternak, jugabidang ilmu peternakan secara keseluruhan. Bagi pelaksana atau praktisi peternakan, hasil penelitian dapat diterapkan dalam usaha peternakan domba maupun usaha ternak secara keseluruhan, sehingga membantu menunjang pengembangan usaha peternakan nasional.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

LINGKUNGAN GENETIK 3. KELAHIRAN ANAK KEMBAR MASIH RENDAH (20%) 4. LAMBING RATE RENDAH ( <150%)

(23)

2PERFORMA REPRODUKSI DOMBA GARUT DENGAN

PENAMBAHAN MINYAK BUNGA MATAHARI (Helianthus

annus Linn.) SEBAGAI SUMBER ASAM LINOLEAT

(Reproductive Performance of garut Sheep withAddition of Sunflower Oil (Helianthus annus) as a Source of Linoleic Acid)

Abstrak

Kecukupan dan kualitas nutrisi merupakan faktor penting penentu tingkat keberhasilan reproduksi domba. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan linoleat yang bersumber dari minyak bunga matahari pada performa reproduksi induk domba garut. Ternak yang digunakan 32 ekor domba garut betina siap kawin dengan bobot awal 22.12±1.69 kg dan 4 ekor pejantan dengan tingkat fertilitas sama. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri atas 4 jenis ransum dengan penambahan minyak bunga matahari berbeda. Kadar minyak bunga matahari yang ditambahkan disetarakan dengan kebutuhan linoleat yaitu : M0=tanpa minyak bunga matahari, M1=2% minyak buterdiri atasnga matahari, M2=4% minyak bunga matahari, dan M3=6% minyak bunga matahari. Peubah yang diukur meliputi konsumsi dan kecernaan zat makanan, performa induk selama kebuntingan, kadar glukosa dan kolesterol plasma, konsentrasi hormon progesteron, persentase kebuntingan, jumlah embrio, lama kebuntingan, persentase kehilangan embrio, litter size, rasio kelahiran kembar-tunggal, dan rasio jenis kelamin anak. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA dan Chi Kuadrat (χ2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi bahan kering, protein, dan TDN,tetapi konsumsi lemak, linoleat dan Beta-N perlakuan M1,M2 dan M3 nyata lebih tinggi dibanding perlakuan M0. Perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kecernaan bahan kering, protein kasar, Beta-N, kalsium dan fosfor, namun nyata mempengaruhi kecernaan serat kasar dan lemak kasar (p<0.05). Perlakuan tidak mempengaruhi kadar glukosa, kolesterol dan progesteron, persentase kebuntingan, jumlah embrio, dan kelahiran kembar, namun perlakuan M2 (4% minyak bunga matahari) menghasilkan litter size, rasio jenis kelamin anak jantan yang dilahirkan sangat nyata (p<0.01) lebih besar dari perlakuan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan kadar linoleat sampai 3 kali dari kebutuhan hidup pokok (6% minyak bunga matahari) memperbaiki sintesis hormon steroid, laju ovulasi, tingkat kebuntingan kembar dan rasio jenis kelamin anak jantan. Penampilan reproduksi terbaik dicapai pada ransum dengan kadar 4 % minyak bunga matahari.

(24)

Abstract

Sufficiency of nutrientsquality is an important factor for good animal reproduction. The study was aimed to evaluate the effect ofsupplementation of linoleic acid derived from sunflower oil on reproductive performanceof garut sheep. Animals usedwere primaparous garut ewes (initial body weight 22.12 ±1.69 kg), and 4 rams with the same fertility.The experiment used completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 8 replications. Treatmentsconsisted of four rations with different levels of sunflower oil.Levels of sunflower oil were added based on the maintenance level of linoleic acid. M0=without sunflower oil, M1=2% sunflower oil, M2=4% sunflower oil and M3=6% sunflower oil.Parameters measured were the consumption and digestibility of nutrients, ewes performance during pregnancy, plasma glucose, cholesterol, progesterone concentrations, the percentage of pregnancy, number of embryos, length of pregnancy, litter size, single-twin birth ratio and sex ratio of lambs. Data were analyzed by ANOVA and Chi Square (χ2). The results showed that the treatments did not significantly affect consumption of dry matter, protein and TDN, but significantly affect consumption of fat, linoleic acid and Beta-N (p<0.05).The treatments did not affect the digestibility of dry matter, crude protein, beta-N, calcium and phosphorus, but crude fiber and crude fat were significantly affected by the treatments (p<0.05).Levels of glucose, cholesterol,progesterone, the percentage of pregnancy, number of embryos, and type of birth were not affected by treatments, however thelitter size and sex ratio of lambs was high significantly affected (p<0.01). It can be concluded that the increased levels of linoleic acid to 3 times the maintenance requirement of sheep (6% sunflower oil in ration) haspositive influence on synthesis of hormone steroid, ovulation rate, percentage of pregnancy, the increase of multiple births and an increase in the ratio of male lambs. It does not interfere the ewes performance during pregnancy.The best reproductive performancewas achieved at ration with levels of linoleic 2 times maintenance or 4 percent sunflower oil. Keywords : garutewes,linoleic, progesterone, reproductive, sunflower oil

Pendahuluan

(25)

Beberapa peneliti melaporkan bahwa komposisi asam lemak ransum dapat memperbaiki reproduksi ternak (Cerri et al. 2009; Watches et al. 2007), pada sapi dapat meningkatkan jumlah dan ukuran folikel yang diovulasikan, meningkatkan daya hidup korpus luteum dan memperbaiki fertilitas (Staples et al. 1998). Zachut et al. (2008) menyatakan bahwa pada sapi perah, kadar asam lemak tidak jenuh ransum meningkatkan ukuran dan menaikkan hormon steroid pada fase preovulatori folikel, yang menguntungkan bagi fungsi ovarium. Hess et al. (2005) menyatakan bahwa pada fase reproduksi ketersediaan nutrien ada hubungannya dengan pengaturan dan sintesis hormon. Perkembangan janin yang normal membutuhkan ketersediaan asam lemak esensial dan asam lemak rantai panjang tak jenuh ganda serta status gizi induk selama kebuntingan.Perbedaan komposisi asam lemak ransum sapi perah pada 70 hari akhir kebuntingan meningkatkan ketersediaan linoleat dalam uterus, oosit dan embrio, sehingga memperbaiki fertilitas dan kualitas embrio yang dihasilkan (Cerri et al.2009), dan mempengaruhi lama kebuntingan pada domba (Elmes et al. 2005).

Asam lemak linoleat (omega-6) menjadi salah satu perhatian dalam usaha memperbaiki reproduksi pada ternak, terutama pada fase kebuntingan. Asam linoleat (18:02, n-6) dimetabolisme menjadi asam arakidonat (20:04 n-6), sebagai prekursor prostaglandin tipe 2 (PGE2). Peningkatan konsumsi 18:02 n-6 selama kebuntingan dapat mengubah sintesis prostaglandin selama proses kelahiran (Elmes et al. 2004). Keberadaan linoleat ini penting untuk sintesis hormon steroid seperti progesteron yang berperan dalam pengaturan ketersediaan nutrien untuk ovum dan implantasi embrio, serta pemeliharaan kebuntingan, terutama dengan jumlah embrio lebih dari satu (prolifik).

Prostaglandin mempunyai fungsi biologis dalam pengontrolan tekanan dan aliran darah, fungsi ginjal, pembentukan trombosit, imflamasi, aktivitas otot halus dan pengaturan saraf. Secara spesifik untuk reproduksi prostaglandin penting dalam persiapan untuk fertilisasi, transpor embrio dan mengurangi kontraksi otot dalam menjaga fertilitas (Fierro et al.2011), melisiskan korpus luteum dalam proses foliculogenesis dan menjelang kelahiran.

Pemberian ransum yang dilengkapi dengan linoleat (n-6 PUFA) dapat meningkatkan produksi prostaglandin jaringan induk dan anak dalam plasenta, sehingga dimungkinkan bahwa ransum yang kaya linoleat dapat mempengaruhi perkembangan janin, plasenta, dan memegang peranan penting dalam menentukan waktu kelahiran (Chenget al. 2005). Linoleat ketika masuk ke dalam sel tubuh akan disintesis menjadi gamma linolenic acid (GLA), dihomo-gamma-linolenic acid (DGLA) dan asam arakhidonat (Watches et al.2007; Allen dan Harris2001). Hasil kajian tentang pentingnya linoleat untuk reproduksi ruminan sudah banyak dilakukan dengan pengaruh yang positif pada reproduksi, namun belum banyak informasi yang tersedia tentang berapa kadar linoleat yang dibutuhkan untuk fase reproduksi tersebut, terutama untuk domba-domba prolifik. Informasi yang tersedia pada umumnya baru menyatakan bahwa kebutuhan linoleat pada saat kebuntingan meningkat (NRC 2007; Cheng et al.2005).

(26)

reproduksi domba garut betina dewasa yang diberi ransum kaya asam linoleat asal minyak bunga matahari.

Metodologi Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium lapang untuk pemeliharaan ternak, dilanjutkan dengan analisis sampel di laboratorium analisis Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB, dan Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) untuk analisis progesteron. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2012.

Bahan Penelitian

Ternak dan Pakan

Pengamatan dilakukan pada 32 ekor domba garut betina calon induk primaparayang siap kawin berumur sekitar 12-14 bulan, dengan bobot badan rata-rata 22,12±1,69 kg. Empat ekor domba jantan yang sudah diketahui nilai fertilitasnya yaitu: volume, warna, konsistensi, pH, gerakan masa, motilitas, konsentrasi, persentase sperma hidup dan abnormalitas (Lab URR FKH) digunakan sebagai pejantan.Ternak diperoleh dari peternak domba di Garut, selama pengamatan domba dikandangkan secara individu.

Pakan yang diberikan adalah rumput Brachiaria humidicola dan konsentrat. Konsentrat disusun dan campuran sendiri, terdiri atas bungkil kelapa, onggok, bungkil kedelai, garam, kapur dan premix, dengan kadar minyak bunga matahari berbeda. Kadar penambahan minyak disetarakan dengan kebutuhan linoleat untuk ternak domba fase reproduksi. Kebutuhan linoleat untuk hidup pokok dan pertumbuhan 88 mg/kgBB0.75(Palmquist1988). Ransum perlakuan dibuat isoprotein dengan kadar protein sekitar 18% dan TDNberkisar dari 70-74%. Ransum perlakuan ialahM0=kebutuhan linoleat di bawah hidup pokok(tanpa minyak bunga matahari),M1=kebutuhan linoleat sesuai hidup pokok (2% minyak bunga matahari),M2= kebutuhan linoleat 2 kali hidup pokok (4% minyak bunga matahari) danM3=kebutuhan linoleat 3 kali hidup pokok (6% minyak bunga matahari). Kadar linoleat masing-masing ransum perlakuan berturut-turut 0.12%, 0.65%, 1.3% dan 1.94%.

(27)

2.1, sedangkan komposisi zat makanan konsentrat dan rumput disajikan pada Tabel 2.2 dan 2.3.

Tabel 2.1 Komposisikonsentrat perlakuan berdasarkan bahan kering

Bahan Pakan Konsentrat Perlakuan M2= 4% minyak bunga matahari, M3= 6% minyak bunga matahari; * tiap 1 kg mengandung vitamin A=500.000 IU, vitamin D=100.000 IU, Vitamin E=150 mg, vitamin B1,B2,B12 masing-masing 50,250,250 mg, vitamin K 50 mg, niacinamid=375 mg, Ca-d-panthotenate=125 mg, asam folat=25 mg, Clholin chloride=5000mg, L-lysin 3750 mg, Mg sulfat=1700 mg, Fe sulfat=1250 mg,Mn sulfat – 2500 mg, Cu sulfat=25 mg, Zn sulfat=500 mg dan K iodine 5mg, antioksidan.

Tabel 2.2 Komposisi zat makanan konsentrat dan rumput perlakuan berdasarkan bahan kering

Zat Makanan Konsentrat Brachiaria

humidicola

Keterangan : Hasil analisisLab. Ilmu dan Teknologi Pakan (2012);M0=tanpa minyak bunga matahari,M1=2% minyak bunga matahari, M2=4% minyak bunga matahari, M3= 6% minyak bunga matahari.

Peubah

(28)

Tabel 2.3 Komposisi asam lemak esensial konsentrat dan rumput perlakuan (g/100g lemak)

Zat Makanan

Konsentrat Brachiaria

humidicola

M0 M1 M2 M3

---%--- Oleat

(C18:1,n=9)

5.36 9.49 10.42 15.96 0.73

Linoleat (C18:2,n=6)

2.02 10.88 13.73 22.96 4.57

Linolenat

(C18:3,n=3) td td td td 4.38

Keterangan: Hasil analisis Lab. Terpadu IPB (2012); td= tidak terukur;M0=tanpa minyak bunga matahari,M1=2% minyak bunga matahari, M2=4% minyak bunga matahari, M3=6% minyak bunga matahari

Metode

Sinkronisasi Estrus dan Perkawinan

Sinkronisasi estrus atau penyerentakan berahi dilakukan dengan menyuntikkan preparat hormon prostaglandin (PGF2α) noroprost®. dengan dosis lima mgper ekor secara intramuskuler dan diulang pada hari ke-12. Satu hari setelah dilakukannya penyuntikan kedua, domba betina dan jantan digabungkan dalam kandang kelompok selama lima hari, untuk dilakukan perkawinan secara alami.

Deteksi Kebuntingan dan Jumlah Embrio

Tingkat keberhasilan kebuntingan dan jumlah embrio yang terbentuk dideteksi dengan menggunakan ultrasonografi transrektal dengan frekuensi 7.5 MHz (Aloka SSD-500, SN M07265, Aloka Co.,Ltd., Tokyo Japan), sesuai metode yang digunakan Vinoles Gil (2003).Penghitungan jumlah embrio dilakukan pada hari ke 18-20 setelah dilakukan perkawinan. Induk-induk yang berdasarkan hasil USG kosong, dikawinkan kembali pada siklus estrus berikutnya. Perkawinan dilakukan hanya pada 2 kali siklus estrus, persentase kebuntingan dan kehilangan embrio diperoleh dari rumus perhitungan:

Kebunti ngan ( %) = jumlah i nduk bunting

jumlah i nduk yang ada dalam kelompok)× 100

Kehilangan embr io ( %) = ( jumlah embr io−jumlah anak lahir )

(29)

Secara lengkap perangkat alat USG yang digunakan disajikan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Alat USG yang digunakan (Dokumentasi Penelitian 2012) Pengambilan Sampel Darah

Progesteron

Pada hari ke 25, 28 dan 31 setelah perkawinan dilakukan pengambilan sampel darah untuk analisis progesteron serum induk.Darah diambil pada bagian vena jugularis menggunakan spoit steril 5 mL dan tabung reaksi tanpa antikoagulan. Darah yang tertampung kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, sehingga diperoleh serum.

Glukosa dan Kolesterol

Pada umur kebuntingan 1 bulan(awal kebuntingan),2.5 bulan(tengah kebuntingan) dan 4.5 bulan(akhir kebuntingan) dilakukan pengambilan sampel darah untuk analisiskadar glukosa dan kolesterol plasma induk. Darah diambil pada bagian vena jugularis menggunakan spoit steril 5 mLdan tabung reaksi berisi antikoagulan (EDTA) 3 ml. Darah yang tertampung kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, sehingga diperoleh plasma.

Pengukuran Konsumsi dan Kecernaan

Data konsumsi merupakan rata-rata selisih jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan, dilakukan setiap hari selama fase kebuntingan. Pengukuran kecernaan dilakukan pada fase akhir kebuntingan (1 bulan sebelum melahirkan) dengan metode koleksi total.

Analisis Hormon Progesteron

Hormon progesteron serum dinalisis menggunakan metode Progesteron 125I RIA KIT (Institute of Isotopes Co.Ltd. Konkoly Thage Miklos ut 29-33 H-1121 Budapest, Hungary, Ref:RK-460M) (IZOTOP,2012). Persiapan sampel dilakukan di laboratorium Fisiologi FKH dilanjutkan dengan pembacaan di Laboratorium Isotop Radioaktif Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor (2012).

(30)

progesteron disajikan pada Gambar 2.2. Prosedur analisis secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.1.

Gambar 2.2 Reagen dan beberapa peralatan analisis progesteron 125I RIA KIT (Dokumentasi penelitian 2012)

Analisis Glukosa dan Kolesterol

Kadar glukosa dianalisis menggunakan Glucose kit [Cat No 112191, reg. No AKL 20101803460]. Kadar kolesterol plasma darah dianalisis dengan menggunakan kolesterol kit [Cat. No. 101592, reg. No. AKL 10101803466].Prosedur analisis glukosa dan kolesterol secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.2 dan 2.3.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searahdengan 4 perlakuan dan 8 ulangan. Data yang diperoleh diuji statistik dengan ANOVA dan perbedaanrataan diuji Duncan menggunakan software SPSS versi 13.1 for windows 2004. Data persentase kebuntingan, rasio jenis kelamin anak, dan tipe kelahiran dianalisis dengan Uji χ2 (Chi kuadrat) (Walpole et al. 2012). Data persentase kehilangan embrio dianalisis deskriptif.

Hasil dan Pembahasan

Performa Induk Bunting

Konsumsi Zat Makanan

Konsumsi zat makanan induk domba bunting yang mendapat ransum dengan kadar linoleat asal bunga matahari berbeda disajikan pada Tabel 2.4.

(31)

Tingkat konsumsi bahan kering yang tidak berbeda menunjukkan bahwa penambahan minyak bunga matahari sebagai sumber linoleat sampai 6% dalam konsentrat tidak menurunkan palatabilitas dari keempat ransum perlakuan yang diberikan. BK 747.91±38.88 737.91±79.05 796.59±32.28 717.85±72.92

PK 141.15±7.61 135.36±15.57 142.95±5.83 146.52±14.88 LK 21.64±1.22b 25.36±41b 44.47±1.84a 41.52±4.76a Linoleat 0.48±0.03D 2.65±0.35C 5.95±0.25B 9.22±1.07A SK 188.05±9.41ab 210.76±21.72 a 194.88±7.83ab 177.65±18.05b Beta-N 205.54±7.98c 316.55±33.38ab 361.27±14.63a 305.95±30.76ab TDN 528.39±28.18 514.75±58.02 577.88±54.98 523.11±54.98

BK(%BB) 2.80 2.47 2.59 2.35

a-cSuperskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada (p<0.05); A-D Superskrip huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01); M0= tanpa minyak bunga matahari,M1=2% minyak bunga matahari, M2=4% minyak bunga matahari, M3=6% minyak bunga matahari.

Bertambahnya minyak bunga matahari sekaligus menambah kadar lemak ransum dan berindikasi pada peningkatan densitas energi ransum sehingga berakibat pada penurunan konsumsi bahan kering. Berkurangnya bahan kering yang dikonsumsi tidak mengganggu asupan zat makanan utama seperti bahan kering, protein dan kalsium karena masih sesuai dengan kebutuhan zat makanan domba bunting yang direkomendasikan NRC (2007). Menurut NRC (2007) konsumsi bahan kering, protein dan kalsium domba bunting dengan bobot badan 20-30 kg berturut-turut adalah 600 -900 ge-1hari-1

, 70-87.5 g e-1hari-1dan 4-6.7 g e -1hari-1

Hasil penelitian ini sejalan dengan Ensinia et al.(2004), terjadi penurunan konsumsi pada domba akhir kebuntingan (2.79% vs 2.64%)dengan ransum tinggi linoleat asal safflower.Maia et al. (2012) yang memberikan minyak canola, minyak bunga matahari dan minyak astor pada domba sebanyak 30gkg-1 BK tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering dan konsumsi protein, tetapi nyata meningkatkan konsumsi lemak, serat kasar, dan Beta-N.

(32)

Kecernaan Zat Makanan Akhir Kebuntingan

Kecernaan bahan kering, protein kasar, dan Beta-N tidak berbeda nyata antarperlakuan (Tabel 2.5). Hal ini sejalan dengan tingkat konsumsi yang juga tidak berbeda nyata. Nilai kecernaan bahan kering, protein kasar,lemak kasar, serat kasar, dan Beta-N pada induk domba akhir kebuntingan disajikan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5Kecernaan zat makanan domba bunting dengan ransum kaya linoleat asal minyak bunga matahari

Zat makanan Perlakuan

M0 M1 M2 M3

...%...

BK 74.85±3.77 83.73±1.97 76.68±5.49 76.54±6.45

PK 80.89±2.15 86.60±1.34 80.84±5.26 80.71±4.52

SK 59.28±4.95b 80.62±4.01a 63.72±8.89b 67.52±8.79ab LK 92.40±5.68b 92.60±1.67b 95.35±2.13ab 99.06±0.75a Beta-N 84.52±3.17 87.62±0.84 84.05±3.05 82.23±5.68 Kalsium 66.72±11.14 75.70±3.65 60.49±11.34 62.27±9.10 Fosfor 88.55±1.75 90.10±2.07 86.21±5.11 86.09±2.45 a-c

Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada (p<0.05); M0=tanpa minyak bunga matahari , M1=2% minyak bunga matahari, M2=4% minyak bunga matahari, M3=6% minyak bunga matahari.

Hasil ini sejalan dengan Atkinson et al. (2006) bahwa kecernaan bahan kering, NDF, dan nitrogen pada domba tidak dipengaruhi pemberian ransum yang mengandung safflower tinggi linoleat. Tidak adanya perbedaan untuk kecernaan protein kasar dan Beta-N memberi gambaran bahwa penambahan minyak matahari sampai taraf 6%tidak mengganggu proses pencernaan dari kedua zat makanan tersebut. Kondisi ini berhubungan dengan kadar lemak ransum yang belum melebihi 6%, sehingga belum mengganggu kecernaan zat makanan lainnya. Hesset al. (2008) menyatakan bahwa suplementasi lemak 6% dari ransum ruminansia yang tinggi konsentrat tidak mengganggu penggunaan komponen pakan lainnya.

Kecernaan lemak hanya pada ransum dengan kadar linoleat tinggi (M3) nyata meningkat dibanding ransum yang tidak mendapat tambahan linoleat (p<0.05). Hasil ini sesuai dengan penelitian Banta et al. (2011) bahwa kecernaan lemak nyata lebih tinggi pada sapi yang diberi ransum kaya linoleat asal biji bunga matahari. Tingkat kecernaan lemak yang tinggi akan mempengaruhi jumlah lemak yang dapat dimetabolismekan di dalam tubuh sehingga akan mengubah komposisi asam lemak dalam fosfolipid membran. Perubahan komposisi asam lemak dalam fosfolipid membran sel dapat diatur berdasarkan komposisi asam lemak pakan yang diberikan sehingga dapat digunakan untuk sintesis prostaglandin dengan bantuan enzim fosfolipase A2 (Watcheset al. 2007).

(33)

mendukung proses pencernaan yang baik pada induk domba bunting. Prostaglandin sangat berperan dalam menjaga dan membantu proses pencernaan dalam tubuh manusia maupun hewan. Biosintesis prostaglandin (PGs) dari asam arakhidonat fosfolipid membran akan berimplikasi pada regulasi berbagai fungsi pencernaan, seperti aliran darah, sekresi asam lambung, cairan mukosa dan bikarbonat pada tikus sebagai hewan model (Barnet et al. 2000; Darling et al. 2004 dan Wallace et al. 2000).

Nilai kecernaan serat yang dihasilkan dalam penelitian secara umum tidak nyata dipengaruhi penambahan minyak bunga matahari sebagai sumber linoleat, meskipun untuk induk dengan ransum M1 (2% minyak matahari) nyata lebih tinggi dari M0 dan M2, tetapi tidak berbeda dengan M3. Kondisi ini menunjukkan bahwa kehadiran minyak bunga matahari sampai 6 % sebagai sumber linoleat dalam ransum induk belum mengganggu pertumbuhan bakteri pencerna serat. Hal ini juga terjadi karena ransum yang diberikan menggunakan proporsi konsentrat yang lebih banyak dari hijauan,sehingga kecernaan serat tidak terganggu.Kehadiran lemak yang tinggi dapat berpengaruh negatif pada kecernaan serat apabila ditambahkan pada ransum berbasis hijauan (Scholljegerdes et al. 2004).

Performa Induk

Performa induk domba sejak saat kawin sampai akhir kebuntingan yang diamati dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Performa induk domba bunting dengan ransum kaya linoleat asal minyak bunga matahari

Peubah

Perlakuan

M0 M1 M2 M3

Bobot saat kawin (kg) 24.45±1.74 25.20±0.53 24.93±1.65 24.80±2.66 PBB (g ekor-1 hari-1) 89.24±33.20 99.32±19.69 121.26±2.99 114.67±29.09 Efisiensi penggunaan

pakan

0.12±0.04 0.13±0.01 0.15±0.01 0.28±0.19

M0=tanpa minyak bunga matahari,M1=2% minyak bunga matahari,M2=4% minyak bunga matahari, M3=6% minyak bunga matahari.

Bobot badan saat kawin, pertambahan bobot badan selama kebuntingan dan efisiensi penggunaan pakan tidak berbeda nyata antarperlakuan. Pertambahan bobot badan selama kebuntingan berhubungan dengan jumlah fetus yang dihasilkan. Tidak adanya perbedaan pertambahan bobot badan selama kebuntingan sejalan dengan tingkat konsumsi dan kecernaan zat makanan yang juga tidak berbeda nyata.

(34)

17 menambah asupan energi dan memperbaiki metabolisme tubuh sehingga dihasilkan bobot badan yang stabil selama kebuntingan.

Status Glukosa Induk

Glukosa merupakan sumber energi utama yang akanmempengaruhi kecukupan energi induk selama fase kebuntingan. Kadar glukosa yang dihasilkan dari penelitian dan dinamikanya selama kebuntingan disajikan pada Gambar 2.3.

Pada penelitian ini kadar glukosa plasma induk sejak awal kebuntingan sampai akhir kebuntingan tidak dipengaruhi perlakuan. Rataan kadar glukosa yang diperoleh berkisar dari 47.82-79.67 mg/dl, nilai ini masih berada pada kisaran normal untuk domba sehat yaitu 44-81.18 mg/dl (Fraser et al. 1986) dan domba bunting 47 mg/dl (Riis 1983). Hal ini sejalan dengan konsumsi dan kecernaan Beta-N yang juga tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan. Konsumsi Beta-N merupakan salah satu yang akan berkontribusi terhadap energi yang dikonsumsi ternak yang nantinya akan berperan dalam pembentukan glukosa

Gambar 2.3. Dinamika kadar glukosa plasma induk sejak awal sampai akhir kebuntingan.( ) M0=tanpa minyak bunga matahari,( ) M1=2% minyak bunga matahari ( ) M2=4% minyak bunga matahari( )M3=6% minyak bunga matahari.

(35)

Hal ini menunjukkan bahwa pada awal kebuntingan kadar glukosa ada kaitannya dengan tingkat pelepasan hormon FSH dan LH yang juga berperan dalam proses ovulasi, sesuai pernyataan Hess et al. (2005), bahwa glukosa yang berasal dari propionat merupakan sumber energi utama untuk kerja hipothalamus dalam proses pematangan sel telur, melalui pengaturan FSH dan LH sampai terjadinya ovulasi dan pembentukan korpus luteum.

Vinoles Gil (2003) dan Scaramuzzi et al. (2006) menjelaskan bahwa respons cepat dari perubahan pemberian makanan dalam proses folikulogenesis dan laju ovulasi adalah adanya pengaruh langsung pada glukosa ovarium yang akan meningkatkan uptake glukosa, insulin pankreas, peningkatan leptin dalam jaringan adipose yang berpengaruh pada proses steroidogenesis, sehingga akan menurunkan kadar estradiol dalam ovarium dan merangsang hipothalamus untuk melepaskan GnRH (Gonadothropine releasing hormon), meningkatkan sintesis dan pelepasan FSH, LH, selanjutnya mempengaruhi ukuran folikel atau peningkatan laju ovulasi. Secara skematik model regulasi nutrisi terhadap folikulogenesis dan laju ovulasi pada domba disajikan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Model regulasi nutrisi terhadap folikulogenesis dan laju ovulasi pada domba (Scaramuzzi et al. 2006)

(36)

Astuti et al. (2000) yang mengukur kinetika glukosa pada kambing PE pertumbuhan bunting dan laktasi, bahwa kebutuhan glukosa pada ruminansia pada fase berbeda akan berbeda. Turn over glukosa domba tidak bunting dan bunting adalah 4.6 dan 7.5 g hari-1 dalam waktu masing-masing 78 dan 43 menit (Riis 1983).

Kadar Kolesterol dan Hormon Progesteron

Kolesterol merupakan prekursor pembentukan hormon steroid yang penting peranannya dalam reproduksi ternak. Kadar kolesterol induk domba yang diperoleh dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.7.Penambahan minyak bunga matahari hingga 6% secara statistik tidak nyata mempengaruhi kadar kolesterol pada saat sebelum perkawinan, namun berbeda nyata (p<0.05) pada awal kebuntingan.

Ketersediaan kolesterol yang cenderung meningkat erat kaitannya dengan status hormon yang terbentuk, karena kolesterol merupakan prekursor sintesis hormon steroid seperti progesteron, kortisol, kortikosteron dan estradiol (Fall 2008). Suplementasi sabun kalsium asam lemak nyata meningkatkan kolesterol serum, trigliserida, low-density lipoprotein kolesterol, glukosa, dan progesteron (El-Nour et al. 2012). Rataan total kolesterol yang diperoleh dari penelitian ini lebih tinggi dari yang dihasilkan Wonnacot et al. (2010) yang memberikan minyak bunga matahari 4.5% pada domba selama 6 minggu (62.67mg/dl). Kadar kolesterol pada saat sebelum perkawinan dibutuhkan untuk sintesis hormon steroid yang berperan dalam persiapan estrus.

Tabel 2.7 Kadar kolesterol induk domba prakawin dan awal kebuntingan dengan ransum kaya linoleat asal minyak bunga matahari

Kadar kolesterol

Perlakuan

M0(n=7) M1(n=6) M2(n=8) M3(n=6)

---mgdL-1---

Prakawin 78.92 ±17.70 95.38 ± 22.76 96.79±14.25 88.93 ±20.68 Awal bunting 68.24 ±23.82b 106.98 ± 12.82a 94.18±20.99ab 96.36 ±24.14ab a-b) Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05); M0= tanpa minyak bunga matahari,M1=2% minyak bunga matahari, M2=4%minyak bunga matahari, M3=6%minyak bunga matahari.

(37)

konsentrasi kolesterol yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatansintesis progesteron yang penting untuk pemeliharaan kebuntingan.

Kadar Progesteron

Kadar progesteron serum induk yang diperoleh dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Kadar hormon progesteron induk domba dengan ransum kaya linoleat asal minyak bunga matahari

Peubah Perlakuan

M0(n=7) M1(n=6) M2(n=8) M3(n=6) ---ngmL-1--- Hari ke-25

Rata-rata dari total 33.28±2.94 35.32±3.33 36.37±6.75 33.95±6.05

1 embrio 31.011 38.801 - -

2 embrio 33.84±3.06 33.58±2.02 34.53±6.22 33.14±6.67

3 embrio - 46.571 37.191

Hari ke-28

Rata-rata dari total 31.15±7.13 30.07 ±7.94 31.50 ± 4.55 29.30±3.48

1 embrio 32.041 34.311 - -

2 embrio 30.92± 8.22 27.96±9.96 30.87± 4.64 30.35±3.67

3 embrio - - 35.261 25.351

Hari ke-31

Rata-rata dari total 24.62 ± 4.30 29.32 ± 6.24 30.08 ± 3.02 28.56± 9.98

1 embrio 24.911 23.311 - -

2 embrio 26.33±5.62 32.32±3.70 29.97±3.51 30.17±7.20

3 embrio - - 28.251 37.46± 4.30

Penurunan

konsentrasi (%)2 26.03 17.00 17.29 15.88

11 ekor induk; 2selisihkonsentrasi progesteron hari ke 31 dengan hari ke-25

M0=tanpa minyak bunga matahari,M1=2% minyak bunga matahari, M2=4% minyak bunga matahari, M3=6% minyak bunga matahari.

Konsentrasi progesteron tidak berbeda nyata antar perlakuan pada pengukuran hari ke 25, 28 dan 31 setelah perkawinan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Akbarinejad et al. (2012), bahwa suplementasi asam lemak poli tak jenuh omega 6 dan omega 3 dalam ransum fase kawin, terutama meningkatkan kolesterol sebagai prekursor steroidogenesis dan LDL sebagai pembawa kolesterol ke jaringan ovarium pada domba Zel, tetapi tidak nyata mempengaruhi tingkat fertilitas, prolifikasi, sex rasio dan progesteron pada domba Zel.

(38)

ada hubungannya dengan sintesis hormon steroid yang dihasilkan. Sumaryadi et al. (2000) menyatakan bahwa peningkatan laju ovulasi erat kaitannya dengan jumlah korpus luteum yang terbentuk sebagai sumber penghasil hormon-hormon reproduksi.

Pemberian ransum kaya asam lemak esensial dari minyak bunga matahari mampu memberikan tambahan bahan baku pembentuk hormon steroid seperti progesteron. Hal ini sangat menguntungkan untuk proses selanjutnya dalam perkembangan embrio dan pemeliharaan kebuntingan, karena progesteron dibutuhkan untuk memelihara perkembangan fetus dan mempertahankan kebuntingan. Sumaryadi et al. (2000) menyatakan bahwa konsentrasi progesteron mempunyai dampak pada pertumbuhan dan perkembangan uterus dalam upaya menyangga kehidupan embrio yang akan implantasi.Manalu dan Sumaryadi (1996) menyatakan bahwa konsentrasi progesteron dan estradiol yang dibutuhkan untuk mempertahankan kebuntingan sampai mencapai plasentasi dapat tercukupi dari korpus luteum, namun pertumbuhan dan perkembangan uterus, termasuk perkembangan plasenta tetap dirangsang oleh progesteron dan estradiol yang dihasilkan oleh korpus luteum. Dengan demikian konsentrasi hormon progesteron dan estradiol berperan penting dalam mempertahankan kebuntingan sampai proses kelahiran

Pada penelitian ini ada penurunan konsentrasi progesteron dengan bertambahnya umur kebuntingan hari ke 25 sampai 31. Persentase penurunan pada induk-induk yang mengkonsumsi ransum kaya asam lemak asal minyak bunga matahari relatif lebih kecil dibandingkan dengan induk yang tidak mendapat tambahan minyak bunga matahari (Tabel 2.8). Tambahan minyak bunga matahari dapat mendukung tersedianya prekursor sintesis hormon steroid seperti progesteron.

Lopez et al. (2010) melakukan suplementasi asam lemak tak jenuh rantai panjang (PUFA) terproteksi pada induk sapi pedaging. Hasilnya adalah terjadi peningkatan performa reproduksi, terlihat dari peningkatan kadar progesteron serum. Peningkatan ukuran folikel praovulasi dapat disebabkan oleh peningkatan konsentrasi plasma LH yang merangsang tahap kedua pertumbuhan folikel, folikel yang lebih besar dapat mengakibatkan pembentukan korpora lutea besar, dengan steroidogenik meningkat, kapasitas dan hasil produksi progesteron yang lebih besar, yang ditunjukkan dengan tingkat konsepsi yang lebih tinggi (Funston 2004). Gulliver et al.(2012) juga menyatakan bahwa asam lemak poli tidak jenuh omega 3 dan omega 6 dapat mempengaruhi sejumlah faktor yang berkaitan dengan sintesis dan metabolisme hormon reproduksi yang penting seperti steroid, progesteron dan estradiol.Pour (2011) melaporkan bahwa pemberian lemak meningkatkan progesteron untuk memelihara kebuntingan.

(39)

ke 9 siklus birahi. Skemesh et al. (1973) menduga kebuntingan domba berdasarkan konsentrasi progesteron pada hari ke-31 dan 35 setelah estrus pada induk bunting anak tunggal (3.70±0.27 ng/mL), anak kembar (4.64±0.5 ngmL-1). Green et al.(2008) mendapatkan progesteron plasma induk domba =50±2.0 ngmL-1dengan pemberian 4.8% asam lemak tak jenuh kaya linoleat dalam ransum.. Hasil penelitian mendekati Kerslake (2010),bahwa kadar progesteron hari ke-141 kebuntingan masing-masing anak tunggal dan kembar 2 dan 3 adalah 14.1, 30.5 dan 24.9 ngmL-1.

Tingginya kadar hormon progesteron yang dihasilkan pada penelitian ini dibanding penelitian lainnya bisa disebabkan oleh kualitas ransum yang diberikan memang sudah disusun untuk kebutuhan reproduksi sehingga status hormon ternak yang digunakan sudah cukup baik, ditunjukkan dengan salah satu domba yang tidak bunting mempunyai kadar progesteron 6.57 ngmL-1yang masih lebih besar dibanding hasil peneliti lainnya.

Performa Reproduksi

Performa reproduksi yang meliputi persentase kebuntingan, jumlah embrio,lama kebuntingan, litter size, tipe kelahiran, dan sex rasio disajikan pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Performa reproduksi domba garutdengan ransum kaya linoleat asal minyak bunga matahari Lama bunting (hari) 137.2±14.91 149.75±13.96 146.38±2.33 146.33±20.09 Litter size (ekor/induk) 1.33±0.52 2.40±0.89 2.25± 1.17 2.00±0.631 Kehilangan embrio (%)* -28.5 +38.46 0.00 - 7.69

Rasio anak (jantan:Betina) 58:42 37:63 75:25 56:44 * = ( )× 100%;(+) = bertambah; (-)= berkurang

Persentase Kebuntingan dan Jumlah Embrio

(40)

kondisi uterus sebagai organ reproduksi untuk terjadinya proses pembuahan yang lebih baik

Konsentrasi hormon progesteron yang relatif lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya dapat membantu kesiapan uterus dalam mendukung terjadinya implantasi. Progesteron mempersiapkan rahim untuk implantasi embrio dan juga membantu menjaga kebuntingan, peningkatan konsentrasi progesteron plasma berkaitan dengan peningkatan angka konsepsi pada ruminansia yang sedang laktasi (Staples et al. 1998).Zachut et al. (2008) menyatakan bahwa pada sapi perah, kadar asam lemak tidak jenuh ransum meningkatkan ukuran folikel dan menaikkan hormon steroid pada fase preovulatori folikel, yang menguntungkan bagi fungsi ovarium. Fouladi-Nasha et al. (2007), juga menyatakan bahwa asam lemak pakan dapat memberikan manfaat terhadap perkembangan dan pematangan oosit, juga pada saat praimplantasi embrio secara in vivo pada sapi perah, namun bagaimana peran spesifik dan mekanismenya perlu dipelajari lebih lanjut.

Bellows et al. (2001), melaporkan bahwa suplementasi berbagai sumber lemak kaya linoleat pada 65 hari akhir kebuntingan pada sapi induk menghasilkan persentase kebuntingan diatas 90 %.Cerriet al. (2009), menyatakan bahwa sapi perah dengan produksi yang tinggi yang mengkonsumsi pakan dengansuplementasi asam lemak kaya linoleat dantrans-octadecenoic fatty Acid(LTFA) telah meningkatkan jumlah kebuntingan pada hari ke-27 dan hari ke-41 setelah inseminasi buatan, meskipun penyebab perbaikan tersebut belum dapat dijelaskan.Sebagai prekursor endogenous untuk sintesis asam arakhidonat (C20:4n-6), asam linoleat dapat meningkatkan inkorporasi asam arachidonat dalam fosfolipid membran sel endometrium dan berakibat pada sintetis PGF2α(Mattos et al. 2003), dengan peranannya yang penting dalam involusi uterus setelah kelahiran.Perbaikan kesehatan uterus yang cepat segera setelah melahirkan berpotensi untuk memperbaiki fertilitas sapi perah induk, yang ditunjukkan dengan tingkat fertilisasiyang lebih baik (Cerri et al.2009).

Persentase kebuntingan pada perlakuan ransum dengan kadar linoleat kurang dari hidup pokok secara kuantitatif relatif lebih besar dibanding 2 perlakuan yang ditambah minyak bunga matahari (M1 dan M3), namun jika dilihat dari jumlah embrio yang dihasilkan, induk yang mengkonsumsi ransum tanpa penambahan minyak menghasilkan lebih sedikit embrio yang terbentuk.

Lama Kebuntingan

Secara statistik tidak ada perbedaan yang nyata untuk lama kebuntingan dari keempat perlakuan. Pada penelitian ini rataan lama bunting dari induk-induk yang yang tidak mendapat tambahan minyak sebagai sumber linoleat (M0) berada di bawah kisaran lama bunting berdasarkan beberapa peneliti lain, yaitu kisaran lama bunting domba adalah 140-159 hari 144-148 hari (Schonian2012) lebih dari 138 hari (Elmes et al. 2005) dan 145-146 hari (Kerslake 2010).

Gambar

Gambar 1.1 Skema alur penelitian
Tabel 2.1 Komposisikonsentrat perlakuan berdasarkan bahan kering
Tabel 2.3 Komposisi asam lemak esensial konsentrat dan rumput perlakuan  (g/100g lemak)
Gambar 2.1 Alat USG yang digunakan (Dokumentasi Penelitian 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pelaksanaannya disebut pelaksanaan penyaluran dari Titik Distribusi (TD) ke Titik Bagi (TB) yang tugasnya menerima dan menolak dan langsung mengembalikan kepada perum

Pada pemeriksaan RT-PCR untuk deteksi virus Dengue-3 pada nyamuk yang diin- feksi secara intrathorakal, terdapat variasi dalam volume RNA virus yang digunakan dan juga

dengan kurangnya informasi (Nanda NIC &amp; NOC, 2007). Alasan diagnose tersebut diangkat karena ditemukan data-data subjektif yang mendukung yaitu Pasien mengatakan ASI

Jalan menuju ke lokasi Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Jetis dari jalan.. utama desa Jetis merupakan jalan dengan lebar ± 5m yang terdiri

4.3.2.3 Responden Merasa Tertarik Untuk Mencari Video Porno Ariel Yang Lain Setelah Memperhatikan Dan Mengerti Tentang Apa Yang Disampaikan Dalam Pemberitaan “ Video Porno Ariel,

Penelitian ini tidak luput dari keterbatasan dimana tidak adanya indikator (rasio keuangan atau faktor non keuangan) lainnya yang dapat digunakan untuk menilai tingkat

Modul yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah modul pembelajaran cahaya yang dapat digunakan siswa untuk melakukan kegiatan belajar sendiri tanpa kehadiran