• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.2 Analisis Hasil Penelitian

Data dari persentase kehidupan sel fibroblas (BHK-21) terhadap ekstrak lerak

dianalisa secara statistik dengan derajat kemaknaan (α = 0,05). Uji Analisa varians satu arah (ANOVA), untuk melihat pengaruh sitotoksisitas antara semua kelompok perlakuan, dan uji Least Significant Different (LSD), untuk melihat perbedaan sitotoksisitas antar kelompok perlakuan. Hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran 5.

Tabel 2. HASIL UJI ANOVA EFEK SITOTOKSIK EKSTRAK LERAK TERHADAP KEHIDUPAN SEL FIBROBLAS (BHK-21) SETELAH 24 JAM PERLAKUAN Perlakuan N X + SD Pb) 40% 9 88,1189 + 0,0306477 0,000* 20% 9 67,1589 + 0,1792200 10% 9 60,1889 + 0,0265674 5% 9 67,5067 + 0,0160682 2,5% 9 59,8278 + 0,0466951 1,25% 9 52,1456 + 0,0530334 0,62% 9 51,0833 + 0,0518714 0,31% 9 56,1000 + 0,0817768 Kontrol sel 100% 9 100 + 0 Kontrol media 0% 9 0 + 0

Keterangan b) Uji ANOVA * Signifikan

Hasil uji ANOVA setelah 24 jam perlakukan (Tabel 2) menunjukkan pemberian ekstrak lerak dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5% memberikan

pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas (BHK-21) (p<0,05). Tetapi tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas pada konsentrasi 1,25%, 0,62% dan 0,31%. Kelompok perlakuan ekstrak lerak dengan masing-masing konsentrasi memberikan hasil persentase kehidupan sel yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol sel. Dari uji ANOVA didapatkan nilai LC50 ekstrak lerak yaitu pada konsentrasi antara 1,25% dengan nilai rerata persen kehidupan sel (52,1456 + 0,0530334).

Tabel 3. HASIL UJI LSD EFEK SITOTOKSIK EKSTRAK LERAK TERHADAP SEL FIBROBLAS (BHK-21) SETELAH 24 JAM PERLAKUAN

Ekstrak 40% 20% 10% 5% 2,50% 1,25% 0,62% 0,31% Kontrol sel 100,00% Kontrol media 0,00% 40% - * * * * * * * * * 20% * - X X * * * * * * 10% * X - X X * * X * * 5% * X X - * * * * * * 2,50% * * X * - * * X * * 1,25% * * * * * - X X * * 0,62% * * * * * X - X * * 0,31% * * X * X X X - * * Kontrol sel 100,00% * * * * * * * * - * Kontrol media 0,00% * * * * * * * * * - * Signifikan X Tidak Signifikan

Hasil uji LSD (Tabel 3) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara semua kelompok perlakuan, kontrol sel dan kontrol media. Kelompok perlakuan ekstrak lerak pada masing-masing konsentrasi berbeda signifikan dengan kelompok kontrol sel dan kontrol media. Ekstrak lerak 40% dengan ekstrak 20%,

10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62%, dan 0,31%. Ekstrak 20% dengan ekstrak 2,5%, 1,25%, 0,62%, dan 0,31%. Ekstrak 10% dengan ekstrak 1,25%, 0,62%. Ekstrak 5% dengan ekstrak 2,5%, 1,25%, 0,62%, dan 0,31%. Serta ekstrak 2,5% dengan ekstrak 5%, 1,25%, 0,62%. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ekstrak 20% dengan ekstrak 10% dan 5%. Ekstrak 10% dengan ekstrak 20%, 2,5% dan 0,31%. Ekstrak 5% dengan ekstrak 20%. Ekstrak 2,5% dengan ekstrak 10% dan 0,31%. Ekstrak 1,25% dengan ekstrak 0,62% dan 0,31%. Ekstrak 0,62% dengan ekstrak 1,25% dan 0,31%. Serta ekstrak 0,31% dengan ekstrak 10%, 2,5%, 1,25% dan 0,62%. Dari hasil uji LSD didapatkan nilai LC50 ekstrak lerak yaitu pada konsentrasi 1,25% dengan nilai rerata kehidupan sel (52,1456 + 0,0530334).

BAB 6 PEMBAHASAN

.

Uji sitotoksisitas yang dilakukan dengan menggunakan metode MTT assay memiliki kelebihan yaitu relatif cepat, sensitif, dan akurat (karena menggunakan alat spektrofotometer yang dapat mendeteksi perubahan metabolisme sel secara jelas, manipulasi mudah, menghemat waktu, tenaga, tidak menggunakan isotop radioaktif), serta dapat digunakan untuk mengukur sampel dalam jumlah besar dan hasilnya bisa untuk memprediksi sifat sitotoksik suatu bahan.1

Metode ini berdasarkan pada perubahan garam tetrazolium (MTT) menjadi formazan dalam mitokondria sel fibroblas (Gambar 7). MTT yang berwarna kuning diabsorbsi ke dalam sel fibroblas dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim mitokondrial suksinat dehidrogenase. Enzim ini terdapat pada bagian matriks

mitokondria dan partikel kecil pada krista. Enzim inilah yang mengkonversi MTT menjadi kristal formazan berwarna biru yang menandai bahwa sel tersebut hidup.16

Formazan adalah kompleks substrat enzim yang dibentuk oleh MTT dan enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel. Warna biru formazan setara dengan panjang gelombang ( ) 500-600 nm. Protokol MTT Assay mempunyai panjang gelombang terpilih pada kisaran 550-620 nm.18 Terbentuknya warna biru diakibatkan oleh adanya perubahan ikatan rangkap menjadi ikatan selang seling dari senyawa MTT menjadi formazan, ikatan selang seling ini disebut dengan gugus kromofor dimana pada pembacaan spektrofotometri dengan 620 nm terbentuk warna biru. Panjang gelombang ini dipilih berdasarkan panjang gelombang maksimal

untuk jenis reagen MTT yang digunakan (sigma, ST. Louis) dan mengingat bahwa daerah pengukuran spektrofotometri visible pada 380-780 nm.30 Pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimal akan memberikan absorbansi yang maksimal. Hal ini untuk meningkatkan sensitifitas analisa.30

Semakin kuat intensitas warna biru yang terbentuk, absorbansi akan semakin tinggi, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak MTT yang diabsorbsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria, sehingga formazan yang terbentuk juga semakin banyak. Absorbansi ini yang digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respon. Intensitas warna biru yang terbentuk berbanding langsungdengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme.

Hasil uji ANOVA (Tabel 2) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5% memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas (BHK-21) (p<0,05). Tetapi tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas pada konsentrasi 1,25%, 0,62% dan 0,31%. Dan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol sel, ekstrak lerak memiliki nilai rerata kehidupan sel yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima, yang berarti ada efek sitotoksik ekstrak lerak terhadap sel fibroblas (BHK-21). Efek toksik ini diduga karena adanya kandungan senyawa aktif dari bahan uji. Pengamatan setelah kontak 24 jam memperlihatkan bahwa persentase kehidupan sel tertinggi terjadi pada ekstrak lerak dengan konsentrasi 40% (88,12% + 0,0306477) dan persentase terendah pada konsentrasi 0,62% (51,08% + 0,0518714).

Hasil uji LSD (Tabel 3) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara ekstrak lerak dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2,5%, 1,25%, 0,62% dan 0,31% dengan kelompok kontrol sel dan kelompok kontrol media pada waktu pengamatan setelah kontak 24 jam. Hal ini menandakan bahwa perlakuan pada waktu kontak selama 24 jam memiliki nilai yang berbeda di setiap konsentrasinya (p<0,05). Kemungkinan disebabkan kandungan dan interaksi zat aktif dari lerak terhadap sel fibroblas yang diamati selama waktu kontak pengamatan.

Kemampuan zat aktif kandungan lerak yang diduga bersifat toksik berupa saponin. Mekanisme saponin dalam membunuh sel disebabkan karena saponin bersifat surfaktan. Saponin mempunyai ujung polar fosfat hidrofilik dan ujung nonpolar hidrofobik (molekul ampifatik) yang dapat melarutkan protein membran. Dimana molekul hidrofilik bahan surfaktan tersebut akan berikatan dengan lipoprotein dinding sel dan menumpuk pada dinding tersebut lalu memecah serta melarutkan lemak dan protein sehingga permeabilitas dinding sel rusak diikuti dengan kebocoran yang mengakibatkan membran sel pecah dan mengalami lisis. Membran sel memiliki peran yang sangat penting, berfungsi melindungi dan mempertahankan isi sel, serta mengatur lalu lintas molekul-molekul yang berguna dalam mempertahankan kehidupan sel.29 Struktur membran sel dapat dilihat pada Gambar 41.

Gambar 41. a. Menunjukkan bagian hidrofobik dari protein membran yang diduga

akan berikatan dengan bagian hidrofobik dari saponin sehingga protein membran dapat larut, b.

Struktur fosfolipid bilayer membran, c. Protein transmembran. 29

Sementara itu, sitoplasma merupakan bagian terbesar dari sel yang di dalamnya mengandung bagian-bagian sel, diantaranya adalah organel yang dianggap sebagai substansi hidup yang berfungsi penting dalam kehidupan sel. Organel yang terpenting dan dijuluki sebagai the power of house adalah mitokondria. Didalam mitokondria terjadi proses respirasi yang dapat menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Kemungkinan, senyawa polifenol menyebabkan kerusakan pada sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, mendenaturasi protein sel, merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler sehingga menyebabkan aktivitas mitokondria terganggu, ditambah sebelumnya dengan adanya kandungan saponin yang sudah terlebih dahulu merusak membran sel, sehingga sel fibroblas akan mudah lisis.

Evaluasi mikroskop pada uji MTT assay (Gambar 39) terlihat bahwa sel fibroblas setelah diberi ekstrak lerak (secara umum dari berbagai konsentrasi)

c

b

mengalami perubahan warna, struktur dan morfologi. Gambar 39a menunjukkan sel yang telah diberi bahan uji dengan konsentrasi tertentu kemudian ditambahkan MTT yang berwarna kuning akan membentuk kristal formazan berwarna biru yang menyelubungi sel. Dan dengan penambahan DMSO (Dimethyilsulfoxide) kristal ini akan terlarut. DMSO juga bertindak sebagai stop solution yang berfungsi menghentikan reaksi enzimatik sehingga tidak akan terjadi false negative dan formazan dapat dibaca absorbansinya secara spektrofotometri dengan ELISA reader.

Pada gambar 39b menunjukkan karakteristik sel fibroblas yang hidup, dimana terlihat sel berwarna biru dengan bentuk yang masih utuh dan berbentuk stelat, lengkap dengan nuklei yang masih utuh. Sementara itu pada gambar 38c terlihat morfologi sel fibroblas yang mati, dimana sel menjadi pyknosis (degenerasi sel dimana ukuran inti sel mengecil bahkan menjadi lisis dan kromatin mengalami kondensasi menjadi masa yang padat dan tidak berbentuk), membulat, membengkak, dan batas membran sel tidak teratur. Hal ini tentu saja disebabkan oleh adanya senyawa toksik dari ekstrak lerak yang diduga dapat membunuh sel fibroblas ini, yaitu saponin dan polifenol yang mekanismenya telah dijelaskan sebelumnya.

Pengamatan 24 jam (Gambar 40) memperlihatkan semakin besar konsentrasi larutan ekstrak lerak, persentase kehidupan sel juga semakin besar serta menunjukkan nilai sitotoksisitas yang kecil. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan pengaruh konsentrasi terhadap sitotoksisitas dimana semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula sitotoksisitasnya.13 Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi kekurangan dalam penelitian ini. Diantaranya, pada penenlitian ini dalam menguji sitotoksisitas ekstrak lerak, bahan uji yang diperoleh dan digunakan

tidak dalam bentuk larutan tetapi dalam bentuk padat (kental) dan keruh. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip kerja spektrofotometer bahwa larutan yang akan diuji haruslah tercampur dengan sempurna (homogen/larutan murni). Sebab akan terjadi endapan yang akan mengganggu dalam pembacaan ELISA reader, yang akan menyebabkan penghamburan cahaya sehingga diduga akan terjadi false negatif dan tentu saja tidak sesuai dengan hukum Lambert Beer yang mensyaratkan bahwa sampel (larutan) yang mengabsorbsi harus homogen.30

Selain itu menurut konsultan peneliti bahwa dengan diperolehnya ekstrak lerak yang kental maka dalam pembuatan suspensi bahan uji ekstrak yang dilarutkan dengan media RPMI-1640 tidak terjadi homogenitas antara kedua bahan uji. Sehingga pada saat dilakukan pengenceran bahan secara dilusi berganda untuk memperoleh konsentrasi bahan uji kemungkinan tidak didapatkan komponen bahan aktif yang sama disetiap konsentrasinya. Hal ini yang menyebabkan terjadinya nilai rerata persen kehidupan sel (Tabel 2) tidak didapatkan hasil yang tetap kecil sesuai dengan konsentrasinya. Yaitu pada konsentrasi 10% (60,18% + 0,0265674) dan pada konsentrasi 5% (67,50% + 0,0160682). Kemudian pada konsentrasi 0,62% (51,08% + 0,0518714) dan pada konsentrasi 0,31% (56,16% + 0,0817768).

Kemudian alat filter yang digunakan dalam penelitian untuk filtrasi bahan uji ekstrak lerak dengan ukuran pori-pori 0,45 µ m dan dengan ekstrak lerak yang kental dan keruh maka sebaiknya digunakan alat filter dengan ukuran pori-pori yang sesuai dengan standar yaitu 0,42 µ m agar pada saat pengenceran, zat-zat bahan aktif dari ekstrak tetap terjaga. Sehingga didapatkan ekstrak yang tidak kental dan tidak keruh.

Kekurangan dalam penelitian inilah yang menyebabkan hasil yang diperoleh kemungkinan kurang valid.

Walaupun demikian dari penelitian ini didapatkan nilai LC50 ekstrak lerak yaitu pada konsentrasi 1,25% dengan nilai rerata kehidupan sel (52,1456 + 0,0530334) yang diamati selama waktu kontak 24 jam. Hal ini berarti ekstrak lerak memiliki batas konsentrasi yang biokompatibel dan dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar.

Berdasarkan penelitian uji sitotoksisitas yang dilakukan dengan metode Brine shrimp mendapatkan konsentrasi ekstrak lerak 0,01% memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans lebih baik dari NaOCl 5%.9 Hal ini berbeda dengan hasil penelitian dengan menggunakan metode MTT assay karena buah lerak yang digunakan berbeda asalnya sehingga mempengaruhi kandungan senyawa aktif yang terdapat di buah lerak. Penelitian tersebut menggunakan buah lerak yang berasal dari Jambi, sementara penelitian ini berasal dari Tapanuli Selatan. Selain itu metode yang digunakan dalam penelitian juga berbeda.

Sedangkan pada penelitian lain terdapat ± 10 gram (17,5 %) saponin dari 175 gram daging buah lerak, yang pada konsentrasi 0,008 % dapat membersihkan dinding saluran akar lebih baik dari NaOCl 5 % yang umum digunakan di praktek.13 Hal ini tentu berbeda dengan hasil penelitian ini, karena penelitian di atas mengisolasi saponin dari ekstrak lerak sementara penelitian ini menggunakan ekstrak lerak secara keseluruhan. Selain itu metode yang digunakan dengan penelitian sebelumnya adalah berbeda. Faktor-faktor inilah yang membuat hasil dalam penelitian ini berbeda.

Adapun kelemahan metode MTT lainnya adalah metode ini tidak dapat diaplikasikan untuk sampel yang berwarna karena warna sampel juga akan menyerap sinar UV sehingga absorbansi yang diperoleh menjadi lebih besar dari yang seharusnya dan hasil pengamatan uji sitotoksik menjadi tidak valid. Untuk mengatasi kelemahan metode MTT diperlukan ketelitian, alat yang akan digunakan harus sesuai dengan standar, bahan uji yang sesuai dengan kerja alat spektrofotometer dan lingkungan selama penelitian berlangsung. Dengan cara ini absorbansi warna kristal formazan yang larut akan sebanding dengan jumlah sel hidup.

Jadi, untuk melihat biokompatibilitas suatu bahan harus diuji terlebih dahulu sitotoksisitasnya. Uji sitotoksisitas dengan menggunakan metode MTT assay yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari hasil uji yang telah dilakukan didapatkan konsentrasi ekstrak lerak yang biokompatibel terhadap sel fibroblas (BHK-21) yaitu pada konsentrasi 1,25% dengan rerata kehidupan sel (52,1456 + 0,0530334).

BAB 7

Dokumen terkait