• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan umum introduksi gen asing ke dalam genom ikan adalah membuat ikan dengan karakteristik komersial yang lebih baik untuk meningkatkan produksi akuakultur. Sejak pertengahan tahun 1980-an, banyak studi dilakukan untuk mengintroduksikan gen hormon pertumbuhan dan gen yang berkorelasi dengan pertumbuhan dengan sumber gen dari mamalia atau ikan yang digabungkan pada berbagai jenis promoter ke dalam ikan (Hackett 1993; Iyengar 1996).Sejak awal 1990-an penelitian difokuskan pada pengembangan konstruksi gen all fish. Penggunaan konstruksi all fish memberikan efek drastis pada ekspresi transgen. Beberapa contoh penggunaan konstruksi all fish dan peningkatan pertumbuhan pada ikan transgenik disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Beberapa konstruksi gen all fish dalam pembuatan ikan transgenik GH. Ikan Transgenik Promoter Asal Gen GH Kecepatan

Tumbuh (kali) Pustaka Salmon Atlantik Salmon Coho Salmon Coho Nila Mud loach opAFP OnMT opAFP mBA MlBP Salmon Chinook Salmon Sockeye Salmon Chinook Nila Mud loach 2-6 >11 10 2-7 30 Du et al. (1992) Devlin et al. (1994) Devlin et al. (1995) Kobayashi et al. (2007) Nam et al. (2001)

GH yang dilepaskan dari pituitari anterior berperan sebagai pengatur utama pertumbuhan tubuh dan metabolisme pada ikan. Perlakuan dengan menggunakan GH ikan dan mamalia efektif dalam menstimulasi pertumbuhan somatik secara linear pada beberapa spesies ikan, termasuk ikan rainbow trout, salmon dan ikan mas (Peng & Peter 1997). Namun dalam perkembangannya, penggunaan konstruksi gen dari mamalia dihindari dan lebih dikembangkan penggunaan konstruksi gen yang berasal dari ikan (all fish ) terutama berkaitan dengan isu penggunaan ikan transgenik untuk konsumsi manusia. Berdasarkan beberapa alasan yang telah disampaikan sebelumnya, maka dalam pembuatan ikan patin siam transgenik dengan karakter tumbuh cepat digunakan konstruksi gen all fish yang terdiri dari promoter β-aktin ikan mas dan gen GH dari ikan patin siam.

Tiga langkah utama untuk memproduksi ikan transgenik antara lain: 1) Penyiapan konstruksi DNA rekombinan. Konstruksi terdiri dari gen penyandi protein yang diinginkan dan elemen regulator genetik yang mengontrol/mengendalikan ekspresi gen. 2) Konstruksi rekombinan harus ditransfer ke dalam nukleus sel agar dapat terdistribusi ke seluruh jaringan tubuh ikan. 3) Karena tidak semua transgen yang ditransfer akan efektif dan tidak semua konstruksi gen akan bekerja sesuai dengan yang diinginkan, maka perlu dilakukan screening pada ikan yang membawa transgen aktif (Hackett 1993). Pada penelitian ini konstruksi gen pCcBA-PhGH dibuat dengan cara memodifikasi konstruksi gen pCcBA-OgGH (Alimuddin, tidak diterbitkan). Komponen konstruksi gen terdiri dari promoter β-aktin ikan mas yang disambungkan dengan gen penyandi hormon pertumbuhan dari ikan patin siam. Konstruksi gen ditransfer ke dalam sperma ikan patin siam dengan menggunakan metode elektroporasi. Proses screening dilakukan untuk mengetahui keberhasilan transfer gen dan ekspresi gen baik secara genotipe maupun fenotipe pada ikan patin siam.

Tahapan penelitian produksi ikan patin siam transgenik F0 dengan tujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhannya terdiri dari beberapa tahapan yaitu: (1) kloning gen penyandi hormon pertumbuhan ikan patin siam (PhGH), (2) optimalisasi kondisi elektroporasi dengan menggunakan sperma sebagai perantara transfer gen, (3) uji aktivitas promoter -aktin ikan mas, (4) transfer gen pCcBA- PhGH dengan menggunakan metode elektroporasi melalui sperma, dan (5) deteksi keberhasilan transfer gen PhGH eksogen ke dalam resipien dan analisis ekspresi gen PhGH secara genotipe dan fenotipe.

Gen PhGH berhasil diisolasi dari kelenjar pituitari ikan patin siam. Perbandingan sekuens nukleotida dan deduksi asam amino gen PhGH dengan beberapa spesies ikan dari lima ordo (siluriformes, cypriniformes, perciformes, salmoniformes dan anguilliformes) yang berbeda menunjukkan bahwa ikan patin siam berada dalam satu ordo dengan C. gariepinus dan C. batrachus yaitu berada dalam ordo siluriformes. Sekuens asam amino gen PhGH memiliki tingkat homologi yang paling tinggi dengan spesies-spesies ikan dari ordo cypriniformes (Ctenopharyngodon idella dan Cyprinus carpio). Adapun bila dibandingkan

dengan spesies-spesies ikan dari ordo anguilliformes (A. anguilla dan A. japonica) menunjukkan tingkat homologi yang paling rendah.

Berdasarkan sekuens asam amino, gen PhGH mengandung 200 asam amino yang terdiri dari 178 “mature peptide” dan 22 asam amino sinyal peptida. Anathy et al. (2001) melaporkan bahwa pada ikan termasuk silurids, terdapat dua dugaan lokasi N-glikosilasi (Asn-Xaa-Thr atau Ser) yang secara normal berada pada asam amino ke-125 dan 175 pada “mature peptide”. Empat residu sistein berada hampir seluruhnya pada “mature GH peptide” dengan posisi yang identik yaitu pada asam amino ke-49, 113, 151 dan 178. Dengan karakteristik PhGH tersebut, maka gen PhGH hasil isolasi diduga memiliki aktivitas seperti halnya GH lainnya.

Hasil penelitian Ryynanen & Primmer (2006) menunjukkan adanya daerah sinyal peptida yang diprediksikan pada 22 asam amino pertama di seluruh pre-GH teleost yang diteliti (salmoniformes, siluriformes dan cypriniformes) dengan kekecualian pada perciformes, dimana sinyal peptida terdiri dari 17 atau 18 residu asam amino pertama pada pre-GH. Daerah C-terminal memiliki kemiripan yang tinggi di antara seluruh ikan teleost yang mengandung 3 dari 4 residu sistein yang diketahui penting untuk pembentukan ikatan disulfida. Sistein keempat berada pada posisi yang conserved yaitu pada asam amino ke-71 (72 pada perciformes). Keempat residu sistein bertanggung jawab untuk ikatan disulfida pada seluruh anggota famili GH/PRL yang sangat conserved. Keberadaan ikatan ini penting untuk integritas struktural dan aktivitas biologi hormon.

Ikan transgenik yang membawa transgen yang berasal dari ikan menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan non ikan. Respons pertumbuhan lebih dipengaruhi jarak filogenetik antara elemen transgen (promoter atau gen struktural) asal spesies ikan dengan ikan yang dijadikan inang (transgenik). Sebagai contoh adalah konstruksi gen yang berasal dari ikan salmon opAFPcsGHc yang diintroduksikan pada beberapa jenis ikan menunjukkan bahwa secara umum gen ini lebih efektif dalam meningkatkan laju pertumbuhan ikan- ikan dari kelompok salmonid (3-10 kali lipat) dibandingkan non salmonid (2-4 kali lipat) (diacu dari Nam et al. 2008). Menurut Nam et al. (2008), penggunaan

transgen GH yang berasal dari spesies yang kekerabatannya dekat efektif meningkatkan pertumbuhan hewan inang.

Transfer gen dengan menggunakan elektroporasi melalui perantara sperma efektif untuk memproduksi ikan patin siam transgenik. Pengujian berbagai kombinasi kuat medan listrik dan jumlah kejutan listrik dengan menggunakan gen EGFP (enhanced green fluorescent protein) sebagai reporter gene menunjukkan sperma yang dielektroporasi dengan kuat medan listrik 125 V/cm memiliki nilai motilitas dan derajat penetasan yang tidak berbeda dengan sperma yang tidak dielektroporasi. Deteksi keberadaan gen EGFP pada larva yang berasal dari telur yang dibuahi sperma yang dielektroporasi menunjukkan bahwa transgen berhasil ditransfer ke dalam ikan resipien.

Aplikasi sperm-mediated gene transfer (SMGT) menunjukkan tingkat keberhasilan yang bervariasi pada sebagian besar spesies hewan (Tabel 6). Secara umum nampaknya sebagian besar hasil yang signifikan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi diperoleh dari invertebrata laut, ikan dan amfibi. Hal ini kemungkinan disebabkan beberapa alasan dan nampaknya bahwa sel sperma dari hewan-hewan dengan karakter fertilisasi eksternal diduga memiliki karakter intrinsik yang membuat sel sperma menjadi substrat yang lebih baik sebagai perantara transfer DNA dibandingkan spermatozoa mamalia (Spadafora 1998).

Interaksi antara DNA eksogen dan sel sperma bukan merupakan peristiwa yang acak, tetapi merupakan proses yang teratur yang diperantarai oleh faktor- faktor spesifik. Kemampuan spermatozoa dari hampir semua spesies untuk mengikat DNA asing telah terdokumentasi dengan baik. Individu yang ditransformasi secara genetik dari berbagai spesies telah diperoleh dengan menggunakan sel sperma sebagai vektor dari DNA asing. Hasil-hasil observasi ini menunjukkan bahwa SMGT jika dikembangkan lebih jauh, dapat diaplikasikan dengan baik untuk tujuan bioteknologi dan dapat digunakan sebagai alat untuk transformasi transgenik pada hewan-hewan yang sulit dimikroinjeksi (Spadafora 1998).

Dari jutaan kopi transgen yang ditransfer, sebagian besar akan hilang dan hanya sedikit yang bereplikasi dalam bentuk otonom (replikasi sendiri) maupun dalam bentuk terintegrasi dalam kromosom. Oleh karena itu sebagian besar

evaluasi ekspresi didasarkan pada ekspresi sementara dari DNA transgenik yang tidak terintegrasi pada embrio (Hackett 1993). Dalam penelitian ini, aktivitas promoter -aktin ikan mas diukur berdasarkan ekspresi sementara gen EGFP pada embrio dan larva ikan siam. Promoter -aktin ikan mas mampu mengaktifkan transkripsi gen EGFP. Percobaan uji aktivitas promoter -aktin ikan mas pada embrio dan larva ikan patin siam menunjukkan bahwa ekspresi gen EGFP mencapai puncaknya pada fase neurula dan menurun pada fase larva.

Tabel 6. SMGT pada berbagai spesies hewan (diacu dari Spadafora 1998)

Spesies Stadia Pengamatan Anakan Keterangan Jumlah yang dianalisa Jumlah yang positif % transgenik Bulu babi

Blastula ND ND ND Ekspresi CAT Abalon Larva

trocophore

20 13 65 Ekspresi CAT Salmon Benih 40 3 7,5 Elektroporasi

sperma Salmon Benih 20 17 85 Elektroporasi

sperma Ikan

zebra

Dewasa 89 21 23,3 DNA sirkular Ikan

zebra

Dewasa 8 3 37,5 DNA linear

Ikan zebra

Benih 200 29 14,5 Elektroporasi sperma

Mas Benih 192 5 2,6 Elektroporasi

sperma Nila Benih 126 4 3,1 Elektroporasi

sperma

Catfish Benih 86 3 3,5 Kanamycin

phosphotransferase expression

Tikus Fetus 1755 130 7,4

Babi Dewasa 139 8 5,7

Sapi Embrio 188 41 22 Elektroporasi sperma

Gen -aktin pada ikan merupakan gen housekeeper (dapat aktif kapan saja bila diperlukan) dan daerah regulatornya digunakan secara luas dalam penelitian ikan transgenik. Sekuens elemen regulator dari gen -aktin ikan mas dilaporkan efisien sebagai regulator ubiquitous (dapat aktif pada semua jaringan otot) (Hao et

al. 2006). Penelitian Hao et al. (2006) pada embrio ikan mud loach yang disuntik konstruksi vektor ekspresi yang mengandung promoter -aktin ikan mas hitam/EGFP menunjukkan ekspresi EGFP dimulai pada stadia midblastula. Sejalan dengan berkembangnya embrio, ekspresi teramati pada banyak jaringan seperti epidermis kepala, otot, dan kantung kuning telur. Tingkat ekspresi kemungkinan berhubungan erat dengan jumlah kopi transgen yang ada pada setiap sel (Rahman et al. 2000). Replikasi yang berbeda dari kopi transgen dalam jaringan poliploidi seperti sel otot atau kantung kuning telur berkontribusi terhadap variasi pola transgen pada jaringan-jaringan ini (Wu et al. 2003).

Pengujian berbagai tingkat konsentrasi DNA plasmid yang mengandung konstruksi gen PhGH yang disambungkan dengan promoter pCcBA menunjukkan bahwa konsentrasi DNA plasmid dalam larutan mempengaruhi keberhasilan transfer gen PhGH eksogen dan ekspresi gen PhGH secara fenotipe. Peningkatan konsentrasi DNA plasmid dari 10 µg/ml sampai 90 µg/ml, meningkatkan keberhasilan insersi gen PhGH pada individu ikan patin siam. Selain itu, keberhasilan insersi gen PhGH eksogen juga mampu meningkatkan rataan bobot ikan patin siam transgenik. Hal yang sama juga telah dilaporkan oleh Walker et al. (1995) bahwa konsentrasi DNA dalam larutan mempengaruhi efisiensi keberhasilan transfer gen. Konsentrasi DNA yang tinggi meningkatkan efisiensi pengikatan DNA oleh sperma, dan meningkatkan efisiensi transfer pada telur.

Individu ikan patin siam transgenik memiliki ukuran bervariasi. Beberapa individu berukuran lebih besar dan lainnya tidak berbeda dibandingkan dengan individu non-trangenik. Bervariasinya ukuran ikan patin siam transgenik dapat disebabkan beberapa hal antara lain situs integrasi gen PhGH eksogen dan jumlah kopi DNA yang masuk ke dalam individu transgenik. Kedua hal tersebut mempengaruhi tingkat ekspresi transgen.

Pada ikan patin siam transgenik F0, gen PhGH tidak hanya terekspresi di hipofisa (gen endogen) tetapi juga terjadi over-ekspresi di organ lainnya, antara lain di sirip (gen eksogen). Gen PhGH endogen di regulasi oleh kontrol endokrin, sedangkan gen PhGH eksogen diregulasi di luar kontrol endokrin (Devlin et al. 2009). Ekspresi gen PhGH eksogen dikontrol oleh promoter β-aktin yang dapat aktif di semua jaringan, setiap saat dan tidak memerlukan adanya induksi dari

luar. Level hormon GH yang tinggi di dalam tubuh ikan akan menginduksi sintesis IGF-I di hati dan selanjutnya IGF-I akan menstimulasi otot untuk mensintesis protein. Selain mempengaruhi sekresi IGF-I, hormon GH juga dapat langsung menstimulasi otot untuk mensintesa protein. Beberapa faktor ini, diduga menyebabkan beberapa individu transgenik berukuran lebih besar dibandingkan yang non-transgenik (Devlin et al. 2009).

Keberhasilan transfer gen PhGH eksogen pada ikan patin siam merupakan pertama kali dilaporkan di tanah air, meskipun pada penelitian ini masih ikan transgenik F0. Beberapa individu transgenik F0, khususnya dari perlakuan 50 µg/ml dan 90 µg/ml memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Penelitian Rahman et al. (2000) pada ikan nila menunjukkan bahwa ekspresi gen lacZ pada ikan nila transgenik homozigot dua kali lebih besar dibandingkan pada ikan nila transgenik heterozigot. Dengan demikian diduga pada ikan patin siam transgenik F2 (homozigot) pertumbuhannya akan lebih tinggi dibandingkan F0 dan F1-nya.

Potensi tumbuh ikan transgenik yang lebih cepat dibandingkan dengan yang non-transgenik perlu didukung oleh kondisi lingkungan yang optimal, nutrisi yang mencukupi dan kondisi ikan yang sehat. Penelitian Guan et al. (2008) pada ikan mas menunjukkan bahwa konsumsi pakan ikan mas transgenik GH 2,12 kali lebih besar dibandingkan yang non-transgenik. Begitu pula konsumsi oksigen ikan mas transgenik GH 1,33 kali lebih besar dibandingkan non-transgenik. Namun pada saat dipuasakan selama 96 jam, konsumsi oksigen ikan mas transgenik GH dan non-transgenik tidak berbeda. Hal ini dapat dijadikan acuan pada ikan patin siam transgenik GH, dimana pertumbuhan ikan patin siam transgenik GH diduga dapat meningkat lebih cepat apabila diberi pakan dan kondisi lingkungan yang optimal.

Ikan patin siam transgenik F0 akan dibesarkan lebih lanjut hingga matang gonad dan selanjutnya akan dilakukan verifikasi individu yang membawa transgen di gamet. Individu yang membawa transgen di gamet tersebut akan digunakan untuk memproduksi ikan transgenik generasi selanjutnya hingga diperoleh individu dengan ekspresi transgen stabil dan produksi ikan transgenik homosigot yang berguna dalam produksi massal ikan transgenik yang tumbuh lebih cepat.

Dokumen terkait