Galactose ATP galactokinase
5 PEMBAHASAN UMUM
Analisis proksimat dan uji serat kasar bertujuan mengetahui kandungan air,
abu, lemak, protein, dan karbohidrat, serta serat kasar pada limbah karagenan K. alvarezii Dotty. Limbah karagenan K. alvarezii Dotty mengandung
karbohidrat dan serat kasar masing-masing sebesar 11.36% dan 11.64%. Serat kasar pada limbah karagenan terdiri atas hemiselulosa (12.86%), selulosa
dan lignin tidak terdeteksi. Kumar et al. (2013) melaporkan bahwa limbah agar dari G. verrucosa mengandung komponen hemiselulosa dan selulosa masing- masing sebesar 5% dan 10%. Kandungan hemiselulosa pada limbah karagenan lebih besar daripada limbah agar G. verrucosa. Komponen tersebut dapat dihidrolisis dan difermentasi menjadi bioetanol.
Tingginya gula pereduksi hasil hidrolisis merupakan salah satu indikator penentuan konsentrasi asam yang optimum. Konsentrasi H2SO4 memberikan pengaruh nyata terhadap kadar gula pereduksi (p<0.05), sedangkan lama hidrolisis tidak memberikan pengaruh nyata (p>0.05). Kadar gula pereduksi tertinggi hasil hidrolisis limbah karagenan K. alvarezii Dotty diperoleh pada konsentrasi H2SO4 1% selama 15 menit sebesar 17.90% (b/v). Semakin tinggi konsentrasi H2SO4 yang digunakan menyebabkan penurunan gula pereduksi. Hal ini diduga peningkatan konsentrasi H2SO4 menyebabkan monosakarida yang terbentuk akan terdegradasi lebih lanjut. Kandungan gula akan menurun apabila konsentrasi H2SO4 melebihi 0.2 M (Meinita et al. 2012a). Lebih lanjut Meinita et al. (2012b) menyatakan bahwa monosakarida yang terbentuk dari proses hidrolisis dapat terdegradasi menjadi senyawa inhibitor seiring dengan peningkatan konsentrasi H2SO4 yang digunakan. Senyawa inhibitor hasil degradasi monosakarida berupa HMF dan asam levulinat. Asam levulinat merupakan produk degradasi dari HMF yang memiliki tingkat toksisitas lebih tinggi. Kandungan HMF dan asam levulinat sebesar 5 g/L akan menyebabkan penurunan jumlah sel masing-masing sebesar 27.2% dan 63.6%.
Karbohidrat dan hemiselulosa yang terhidrolisis pada hidrolisat limbah karagenan lebih tinggi (100%) dibandingkan hidrolisis bahan baku E. cotonii sebesar 80.79% (Setyaningsih et al. 2012). Perbedaan tersebut diduga terkait dengan kondisi limbah karagenan K. alvarezii Dotty yang telah mengalami proses ekstraksi dengan basa kuat dan suhu yang tinggi. Proses ekstraksi menyebabkan hilangnya komponen lignin dan polimer pada limbah karagenan lebih sederhana dibandingkan bahan bakunya. Monosakarida yang terbentuk pada hidrolisat melalui proses hidrolisis berupa glukosa dan galaktosa masing-masing sebesar 0.37% dan 0.73%. Galaktosa merupakan produk turunan dari karagenan dengan jumlah yang lebih dominan pada glukosa. Meinita et al. (2012b) melaporkan bahwa hidrolisis bahan baku K. alvarezii Dotty menggunakan H2SO4 0.2 M selama 15 menit menghasilkan glukosa dan galaktosa masing-masing sebesar 0.20 g/l dan 6.91 g/l. Jeong dan Park (2010) menyatakan bahwa temperatur, lama hidrolisis, dan konsentrasi H2SO4 mempengaruhi terbentuknya monosakarida glukosa dan galaktosa.
Adaptasi S. cerevisiae dilakukan pada hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty bertujuan mempersiapkan khamir untuk dapat mengkonversi
39 menghasilkan jumlah kepadatan sel dan konsumsi gula sangat tinggi diduga adanya pengaruh penambahan media starter YMGP pada awal adaptasi sehingga
pertumbuhan dan konsumsi gula S. cerevisiae masih optimum. Adaptasi S. cerevisiae kedua merupakan hasil adaptasi yang terpilih yang digunakan pada
proses fermentasi, dengan jumlah kepadatan sel S. cerevisiae sebesar 1.5 x 108 sel/ml. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada adaptasi kedua S. cerevisiae sudah mampu beradaptasi dengan media hidrolisat limbah karagenan
K. alvarezii Dotty tanpa adanya penambahan media starter YMGP. Nilai tersebut
lebih tinggi dibandingkan dengan adaptasi kedua yang dilakukan Setyaningsih et al. (2012) pada hidrolisat bahan baku E. cottonii sebesar 5.35 x 107 sel/ml. Kepadatan sel S. cerevisiae dan konsumsi gula pada hidrolisat
limbah karagenan K. alvarezii Dotty mengalami penurunan seiring dengan semakin panjang proses adaptasi. Pada adaptasi ketiga dan keempat, kepadatan
sel S. cerevisiae dan konsumsi gula mengalami penurunan dan cenderung stabil. Hal tersebut terkait dengan kondisi S. cerevisiae yang mengalami stress sehingga
tidak mampu bertahan hidup pada hidrolisat dan adaptasi dihentikan pada siklus keempat.
Proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan khamir S. cerevisiae AL IX yang telah diadaptasi pada media hidrolisat limbah karagenan Dotty
sebanyak dua kali. Fermentasi selama empat hari menghasilkan rendemen etanol yang cenderung lebih tinggi, yaitu sebesar 0.41% (v/v). Rendemen etanol cenderung mengalami penurunan pada 5 sampai 7 hari fermentasi. Rendemen etanol yang tinggi pada hari keempat diduga bahwa S. cerevisiae berada pada fase
eksponensial dimana S. cerevisiae membelah dengan cepat dan konstan.
Pada hari kelima serta ketujuh diduga sudah memasuki fase stationer. Fase stasioner dapat ditandai dengan berkurangnya jumlah nutrient terutama glukosa. Fermentasi pada hari keempat juga diperoleh pada fermentasi
Eucheuma cottonii dengan rendemen etanol sebesar 2.20% (v/v) (Setyaningsih et al (2012). Tingginya rendemen etanol pada hari keempat sebesar
9.70% juga diperoleh pada fermentasi alga Spirogyra dengan S. cerevisiae
(Sulfahri et al. 2011) sedangkan fermentasi selama enam hari pada limbah K. alvarezii menghasilkan etanol tertinggi sebesar 4.15% (Devis 2008).
Penurunan rendemen etanol setelah hari keempat diduga disebabkan S. cerevisiae mengalami stress akibat berkurangnya nutrisi pada hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty. Menurut Jorgensen et al. (2009), kekurangan nitrogen pada S. cerevisiae selama fermentasi dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan
dan penurunan kapasitas fermentasi. Sifat pertumbuhan S. cerevisiae adalah diauxic, dimana glukosa akan dimetabolisme pertama kali kemudian sumber karbon lain, seperti galaktosa (Raamsdonk 2000).
Konsumsi glukosa selama empat hari fermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi galaktosa masing-masing sebesar 24.32 dan 20.55%. Hal ini diduga berhubungan dengan sifat S. cerevisiae dalam memetabolisme monosakarida. Saccharomyces cerevisiae diketahui dapat tumbuh pada media yang mengandung campuran glukosa dan sumber karbon lainnya seperti galaktosa, sukrosa, maltosa, dan etanol. Sifat pertumbuhan S. cerevisiae adalah diauxic, dimana glukosa akan dimetabolisme pertama kali kemudian sumber karbon lain, seperti galaktosa (Raamsdonk 2000).
40
Jenis alkohol yang diperoleh pada fermentasi limbah karagenan K. alvarezii Dottyberupa etanol. Kadar etanol yang dihasilkan selama empat hari
fermentasi sebesar 4.78%, sedangkan kadar metanol dan propanol tidak terdeteksi. Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan galaktosa dalam menghasilkan
bioetanol (Goh dan Lee 2010). Mekanisme pembentukan etanol oleh S. cerevisiae berjalan melalui jalur EMP Pathway atau glikolisis. Hasil dari
EMP adalah memecah glukosa menjadi dua molekul piruvat dimana S. cerevisiae akan menghasilkan enzim galactokinase, galactose-1-phosphate
uridyltransferase, dan uridine diphosphoglucose-4-epimerase melalui Leloir Pathway (Goh dan Lee 2010; Jang et al. 2012). Setelah galaktosa diubah menjadi glucose-6-phosphate, selanjutnya akan diubah menjadi etanol melalui glycolitic pathway (Moat et al. 2002).