• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Tindakan Murid Tentang Higiene Individu

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap responden maka dapat dikatakan bahwa tindakan responden yakni siswa sekolah dasar tentang higiene individu dalam mengkonsumsi makanan jajanan di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan tergolong kurang baik yaitu sebesar 71 responden (88,75%). Dimana dari penelitian yang dilakukan terhadap tindakan responden tersebut pada umumnya adalah dengan kategori penilaian sedang yaitu sebanyak 67 responden (83,75%) dan yang kurang sebanyak 4 responden (5,00%).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden kadang-kadang membeli makanan jajanan yang tertutup wadahnya yaitu sebanyak 47 responden (58,75%). Hal ini dapat menjadi sumber penularan berbagai penyakit pada murid SD, karena mikroorganisme yang ada di tanah/debu akan sampai pada makanan tersebut jika diterbangkan oleh angin atau dapat juga melalui lalat yang sebelumnya hinggap di berbagai tempat, terutama pada makanan jajanan yang tidak ditutup secara rapat (Agoes, 2008).

Berdasarkan observasi peneliti bahwa murid SD memakan makanan jajanan sebelum mencuci tangan terlebih dahulu sudah merupakan kebiasaan para siswa dan siswi di sekolah dasar tersebut. Murid SD telah terbiasa menggunakan tangan mereka yang masih kotor meskipun sehabis bermain bola, bermain lompat tali, atau sehabis pegang kapur tulis untuk memegang makanan yang mereka beli, terutama makanan jajanan yang tidak terbungkus.

Berkaitan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum memakan makanan jajanan, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 72 orang (90,0%) mengaku selalu memakan makanan jajanan sebelum mencuci tangan terlebih dahulu. Tindakan tersebut dilakukan karena murid beranggapan bahwa tindakan mencuci tangan hanya dilakukan pada saat mereka akan makan nasi dan lauk pauk saja. Hal ini juga diakibatkan kurangnya dukungan dari pihak sekolah dalam menyediakan sarana untuk mencuci tangan seperti kran air tanpa bak atau wastafel disertai sabun sebagai alat antiseptik. Kebiasaan yang tidak baik ini tentu dapat menimbulkan berbagai macam penyakit infeksi bagi anak, seperti sakit perut dan diare.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Val Curtis & Sandy Cairncross dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, Inggris tahun 2003, bahwa perilaku mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun bisa mengurangi insiden diare sebanyak 42-47%. Oleh karena itu, mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun dapat lebih efektif membersihkan kotoran dan mikroorganisme yang menempel pada permukaan kulit, kuku dan jari-jari pada kedua tangan (Agoes, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (60,0%) menggunakan alat bantu ketika memakan makanan jajanan. Sesuai dengan penelitian Eunike (2009), di Jakarta bahwa sebagian besar murid sekolah dasar menggunakan sendok/garpu ketika memakan makanan jajanan.

Hal ini mereka lakukan apabila penjaja makanan menyediakan sendok/garpu untuk pembelinya. Namun perlu diperhatikan juga bahwa 21,2 % responden yang mengambil makanan langsung dengan tangan. Hasil penelitian Eunike (2009), di Jakarta bahwa 22% murid sekolah dasar yang mengambil makanan langsung dengan tangan yang sangat memungkinkan tidak bersih karena habis bermain.

5.2. Tindakan Penjual Makanan Jajanan tentang Higiene dan Sanitasi Makanan.

Hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap responden bahwa tindakan responden yakni penjual makanan jajanan di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan tentang higiene sanitasi makanan tergolong kurang baik, dimana hasil aspek pengukuran yang dilakukan terhadap tindakan responden tersebut pada umumnya adalah dengan kategori penilaian sedang yaitu 87,5%.

Sesuai dengan penelitian Suhartina (2007) di wilayah Kecamatan Gubeng Kota Surabaya tahun 2007 diperoleh sebanyak 60% kondisi higiene pedagang makanan jajanan kakilima dikategorikan sedang. Ini menunjukkan bahwa penjual makanan jajanan belum memenuhi Kepmenkes Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan, yang menyebutkan bahwa penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat.

Hasil observasi peneliti bahwa kondisi bahan baku makanan jajanan kurang bagus, hal ini dapat dilihat dari keadaan fisik bahan makanan jajanan tersebut yang masih terdapat bahan pencemar seperti tanah dan kotoran-kotoran lain yang terdapat selama bahan makanan berada di pasar, sehingga merupakan sumber cemaran biologis (kuman) dan kimia (residu pestisida, pengawet dan BTM lainnya).

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa 50,0% responden kadang-kadang mengutamakan kualitas daripada kuantitas dalam hal pemilihan bahan makanan, dan 62,5% responden tidak mencuci bahan makanan yang telah dibeli dari pasar.

Sesuai observasi peneliti bahwa penjual makanan jajanan seringkali menjual makanan jajanan yang disiapkan dengan kondisi higienes yang kurang baik. Keterbatasan air bersih untuk mencuci peralatan dan tempat penampung limbah merupakan sumber cemaran yang potensial. Ini dapat dilihat dari tindakan penjual makanan jajanan yang kadang-kadang mencuci peralatan dengan bahan pembersih yaitu 50% dan kadang-kadang air yang digunakan untuk mencuci suatu peralatan digunakan berulang yaitu 87,5%. Hal ini dilakukan karena persediaan air terbatas, maka alat-alat yang digunakan seperti sendok, garpu, gelas dan piring tidak dicuci dengan bersih sehinga orang yang mengkonsumsi makanan jajanan tersebut memiliki resiko terserang berbagai penyakit seperti disentri, tifus ataupun penyakit perut lainnya.

Dalam hal ketersediaan tempat sampah penjual makanan jajanan memiliki tempat sampah masing-masing berupa goni plastik ataupun plastik yang kemudian dibuang ketempat sampah dipinggir jalan raya yang letaknya dekat dengan sekolah. Tetapi tempat sampah yang disediakan oleh penjual makanan jajanan itu seringkali kekecilan ukurannya sehingga sampah tidak muat dan akhirnya jatuh berserakan disekitar tempat penjual makanan jajanan berjualan. Tindakan ini tentu mengakibatkan akan membuat banyak lalat berdatangan dimana lalat yang hinggap di sampah akan hinggap ke makanan yang wadahnya tidak tertutup dengan rapat. Pada akhirnya hal ini akan menimbulkan gangguan kesehatan terhadap orang yang

Hendrizal (2009), seringkali makanan yang dijual disiapkan dengan kondisi

higienes jelek. Keterbatasan air bersih untuk mencuci peralatan dan tempat penampung limbah merupakan sumber cemaran yang potensial, selain peralatan yang tak dicuci baik, pedagang yang mengidap penyakit, dan juga makanan yang dibiarkan dalam waktu lama pada suhu atmosfer yang amat cocok untuk berkembangnya kuman pathogen. Kondisi bahan baku yang jelek untuk makanan yang dijajakan juga merupakan sumber cemaran biologis (kuman) dan kimia (residu pestisida, pengawet dan BTM lainnya). Umumnya para pedagang tak menyiapkan makanan dengan baik, sehingga cemaran akan tetap ada pada makanan.

Selain peralatan yang tidak dicuci dengan baik, penjual makanan jajanan juga tetap menangani makanan yang akan dijajakan saat menderita batuk dan pilek. Padahal ini berakibat besar dalam resiko pencemaran penyakit yang diderita penjamah terhadap makanan yang sedang diolahnya. Bakteri bibit penyakit dapat berpindah melalui hidung (pernafasan, bersin), melalui mulut (percikan ludah, batuk) serta sisa buangan tissue (sapu tangan).

Dalam penyediaan tempat penyimpanan bahan makanan, 25,0% tindakan responden tidak menyimpan bahan makanan di tempat khusus dan 25,0% kadang- kadang menyimpan bahan makanan di tempat khusus. Bahan makanan harus disimpan di dalam wadah yang bervariasi, karena bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah. Untuk penyimpanan bahan makanan sebaiknya menggunakan wadah yang benar-benar dapat menjamin keutuhan bahan makanan tersebut dan dapat terhindar dari jangkauan tikus dan tempat bersarangnya serangga.

Tempat penyimpanan bahan makanan juga harus memperhatikan suhu dan pencahayaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas bahan makanan agar senantiasa terjaga dan pencahayaan digunakan untuk mempermudah pemilihan bahan makanan pada saat akan diolah, juga untuk tidak mengundang serangga dan tikus datang mendekat (Moehyi, 1992).

Perilaku dan personal higiene penjaja makanan yang kurang baik juga dapat dilihat dari kebersihan tubuh penjual makanan jajanan masih kurang, mengambil makanan menggunakan tangan, melayani pembeli sambil berbicara, batuk serta penggunaan alat bantu seperti alat untuk menjepit makanan, sarung tangan dan pembungkus kepala yang kurang. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, bahwa 87,0% responden kadang-kadang mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani makanan bila tidak menggunakan alat bantu, dan 87,5% responden selalu bercerita saat menangani makanan.

Dokumen terkait