• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN FINIR

7 PEMBAHASAN UMUM

Hasil analisis keasaman menunjukkan bahwa KBJ bersifat basa. Kandungan basa KBJ diduga disebabkan oleh beberapa senyawa kimia yang dikandung dari bahan tersebut. Kondisi ini didukung dengan hasil analisis PGCMS yang menunjukkan bahwa KBJ tersusun atas 45 senyawa kimia. Dari total senyawa penyusun tersebut sekitar 10 senyawa dengan konsentrasi terbesar memiliki pH yang bersifat basa. Sifat basa dari KBJ tersebut berpengaruh terhadap pematangan perekat sehingga berdampak pada kualitas rekatan dari perekat UF. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas rekat dalam pembuatan papan partikel dipergunakan sebagai indikator penentu diantaranya adalah kandungan ekstraktif, keasaman bahan lignoselulosa dan keterbasahan bahan.

Keberadaan zat ekstraktif berpengaruh terhadap konsumsi perekat dan laju pematangannya, sehingga menyebabkan produk yang dihasilkan akan memiliki sifat tidak tahan air, serta blowing selama proses pengempaan (Maloney 1993). Peranan zat ekstraktif dalam mempengaruhi proses perekatan dapat dilakukan melalui 2 mekanisme yaitu penghambat penetrasi perekat dan evaporasi zat ekstraktif ke permukaan akibat suhu dan lamanya pengempaan. Adanya deposit zat ekstraktif pada rongga sel akan menyebabkan penetrasi dan penyebaran perekat menjadi terhambat. Kajita dan Skaar (1992) dalam Sernek (2002) menggambarkan bahwa kayu gubal memiliki keterbasahan lebih besar dibandingkan kayu teras karena adanya kandungan ekstraktif pada kayu teras. Deposit ekstraktif memblokir saluran noktah dalam sel kayu. Sebagian besar ekstraktif memiliki karakter hidrofobik yang menolak air. Hal ini mengurangi permeabilitas dan menghambat penetrasi perekat dalam struktur sel kayu. Menurut Sutigno (2000) bahwa zat ekstraktif merupakan zat yang terdapat didalam rongga sel yang dapat mengurangi keteguhan rekat karena menghalangi perekat untuk berpenetrasi kedalam substrat.

Peranan zat ekstraktif dalam mempengaruhi proses perekatan dapat juga melalui mekanisme evaporasi zat ekstraktif ke permukaan akibat suhu dan lamanya pengempaan. Waktu dan suhu pemanasan akan merubah keterbasahan kayu. Hal ini menggambarkan adanya migrasi ekstraktif ke permukaan kayu (Christiansen 1990). Setelah pemberian perlakuan panas pada kayu, senyawa ekstraktif yang keluar ke permukaan kayu menyebabkan penurunan keterbasahan dan menyebabkan perlemahan ikatan rekat (Podgorski et al. 2000).

Upaya untuk mengurangi efek negatif dari zat ekstraktif terhadap perekatan kayu diantaranya adalah perlakuan perendaman KBJ dalam air dingin, air panas dan larutan asam asetat (Iswanto et al. 2010; Yasar et al. 2010; Pan et al. 2007). Menurut Hadi (1991, 1998), perlakuan pendahuluan menyebabkan perubahan sifat partikel kayu seperti keasamannya berubah, zat ekstraktifnya berkurang atau partikel lebih stabil terhadap pengaruh air. Dengan adanya perubahan sifat partikel tersebut, maka papan partikel yang dihasilkan akan memiliki sifat yang lebih baik. Komponen yang terlarut dalam air dingin meliputi tanin, gum, gula dan pigmen, sedangkan yang terlarut dalam air panas adalah sama dengan yang terlarut dalam air dingin ditambah dengan komponen pati (Anonim 1995 dalam Pari et al. 2006). Perlakuan perendaman menyebabkan beberapa ekstraktif yang dapat larut dalam air dingin dan

air panas dapat keluar dan tercuci bersama air sehingga terjadi pengurangan zat ekstraktif dalam rongga sel dan mengurangi kontaminasi zat ekstraktif yang terevaporasi ke permukaan KBJ pada saat proses pengempaan panas. Kandungan ekstraktif pada perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan kelarutan dalam air dingin dan air panas. Hal ini diduga karena adanya efek kontaminasi dari senyawa asam asetat yang terdeposit dalam rongga sel KBJ meskipun telah dilakukan pencucian KBJ setelah proses perendaman dalam larutan asam asetat.

Penurunan derajat keasaman (pH) yang terjadi pada KBJ adalah efek adanya upaya penurunan zat ekstraktif melalui perlakuan perendaman KBJ. Hasil analisis keasaman KBJ menunjukkan bahwa perlakuan perendaman telah menurunkan pH KBJ dari yang semula 10.2 menjadi berkisar 5-7. Menurut Pan et al. (2007), perlakuan partikel melalui perendaman dalam air panas menyebabkan terjadinya pengurangan ekstraktif alkalin oksidan, menurunkan pH dan meningkatkan kapasitas penyangga asam absolut dari partikel kayu. Pembentukan asam dalam kondisi perlakuan dengan air panas untuk softwood disebabkan oleh gugus asetik terdapat pada posisi C-2 dan C-3 unit glukosa dan manosa dari ga;aktoglukomanan sebanyak 5-10% dari berat kayu dengan rata-rata satu gugus asetil untuk setiap empat unit rantai utama (Sjöström 1993). Selama perlakuan ekstraksi dengan air panas, sebagian kecil lignin juga keluar dari kayu. Ketika kayu dipanaskan dalam air, terjadi hidrolisis hemiselulosa sehingga menyebabkan pembentukan asam organik terutama asetat dan asam format terjadi. Selain itu 4-O-metilglukoronik dan asam galakturonik dapat terbentuk selama hidrolisis kayu (Heller 2009).

Keterbasahan dari suatu bahan menunjukkan kemampuan permukaan suatu bahan untuk dapat ditembus suatu cairan (Marra 1992). Didalam perekatan kayu, kondisi ini akan mempengaruhi penetrasi dan penyebaran perekat. Pada penelitian ini nilai keterbasahan ditentukan melalui besaran sudut kontak. KBJ dengan kandungan ekstraktif yang tinggi memiliki nilai sudut kontak yang besar bila dibandingkan dengan KBJ dengan perlakuan perendaman. Kondisi ini menggambarkan bahwa bahan tersebut akan menghasilkan produk papan partikel dengan keteguhan rekat yang rendah. Keterbasahan yang baik terjadi ketika sudut kontak antara perekat dengan substrat lebih kecil dari 900 (Ruhendi et al. 2007).

Pengaruh ekstraktif dan keasaman partikel selanjutnya ditunjukkan melalui waktu gelatinasi. Waktu gelatinasi antara perekat UF dan KBJ yang memiliki kandungan ekstraktif dan pH tinggi lebih lama bila dibandingkan dengan KBJ dengan perlakuan perendaman. Penurunan kadar ekstraktif dan pH KBJ menyebabkan waktu gelatinasi dari perekat lebih cepat. Hal ini membuktikan bahwa perekat UF dipengaruhi oleh keasaman dari partikel yang dipergunakan. Dengan diketahuinya waktu gelatinasi perekat dan kondisi keasaman dari suatu bahan maka dapat dijadikan sebagai dasar untuk optimasi suhu dan waktu pengempaan supaya tidak terjadi precuring perekat akibat waktu pengempaan yang terlalu cepat maupun over curing perekat akibat waktu pengempaan yang terlalu lama.

Berdasarkan hasil determinasi nilai kandungan ekstraktif, pH, dan keterbasahan dari KBJ menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan KBJ cukup efektif untuk memenuhi kriteria persyaratan material sebagai bahan baku papan partikel. Tingkat

keasaman KBJ dengan perlakuan perendaman terutama perendaman dalam larutan asam asetat telah sesuai dengan performa perekat UF yang akan menghasilkan papan dengan sifat fisis dan mekanis yang lebih baik. Perendaman dalam larutan asam asetat 1% telah berhasil menurunkan pH sekitar 40% dari pH awal. Selanjutnya untuk membuktian kelayakan penggunaan KBJ sebagai bahan baku pada pembuatan papan partikel dengan perekat UF maka dilakukan penelitian mengenai aplikasi pembuatan dan pengujian papan partikel berbahan KBJ dengan beberapa perlakuan pedahuluan.

Perlakuan pendahuluan berupa perendaman KBJ dalam air dingin, air panas dan larutan asam asetat menunjukkan perbaikan sifat fisis dan mekanis papan yang dihasilkan pada kondisi pengempaan dengan suhu 130 0C selama 10 menit. Stabilisasi dimensi papan mengalami peningkatan terutama untuk papan dengan perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat 1%. Perlakuan perendaman partikel menyebabkan penurunan kadar ekstraktif. Pengurangan kadar ekstraktif menyebabkan peningkatan kemampuan perekat untuk menembus dinding sel, akibatnya proses perekatan berlangsung dengan baik sehingga aksesibilitas uap air dapat berkurang. Penurunan zat ektraktif akan berdampak terhadap penurunan nilai pH sehingga polimerisasi perekat UF menjadi maksimal. Menurut Sernek (2002) oksidasi dari ekstraktif cenderung menyebabkan peningkatan keasaman dimana hal tersebut akan berhubungan erat dengan pematangan perekat, penurunan pH dan ekstraktif pada kayu akan mengoptimalkan proses pematangan perekat UF. Nilai PT papan yang dihasilkan belum memenuhi standar JIS A 5908 (2003) dikarenakan penggunaan perekat UF ditujukan untuk keperluan interior sehingga memiliki kelemahan tidak tahan terhadap air.

Perendaman dalam larutan asam asetat 1% merupakan perlakuan yang menghasilkan respon terbaik dibanding perlakuan yang lainnya. Untuk nilai MOR, perlakuan ini telah memenuhi persyaratan standar dibanding dengan perlakuan lainnya. Meskipun nilai MOE papan telah terjadi peningkatan hingga 5 kali lipat dibandingkan papan tanpa perlakuan namun nilai tersebut belum memenuhi standar. Perbaikan juga terjadi pada nilai IB papan. Perlakuan perendaman partikel berkorelasi positif terhadap peningkatan nilai IB. Papan yang dihasilkan dengan perlakuan perendaman telah memenuhi persyaratan standar. Pengaruh zat ekstraktif dan keasaman partikel sangat jelas terlihat dalam menentukan nilai IB yang dihasilkan. Perekat UF merupakan perekat yang sensitif terhadap pH, partikel pada kondisi asam akan meningkatkan kualitas daya ikat perekat tersebut (Pan et al. 2007). Pada penelitian ini, perekat UF memiliki kondisi optimum untuk pH partikel sebesar 5.9 dengan kondisi pengempaan pada suhu 130 0C selama 10 menit. Hasil penelitian Xing et al. (2006) menunjukkan bahwa perekat UF menghasilkan keteguhan rekat MDF yang optimum pada kondisi keasaman serat sebesar 4.64. Keteguhan rekat mengalami penurunan ketika pH serat < 4.64.

Berdasarkan klasifikasi ketahanan terhadap serangan rayap menurut SNI 01.7207-2006, papan dengan perlakuan perendaman dalam air panas dan larutan asam asetat 1% termasuk dalam kategori kelas awet IV sedangkan perlakuan lain dan kontrol termasuk kedalam kelas awet V. Perlakuan perendaman partikel dalam air panas menghasilkan sifat keawetan yang terbaik bila dibandingkan dengan kontrol

dan perlakuan lainnya hal ini disebabkan oleh beberapa komponen ekstraktif yang terlarut dalam air panas salah satunya adalah pati yang merupakan salah satu sumber bahan makanan bagi rayap berkurang akibat perendaman dalam air panas. Kanai et al. (1982) telah melakukan uji amilosa (polisakarida) sebagai sumber makanan rayap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah 8 minggu pengujian, 72% rayap dapat bertahan hidup. Hasil penelitian tahap ke-2 masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya nilai MOE dan PT papan yang masih belum memenuhi persyaratan standar JIS A 5908 (2003). Selain penyesuaian tingkat keasaman partikel, peningkatan polimerisasi perekat juga dapat dilakukan dengan optimasi pengaturan suhu dan waktu pengempaan. Paridah et al. (2001) menyatakan bahwa optimaslisasi laju polimerisasi dapat dilakukan melalui pengaturan suhu dan waktu kempa guna mendapatkan daya rekat yang optimal. Pada penelitian ke-3 dilakukan kajian mengenai pengaruh suhu dan waktu kempa terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel.

Suhu dan waktu kempa merupakan salah satu faktor penentu pada proses pembuatan papan untuk mendapatkan pematangan perekat yang optimal sehingga dihasilkan papan dengan sifat fisis dan mekanis yang lebih baik. Pada suhu pengempaan yang sama, waktu kempa yang kurang lama akan menyebabkan perekat belum terpolimerisasi dengan sempurna akibatnya perekat mengalami pre-curing begitu juga dengan waktu kempa yang terlalu lama akan menyebabkan perekat mengalami over curing sehingga keteguhan rekat yang dihasilkan akan rendah. Peningkatan suhu kempa akan menyebabkan terjadinya penurunan lamanya waktu kempa begitu juga sebaliknya. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya pre dan over curing dari perekat. Partikel dengan pH tinggi memerlukan waktu untuk polimerisasi perekat yang lebih lama, begitupun sebaliknya. Kondisi ini menyebabkan perlunya dilakukan eksplorasi untuk mendapatkan suhu dan waktu pengempaan yang optimum.

Kecenderungan menujukkan bahwa peningkatan suhu dan waktu kempa menyebabkan terjadinya perbaikan stabilisasi dimensi meskipun nilainya masih belum memenuhi persyaratan. Kecenderungan serupa juga terjadi untuk nilai MOR, MOE dan IB papan yang dihasilkan.

Suhu dan waktu kempa secara signifikan berpengaruh terhadap nilai IB. Heinemann et al. (2002) menyatakan bahwa terdapat dua fenomena untuk menjelaskan hal tersebut yaitu pertama, suhu akan mempengaruhi kemampuan adesi perekat UF pada kayu dalam hal pergerakan keluar masuknya cairan ke dalam kayu, hal ini akan berakibat pada kemampuan difusi molekul perekat ke dalam rongga partikel kayu. Suhu kempa yang rendah menyebabkan difusi perekat ke dalam kayu akan rendah sehingga berakibat terhadap penurunan kekuatan rekat secara mekanis (mechanical interlocking). Kedua, adanya perubahan kimia dari substrat akibat pengaruh suhu seperti pelunakan lignin, modifikasi atau degradasi dari ikatan hidrogen ini berperan dalam menentukan nilai keteguhan rekat. Pada suhu rendah terjadi pengurangan mobilitas gugus hidroksil reaktif dari molekul polimer. Kemudian jembatan metil eter yang kurang stabil tidak terkonversi menjadi jembatan metilena yang lebih stabil sehingga menghasilkan nilai keteguhan rekat yang rendah.

Pada penelitian ini, kombinasi suhu 130 0C dan waktu kempa 10 menit menghasilkan sifat fisis dan mekanis papan yang terbaik dibandingkan dengan suhu dan waktu yang lainnya. Beberapa sifat seperti PT dan MOE masih belum memenuhi standar. Perbaikan nilai MOE ini dilakukan dengan mencampur KBJ dengan partikel dari jenis bahan lignoselulosa lainnya sebagai bahan penguat pada papan partikel dari KBJ.

Upaya memperbaiki kelemahan pada penelitian ini dilakukan dengan mencampur KBJ dengan partikel berupa serutan kayu dan pelapisan permukaan dengan menggunakan finir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencampuran serutan kayu mangium dengan KBJ menyebabkan penurunan nilai stabilisasi dimensi. Ukuran partikel yang tidak homogen yang ditunjukkan dengan perbedaan nilai SR partikel kayu mangium yang mencapai 2 kali lipat lebih besar dibanding dengan partikel KBJ menyebabkan rendahnya distribusi perekat UF pada permukaan partikel sehingga daya ikat antar partikel yang direkat menjadi lebih rendah. Perendaman serutan kayu pada larutan asam menyebabkan penurunan stabilisasi dimensi. Hal ini dikarenakan perlakuan perendaman dalam larutan asam akan menurunkan pH dari kayu mangium yang sebelumnya memiliki nilai pH sebesar 4.79.

Pencampuran serutan kayu mampu memperbaiki sifat bending (MOE dan MOR) dari papan yang dihasilkan. Maloney (1993) mengemukakan bahwa penggunaan partikel berupa serutan yang kasar menghasilkan kekuatan bending yang tinggi dan IB yang lebih rendah pada beberapa tingkat kerapatan papan, kadar perekat dan kadar parafin. Nilai SR dan AR partikel kayu mangium lebih tinggi dari KBJ. Partikel dengan SR yang tinggi akan lebih mudah diorientasikan sehingga kekuatan papan yang dihasilkan akan meningkat serta memerlukan sedikit perekat per-luasan permukaan untuk mengikat partikel. Pelapisan bagian permukaan dengan menggunakan finir menghasilkan nilai MOE dan MOR yang telah memenuhi persyaratan standar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Subiyanto et al. (2008) yang melaporkan bahwa pelapisan papan partikel yang terbuat dari tandan kosong kelapa sawit dengan finir dan kayu lapis tipis merupakan salah satu cara untuk memperbaiki kualitas papan partikel. MOE papan partikel dari tandan kosong kelapa sawit secara signifikan meningkat dengan adanya pelapisan finir dan kayu lapis tipis dibanding papan partikel tanpa lapisan untuk papan dengan perekat UF dan PF. Penggunaan kayu sebagai bahan campuran dalam pembuatan papan partikel mampu memperbaiki sifat fisis dan mekanis. Namun apakah kecenderungan positif ini juga terjadi pada penggunaan partikel bukan kayu sebagai campuran pada papan partikel yang terbuat dari KBJ.

Pencampuran partikel KBJ dengan partikel bambu tanpa perlakuan menghasilkan stabilisasi dimensi yang lebih baik bila dibandingkan dengan campuran KBJ dengan batang sorghum tanpa perlakuan. Namun nilai PT-nya masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan papan partikel dari KBJ tanpa campuran. Selain perbedaan ukuran partikel, perbedaan keasaman antara KBJ dengan partikel pencampur diduga menjadi salah satu penyebab nilai stabilisasi dimensi papan dengan campuran lebih jelek dibanding tanpa campuran. Penggunaan bambu dan batang sorghum tanpa perlakuan perendaman dalam asam asetat belum mampu memperbaiki stabilisasi dimensi papan, namun melalui perlakuan perendaman

partikel bambu dalam asam asetat 1% mampu memperbaiki stabilitas dimensi papan partikel yang dihasilkan. Peningkatan nisbah jumlah partikel bambu dan batang sorghum yang ditambahkan pada partikel KBJ menyebabkan perbaikan nilai stabilisasi dimensi, namun nilai PT yang dihasilkan belum memenuhi standar.

Pencampuran partikel bambu dan batang sorghum tanpa perlakuan perendaman dalam asam asetat dapat memperbaiki sifat bending (MOE dan MOR) dari papan yang dihasilkan. Campuran bambu menghasilkan nilai MOE dan MOR yang lebih baik dibandingkan dengan campuran batang sorghum. Hal ini disebabkan bambu memiliki keteguhan lentur yang cukup tinggi. Penggunaan material yang lebih kuat dapat menutup kelemahan dari material yang lemah. Papan partikel dengan campuran KBJ dengan bambu pada nisbah 60/40 menghasilkan nilai MOE papan hampir 2 kali lipat dibandingkan dengan papan tanpa campuran. Akbulut (1995) dalam Nemli (2002) mengemukakan bahwa peningkatan shelling ratio memperbaiki sifat fisis dan mekanis papan. Nilai MOE dan MOR untuk papan dengan campuran KBJ dan bambu yang direndam dalam larutan asam asetat telah memenuhi persyaratan standar.

Pada penelitian ini telah terjadi peningkatan nilai IB untuk papan dengan campuran bambu yang direndam dalam asam asetat. Hal ini disebabkan karena homogenitas campuran partikel berdasarkan derajat keasamannya. Setelah direndam dalam larutan asam asetat, nilai pH dari bambu mengalami penurunan menjadi 5.73 dimana nilai pH ini mendekati pH KBJ yang diberi perlakuan perendaman dalam asam asetat. Perekat UF sendiri merupakan perekat yang bekerja optimal pada kondisi asam. Hasil penelitian Nawawi et al. (2005) dan Malanit et al. (2009) melaporkan bahwa nilai keteguhan rekat perekat UF akan semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat keasaman dari kayu.

Hasil rekapitulasi kondisi optimum pembuatan papan partikel berbahan baku KBJ dengan perekat UF disajikan pada Tabel 7.1. Perlakuan perendaman partikel dalam asam asetat 1% merupakan perlakuan terbaik untuk menurunkan pH dan menghasilkan perbaikan keteguhan rekat internal dari papan yang dihasilkan. Kombinasi suhu pengempaan 130 0C selama 10 menit dengan partikel KBJ yang diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat 1% merupakan kondisi terbaik dalam memperbaiki permasalahan keteguhan rekat yang diakibatkan oleh sifat basa dari KBJ. Perbaikan kekuatan melalui pelapisan finir sengon, jabon, dan campuran KBJ dengan bambu yang diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat 1% menghasilkan peningkatan kekuatan papan partikel sehingga memenuhi persyaratan standar.

Tabel 7.1 Rekapitulasi kondisi optimum pembuatan papan partikel berbahan KBJ dengan perekat UF

Tahap Kondisi optimal Indikator Nilai

1 Perendaman KBJ dalam larutan asam asetat 1%

Kadar ekstraktif (%) 9.10 pH 5.90 Keterbasahan (0) 77.50 Waktu gelatinasi (menit) 124.50 2 Perendaman KBJ dalam

larutan asam asetat 1%

Sifat fisis PT (%) DSA (%) 21.50 81.50 Sifat mekanis MOE (N mm-2) MOR (N mm-2) IB (N mm-2) 1006 10.65 0.25 Sifat durabilitas Kehilangan berat (%) Mortalitas (%) 17.70 80.00 3 KBJ direndam dalam

larutan asam asetat 1%, Suhu kempa 130 0C, Waktu kempa 10 menit

Sifat fisis PT (%) DSA (%) 21.50 81.50 Sifat mekanis MOE (N mm-2) MOR (N mm-2) IB (N mm-2) 1006 10.65 0.25 4 Papan yang dilapis finir

sengon dan jabon

Sifat fisis PT (%) DSA (%) 40.74 dan 35.22 81.42 dan 69.10 Sifat mekanis MOE (N mm-2) MOR (N mm-2) IB (N mm-2) 2709 dan 2901 22.96 dan 24.83 0.15 dan 0.16 5 Papan dengan campuran

KBJ dan partikel bambu yang telah direndam dalam larutan asam asetat 1% Sifat fisis PT (%) DSA (%) 19.80 60.68 Sifat mekanis MOE (N mm-2) MOR (N mm-2) IB (N mm-2) 2041 13.74 0.32

8 SIMPULAN UMUM

Perlakuan perendaman partikel dan pengaturan kondisi pengempaan merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan keteguhan rekat sebagai akibat sifat basa dari KBJ. Perlakuan perendaman partikel KBJ dalam larutan asam asetat 1% selama 24 jam, kondisi pengempaan pada suhu 130 0C selama 10 menit, peningkatan kekuatan melalui penggunaan finir kayu sengon dan jabon sebagai pelapis permukaan papan partikel serta pencampuran partikel bambu yang direndam dalam larutan asam asetat 1% merupakan kondisi terbaik untuk menghasilkan papan partikel dari KBJ dengan perekat UF yang memenuhi standar JIS A 5908 sebagai produk untuk penggunaan interior, namun untuk nilai PT yang dihasilkan masih belum memenuhi standar.

Dokumen terkait