Menurut Qonita Hidayah Siswi kelas IX (f) bahwa:
“Ketika ada siswa yang ketahuan merokok maka akan dipanggil ke ruang BK untuk diberi nasehat. Jika mengulangi lagi maka siswa akan diberi hukuman jalan sambil jongkok mengelilingi halaman sekolah. Jika di pondok maka siswa yang ketahuan merokok tersebut digundul”. (wawancara, Jember, 12 Juni 2014)
Ibu Lailia Ulfa Wahidah selaku wali kelas menyatakan:
“Jika siswa ketahuan merokok maka akan lansung ditangani oleh guru BK dan diberi hukuman.Adapun hukuman yang diberikan pada siswa yang ketahuan merokok adalah jalan sambil jongkok mengelilingi halaman sekolah, dan jika di pondok maka anak digundul”. (wawancara, Jember, 16 Juni 2014)
Sedangkan bapak Muslimin selaku dari pihak guru BK menjelaskan bahwa:
“Penanganan dilakukan pada peraturan yang telah disepakati antara sekolah dengan siswa yang tercantum dalam buku perilaku siswa. Jika satu sampai tiga kali maka siswa dinasehati dan diberi teguran agar tidak mengulagi lagi. Akan tetapi jika siswa ketahuan merokok lebih dari tiga kali maka siswa tersebut diberi hikuman jalan sambil jongkok mengelilingi halaman sekolah jika disekolah, jika siswa ketahuan merokok dipondok maka siswa tersebut digundul oleh pihak pondok. Hal demikian dilakukan agar siswa tiidak mengulangi lagi dan tidak berimplikasi pada keaktifan siswa disekolah”. (wawancara, Jember, 11 juni 2014)
a. penjaga tata tertib
Guru BK terkesan seperti polisi sekolah karena guru BK ikut menjadi penjaga tata tertib di sekolah yang seharusnya tugas tesebut dilaksanakan oleh bagian tata tertib.
b. Pemberi hukuman
Pemberi hukuman bagi siswa yang tidak disiplin (melanggar tata tertib) di SMP Plus Darus Sholah Kaliwates Jember ditangani oleh guru yanag mengetahui, wali kelas, guru BK dan kesiswaan.
Hal semacam ini juga masih memberi persepsi bahwa guru BK adalah polisi sekolah karena turut memberi hukuman/sanksi kepada siswa yang melanggar tata tertib, yang seharusnya hal tersebut ditangani oleh pihak lain misalnya kesiswaan atau penjaga tata tertib.
Hal ini sesuai dengan penjelasan Anas Salahuddin bahwa guru BK yang dianggap polisi sekolah adalah guru BK yang bertugas untuk mencari siswa yang bermasalah dan memberi tindakan/hukuman pada siswa tersebut. (Anas Salahuddin, 2010:
231)
c. Petugas yang kasar dan sering marah-marah
Persepsi siswa yang keliru disebabkan siswa belum mengerti atau memahami tugas dari guru BK, hal ini yang berimplikasi pada keaktifan siswa disekolah.
Guru BK di SMP Plus Darus Sholah Kaliwates Jember dalam menghadapi siswa yang nakal dan siswa yang melanggar tata tertib
yang lebih diutamakan adalah melakukan pendekatan individu yang membimbing siswa dengan penuh kesabaran. Siswa yang menganggap bahwa guru BK itu kasar dan sering marah-marah memunculkan persepsi bahwa guru BK adalah sebagai polisi sekolah. Lain halnya dengan siswa yang beranggapan bahwa guru BK tidak kasar dan sering marah-marah memunculkan persepsi bahwa guru BK bukan lagi sebagai polisi sekolah melainkan sebagai pemberi solusi setiap masalah yang dihadapi siswa dan juga guru BK sebagai teman curhat bagi siswa.
Hal tersebut diperkuat dalam oleh Anas Sahahuddin bahwa guru BK juga harus mampu menjadi sahabat pengiring dan penyejuk jalan, pembangun kekuatan dan Pembina tingkah laku positif siswa, sehingga siapapu yang berhubungan dengan guru BK akan memperoleh suasana sejuk dan penuh harapan. (Anas Salahuddin, 2010: 231)
2. Persepsi siswa tentang bimbingan dan konseling sebagai tempat siswa yang bermasalah dan implikasinya terhadap keaktifan siswa di SMP Plus Darus Sholah Kaliwates Jember.
a. Siswa terrlambat
Siswa yang terlambat ditangani oleh guru yang mengajar dan guru BK. Hal ini yang menimbulkan kesan bahwa BK adalah tempat bagi siswa yang bermasalah karean guru BK juga terlibat dalam menangani siswa yang terlambat.
Tetapi jarang sekali siswa SMP Plus Darus Sholah yang datang terlambat kesekolah karena mayoritas siswanya mondok.
Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Anas Salahuddin bahwa pada hakikatnya bimbingan dan konseling tidak mengenal penggolongan siswa, apabila ada penggolongan dalam bimbingan dan konseling maka hal tersebut didasarkan pada klasifikasi masalah seperti masalah karir, sosial dan keluarga bukan masalah kedisiplinan. (Anas Salahuddin, 2010: 232)
b. Bolos sekolah
Bagi siswa yang bolos sekolah di SMP Plusa Darus Sholah Kaliwates Jember ditangani oleh wali kelas dan guru BK. Peran guru BK dalam menghadapi siswa yang membolos menimbulkan persepsi bahwa BK adalah tempat bagi siswa yang bermasalah.
Demikian halnya dengan siswa yang bolos sekolah BK seharusnya tidak menangani hal tersebut sebab BK hanya menangani siswa yang memiliki masalah belajar, karir, keluarga dan sosial.
c. Siswa mencuri
Siswa yang ketahuan mencuri biasanya dipanggil keruang BK dan guru BK juga menghadirkan wali kelas dan orang tua untuk bermusyawarah. Siswa diberi nasehat, teguran dan bimbingan agar tidak terjebak pada permasalahan yang sama. Mencuri satu sampai tiga kali masih dipertahankan di sekolah, tetapi apabila siswa tidak
mampu menghilankan kebiasaan mencuri, maka siswa akan disarankan untuk mencari sekolah lain (mutasi).
Hal ini menimbukan persepsi siswa bahwa BK menjadi tempat bagi siswa yang memiliki masalah. Dari persepsi tersebut maka berimplikasi pada keaktifan siswa disekolah.
d. Siswa berkelahi
Siswa berkelahi di ruang kelas saat pelajaran berlangsung maka ditangani guru mata pelajaran yang pada saat itu sedang berlangsung kemuadian ditangani oleh guru BK. Apabila siswa berkelahi diluar kelas maka langsung ditangani oleh wali kelas, kesiswaan dan guru BK. Apabila siswa berkelahi diluar sekolah dan menggunakan seragam maka masyarakat yang menangani kemudian sekolah yang menyelesaikan.
Hal ini juga dapa menimbulkan persepsi bahwa BK adalah tempat bagi siswa yang bermasalah. Dengan persepsi tersebut berimplikasi pada kekaktifan siswa disekolah.
e. Siswa merokok di sekolah
Penanganan guru BK terhadap siswa yang merokok adalah memanggil siswa keruang BK, Diberi teguran dan nasihat. Tetapi apabila siswa merokok sudah ketahuan berkali-kali maka siswa tersebut diberi hukuman jalan sambil jongkok mengelilingi halaman sekolah. Jika siswa tersebut ketahuan merokok di pondok maka siswa tersebut digundul oleh pihak pondok.
Siswa yang ketahuan merokok juga termasuk pada jenis siswa yang bermasalah dalam hal palanggaran tata tertib di sekolah.
Hal ini menimbulkan persepsi bahwa BK adalah tempat siswa yang bermasalah. Dengan persepsi tersebut berimplikasi pada keaktifan siswa disekolah. (Anas Salahuddin, 2010: 229)
Penelitian yang dilakukan mulai tanggal 27 Mei 2014 ditemukan bahwa BK di SMP Plus Darus Sholah Kaliwates Jember berperang agenda yaitu sebagai penjaga tata tertib/kedisiplinan dan juga sebagai unit yang mampu membantu permasalahan siswa.
Persepsi siswa juga bervariasi, yaitu BK dianggap tempat siawa berkeluh kesah (guru BK dianggap sebagai sahabat/teman siswa), BK dianggap sebagai polisi sekolah dan tempat bagi siswa yang melanggar tata tertib.
Petugas tata tertib di SMP Plus Darus Sholah tidak berjalan maksimal sehingga BK yang menangani siswa yang melanggar tata tertib. Petugas tata tertib sering kali menyerahkan tugas tersebut kepada guru BK.
PENUTUP A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya dengan mengacu pada rumusan masalah tentang “persepsi siswa tentang bimbingan dan konseling dan implikasinya terhadap keaktifan siswa di SMP Plus Darus Sholah Kaliwates Jember tahun pelajaran 2013/2014”. Maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Persepsi siswa tentang bimbingan dan konseling sebagai polisi sekolah dan implikasinya terhadap keaktifan siswa di sekolah adalah adanya perbedaan persepsi siswa dan ada beberapasiswa masih memiliki kesalahpahaman yang menganggap BK sebagai polisi sekolah yang selalu mengawasi setiap tingkah laku siswa. Akan tetapi siswa juga berpersepsi bahwa BK sebagai sahabat siswa karena guru BK dijadikan sebagai tempat meluapkan rasa takut dan duka para siswa. Dari kedua persepsi tersebut berimplikasi pada keaktifan siswa di sekolah.
2. Persepsi siswa tentang bimbingan dan konseling sebagai tempat yang bermasalah dan implikasinya terhadap keaktifan siswa adalah Pengetahuan siswa tentang bimbingan konseling masih sangat kurang, Dengan kata lain pemahaman siswa tentang BK yang terlihat adalah guru BK ditugaskan mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang bersalah itu. Akan tetapi bagi
Kaliwates Jember beranggapan bahwa guru BK banyak membantu dan memberi solusi setiap siswa yang memiliki masalah. Bagi siswa yang memiliki masalah pribadi ataupun sedang bahagia siswa tidak segan untuk menceritakan tersebut pada guru BK. Hal ini disebabkan karena guru BK berperan ganda yaitu sebagai konselor dan sering kali dipasrahkan tata tertib sekolah.