• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Petani Responden Umur

Petani sayur organik mitra ADS sebagian besar berada pada usia produktif (di bawah 65 tahun) dengan persentasi 28.57 persen responden berusia di bawah 40 tahun, dan 66.67 persen responden pada rentang umur 40 hingga 65 tahun. Tabel 3 memperlihatkan bahwa terdapat 4.76 persen petani sudah melewati usia produktifnya, dengan berusia lebih dari 65 tahun. Meskipun ada petani responden yang tidak berada pada usia produktif lagi, namun secara fisik seluruh petani responden masih mampu melakukan kegiatan budidaya dengan baik di lahan sayuran mereka. Perbedaan usia yang dimiliki petani responden tidak menimbulkan kesulitan untuk dapat berinteraksi satu sama lain pada kegiatan yang diadakan oleh ADS.

Tabel 3 Umur petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 Umur (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentasi (%)

<40 6 28.57

40-65 14 66.67

>65 1 4.76

Total 21 100

Tingkat Pendidikan

Sebaran tingkat pendidikan terakhir petani responden masih didominasi oleh petani lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 9 orang dari 21 responden atau sebesar 42.8 persen, diikuti dengan petani lulusan Strata 1 sebesar 23.81 persen, kemudian 19.05 persen lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), 9.52 persen lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 4.76 persen tidak sekolah. Hingga saat ini, sektor budidaya pertanian memang masih didominasi oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah. Hal ini tidak berlaku pada petani sayuran organik mitra ADS, karena meskipun masih didominasi oleh lulusan SD, namun seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4, apabila persentasi responden lulusan SMA dan Strata 1 dijumlahkan, maka akan diperoleh persentasi yang sama dengan lulusan SD yaitu sebesar 42.8 persen.

Tabel 4 Pendidikan terakhir petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 Pendidikan Formal Jumlah Responden (orang) Persentasi (%)

Tidak pernah 1 4.76 SD 9 42.86 SMP 2 9.52 SMA 4 19.05 Strata 1 5 23.81 Total 21 100

27 Luas Lahan

Responden pada penelitian ini merupakan petani sayuran organik yang memiliki luasan lahan untuk budidaya secara organik sebesar 170-3000m2. Lebih dari separuh dari reponden memiliki lahan dengan luasan kurang dari 1000m2 yaitu 52.38 persen. Responden yang memiliki lahan lebih luas dari 2000m2 adalah sebesar 14.39 persen, sedangkan sisanya memiliki lahan seluas 1000m2 hingga 2000m2. Persentasi luas lahan petani sayur organik mitra ADS disajikan pada Tabel 5. Selain lahan yang diusahakan untuk budidaya sayur organik, beberapa petani masih memiliki lahan yang diusahakannya untuk kegiatan budidaya sayuran anorganik, ataupun kegiatan pertanian pada subsektor lain seperti perikanan dan peternakan. Komoditas sayuran yang dibudidayakan petani responden merupakan sayuran berumur pendek, sehingga dalam jangka waktu kurang dari satu bulan, petani sudah bisa melakukan panen dan memperoleh penghasilan, sehingga luasan lahan di bawah 1000m2 pun tidak menjadi masalah.

Pada lahan yang diusahakan oleh petani, harus ada penampungan air untuk mencukupi kebutuhan air tanaman di musim hujan maupun di musim kemarau. Berapa banyak dan berapa luas penampungan air tersebut disesuaikan dengan luasan lahan yang dimiliki oleh petani. Penampungan air tersebut tidak harus dibuat dengan menggunakan beton, semen, atau bahan-bahan tertentu, akan tetapi bisa saja dengan membuat cekungan pada lahan. Bentuk dan bahan dari penampungan air memang tidak terlalu penting asalkan penampungan air dapat digunakan sesuai dengan tujuan pembuatannya.

Tabel 5 Luasan lahan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 Luas Lahan (m2) Jumlah Responden (orang) Persentasi (%)

<1000 11 52.38

1000-2000 7 33.33

>2000 3 14.29

Total 21 100

Status Lahan

Sebanyak 80.95 persen responden merupakan pemilik dari lahan usahataninya, 14.29 persen responden menggunakan lahan sewaan, dan 4.67 persen responden menggunakan sistem bagi hasil. Persentasi status kepemilikan lahan sayur organik diperlihatkan pada Tabel 6. Status kepemilikan lahan merupakan hal yang penting, karena apabila petani merupakan pemilik dari lahannya, maka petani memiliki hak untuk melakukan apapun tanpa harus mendapatkan persetujuan dari pihak tertentu, termasuk untuk mengadopsi suatu teknologi budidaya baru.

Bagaimanapun status lahan petani, letak lahan haruslah cukup jauh dari jalan utama yang sering dilalui oleh kendaraan bermotor. Oleh karena itu, sebelum resmi menjadi mitra, pihak ADS melakukan survey lokasi terlebih dahulu. Seluruh responden memiliki lahan yang terletak cukup jauh dari jalan utama yang sering menjadi tempat lalu lintas kendaraan bermotor, sehingga kemungkinan untuk terkena kontaminasi dari polusi asap kendaraan bermotor menjadi terminimalisir.

28

Tabel 6 Status kepemilikan lahan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 Status Lahan Jumlah Responden (orang) Persentasi (%)

Milik 17 80.95

Bagi hasil 1 4.76

Sewa 3 14.29

Total 21 100

Pengalaman Usahatani

Sebelum melakukan usahatani sayuran organik, sebagian besar responden sudah menggeluti bidang pertanian baik secara teori, maupun praktik. Responden yang memiliki pengalaman usahatani kurang dari 15 tahun sebanyak 47.62 persen, diantara 15-30 tahun sebanyak 42.86 persen, dan lebih dari 30 tahun sebanyak 9.52 persen. Persentasi pengalaman usahatani responden disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengalaman usahatani petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 Pengalaman Usahatani

(tahun) Jumlah Responden (orang) Persentasi (%)

<15 10 47.62

15-30 9 42.86

>30 2 9.52

Total 21 100

Lama Bermitra

Seluruh responden dalam penelitian mulai melakukan budidaya sayuran organik ketika menjadi mitra dari ADS, akan tetapi petani responden tidak resmi menjadi mitra ADS dalam waktu yang bersamaan. Setiap responden memiliki usia kemitraan yang berbeda-beda. Tabel 8 memperlihatkan bahwa 66.67 persen responden telah bermitra dengan ADS dalam rentang waktu 2-4 tahun. Responden yang baru bermitra dengan ADS kurang dari 2 tahun sebanyak 14.29 persen, dan ada pula responden yang telah bermitra lebih dari 4 tahun sebanyak 19.05 persen.

Usia kemitraan memperlihatkan seberapa lama petani responden menjadi mitra dari ADS. Usia kemitraan juga menunjukkan seberapa lama petani responden mengetahui SOP budidaya sayuran organik dan dianjurkan untuk menjalankankannya. Tidak ada kepastian bahwa responden yang telah lebih lama bermitra akan menjalankan SOP dengan lebih baik dibandingkan yang lain.

Tabel 8 Usia kemitraan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 Lama Bermitra

(tahun) Jumlah Responden (orang) Persentasi (%)

<2 3 14.29

2 - 4 14 66.67

>4 4 19.05

29 Status Pekerjaan

Responden dalam penelitian ini ada yang menjadikan kegiatan budidaya sayuran organik sebagai pekerjaan utamanya, ada pula yang menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan saja. Responden yang menjadikan kegiatan budidaya sayuran organik sebagai pekerjaan sampingan, yaitu sebesar 23.81 persen umumnya memiliki pekerjaan lain yang masih berada pada sektor pertanian. Responden tersebut menjalankan pertanian terintegrasi, dengan bidang peternakan adalah pekerjaan utamanya. Responden yang memiliki pekerjaan utama sebagai petani sayur organik pun kebanyakan memiliki pekerjaan sampingan yang cukup beragam, namun ada pula responsen yang menjadikan kegiatan budidaya sayur organik menjadi satu-satunya pekerjaan yang dimilikinya. Persentasi status pekerjaan petani responden disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Status pekerjaan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 Status Pekerjaan Jumlah Responden (orang) Persentasi (%)

Utama 16 76.19

Sampingan 5 23.81

Total 21 100

Tingkat Adopsi Budidaya Sayuran Organik

SOP budidaya sayuran organik yang diberikan oleh ADS bukan hanya berisikan tentang tata cara memberikan perlakuan organik dalam budidaya, namun juga berbagai anjuran agronomis dan pasca panen agar sayuran yang dihasilkan dapat memenuhi standar kualitas yang diinginkan oleh pelanggan. Teknologi budidaya sayuran organik yang dituangkan oleh ADS dalam bentuk SOP terdiri dari tujuh tahapan budidaya yang harus diadopsi. Tujuh tahapan tersebut adalah konversi dan kontaminasi, benih dan pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pencegahan HPT, pengendalian HPT, dan panen. Tabel 10 memperlihatkan tingkat adopsi responden untuk setiap tahapan tersebut.

Tabel 10 Tingkat adopsi petani mitra terhadap setiap tahapan budidaya pada SOP budidaya sayuran organik ADS

No Tahapan Rataan hitung Tingkat adopsi

1 Konversi dan kontaminasi 58.5 Adopsi sedang

2 Benih dan pembibitan 74.5 Adopsi tinggi

3 Persiapan lahan 76.5 Adopsi tinggi

4 Penanaman 68.9 Adopsi tinggi

5 Pencegahan HPT 56.9 Adopsi sedang

6 Pengendalian HPT 56.2 Adopsi sedang

7 Panen 71.7 Adopsi tinggi

30

Apabila dilihat secara menyeluruh, berdasarkan hasil rataan hitung, dapat diketahui bahwa tingkat adopsi petani terhadap SOP budidaya sayuran organik yang diberikan oleh ADS telah masuk dalam kategori tinggi. Hal tersebut ditunjang oleh rataan hitung pada tahap benih dan pembibitan, persiapan lahan, penanaman, dan panen yang tinggi dan masuk ke dalam kategori tingkat adopsi tinggi pula. Beberapa tahapan masih diadopsi responden dengan kategori sedang, yaitu konversi dan kontaminasi, pencegahan HPT, dan pengendalian HPT.

Penghitungan berdasarkan kelompok responden mendapatkan hasil bahwa ada 12 responden yang telah mengadopsi SOP dengan kategori tinggi. Jumlah tersebut setara dengan 57.14 persen, sementara sisanya 42.86 persen masih mengadopsi pada kategori sedang. Kategori tinggi menunjukkan bahwa setiap aspek yang tertulis pada SOP minimal sering dilakukan oleh petani pada setiap periode budidaya, meskipun belum selalu dilakukan. Kategori sedang menunjukkan bahwa responden hanya kadang-kadang bahkan tidak pernah melakukan sebagian besar aspek yang tertulis pada SOP.

Konversi dan Kontaminasi

Pada tahapan konversi dan kontaminasi, petani harus mengadopsi 8 aspek yaitu: (1) telah melakukan perlakuan organik selama lebih dari 2 tahun, (2) tidak mencampur lahan perlakukan organik dan anorganik, (3) menentukan lokasi lahan jauh dari lalu lintas kendaraan yang mengeluarkan polusi, (4) menggunakan peralatan yang bebas dari residu kimia, (5) melakukan pengolahan limbah, (6) membuat pemisah ataupun pembatas disekeliling lahan organik, (7) menggunakan air tanah, serta (8) melakukan pencegahan kontaminasi air permukaan.

Tabel 11 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan konversi dan kontaminasi

No Aspek Rataan

hitung

Kategori adopsi 1 Telah melakukan perlakuan organik selama

lebih dari 2 tahun 88.6

Sangat tinggi 2 Tidak mencampur lahan perlakukan organik

dan anorganik 55.2 Sedang

3 Menentukan lokasi lahan jauh dari lalu lintas

kendaraan 69.5 Tinggi

4 Menggunakan peralatan yang bebas dari residu

kimia 65.7 Tinggi

5 Melakukan pengolahan limbah 59.0 Sedang

6 Membuat pemisah ataupun pembatas

disekeliling lahan organik 39.0 Rendah

7 Menggunakan air tanah 43.8 Sedang

8 Melakukan pencegahan kontaminasi air

permukaan 46.7 Sedang

TOTAL 58.5 Sedang

Tingkat adopsi petani untuk tahapan konversi dan kontaminasi berada pada kategori sedang. Tidak semua aspek diadopsi petani dengan baik. Aspek yang masih diadopsi dalam kategori rendah dan sedang oleh petani adalah, tidak mencampur lahan dengan perlakukan organik dan anorganik, melakukan

31 pengolahan limbah, membuat pemisah ataupun pembatas disekeliling lahan organik, menggunakan air tanah, serta melakukan pencegahan kontaminasi air permukaan. Aspek lainnya sudah masuk dalam kategori tinggi, sehingga bisa dikatakan telah dijalankan dengan baik dan sesuai anjuran.

Petani memang tidak melakukan usahatani organik dan anorganik pada petakan lahan yang sama, namun lahan yang digunakan untuk usahatani organik dan anorganik sangat dekat dan hanya dibatasi oleh galengan saja. Kondisi tersebut mengakibatkan besarnya kontaminasi yang mungkin terjadi pada hasil panen petani. Ketika penyemprotan pestisida dilakukan pada lahan anorganik, angin dapat dengan mudah membawa semprotan bahan kimia pada pestisida ke arah lahan organik petani responden.

Gambar 3 Penggunaan pembatas di sekeliling lahan oleh petani responden Pengolahan limbah jarang dilakukan oleh petani. Limbah dari budidaya berupa sisa hasil panen dan gulma yang dicabut lebih sering dibuang atau ditimbun kembali ke dalam tanah. Petani mengaku tidak memiliki cukup waktu untuk mengolah limbah tersebut menjadi kompos. Limbah yang dihasilkan dari luasan lahan yang dimiliki petani pun tidak terlalu banyak sehingga ketika menjadi kompos jumlahnya sedikit. Kasus yang serupa terjadi pada aspek pembuatan pembatas di sekeliling lahan organik. Petani tidak membuat pembatas karena merasa tidak memiliki waktu untuk melakukan perawatan terhadap pembatas tersebut.

Pencegahan kontaminasi air permukaan dan penggunaan air tanah belum dilakukan oleh sebagian besar petani, terlihat dari tingkat adopsinya yang masih masuk dalam kategori sedang. Hal ini dapat terjadi karena petani masih menggunakan sumber mata air serta saluran irigasi yang dipakai oleh petani umum. Menggunakan air tanah memerlukan biaya tambahan yang harus dikeluarkan petani, sehingga petani memiliki banyak pertimbangan sebelum pada akhirnya mau untuk mengadopsinya.

Benih dan Pembibitan

Petani mengadopsi tahapan benih dan pembibitan dengan tingkat adopsi yang tinggi. Tabel 12 memperlihatkan bahwa tahapan ini telah diadopsi dengan kategori tinggi oleh petani. Kelima aspek yang harus diadopsi yaitu pengambilan bibit pada saat berumur 2 minggu atau telah memiliki 3 daun sempurna, pengambilan bibit selalu tercatat jumlah dan jenisnya, pelaporan sumber dan merek benih yang dibeli di luar ADS, melakukan penyiraman sebelum

32

mengangkut bibit dari ADS, dan meletakkan bibit di tempat teduh terbuka sebelum memindahkannya ke lahan telah diadopsi petani dengan tingkat adopsi tinggi, bahkan sangat tinggi.

Gambar 4 Bibit siap tanam di ADS

Seluruh aspek yang terdapat pada tahapan benih dan pembibitan diadopsi dengan baik oleh petani responden karena aspek tersebut tidak membuat petani mengeluarkan waktu, tenaga, dan modal yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Petani justru mendapatkan kemudahan karena tidak perlu memproduksi bibitnya sendiri melainkan hanya harus mengambil bibit siap tanam yang telah tersedia di ADS dan memastikan pengambilan bibit tersebut tercatat. Sebelum mengangkut bibit, petugas dari ADS akan menyiram bibit terlebih dahulu sehingga petani hanya tinggal membawanya. Petani seringkali melakukan pengambilan bibit setelah menyerahkan hasil panennya, sehingga setelah tiba di lahan bibit dibiarkan terlebih dahulu di tempat teduh.

Tabel 12 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan benih dan pembibitan

No Aspek Rataan

hitung

Kategori adopsi

1 Pengambilan bibit siap tanam 80.0 Tinggi

2 Pengambilan bibit selalu tercatat jumlah dan

jenisnya 71.4 Tinggi

3 Pelaporan benih yang dibeli di luar 61.0 Tinggi 4 Melakukan penyiraman sebelum mengangkut

bibit dari ADS 82.9

Sangat tinggi 5 Meletakkan bibit di tempat teduh terbuka

sebelum memindahkannya ke lahan 77.1 Tinggi

TOTAL 74.5 Tinggi

Persiapan Lahan

Ada delapan aspek yang harus diadopsi petani pada tahap persiapan lahan yaitu: (1) petani melakukan pengolahan tanah sebelum melakukan penanaman, (2) bahan organik yang ditambahkan pada lahan harus ditutup tanah kembali, (3) petani membuat bedeng dengan tinggi minimal 20cm, (4) lahan diberi kapur apabila sudah asam, (5) tidak langsung melakukan penanaman setelah mengolah lahan, (6) memiliki bak penampung air di lahan, (7) tidak melakukan pembakaran

33 di lahan, (8) petani melakukan pencegahan erosi di lahannya. Secara keseluruhan, tingkat adopsi petani pada tahapan persiapan lahan adalah tinggi. Seluruh aspek dilakukan oleh petani dengan baik dan sesuai anjuran SOP, kecuali aspek kelima yaitu tidak langsung melakukan penanaman setelah mengolah tanah.

Tabel 13 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan pengolahan lahan

No Aspek Rataan

hitung

Kategori adopsi 1 Petani melakukan pengolahan tanah sebelum

melakukan penanaman 75.2 Tinggi

2 Bahan organik yang ditambahkan pada lahan

ditutup tanah kembali 83.8

Sangat tinggi 3 Petani membuat bedeng dengan tinggi

minimal 20cm 74.3 Tinggi

4 Lahan diberi kapur bila sudah asam 81.0 Sangat tinggi 5 Tidak langsung melakukan penanaman setelah

mengolah lahan 53.3 Sedang

6 Memiliki penampung air di lahan 100.0 Sangat

tinggi 7 Tidak melakukan pembakaran di lahan 69.5 Tinggi 8 Melakukan pencegahan erosi di lahan 75.2 Tinggi

TOTAL 76.5 Tinggi

Sebagian besar responden menggunakan kotoran ayam dan atau kotoran domba sebagai bahan baku utama pupuk organik yang digunakannya pada lahan budidaya. Selain itu, responden juga mencampurkan sekam padi pada kotoran ternak yang digunakan. Menurut Sutanto (2012) penggunaan sekam padi secara nyata mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah ke arah positif. Sifat fisik tanah yang terpengaruh akibat pemberian sekam padi adalah agregasi tanah, sehingga akan menghindarkan terjadinya kerak tanah, infiltrasi, kandungan lengas, pengatusan, aerasi, temperatur, kegiatan mikroba, dan penetrasi akar tanaman. Sebelum dapat digunakan, seluruh bahan organik mengalami proses pengomposan sehingga memiliki temperatur yang cukup tinggi. Setelah mencampurkan bahan organik pada lahan budidaya, petani dianjurkan untuk mendiamkan lahannya dan tidak langsung melakukan penanaman, agar temperatur tanah menjadi stabil terlebih dahulu. Akan tetapi, pada praktiknya petani beralasan bahwa pupuk yang digunakannya sudah matang, sehingga tidak perlu mendiamkan lahan setelah lahan dicampur dengan bahan organik.

34

Gambar 5 Penampungan air di lahan petani

Gambar 6 Persediaan pupuk kandang milik petani Penanaman

Tahap penanaman dilakukan oleh responden dengan tingkat adopsi tinggi. Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui bahwa ketiga aspek yang terdapat pada tahapan ini telah dilakukan responden sesuai anjuran, dengan kategori adopsi tinggi. Aspek tersebut adalah pengaturan jarak tanam, pengaturan waktu tanam, dan penyiraman tanaman.

Jarak tanam yang dianjurkan ADS dan tertuang dalam SOP budidaya telah sesuai dengan jarak tanam yang biasa diterapkan oleh petani ketika melakukan penanaman sayuran daun. Sehingga petani tidak mengalami kesulitan untuk mengadopsi aspek ini. Begitupula dengan penanaman di saat teduh dan penyiraman tanaman. Ketika melakukan budidaya sayuran secara konvensional, petani juga melakukan penanaman pada saat kondisi teduh, dan secara berkala melakukan penyiraman pada tanaman.

Tabel 14 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan penanaman

No Aspek Rataan

hitung

Kategori adopsi

1 Pengaturan jarak tanam 61.9 Tinggi

2 Melakukan penanaman di saat teduh (sebelum

jam 9 pagi atau setelah jam 3 sore) 70.5 Tinggi

3 Melakukan penyiraman tanaman 74.3 Tinggi

35 Pencegahan Hama dan Penyakit Tanaman

Tahap pencegahan hama dan penyakit tanaman terdiri dari sembilan aspek yang harus diadopsi oleh petani, yaitu: (1) menanam tanaman pengusir hama disekitar lahan, (2) melakukan pengaturan drainase sesuai dengan musim, (3) melakukan pengendalian gulma, (4) membersihkan gulma hingga di luar bedeng, (5) melakukan rotasi tanaman dengan tanaman yang berbeda family, (6) melakukan rotasi dengan kacang-kacangan minimal 3 kali dalam satu tahun, (7) tanaman tidak monokultur dalam satu hamparan lahan, (8) menggunakan plastik mulsa, dan (9) menanam tanaman pengecoh dipinggir komoditas utama yang ditanam. Secara keseluruhan, tingkat adopsi responden terhadap tahap pencegahan HPT masih berada dalam kategori sedang.

Tabel 15 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan pencegahan HPT

No Aspek Rataan

hitung

Kategori adopsi

1 Menanam tanaman pengusir hama 41.0 Sedang

2 Melakukan pengaturan drainase sesuai dengan

musim 73.3 Tinggi

3 Melakukan pengendalian gulma 72.4 Tinggi

4 Membersihkan gulma hingga di luar bedeng 54.3 Sedang 5 Melakukan rotasi tanaman dengan tanaman

yang berbeda family 96.2

Sangat tinggi 6 Melakukan rotasi dengan kacang-kacangan

minimal 3 kali setahun 28.6 Rendah

7 Tanaman tidak monokultur dalam satu

hamparan lahan 84.8

Sangat tinggi

8 Menggunakan plastik mulsa 25.7 Rendah

9 Menanam tanaman pengecoh 36.2 Rendah

TOTAL 56.9 Sedang

Berdasarkan Tabel 15, aspek pengaturan drainase sesuai dengan musim, pengendalian gulma, merotasi tanaman dengan tanaman berbeda family, serta menanam multikultur dalam satu hamparan telah diadopsi petani sesuai anjuran SOP, dengan tingkat adopsi tinggi dan sangat tinggi. Aspek lainnya belum dilakukan sesuai dengan anjuran SOP. Terlihat dari tingkat adopsi petani untuk aspek menanam tanaman pengusir hama dan membersihkan gulma hingga luar bedeng yang masih masuk kategori sedang, serta aspek rotasi dengan kacang- kacangan, menggunakan mulsa, dan menanam tanaman pengecoh yang memiliki tingkat adopsi rendah.

36

Gambar 7 Hamparan tanaman yang tidak monokultur

Petani responden pernah melakukan penanaman tanaman pengusir hama maupun tanaman pengecoh di lahan, akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan lagi oleh sebagian besar responden karena responden mengaku tidak merasakan adanya perubahan mencolok yang terjadi. Membersihkan gulma di luar bedengan dan penggunaan plastik mulsa tidak diadopsi dengan sesuai anjuran karena untuk mengadopsi aspek ini dengan tingkat adopsi yang tinggi, petani perlu meluangkan lebih banyak tenaga dan waktu di lahan. Aspek merotasi tanaman dengan kacang- kacangan tidak diadopsi petani dengan sesuai anjuran karena kacang-kacangan memiliki waktu panen yang lebih lama, selain itu komoditas kacang-kacangan tidak dipasarkan oleh ADS sehingga petani harus mencari pasar sendiri. Berbagai pertimbangan tersebut menyebabkan petani menjadi enggan untuk mengadopsi aspek merotasi tanaman dengan kacang-kacangan.

Gambar 8 Gulma yang dibiarkan tumbuh bersama sayuran\ Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

Tabel 16 memperlihatkan bahwa tahap pengendalian HPT dilakukan petani responden dengan tingkat adopsi sedang. Apabila dilihat secara spesifik, 3 dari 4 aspek yang terdapat pada tahapan ini telah diadopsi dengan tingkat adopsi tinggi, hanya satu aspek yang belum diadopsi dengan sesuai anjuran. Aspek yang telah dilaksanakan dengan baik yaitu, menggunakan pestisida organik, melakukan penyemprotan dengan pelindung dan memperhatikan arah angin, serta melakukan pengendalian secara fisik dan mekanis (menggunakan yellow trap, paranet, lampu perangkap, dan atau mulsa).

37 Tabel 16 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan pengendalian HPT

No Aspek Rataan

hitung

Kategori adopsi

1 Menggunakan pestisida organik 67.6 Tinggi

2

Melakukan penyemprotan dengan

menggunakan pelindung dan memperhatikan arah angin

61.0 Tinggi 3 Pengendalian HPT dengan agen biologis 35.2 Rendah 4 Pengandalian HPT secara fisik dan mekanis 61.0 Tinggi

TOTAL 56.2 Sedang

Gambar 9 Penggunaan paranet sebagai pengendali HPT secara fisik

Aspek pada tahap pengendalian yang diadopsi dengan tingkat adopsi rendah adalah pengendalian HPT secara biologis dengan menggunakan musuh alami ataupun cendawan. Aspek tersebut belum diadopsi dengan baik karena pengetahuan petani mengenai produk-produk pengendalian HPT secara biologis yang masih sangat terbatas. Ketika melakukan konsultasi dengan pendamping dan mendapatkan rekomendasi untuk menggunakan produk tertentu pun petani tidak langsung mengikuti rekomendasi tersebut karena tidak berani mengambil risiko berupa kegagalan.

38 Panen

Tahapan panen telah dilakukan responden dengan tingkat adopsi yang tinggi, tetapi masih ada 3 dari 10 aspek pada tahapan ini yang belum diadopsi dengan sesuai anjuran oleh petani responden, yaitu mencuci hasil panen dengan air bersih yang mengalir, mengantarkan hasil panen di bawah jam 9 pagi atau di atas jam 3 sore, serta melakukan pencatatan dan dokumentasi yang baik pada setiap periode budidaya. Aspek lainnya, yaitu memanen sayuran yang memenuhi kualitas ADS saja, menggunakan alat yang bebas kontaminasi, melakukan panen pada saat kondisi teduh, meletakkan sayuran hasil panen tidak melebihi batas keranjang, menutup keranjang untuk menghindari polusi dan terik matahari di perjalanan

Dokumen terkait