• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik oleh Petani Mitra ADS-UF IPB Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik oleh Petani Mitra ADS-UF IPB Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN

ORGANIK OLEH PETANI MITRA ADS-UF IPB SERTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

ISTIQOMAH NURFITRI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik oleh Petani Mitra ADS-UF IPB Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

ISTIQOMAH NURFITRI. Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik oleh Petani Mitra ADS-UF IPB Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH.

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Tren konsumsi sayuran di Indonesia mulai beralih pada konsumsi sayuran organik karena masyarakat sudah mulai menyadari bahaya penggunaan bahan kimia sintetik untuk kesehatan tubuh dan lingkungan. Petani yang melakukan budidaya secara organik perlu mengadopsi berbagai aspek budidaya organik agar produk hasil panennya dapat dikatakan organik. Agribusiness Development Station (ADS) adalah salah satu lembaga yang mendorong petani mitranya untuk membudidayakan sayuran organik dengan mengadopsi teknologi budidaya dalam bentuk SOP. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik petani, menganalisis tingkat adopsi petani, dan menganalisis faktor yang mempengaruhi adopsi. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat adopsi petani telah masuk kategori tinggi, dengan persentasi petani yang mengadopsi teknologi budidaya sesuai dengan anjuran sebanyak 57.14 persen. Karakteristik yang memberikan pengaruh nyata pada taraf 10 persen dengan menggunakan regresi logistik adalah pendidikan dan pengalaman usahatani. Kata kunci: adopsi, budidaya, karakteristik petani, sayuran organik

ABSTRACT

ISTIQOMAH NURFITRI. ADS-UF IPB Farmer Partner’s Adoption Rate of Organic Vegetable Cultivation Technology and Factor that Influence Adoption. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH.

Vegetables are one of the horticultural commodity that has great potential to be developed in Indonesia. Nowadays, it consumption trend in Indonesia leads to organic vegetables. This movement caused by public awareness about the dangers of using chemical product for health and environment. The farmers who conducted organic farming must adopt various organic cultivating aspects in order to reach organic harvest. Agribusiness Development Station (ADS) is an institution that encourage its partnered farmers to cultivate organic vegetables by adopting cultivating technologies formed in SOP. The purpose of the research is to identify characteristics of farmers, to analyze farmer’s adoption rate of the technology of organic vegetables cultivation, and to analyze factors that influence adoption. The result showed that, farmer’s adoption rate is high, 57.14 percent of farmer adopted the technology as recommended by SOP. Characteristic factors that give real effect based on the p-value in the level of α = 0.1 with logistic regression analysis is the level of education and farming experience.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN

ORGANIK OLEH PETANI MITRA ADS-UF IPB SERTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

ISTIQOMAH NURFITRI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik oleh Petani Mitra ADS-UF IPB Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Nama : Istiqomah Nurfitri

NIM : H34100041

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP, M.Agribuss Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul, “Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik oleh Petani Mitra ADS-UF IPB Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh selaku dosen pembimbing, Ibu Tintin Sarianti selaku dosen penguji utama, dan Ibu Siti Jahroh selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan banyak masukan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sutisna selaku penanggung jawab kelompok sayur organik di ADS-UF IPB atas segala informasi dan masukan yang diberikan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ummi, serta seluruh keluarga, atas segala doa, semangat, dan kasih sayang yang tidak pernah putus dalam penyusunan tugas akhir. Tidak lupa, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh petani sayuran organik mitra ADS atas respon positif dan bantuannya terhadap penelitian ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan Agribisnis 47 atas kebersamaan dan semangatnya, juga kepada keluarga besar UKM FORCES IPB, keluarga besar IMBR Bengkulu dan seluruh sahabat atas dukungan, pertanyaan, semangat, dan senyuman yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

KERANGKA PEMIKIRAN 8

Kerangka Pemikiran Teoritis 8

Kerangka Pemikiran Operasional 12

METODE PENELITIAN 14

Lokasi dan Waktu Penelitian 14

Jenis dan Sumber Data 14

Metode Penentuan Responden 14

Metode Pengumpulan Data 15

Metode Analisis Data 15

GAMBARAN UMUM 19

Kondisi Lokasi Petani 19

Gambaran Umum ADS-UF IPB 22

HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Karakteristik Petani Responden 26

Tingkat Adopsi Budidaya Sayuran Organik 29

Analisis Faktor-Faktor Karakteristik Petani yang Mempengaruhi Adopsi 39

SIMPULAN DAN SARAN 45

Simpulan 45

Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 49

(14)

DAFTAR TABEL

1 Nilai PDB pertanian untuk tanaman bahan makanan atas dasar harga

konstan periode 2010-2012 1

2 Persentasi hasil sortir packing house pada bulan kering dan bulan basah

untuk semua komoditas sayuran organik ADS 4

3 Umur petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 26 4 Pendidikan terakhir petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 26 5 Luas lahan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 27 6 Status kepemilikan lahan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 28 7 Pengalaman usahatani petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 28 8 Usia kemitraan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 28 9 Status pekerjaan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 29 10 Tingkat adopsi petani mitra terhadap setiap tahapan budidaya pada SOP

budidaya sayuran organik ADS 29

11 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan konversi dan kontaminasi 30 12 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan benih dan pembibitan 32 13 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan persiapan lahan 33 14 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan penanaman 34 15 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan pencegahan HPT 35 16 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan pengendalian HPT 37 17 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan panen 38 18 Hasil uji likelihood ratio pada model regresi logistik 40 19 Hasil uji kebaikan model dengan metode Hosmer-Lemeshow 40 20 Hasil pendugaan parameter terhadap variabel dependen 40 21 Hasil analisis faktor-faktor karakteristik petani yang mempengaruhi

tingkat adopsi 41

22 Perbandingan karakteristik petani dari variabel yang signifikan terhadap

tingkat adopsi 44

23 Hasil sortir sayuran petani berdasarkan tingkat adopsi terhadap

teknologi budidaya sayuran organik 44

DAFTAR GAMBAR

1 Lahan komoditi organik yang disertifikasi di Indonesia tahun 2009 2

2 Kerangka pemikiran operasional 13

3 Penggunaan pembatas di sekeliling lahan oleh petani responden 31

4 Bibit siap tanam di ADS 32

5 Penampungan air di lahan petani 34

6 Persediaan pupuk kandang milik petani 34

7 Hamparan tanaman yang tidak monokultur 36

8 Gulma yang dibiarkan tumbuh bersama sayuran 36

9 Penggunaan paranet sebagai pengendali HPT secara fisik 37

10 Sayuran yang terserang hama 37

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persentasi hasil sortir packing house berdasarkan tingkat adopsi petani

mitra ADS komoditas sayuran organik 52

2 Data input untuk analisis regresi logistik 53

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian memiliki peran penting dalam mengembangkan perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional adalah 9 083 972.2 milyar rupiah atau sebesar 14.43 persen. Bukan hanya memberikan sumbangan pada pendapatan nasional dengan persentasi cukup besar, penduduk Indonesia pun banyak yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Berita Resmi Statistik No. 35/05/Th.XVI yang dikeluarkan oleh BPS memperlihatkan bahwa pada bulan Februari 2013, terdapat 39.96 juta dari 114.02 juta penduduk usia 15 tahun keatas di Indonesia berkecimpung dalam sektor pertanian.

Beberapa subsektor yang tergabung dalam sektor pertanian antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Salah satu komoditas hortikultura yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah sayuran. Tabel 1 memperlihatkan nilai PDB pertanian untuk tanaman bahan makanan atas dasar harga konstan, dan dari tabel tersebut terlihat bahwa komoditas hortikultura sayuran memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya. Kontribusi sayuran dalam meningkatkan nilai PDB pertanian tanaman bahan makanan secara tidak langsung dapat menunjukkan permintaan terhadap komoditas sayuran yang cukup besar di Indonesia.

Tabel 1 Nilai PDB pertanian untuk tanaman bahan makanan atas dasar harga konstan periode 2010-2012a

Hortikultura Sayuran 21.71 21.42 22.04 2.93

Hortikultura Buah-buahan 35.18 40.51 40.67 1.57

Total 151.5 154.15 158.7 9.72

(18)

2

sektor pertanian, yaitu pencemaran air oleh bahan kimia, menurunnya kualitas dan produktivitas sayuran, ketergantungan terhadap bahan kimia, serta merosotnya produktivitas lahan karena erosi. Dampak jangka panjang dari pertanian konvensional adalah gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh adanya residu kimia yang terkandung dalam produk sayuran (Saragih 2010).

Semakin hari, pemahaman masyarakat akan dampak negatif dari pertanian konvensional semakin baik. Masyarakat, khususnya masyarakat menengah keatas mulai memberikan perhatian lebih besar kepada keamanan produk sayuran yang mereka konsumsi, sehingga menginginkan makanan yang serba alami dan bebas dari zat kimia. Sayuran organik dianggap mampu memenuhi persyaratan tersebut, sehingga budidaya sayuran organik semakin digalakkan.

Gambar 1 Lahan komoditi organik yang disertifikasi di Indonesia tahun 2009 Sumber : Aliansi Organis Indonesia (2010)

(19)

3 Dalam pemahaman praktis, pertanian organik adalah sekedar cara bertani yang tidak menggunakan bahan kimia sintetik. Dalam konteks regulasi, pertanian organik adalah cara berproduksi dan memasarkan hasil produksi sesuai dengan standar yang diatur oleh undang-undang atau kebijakan formal dan akibatnya memiliki kekuatan hukum. Praktik pertanian organik bukanlah merupakan praktik yang dapat menjamin bahwa produk bebas sama sekali dari residu, sebab residu dapat diakibatkan oleh polusi lingkungan yang lebih luas. Tata cara bertani dalam pertanian organik dapat digunakan untuk meminimalkan polusi udara, polusi tanah, dan polusi air. Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas yang saling terkait satu sama lain di dalam tanah, tanaman, hewan, maupun manusia (Saragih 2010).

Budidaya sayuran organik dalam pemahaman praktis maupun regulasi merupakan suatu inovasi teknologi untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan sayuran yang tidak memberikan dampak negatif jangka panjang berupa residu kimia bagi tubuh dan lingkungan. Inovasi tersebut menjadi penting untuk diadopsi petani sebagai pelaku budidaya karena terdapat perlakuan-perlakuan berbeda yang harus dilakukan. Petani memperoleh keuntungan dengan mengadopsi teknologi budidaya sayuran organik, karena sebagai produsen petani dapat menjual produk organik yang dihasilkan dengan harga mahal, bahkan 10-50 persen lebih tinggi dibandingkan harga produk pertanian konvensional (FAO 2002). Saat ini di berbagai swalayan, harga sayuran organik bahkan bisa lebih tinggi tiga hingga lima kali lipat apabila dibandingkan dengan harga sayur konvensional.

Adopsi petani terhadap teknologi pertanian sangat ditentukan dengan kebutuhan akan teknologi tersebut dan kesesuaian teknologi dengan kondisi biofisik dan sosial budaya. Oleh karena itu, introduksi suatu inovasi teknologi baru harus disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. Keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya kemudian mengukuhkannya (Suprapto dan Fahrianoor 2004).

(20)

4

dapat menjadi mitra. Teknologi budidaya sayuran organik tersebut dituangkan dalam bentuk Standard Operational Procedure (SOP).

Perumusan Masalah

ADS memiliki segmentasi pelanggan berupa ritel modern yang tersebar di Jabodetabek. Hingga saat ini, ADS sudah menjalin kerjasama dengan lebih dari 20 lokasi ritel modern, diantaranya All Fresh, Yogya Sudirman, Kemchick, Total Bogor, Giant Taman Yasmin, The Sultan Residence, dan masih banyak lagi. Menjadikan ritel modern sebagai segmentasi pelanggan menimbulkan konsekuensi bagi ADS, karena ada standar kualitas tertentu yang harus dipenuhi ADS agar produknya dapat diterima. Oleh karena itu, di packing house hasil panen petani disortir, dan hanya sayuran yang memenuhi kualiatas saja yang akan dikemas dan didistribusikan ke ritel modern. Permintaan ritel modern terhadap komoditas sayur organik setiap bulannya cukup berfluktuasi, dan hingga saat ini ADC seringkali belum bisa memenuhi permintaan tersebut.

SOP yang diberikan oleh ADS kepada petani mitranya berisikan anjuran untuk setiap tahapan dalam budidaya sayuran organik agar petani mitra dapat menghasilkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang optimal. ADS pun telah menerapkan sistem kuota benih dan kuota panen kepada petani dengan tujuan agar permintaan dari ritel modern dapat dipenuhi. Menurut pihak pemasaran ADS, selisih angka antara permintaan dan penjualan yang selama ini terjadi diakibatkan oleh produksi petani untuk sayuran yang memenuhi kualitas masih rendah dan fluktuatif. Sebanyak 10-45 persen dari hasil panen yang dikirimkan oleh petani ke packing house tidak memenuhi kualitas yang diinginkan oleh pelanggan sehingga tersortir dan terbuang.

Tabel 2 Persentasi hasil sortir packing house pada bulan kering dan bulan basah untuk semua komoditas sayuran organik ADSa

Komoditas

Sumber : Agribusiness Development Station (2013) diolah

(21)

5 oleh bulan November 2013. Apabila dirata-rata, sayuran yang terbuang dari proses sortir yang dilakukan pada musim kemarau dan musim hujan untuk ketujuh komoditas berada pada kisaran 20-30 persen. Tingginya persentasi sortiran sayur yang terbuang di packing house ini menjadi indikasi bahwa SOP budidaya yang diberikan oleh ADS belum diadopsi sesuai dengan anjuran oleh seluruh petani mitra sayuran organik ADS, sehingga hasil yang didapatkan belum optimal.

Petani mitra sayuran organik ADS memiliki lahan yang tersebar di tujuh desa yang berbeda, dan setiap petani pun memiliki karakteristik yang berbeda. Soekartawi (1988) menyatakan bahwa faktor personal dan situasional pengadopsi ikut mempengaruhi adopsi terhadap inovasi ataupun teknologi baru yang didapatkannya. Rogers dan Shoemaker (1971) pun mengatakan bahwa karakteristik seseorang akan mempengaruhi tindakan atau perilaku dalam mengadopsi. Oleh karena itu, karakteristik petani mitra sayur organik ADS yang berbeda mungkin ikut memberikan pengaruh dalam tingkat adopsi petani terhadap SOP budidaya yang diberikan.

Di akhir tahun 2013, telah terjadi handover atau serah terima ADS secara utuh dari ICDF Taiwan kepada Institut Pertanian Bogor, sehingga seluruh kegiatan di ADS saat ini dikendalikan oleh IPB. Selama enam tahun berjalan, ADS belum pernah melakukan pengkajian terhadap tingkat adopsi SOP budidaya sayuran organik oleh petani mitranya. Agar ADS dapat berjalan dengan sistem yang lebih baik, informasi mengenai seberapa besar tingkat adopsi petani pada setiap tahapan, aspek mana saja yang sudah dan belum diadopsi, serta kemungkinan hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat adopsi perlu diketahui. Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik petani mitra ADS?

2. Bagaimana tingkat adopsi petani mitra terhadap setiap variabel adopsi teknologi budidaya sayuran organik ADS?

3. Apa faktor-faktor dari karakteristik petani yang dapat mempengaruhi tingkat adopsi teknologi budidaya sayuran organik ADS oleh petani mitra?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik petani sayuran organik mitra ADS yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, luas lahan, pengalaman usahatani, lama bermitra, status pekerjaan, serta status lahan yang diusahakan.

2. Menganalisis tingkat adopsi petani terhadap setiap tahapan adopsi teknologi budidaya sayuran organik ADS, yaitu tahap konversi dan kontaminasi, benih dan pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pencegahan HPT, pengendalian HPT, dan panen.

(22)

6

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan dalam lingkup ADS IPB, fokus kepada responden petani sayur organik mitra ADS yang hingga saat ini masih aktif berinteraksi dan mengirimkan hasil panennya ke ADS. Lahan organik petani mitra terletak di 7 desa berbeda di Kabupaten Bogor. Penelitian ini mengidentifikasi karakteristik petani, kemudian tingkat adopsi petani tersebut terhadap setiap tahapan yang terdapat pada SOP budidaya yang diberikan ADS, serta analisis karakteristik petani yang mempengaruhi tingkat adopsi. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat adopsi responden dibatasi pada karakteristik personal dan situasional responden, yang selanjutnya disebut dengan karakteristik petani. Analisis dilakukan dengan metode regresi logistik, dengan dua kemungkinan adopsi yaitu sesuai anjuran dan tidak sesuai anjuran.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian mengenai tingkat adopsi petani terhadap suatu inovasi teknologi pertanian beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya sudah cukup banyak dilakukan. Berbagai penelitian itu secara tidak langsung menunjukkan menariknya topik tersebut untuk dibahas. Kajian mengenai hubungan antara karakterisik petani mitra dengan tingkat adopsi teknologi budidaya sayuran organik di sebuah pusat pengembangan agribisnis tentu menjadi salah satu kajian yang juga menarik untuk dibahas. Berikut diberikan tinjauan singkat dari beberapa penelitian terdahulu yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu adopsi suatu inovasi, khususnya inovasi pada bidang pertanian.

Sondari (2012) mengadakan penelitian berkaitan dengan adopsi inovasi berupa pupuk organik pada usahatani padi. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah umur, pendidikan, status pekerjaan usahatani, pendapatan usahatani, pengeluaran rumah tangga, jumlah tanggungan, pengalaman usahatani, serta program sosialisasi. Berdasarkan hasil regresi logistik, ada tiga variabel yang memberikan pengaruh nyata terhadap keputusan adopsi teknologi pupuk organik. Ketiga variabel tersebut adalah pendapatan usahatani, pendidikan, dan status pekerjaan usahatani. Pendapatan usahatani memiliki pengaruh positif terhadap keputusan adopsi. Pendapatan yang tinggi menyebabkan petani memiliki modal yang lebih besar sehingga lebih berani untuk mencoba, lebih terbuka pula terhadap segala inovasi yang mereka anggap baik. Pengaruh positif juga diberikan oleh variabel pendidikan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin mudah petani menerima teknologi baru dikarenakan pengetahuannya untuk bisa mengakses informasi mengenai dampak baik dan buruk dari teknologi tersebut lebih baik. Selain itu, penelitian juga memperlihatkan adanya pengaruh status pekerjaan usahatani dengan keputusan adopsi. Petani yang memiliki pekerjaan utama sebagai non petani akan lebih berani mengambil risiko menerapkan teknologi baru.

(23)

7 Kinali, Kabupaten Pasaman Barat-Sumatera Barat. Ada 9 variabel dari karakteristik responden yang diperkirakan dapat mempengaruhi tingkat adopsi, yaitu : umur, lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, penyuluhan sistem integrasi kelapa sawit dan sapi, pengalaman beternak sapi, lama usahatani, luas lahan, status pekerjaan dan pendapatan usahatani. Hasilnya, ada satu variabel dari karakteristik yang signifikan pada taraf nyata 10 persen, yaitu status pekerjaan. Petani dengan status pekerjaan utama sebagai petani kelapa sawit lebih memiliki peluang untuk mengadopsi sistem integrasi tersebut.

Penelitian mengenai analisis faktor penentu adopsi teknologi PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) untuk usahatani padi dilakukan oleh Faroka (2012). Penelitian ini menggunakan 6 variabel independen yang berasal dari karakteristik personal petani, faktor usahatani, dan sosial budaya. Variabel tersebut adalah umur, pendidikan, luas lahan, status lahan, penyuluhan, dan pendapatan petani. Dari hasil analisis diketahui bahwa status lahan memberikan pengaruh pada tingkat adopsi. Petani penggarap memiliki keberanian lebih tinggi untuk menerapkan adopsi dibandingkan dengan petani pemilik lahan. Selain variabel status lahan, hasil analisis juga memperlihatkan adanya pengaruh positif yang diberikan variabel pendapatan usahatani, dimana petani yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi akan lebih mudah untuk menerima dan menerapkan sebuah teknologi baru.

Basuki (2008) menduga bahwa faktor pendidikan, umur, penyuluhan, luas lahan, status lahan, dan pendapatan akan mempengaruhi petani untuk menanam padi hibrida. Berdasarkan hasil regresi logistik, terdapat empat variabel yang memberikan pengaruh nyata terhadap keputusan adopsi teknologi pupuk organik. Keempat variabel tersebut adalah umur, rasio pendapatan, luas lahan, dan status lahan. Umur memiliki pengaruh negatif terhadap keputusan adopsi penanaman padi hibrida. Umur yang semakin tua menyebabkan responden semakin tertutup dan tidak peka dengan inovasi dan teknologi baru yang muncul. Pendapatan juga memberikan pengaruh yang negatif, dimana semakin tinggi pendapatan petani justru semakin tidak ingin untuk mengadopsi suatu inovasi karena merasa sudah cukup puas dengan pendapatannya saat ini dan tidak ingin mengambil risiko turunnya pendapatan apabila inovasi tersebut gagal ketika dilaksanakan. Penelitian juga memperlihatkan hubungan yang negatif pada status lahan. Petani penggarap justru lebih terbuka terhadap inovasi teknologi baru apabila dibandingkan dengan petani pemilik lahan. Variabel terakhir yang memberikan pengaruh, yaitu luas lahan memberikan pengaruh yang positif, dimana semakin luas lahan yang dimiliki petani maka keinginan untuk melakukan adopsi akan semakin tinggi.

Sondari (2012), Aldila (2012), Faroka (2012), dan Basuki (2008) menggunakan analisis regresi logistik untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi oleh responden. Variabel dependen dari keempat penelitian tersebut merupakan bilangan biner dengan dua kategori, yaitu bernilai 1 apabila mengadopsi, dan bernilai 0 apabila tidak mengadopsi. Faktor-faktor yang diduga memberikan pengaruh terhadap tingkat adopsi pada penelitian kebanyakan dilihat dari karakteristik personal serta situasi lingkungan sosial budaya responden.

(24)

8

akan digunakan adalah analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, faktor yang diduga akan memberikan pengaruh adalah umur (Basuki 2008), pendidikan (Sondari 2012), luas lahan (Basuki 2008), status lahan (Faroka 2012 ; Basuki 2008), dan status pekerjaan (Aldila 2012 ; Sondari 2012). Ada faktor lain yang juga ikut diduga memberikan pengaruh pada tingkat adopsi petani mitra terhadap teknologi budidaya sayuran organik, yaitu pengalaman usahatani, dan lama bermitra. Petani mitra ADS bergabung menjadi mitra pada waktu yang berbeda-beda, sehingga fakta tersebut diduga akan memberikan pengaruh pada tingkat adopsi petani.

Soekartawi (1988) melakukan penelitian tentang adopsi ketela pohon mukibat pada empat desa di Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur. Hasil analisis Model Regresi Linear Berganda dan Model Cobb-Douglas menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap adopsi ketela pohon mukibat adalah keikutsertaan petani dalam siaran pedesaan, jarak petani ke jalan aspal, dan umur petani. Faktor umur memberikan pengaruh kepada adopsi yaitu semakin tua umur petani maka semakin besar kemungkinan untuk mengadopsi. Soekartawi memberikan alasan bahwa petani yang lebih tua lebih mempunyai pengalaman dan lebih matang dalam melaksanakan usahatani. Penelitian yang dilakukan oleh Soekartawi ini menjadi dasar untuk memasukkan pengalaman usahatani menjadi salah satu faktor yang akan dilihat pengaruhnya dalanm penelitian ini.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Teori Adopsi

Inovasi menurut Ban dan Hawkins (1999) adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir. Sedangkan Soekartawi (1988) mendefinisikan inovasi sebagai suatu ide yang dipandang baru oleh seseorang, dimana karena latar belakang orang yang berbeda-beda maka ide baru yang dimaksudkan menjadi relatif sifatnya. Inovasi mungkin berupa suatu teknologi baru, cara organisasi yang baru, cara pemasaran hasil pertanian yang baru, dan sebagainya.

(25)

9 Adopsi inovasi memiliki pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi pada dasarnya menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya. Dalam proses penyuluhan (pertanian), adopsi dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku, baik berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan oleh penyuluh (Suharyanto 2001).

Ada beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi inovasi, yaitu: (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, dan (b) adanya konfirmasi dan keputusan yang telah diambil. Dapat dikatakan bahwa dalam proses adopsi inovasi, diperlukan adanya komitmen yang terikat dan perlu dijaga oleh calon adopter. Lebih lanjut dikatakan bahwa ada tiga hal yang diperlukan oleh calon adopter dalam kaitannya dengan proses adopsi inovasi menurut Soekartawi (1988), yaitu :

1. Adanya pihak lain yang telah melaksanakan adopsi inovasi dan berhasil dengan sukses. Pihak yang tergolong kriteria ini dimaksudkan sebagai sumber informasi yang relevan.

2. Adanya suatu proses adopsi inovasi yang berjalan secara sistematis, sehingga dapat diikuti dengan mudah oleh calon adopter.

3. Adanya hasil adopsi inovasi yang sukses dalam artian telah memberikan keuntungan, sehingga dengan demikian informasi seperti ini akan memberikan dorongan kepada calon adopter untuk melaksanakan adopsi inovasi.

Proses penyebaran teknologi introduksi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan adopsi. Proses adopsi terjadi pada orang secara individual sedangkan proses difusi terjadi di masyarakat. Harper (1989) menyatakan bahwa untuk mengembangkan inovasi supaya berhasil diadopsi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: (a) kemudahan untuk dikomunikasikan (communication ability), (b) kesiapan adopter atau unit sosial untuk menerima risiko (perceived risk) dari inovasi yang diadopsi dan (c) terjadi proses perembesan (pervasiveness). Lebih jauh Mosher (1981) mengemukakan bahwa suatu teknologi baru akan diterapkan tidak segera diterima oleh petani dan bahkan mungkin akan menolak sama sekali, sebab ada kesangsian atau sifat petani yang selalu waspada terhadap setiap metode baru.

Soekartawi dan Anwar (1987) mengatakan bahwa terdapat lima tahap dalam proses adopsi teknologi introduksi dalam pandangan tradisional yaitu:

1. Kesadaran, pada tahap ini petani untuk pertama kalinya belajar dan mengetahui tentang ide baru dimana tingkat pengetahuannya masih bersifat umum.

2. Menaruh minat, petani mulai mengembangkan informasi yang diperoleh dalam menimbulkan dan mengembangkan minat untuk melakukan adopsi inovasi. 3. Evaluasi, seseorang yang telah mendapatkan informasi dan bukti yang telah

dikumpulkan pada beberapa tahapan sebelumnya dalam menentukan apakah ide itu akan diadopsi atau tidak maka diperlukan evaluasi.

4. Mencoba, petani dihadapkan pada suatu kondisi dimana harus menuangkan pikirannya untuk kemudian dituangkan dalam praktek.

(26)

10

Rogers dan Shoemaker (1971) memberikan kritik terhadap proses tradisional di atas, karena model tersebut terlalu sederhana. Beberapa kritikan yang diberikannya terhadap proses tersebut antara lain karena proses adopsi tradisional mengemukakan bahwa proses adopsi selalu berakhir dengan adopsi, padahal nyatanya individu bisa saja menolak adopsi tersebut. Kelima tahapan pun tidak selalu terjadi secara berurutan, tahapan-tahapan tersebut bisa saja terjadi secara acak. Pada petani yang bermitra dan diharuskan mengadopsi teknologi tertentu, proses adopsi tidak berhenti sampai petani mengadopsi, namun ada tahapan lain yang terjadi. Petani bisa saja mencari informasi lebih jauh untuk dapat mengukuhkan keputusannya apakah akan mengadopsi secara penuh atau berhenti mengadopsi, atau keputusan lainnya.

Pertanian Organik

Menurut Winarno (2004) pertanian organik merupakan suatu sistem pertanian yang didesain dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan produktivitas yang berkelanjutan. Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk melindungi keseimbangan ekosistem alam dengan meminimalkan penggunaan bahan-bahan sintetik dan merupakan praktek bertani alternatif secara alami yang dapat memberikan hasil yang optimal.

Tujuan utama yang hendak dicapai oleh pertanian organik adalah untuk mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas komunitas tanah, tanaman, hewan dan manusia yang saling berkaitan satu sama lain. Tujuan dan keuntungan yang dapat diambil dari pengembangan pertanian organik menurut sub direktorat pengelolaan lingkungan (2005) antara lain :

1. Meningkatkan pendapatan petani karena adanya efisiensi pemanfaatan sumber daya.

2. Menghasilkan pangan yang cukup, aman dan berkualitas sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat dan sekaligus daya saing produk agribisnis.

3. Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani.

4. Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian. 5. Meningkatkan dan menjaga produktivitas lahan pertanian dalam jangka

panjang, serta memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. 6. Menciptakan lapangan kerja baru dan keharmonisan sosial di pedesaan.

(27)

11 Ada prinsip-prinsip yang mengilhami gerakan organik dengan segala keberagamannya. Prinsip-prinsip ini menjadi panduan bagi pengembangan posisi, program dan standar-standar IFOAM (International Federation for Organic Agriculture Movement). Selanjutnya, prinsip-prinsip ini diwujudkan dalam visi yang digunakan di seluruh dunia. Prinsip-prinsip tersebut adalah: Prinsip Ekologi, Prinsip Kesehatan, Prinsip Perlindungan, dan Prinsip Keadilan.

Karakteristik Petani

Rogers dan Shoemaker (1997) mengatakan bahwa karakteristik seseorang akan ikut mempengaruhi persepsi dan selanjutnya akan mempengaruhi tindakan atau perilaku. Karakterisitik personal menurut Rogers (1995) adalah meliputi status sosial-ekonomi, ciri kepribadian dan perilaku komunikasi. Secara lebih rinci karakteristik personal tersebut dijabarkan lagi ke dalam umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah keluarga, pengalaman berusahatani, usaha keluarga, penghasilan keluarga, kekosmopolitan, partisipasi, kelembagaan masyarakat, partisipasi dalam kelompok, dan kontak media. Karakteristik adopter diduga kuat memiliki hubungan dengan persepsi seseorang dalam kaitannya dengan proses adopsi inovasi, menyangkut pencarian terhadap ide-ide baru.

Soekartawi (1988) menyebutkan bahwa faktor personal dan situasional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat adopsi maupun difusi inovasi. Faktor personal dan situasional tersebut antara lain;

1. Umur; petani yang lebih tua kurang cenderung untuk melakukan difusi inovasi pertanian dibandingkan mereka yang relatif muda.

2. Pendidikan; pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pengetahuan tentang teknologi pertanian baru. Dalam praktek, mungkin sekali bahwa hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat adopsi pertanian berjalan secara tidak langsung, kecuali bagi mereka yang belajar secara spesifik tentang inovasi baru tersebut.

3. Pendapatan usahatani; pendapatan usahatani yang tinggi seringkali berhubungan dengan tingkat difusi inovasi pertanian. Kemauan melakukan perubahan dalam difusi inovasi cenderung lebih cepat sesuai dengan kondisi pendapatan petani.

4. Ukuran usahatani; ukuran usahatani seringkali berhubungan positif dengan adopsi inovasi.

5. Status kepemilikan tanah; para pemilik dapat membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi sesuai dengan keinginanannya, namun penyewa harus mendapatkan persetujuan dari pemilik terlebih dahulu. Konsekuensinya, tingkat adopsi biasanya lebih tinggi pada pemilik usahatani daripada petani yang menyewa.

Sayuran Organik

Sayuran organik merupakan sayuran yang dihasilkan dari pertanian yang bersifat ramah lingkungan dan lebih kepada konsep alam (back to nature). Budidaya pertanian yang dilakukan tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Hal tersebut membuat sayuran organik bebas dari residu kimia sehingga layak dikonsumsi dan menyehatkan.

(28)

12

dilakukan tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Keistimewaan dari sayuran organik adalah mengandung antioksidan 10-50 persen di atas sayuran anorganik. Zat antioksidan atau biasa dikenal sebagai zat yang membantu dan dibutuhkan oleh tubuh serta dapat menyembuhkan penyakit yang merupakan zat kekebalan tubuh. Sayuran dan buah organik diketahui mengandung vitamin C dan mineral esensial, seperti kalium, fosfor, magnesium, zat besi dan krom, lebih tinggi dibanding dengan anorganik (Isdiayanti 2007).

Jenis sayuran dapat dikelompokkan menjadi tiga macam berdasarkan bagian yang dapat dikonsumsi, yaitu sayuran buah, sayuran daun, dan sayuran umbi. Sayuran daun adalah jenis tanaman yang dimanfaatkan bagian daunnya untuk dikonsumsi, misalnya selada, bayam, dan kangkung. Selain daunnya, pada umumnya konsumen menggunakan batang bagian atas dan pucuk daun untuk ikut serta dikonsumsi (Supriati 2002). Beberapa contoh komoditas yang termasuk dalam sayuran daun adalah selada, caisim, pakcoy, kailan, bayam, dan kangkung.

Kerangka Pemikiran Operasional

Petani sering dihadapkan pada berbagai kendala dalam proses pengambilan keputusan penerapan suatu teknologi pertanian, karena banyaknya pertimbangan yang harus dilakukan petani sebelum memutuskan untuk mengadopsi suatu teknologi. Beberapa pertimbangan petani dalam penerapan teknologi pertanian, antara lain: rasa aman, atau sebaliknya rasa khawatir, nilai-nilai sosial yang dimiliki, status sosial, derajat kosmopolitannya, keterampilan melaksanakannya, dan derajat opinion leader (Soekartawi 1988).

Sebelum proses adopsi terjadi, secara psikologis petani akan berusaha memahami, berdasarkan keinginan dan kebutuhan untuk mengetahui makna dari teknologi yang diterimanya. Teknologi yang diadopsi oleh petani mitra sayur organik di ADS tertuang dalam bentuk Standard Operational Procedure (SOP) atau anjuran budidaya. Teknologi yang harus diadopsi petani dalam bentuk SOP budidaya sayuran organik terbagi menjadi beberapa aspek sesuai dengan tahapan budidaya, yaitu konversi dan kontaminasi, benih dan pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pencegahan hama dan penyakit tanaman (HPT), pengendalian HPT, serta panen.

(29)

13

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional Adopsi SOP budidaya sayuran organik oleh

petani mitra ADS-UF IPB (7 tahapan budidaya)

Faktor situasional (luas lahan dan status lahan) Faktor personal

(umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, lama bermitra, dan status pekerjaan)

Dipengaruhi karakteristik petani

Petani sebagai produsen perlu mengadopsi teknologi tertentu untuk menghasilkan produk organik

Tren pertanian organik di Indonesia Pertanian Konvensional

Menggunakan berbagai input kimia

Jangka Pendek :

 Mempercepat masa tanam

 Produktivitas meningkat

Jangka Panjang :

 Ketergantungan lahan pada bahan kimia

 Pencemaran air

 Gangguan kesehatan karena residu kimia

Adopsi sangat tinggi Adopsi tinggi

Adopsi sangat rendah Adopsi rendah

Adopsi sedang Mengadopsi sesuai anjuran

(30)

14

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Agribusiness Development Station (ADS), Desa Cikarawang, Bogor, Jawa Barat yang merupakan lokasi kerjasama antara sebuah organisasi ekonomi independen pemerintah Taiwan yang bernama International Cooperation and Development Fund (ICDF) melalui Misi Teknik Taiwan dengan Institut Pertanian Bogor. Penelitian juga dilakukan di tujuh desa lokasi petani mitra sayur organik ADS, yaitu Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Desa Tegal Waru dan Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea, Desa Karekhel Kecamatan Leuwiliang, Desa Ciaruteun Ilir dan Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang, serta Desa Gunung Bunder II Kecamatan Pamijahan. Pemilihan ADS sebagai lokasi penelitian didasarkan pada fakta bahwa di akhir tahun 2013, telah terjadi serah terima ADS dari ICDF kepada University Farm IPB sehingga diperlukan evaluasi di berbagai aspek untuk membuat sistem yang lebih baik. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui metode wawancara, yaitu dengan mewawancarai pihak ADS untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan dalam penelitian, seperti data petani mitra, SOP (Standard Operational Procedure) kemitraan, dan adopsi teknologi yang diterapkan. Selain itu, dilakukan survei dengan wawancara langsung melalui kuesioner kepada responden untuk memperoleh data mengenai karakteristik personal petani, dan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya sayuran organik. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang terkait dengan topik penelitian, dari Perpustakaan Lembaga Sumberdaya Informasi IPB, Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Perpustakaan Fakultas Ekologi Manusia, badan instansi pemerintah seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian, dan berbagai sumber internet.

Metode Penentuan Responden

(31)

15 budidaya sayuran organik yang diterapkan oleh ADS, serta pengaruh yang diberikan karakteristik tersebut terhadap tingkat adopsi, sehingga total responden adalah 21 orang.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara melakukan observasi, wawancara mendalam, pengisian kuesioner, dan pencarian literatur yang relevan. Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian, yaitu di ADS dan di seluruh lahan petani mitra sayur organik ADS, yaitu Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Desa Tegal Waru dan Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea, Desa Karekhel Kecamatan Leuwiliang, Desa Ciaruteun Ilir dan Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang, serta Desa Gunung Bunder II Kecamatan Pamijahan. Wawancara mendalam dilakukan kepada penanggungjawab komoditas sayur organik di ADS, yaitu Bapak Sutisna. Kuesioner dibagikan kepada seluruh petani mitra sayur organik ADS yang berjumlah 21 orang.

Kuesioner berisi pertanyaan tertutup dan terbuka, serta pernyataan dengan skala likert. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang jawabannya telah ditentukan sebelumnya, sehingga responden cukup memilih jawaban yang telah disediakan. Misalnya saja pada pertanyaan karakteristik responden berupa tingkat pendidikan. Pada pertanyaan tersebut, responden diminta memilih satu dari lima jawaban yang telah disediakan. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang selain memberikan pilihan juga menyediakan tempat untuk menjawab secara bebas apabila jawaban responden ada di luar alternatif pilihan yang tersedia. Pernyataan dengan skala likert digunakan untuk melihat tingkat adopsi petani. Setiap aspek dalam tahapan budidaya sayuran secara organik disediakan lima kolom yang menggambarkan seberapa sering responden melakukan aspek tersebut dalam kegiatan budaya yang dilakukannya.

Metode Analisis Data Analisis Deskriptif

(32)

16

sama sekali tidak pernah menjalankan aspek budidaya tertentu selama 24 periode budidaya terakhir.

Tingkat adopsi teknologi budidaya sayuran organik dibedakan dalam 5 kategori adopsi yaitu adopsi sangat rendah apabila hasil penghitungan berada dalam range 0-20 persen, adopsi rendah apabila hasil penghitungan berada dalam range 21-40 persen, adopsi sedang apabila hasil penghitungan berada dalam range 41-60 persen, adopsi tinggi apabila hasil penghitungan berada dalam range 61-80 persen, serta adopsi sangat tinggi apabila hasil penghitungan berada dalam range 81-100 persen. Kriteria interpretasi skor menjadi 5 kategori tersebut mengacu pada Riduwan dan Sunarto (2012).

Peubah penyusun adopsi teknologi budidaya sayuran organik adalah aspek penting dalam penerapan budidaya sayuran organik. Peubah ini difokuskan pada 7 tahapan budidaya yang tercantum dalam SOP budidaya sayuran organik milik ADS, yaitu: (1) Konversi dan kontaminasi, (2) Benih dan pembibitan, (3) Persiapan lahan, (4) Penanaman, (5) Pencegahan hama dan penyakit tanaman, (6) Pengendalian hama dan penyakit tanaman, dan (7) Panen. Setiap tahapan budidaya dalam SOP tersebut memiliki jumlah aspek yang berbeda, sehingga secara keseluruhan, tingkat adopsi petani sayuran organik dilihat dari 47 aspek.

Analisis terhadap karakteristik petani dan tingkat adopsi dilakukan secara deskriptif. Dibuat tabulasi sederhana dengan menggunakan Microsoft Excel yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang data mengenai karakteristik petani dan tingkat adopsinya di setiap tahapan budidaya sayuran organik berdasarkan informasi yang diperoleh dari kuesioner. Hasil dibuat tabulasi dan dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama kemudian dipersentasikan berdasarkan jumlah responden sehingga diperoleh persentasi responden di setiap variabel karakteristik petani, serta persentasi tingkat adopsi responden yang mengadopsi sesuai anjuran dan tidak sesuai anjuran.

Model Regresi Logistik

Faktor-faktor yang mempengaruhi petani mengadopsi teknologi budidaya sayuran organik dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan model regresi logistik atau model logit. Pada model logit, variabel dependen (Y) merupakan skala nominal dengan dua kemungkinan yang terdiri atas bilangan biner 0 dan 1 yang mewakili kondisi Ya dan Tidak. Interpretasi atau estimasi pada model logit menunjukkan besarnya kemungkinan suatu kejadian, yang ditunjukkan dengan probabilitas (Gujarati 1999).

(33)

17 Variabel independen atau variabel bebas (X) adalah karakteristik personal yang terdiri dari 7 variabel, yaitu umur (X1), tingkat pendidikan (X2), luas penguasaan lahan (X3), pengalaman usahatani (X4), lama bermitra (X5), status pekerjaan (X6), dan status lahan (X7). Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas, model yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yi = ln P (Xi)

1−P(Xi)= b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 +⋯+ b7X7

Dimana :

Yi = Adopsi (1 = sesuai anjuran; 0 = tidak sesuai anjuran) X1 = umur (tahun)

X2 = tingkat pendidikan (tahun) X3 = luas penguasaan lahan (ha) X4 = pengalaman usahatani (tahun) X5 = lama bermitra (tahun)

X6 = status pekerjaan (utama=1, sampingan=0) X7 = status lahan (milik=1, bukan milik=0) b1...b7 = parameter dugaan (koefisien)

P(Xi) adalah peluang adopsi sesuai anjuran terhadap teknologi budidaya sayuran organik, sebagai kebalikan dari 1-P(Xi) sebagai peluang adopsi tidak sesuai anjuran. Oleh karenanya, ln[P(Xi)/1-P(Xi)] secara sederhana merupakan logaritma natural dari perbandingan antara peluang adopsi sesuai anjuran dengan peluang adopsi tidak sesuai anjuran. Oleh karenanya, koefisien dalam persamaan di atas menunjukkan pengaruh dari variabel Xi terhadap peluang relatif adopsi sesuai anjuran dibandingkan dengan adopsi tidak sesuai anjuran terhadap teknologi budidaya sayuran organik.

Analisis regresi logistik akan dilakukan dengan menggunakan SPSS 20.0 for windows. Metode analisis regresi yang akan digunakan adalah metode enter, dan untuk mendapatkan hasil yang optimal terlebih dahulu dilakukan metode backward elimination dengan tujuan untuk mengeliminasi variabel yang memiliki korelasi paling rendah. Hipotesis variabel-variabel karakteristik demografi petani yang mungkin memberikan pengaruh pada tingkat adopsi budidaya sayuran organik oleh petani mitra ADS adalah:

X1 = Umur; semakin muda petani biasanya semakin besar semangatnya untuk mengetahui apa yang belum diketahui, sehingga petani muda akan berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun belum berpengalaman dalam adopsi inovasi tersebut.

(34)

18

X3 = Luas lahan; petani kecil agak lamban dalam mengadopsi disebabkan karena sumberdaya yang mereka miliki khususnya sumberdaya lahan yang sangat terbatas. Ada kekhawatiran apabila adopsi inovasi gagal dilakukan, maka kebutuhan anggota keluarga tidak akan tercukupi. Ukuran usahatani seringkali berhubungan positif dengan adopsi inovasi

X4 = Pengalaman usahatani; seorang petani yang telah lama berkecimpung dalam dunia usahatani akan lebih mudah menerima perubahan-perubahan dalam usahatani karena pengalamannya di lapangan yang sudah relatif banyak. X5 = Lama bermitra; apabila semakin lama petani berada pada hubungan

kemitraan maka akan semakin terbiasa dalam mengadopsi teknologi yang diharuskan dalam kemitraan tersebut.

X6 = Status pekerjaan; apabila usahatani sayur organik adalah pekerjaan utama petani maka petani akan cenderung untuk lebih berhati-hati dalam mengadopsi suatu hal yang baru dan memiliki risiko.

X7 = Status lahan; para pemilik dapat membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi sesuai dengan keinginanannya, namun penyewa harus mendapatkan persetujuan dari pemilik terlebih dahulu. Konsekuensinya, tingkat adopsi biasanya lebih tinggi pada pemilik usahatani daripada petani yang menyewa

Pengujian Model Regresi Logistik a) Uji Likelihood Ratio

Uji likelihood adalah uji model logit secara keseluruhan, dimana pada uji ini akan dilihat apakah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama dapat memberikan pengaruh kepada variabel dependen. Uji likelihood ratio lebih dikenal dengan nama uji-G. Statistik uji-G menyebar menurut sebaran khi-kuadrat dengan derajat bebas.

Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : β1 = β2 = ... βn

H1 : minimal ada βj ≠ 0, untuk j=1,2,...,n

� = 2[ � �ℎ UR

� �ℎ � ]

(35)

19 b) Uji Wald

Uji Wald digunakan ntuk menguji faktor mana, atau variabel independen mana, yang secara mandiri dapat memberikan pengaruh nyata terhadap variabel dependen. Hipotesis yang dibangun adalah sebagai berikut:

H0 : βi = 0, untuk i=1,2,...,n H1 : βi ≠ 0

Secara matematis, uji Wald dapat dituliskan sebagai berikut:

W = βi

(βi)

Dimana: βi = koefisien regresi

se (βi) = standard error of β(galat kesalahan dari β)

c) Odds Ratio

Kajian hubungan antara variabel kategori dikenal dengan adanya ukuran asosiasi atau ukuran keeratan hubungan antar variabel kategori. Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi logistik adalah odds ratio. Odds berarti risiko atau kemungkinan peluang kejadian sukses terhadap kejadian tidak sukses dari variabel respon. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

� � � = P

1−P

Dimana:

P = peluang kejadian yang terjadi

1 - P = peluang kejadian yang tidak terjadi

GAMBARAN UMUM

Kondisi Lokasi Petani Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga

Desa Cikarawang merupakan dataran rendah dengan ketinggian 193 mdpl. Luas dari Desa Cikarawang adalah 226.56 Ha dengan topografi berupa daratan dan persawahan. Jenis tanah di desa ini adalah tanah latosol dengan pH tanah bekisar antara 4.5-6. Suhu di Desa Cikarawang bekisar antara 25-30ºC. Desa Cikarawang memiliki sumber irigasi yang sangat baik karena terdapat Sungai Cisadane dan Ciapus yang mengapitnya.

(36)

20

sebanyak 2 114 KK. Petani responden yang memiliki lahan di desa ini berjumlah tiga orang. Mayoritas penduduk Desa Cikarawang memiliki mata pencarian di bidang pertanian, yaitu sebagai petani dan buruh tani sebanyak 535 jiwa. Dapat dikatakan bahwa perekonomian penduduk Desa Cikarawang sangat bergantung pada sektor pertanian.

Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea

Desa Tegal Waru memiliki luas 338 Ha dengan lebih dari separuh luasan, yaitu 220 Ha nya merupakan lahan sawah. Sebanyak 118 Ha sisanya merupakan tanah darat yang digunakan 21 Ha untuk bangunan, 55 Ha untuk pemukiman umum, 15 Ha untuk perkebunan, 20 Ha hutan, 2 Ha untuk perikanan darat dan 6 Ha belum dimanfaatkan. Letak Desa Tegal Waru di ketinggian 600 mdpl membuat desa ini termasuk ke dalam wilayah dataran tinggi dengan suhu rata-rata bekisar antara 20-30ºC. Desa Tegal Waru tidak memiliki lahan yang kritis atau tidak subur, karena 220 Ha lahannya memiliki tingkat kesuburan yang subur, dan 118 Ha sisanya memiliki tingkat kesuburan yang sedang.

Terdapat satu petani responden yang merupakan petani sayur organik mitra ADS dari total jumlah penduduk Desa Tegal Waru sebanyak 11 071 jiwa. Jumlah kepala keluarga sebanyak 3 116 KK. Penduduk Desa Tegal Waru, mayoritas berprofesi sebagai petani, yaitu sebanyak 964 jiwa. Oleh karena itu, perekonomian penduduk Desa Tegal Waru, sama seperti Desa Cikarawang, dapat dikatakan sangat bergantung dengan pertanian.

Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea

Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa dari 13 desa yang terdapat di kecamatan Ciampea. Petani responden yang memiliki lahan di desa ini berjumlah dua orang. Desa Cihideung Ilir memiliki luas wilayah sekitar 192.5 Ha dengan lahan pertanian seluas 165 Ha. Desa Cihideung Ilir terletak di kawasan dataran rendah, dengan ketinggian 180-220 mdpl. Suhu rata-rata di Desa Cihideung Ilir adalah 29-30˚C. Penduduk di Cihideung Ilir berjumlah 9 425 jiwa, yang terdiri atas 4 486 jiwa atau 47.6 persen berjenis kelamin laki-laki dan 4 539 jiwa atau 52.4 persen berjenis kelamin perempuan.

Desa Karehkel Kecamatan Leuwiliang

(37)

21

Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang

Desa Ciaruteun Ilir memiliki luas 360 Ha. Luasan tersebut digunakan untuk 56 Ha budidaya padi sawah dan palawija, sekitar 171 Ha budidaya tanaman sayuran, 51 Ha untuk pemukiman, 21 Ha untuk pekarangan, 12 Ha untuk hutan rakyat dan sisanya lahan yang tidak ditanami. Lahan yang terdapat di Desa Ciaruteun Ilir memang didominasi untuk budidaya sayuran. Desa Ciaruteun Ilir berada pada ketinggian 250 mdpl, sehingga termasuk kedalam dataran rendah. Jenis tanah didaerah ini termasuk tanah latosol dengan pH tanah bekisar antara 5-7 dan suhu rata-rata bekisar antara 22-28ºC.

Berdasarkan data monografi desa, jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir sampai akhir Desember 2011 sebanyak 10 325 jiwa yang terdiri dari 2 700 Kepala Keluarga (KK), dengan proporsi pria 5 273 jiwa (51 persen) dan wanita 5 052 (49 persen). Jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai petani mengalami penurunan, dari yang awalnya mencapai 800 jiwa di tahun 2005, menjadi 320 jiwa di penghujung tahun 2011. Terdapat dua petani responden di Desa Ciaruteun Ilir ini.

Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang

Desa Situ Udik memiliki luas wilayah 370.150 Ha. Letak desa ini berbatasan secara langsung dengan Desa Situ Ilir di sebelah utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pasarean, di sebelah barat berbatasan dengan Desa Cimayang, dan di sebelah timur berbatasan dengan Desa Karacak. Apabila di lihat dari letak geografisnya, Desa Situ Udik berada pada ketinggian 460 mdpl. Sedangkan suhu rata-rata sepanjang tahun di Desa Situ Udik adalah 19-29°C.

Terdapat tiga responden yang memiliki lahan di Desa Situ Udik. Desa ini dihuni oleh 2 912 KK. Jumlah penduduk Desa Situ Udik adalah sebesar 13 684 jiwa yang terdiri atas laki-laki sebesar 7 089 jiwa (51.8 persen) dan perempuan sebesar 6 595 jiwa (48.2 persen). Berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga, Desa Situ Udik memiliki statistik sebagai berikut; tidak tamat SD sebanyak 730 jiwa, tamat SD-SLTP 1 519 jiwa, tamat SLTA 567 jiwa, tamat akademi/perguruan tinggi sebanyak 96 jiwa.

Desa Gunung Bunder II Kecamatan Pamijahan

(38)

22

Gambaran Umum ADS-UF IPB Sejarah dan Profil ADS

Pemerintah Taiwan pada tahun 1997 membentuk sebuah organisasi ekonomi independen yang diberi nama International Cooperation and Development Fund (ICDF). ICDF bertujuan untuk memperkuat kerjasama internasional dan meningkatkan hubungan luar negeri serta mengawasi program-program pengembangan koperasi yang dijalankan Pemerintah Taiwan di luar negeri. ICDF telah bekerja sama dengan banyak organisasi pembangunan internasional, pemerintah asing, organisasi non-pemerintah dan badan hukum. Kompetensi utama dari ICDF yaitu memberikan bantuan teknis, investasi dan pinjaman, pendidikan dan pelatihan, serta bantuan kemanusiaan.

ICDF telah tersebar di 33 negara dunia, salah satunya berdiri di negara Indonesia melalui kerjasama Misi Teknik Taiwan atau yang lebih dikenal Taiwan Technique Mission (TTM) dalam bidang pertanian. Misi Teknik Taiwan atau TTM ini sudah menjalin kerja sama dengan Indonesia sejak tahun 1976, yang mencakup petani pada daerah Jawa Timur, kemudian berkembang sampai dengan Jawa Tengah, Jawa Barat dan Bali. Misi Teknik Taiwan telah menjalin kerja sama dengan berbagai instansi setempat seperti, Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi Bali, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali, dan Institut Pertanian Bogor. Misi Teknik Taiwan bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2007.

University Farm (UF) ditunjuk oleh Institut Pertanian Bogor sebagai perwakilan untuk melaksanakan kerjasama dengan ICDF. Bentuk kerjasama yang ditawarkan adalan penyediaan pasar bagi petani untuk menjual hasil panennya, serta melakukan pembinaan secara bertahap dan berkelanjutan terhadap petani agar dapat menghasilkan komoditas dengan kualitas terbaik, kuantitas yang banyak dan kontinu. Dalam rangka memperlancar kerjasama tersebut, Misi Teknik Taiwan telah membangun Agribusiness Development Center (ADC) sebagai pusat kegiatan agribisnis yang beralamat di Cikarawang Dramaga, Bogor. Pusat kegiatan agribisnis ini didirikan pada September 2006 dan diresmikan pada 24 Oktober 2007. Pada awal tahun 2014 terjadi pergantian nama menjadi Agribusiness Development Station (ADS)

Pada masa-masa awal berdiri, ICDF bisa dikatakan berjalan sendiri, sedangkan UF IPB hanya berfungsi sebagai legalitas saja. Semua kegiatan yang berjalan di ADS diatur oleh pihak ICDF melalui TTM. ADS masih berupa sebuah proyek dari ICDF dengan tujuan untuk membantu petani di Kabupaten Bogor, belum ada tujuan keuntungan dalam misi tersebut. ADS sebisa mungkin membantu petani dalam memenuhi kebutuhannya dalam melakukan budidaya.

(39)

23

Kemitraan di ADS

Sejak awal berdiri, petani mitra ADS dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu Kelompok Buah, Kelompok Sayuran Organik, dan Kelompok Sayuran Anorganik. Hingga saat ini, kelompok sayuran organik bisa dikatakan sebagai kelompok yang paling kuat dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Hal ini dapat terlihat dari pemenuhan permintaan sayur organik dari ritel modern yang relatif tinggi dengan rata-rata 80 persen di setiap permintaan. Jumlah petani mitra sayur organik ADS pun relatif tetap dan konsisten bertambah dari sejak awal berdirinya, hanya sedikit yang keluar masuk dari kelompok. Kelompok sayuran organik memiliki tujuh komoditas yang dikembangkan, yaitu kangkung, selada, pakcoy, caisim, kailan, bayam hijau, dan bayam merah.

Pada awalnya, petani sayur organik yang menjadi mitra ADS belum melakukan budidaya sayur dengan perlakuan organik, melainkan masih konvensional menggunakan pupuk dan pestisida kimia, bahkan ada beberapa petani yang pada mulanya tidak berprofesi sebagai petani. Untuk dapat menjaring petani mitra sayuran organik hingga berjumlah 21 orang seperti saat ini, ADS melakukan berbagai cara. Pertama-tama, ADS mengajak petani sayuran yang berlokasi di sekitar kampus IPB Darmaga, namun tidak ada petani yang tertarik untuk melakukan budidaya sayur secara organik. Kemudian, ADS bekerjasama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Bogor mengadakan sebuah pertemuan dan sosialisasi mengenai budidaya sayuran organik dan tawaran kemitraan dengan mengundang berbagai gabungan kelompok tani yang ada di Kabupaten Bogor. Sejak adanya pertemuan ini, mulai ada petani yang bergabung untuk melakukan budidaya sayuran secara organik.

Prosedur untuk menjadi mitra sayur organik ADS dapat dikatakan prosedur yang sederhana dan tidak terlalu sulit. Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah petani yang ingin bermitra memperlihatkan keinginan dan kesungguhannya dengan mengajukan diri kepada pihak ADS. Pada tahapan ini, petani diminta untuk memberikan berbagai informasi mengenai potensi yang dimilikinya. Potensi tersebut meliputi letak lokasi lahan, riwayat lahan, luas dan ketinggian lahan, kondisi di sekitar lahan, ketersediaan sumber air, dan lain sebagainya. Lokasi lahan yang akan diusahakan petani untuk budidaya sayuran organik haruslah cukup jauh dari lalu lintas kendaraan bermotor dan tidak boleh di luar wilayah Kabupaten Bogor, karena wilayah inilah yang menjadi konsentrasi ADS. Ketersediaan sumber air, dan adanya penampungan air di lahan menjadi salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh petani agar dapat bermitra dengan ADS, hal ini berkaitan dengan keberlanjutan dari kegiatan budidaya itu sendiri.

(40)

24

Tahapan selanjutnya, yang merupakan tahapan akhir dari prosedur adalah keputusan ADS untuk menerima atau tidaknya petani yang mengajukan diri sebagai petani mitra. Apabila pengajuan petani diterima, akan ada perjanjian dan peraturan yang harus dilaksanakan oleh petani mitra, yang disampaikan secara lisan oleh pihak ADS. Perjanjian dan peraturan tersebut meliputi kewajiban petani mitra untuk mengikuti dan menaati rapat bulanan petani, serta tata cara dan anjuran budidaya sayuran secara organik dalam bentuk SOP dengan pendampingan dari ADS. Secara umum, SOP budidaya sayuran organik dari ADS terdiri dari 7 tahapan, dan disetiap tahapan terdapat aspek-aspek yang lebih rinci. Ketujuh tahapan budidaya yang terdapat pada SOP adalah konversi dan kontaminasi, benih dan pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pencegahan HPT, pengendalian HPT, dan panen.

Kegiatan ADS

ADS memiliki luas area 6 Ha di pusat kegiatan agribisnisnya, dimana pada area tersebut dibangun tempat pembibitan, lahan demonstrasi, packing house, serta tempat pelatihan. ADS memang tidak hanya menampung hasil panen dari petani kemudian memasarkannya, tetapi juga melakukan budidaya di lahannya. Hal ini dilakukan untuk memberikan percontohan kepada setiap petani yang bermitra dengan ADS.

Pembibitan komoditas selada, pakcoy, caisim, kailan dilakukan di dalam green house. Setiap petani mitra sayur organik ADS mengambil bibit dari ADS dengan kuota bibit yang telah ditentukan oleh ADS disesuaikan dengan permintaan ritel modern yang menjadi pelanggan ADS. Selain bibit, benih kangkung, bayam hijau dan bayam merah pun disediakan oleh ADS untuk petani mitranya. Terkadang, ADS kehabisan stok bibit dan benih. Dalam kondisi seperti itu, petani mitra diperbolehkan untuk melakukan pembibitan sendiri, namun dengan catatan kegiatan tersebut harus dilaporkan kepada ADS. Pelaporan tersebut bertujuan agar tidak terjadi kelebihan hasil panen.

Apabila permintaan ritel modern belum bisa dipenuhi dengan hasil panen petani mitra, maka hasil panen dari ADS akan digunakan. Oleh karena itu, ADS tidak hanya menyediakan bibit bagi petani, namun juga melakukan usahatani sayur seperti petani mitranya. Meskipun demikian, hasil panen petani selalu menjadi prioritas ADS, sehingga apabila hasil panen petani telah memenuhi permintaan ritel modern pada hari itu, hasil panen dari kebun ADS tidak digunakan.

(41)

25 secara optimal sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan petani dari budidaya sayuran organik yang dilakukannya.

Pendampingan oleh ADS dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan, tidak terlalu kaku dan formal. Dalam satu bulan, penyuluh melakukan kunjungan ke lahan petani minimal dua kali. Dalam kunjungan tersebut, petani menceritakan kendala-kendala yang ditemuinya selama melakukan budidaya, kemudian bersama-sama mencari solusinya, berdasarkan teori serta berdasarkan pengalaman dari petani lainnya. Setiap akhir bulan, petani selalu dikumpulkan dalam satu forum, dan pada forum tersebut petani dan ADS bertatap muka untuk membahas kondisi terkini dari ADS dan pasar. Hal ini dilakukan untuk memunculkan rasa percaya dari petani.

(42)

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani Responden Umur

Petani sayur organik mitra ADS sebagian besar berada pada usia produktif (di bawah 65 tahun) dengan persentasi 28.57 persen responden berusia di bawah 40 tahun, dan 66.67 persen responden pada rentang umur 40 hingga 65 tahun. Tabel 3 memperlihatkan bahwa terdapat 4.76 persen petani sudah melewati usia produktifnya, dengan berusia lebih dari 65 tahun. Meskipun ada petani responden yang tidak berada pada usia produktif lagi, namun secara fisik seluruh petani responden masih mampu melakukan kegiatan budidaya dengan baik di lahan sayuran mereka. Perbedaan usia yang dimiliki petani responden tidak menimbulkan kesulitan untuk dapat berinteraksi satu sama lain pada kegiatan yang diadakan oleh ADS.

Tabel 3 Umur petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 Umur (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentasi (%)

<40 6 28.57

40-65 14 66.67

>65 1 4.76

Total 21 100

Tingkat Pendidikan

Sebaran tingkat pendidikan terakhir petani responden masih didominasi oleh petani lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 9 orang dari 21 responden atau sebesar 42.8 persen, diikuti dengan petani lulusan Strata 1 sebesar 23.81 persen, kemudian 19.05 persen lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), 9.52 persen lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 4.76 persen tidak sekolah. Hingga saat ini, sektor budidaya pertanian memang masih didominasi oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah. Hal ini tidak berlaku pada petani sayuran organik mitra ADS, karena meskipun masih didominasi oleh lulusan SD, namun seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4, apabila persentasi responden lulusan SMA dan Strata 1 dijumlahkan, maka akan diperoleh persentasi yang sama dengan lulusan SD yaitu sebesar 42.8 persen.

Tabel 4 Pendidikan terakhir petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 Pendidikan Formal Jumlah Responden (orang) Persentasi (%)

Tidak pernah 1 4.76

SD 9 42.86

SMP 2 9.52

SMA 4 19.05

Strata 1 5 23.81

(43)

27

Luas Lahan

Responden pada penelitian ini merupakan petani sayuran organik yang memiliki luasan lahan untuk budidaya secara organik sebesar 170-3000m2. Lebih dari separuh dari reponden memiliki lahan dengan luasan kurang dari 1000m2 yaitu 52.38 persen. Responden yang memiliki lahan lebih luas dari 2000m2 adalah sebesar 14.39 persen, sedangkan sisanya memiliki lahan seluas 1000m2 hingga 2000m2. Persentasi luas lahan petani sayur organik mitra ADS disajikan pada Tabel 5. Selain lahan yang diusahakan untuk budidaya sayur organik, beberapa petani masih memiliki lahan yang diusahakannya untuk kegiatan budidaya sayuran anorganik, ataupun kegiatan pertanian pada subsektor lain seperti perikanan dan peternakan. Komoditas sayuran yang dibudidayakan petani responden merupakan sayuran berumur pendek, sehingga dalam jangka waktu kurang dari satu bulan, petani sudah bisa melakukan panen dan memperoleh penghasilan, sehingga luasan lahan di bawah 1000m2 pun tidak menjadi masalah.

Pada lahan yang diusahakan oleh petani, harus ada penampungan air untuk mencukupi kebutuhan air tanaman di musim hujan maupun di musim kemarau. Berapa banyak dan berapa luas penampungan air tersebut disesuaikan dengan luasan lahan yang dimiliki oleh petani. Penampungan air tersebut tidak harus dibuat dengan menggunakan beton, semen, atau bahan-bahan tertentu, akan tetapi bisa saja dengan membuat cekungan pada lahan. Bentuk dan bahan dari penampungan air memang tidak terlalu penting asalkan penampungan air dapat digunakan sesuai dengan tujuan pembuatannya.

Tabel 5 Luasan lahan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014 Luas Lahan (m2) Jumlah Responden (orang) Persentasi (%)

<1000 11 52.38

1000-2000 7 33.33

>2000 3 14.29

Total 21 100

Status Lahan

Sebanyak 80.95 persen responden merupakan pemilik dari lahan usahataninya, 14.29 persen responden menggunakan lahan sewaan, dan 4.67 persen responden menggunakan sistem bagi hasil. Persentasi status kepemilikan lahan sayur organik diperlihatkan pada Tabel 6. Status kepemilikan lahan merupakan hal yang penting, karena apabila petani merupakan pemilik dari lahannya, maka petani memiliki hak untuk melakukan apapun tanpa harus mendapatkan persetujuan dari pihak tertentu, termasuk untuk mengadopsi suatu teknologi budidaya baru.

Gambar

Tabel 1  Nilai PDB pertanian untuk tanaman bahan makanan atas dasar harga
Gambar 1  Lahan komoditi organik yang disertifikasi di Indonesia tahun 2009
Tabel 2  Persentasi hasil sortir packing house pada bulan kering dan bulan basah
Gambar 2  Kerangka pemikiran operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis tanah (Tabel 1) yang di- ambil dari habitat nipah menunjukkan bahwa lokasi tersebut memiliki kandungan kapasitas tukar kation (KTK), C/N rasio dan kandungan P

Kondisi yang sama juga terjadi pada saat pasang menuju surut (gambar 7), yaitu arus bergerak menjauhi pantai menuju mulut teluk, hanya saja yang membedakan adalah nilai

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3 dapat diketahui pada upaya pencegahan HIV/ADIS menunjukkan bahwa upaya pencegahan kategori tinggi yaitu 7 responden (14%),

Pelapukan atau transformasi kimiawi umunya merupakan proses yang menyertai proses pelapukan fisik dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam komposisi kimiawi maupun

Logika yang berhubungan dengan kuun waktu merupakan anggapan yang dapat berubah sesuai dengan kemajuan zaman.Logika berdasarkan ilmu pengetahuan logika merupakan

Ketenagakerjaan (arbeidsrecht) adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang

Daya dukung batas tiang dapat diberikan dalam sebuah rumus sederhana sebagai jumlah daya dukung titik ditambah dengan tahanan gesek total (gesekan kulit) yang diturunkan

Dan dari hasil pengujian chi square test menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,001 yang artinya p-value ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan