• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 9 Mekanisme Leloir Pathway pada galaktosa (Goh dan Lee 2010) Proses fermentasi ini terdiri atas pemecahan rantai karbon yang mengandung glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang atom hidrogen menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih mudah teroksidasi dibandingkan galaktosa, selanjutnya senyawa yang teroksidasi akan direduksi oleh hidrogen yang terlepas pada tahap pertama dengan membentuk senyawa yang merupakan hasil fermentasi (Meinita et al. 2012a).

Fermentasi alkohol dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (a) media, pada umumya bahan dasar yang mengandung senyawa organik

terutama glukosa dan pati dapat digunakan sebagai substrat pada proses fermentasi alkoholik; (b) suhu optimum bagi pertumbuhan khamir dan aktivitasnya adalah 25 sampai 35 oC, (c) jenis mikroba, mikroorganisme yang mampu menguraikan pati atau senyawa-senyawa polisakarida menjadi alkohol adalah jenis khamir dan yang paling banyak digunakan adalah S. cerevisiae dan; (d) nutrisi, selain sumber karbon, khamir juga memerlukan sumber N, vitamin (khususnya biotin, tiamin) dan mineral; (e) pH substrat atau media fermentasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan khamir. pH ideal untuk fermentasi alkoholik adalah pH 4-6 (Adams et al. 2008).

Rendemen etanol adalah parameter yang dapat menunjukkan keberhasilan dari proses fermentasi etanol. Semakin banyak rendemen etanol yang didapat

maka proses fermentasi berhasil dengan baik (Kumar et al. 2013). Kim et al. (2010) menyatakan bahwa HMF dapat menghambat pertumbuhan

khamir yang digunakan dalam proses fermentasi sehingga dapat menurunkan produksi etanol yang dihasilkan. Alves et al. (1998) menyatakan 1 g/l HMF dapat menghambat pertumbuhan sel dan produksi etanol pada S. cerevisiae, sedangkan Larsson et al. (1999) menyatakan bahwa asam asetat, asam format, dan konsentrasi asam levulinat di bawah 100 mmol/l dapat meningkatkan hasil etanol,

Galactose

ATP galactokinase Glucose-1-phosphate ADP Galactose-1-phosphate UTP UDP.Glc pyrophos PP

UDP-Glucose UDP-Glc:Gal-1-P uridylytransterase UDP-Glc epimerase UDP-Galactose Glucose-1-phosphate

phosphoglucomutase Glucose-6-phosphate

32 tetapi konsentrasi asam levulinat yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas pembentukan etanol.

Waktu fermentasi juga mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan.

Setyaningsih et al. (2012) menyatakan lama fermentasi yang optimal pada

Eucheuma cottonii yang difermentasi selama empat hari menghasilkan etanol tertinggi sebesar 2.20% (v/v) sedangkan Devis (2008) menyatakan lama fermentasi yang optimal pada limbah K. alvarezii yang difermentasi selama

enam hari menghasilkan etanol tertinggi sebesar 4.15%. Fermentasi limbah karagenan K. alvarezii Dotty ini dilakukan dengan menggunakan S. cerevisiae yang telah dikultur pada media hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty. Hal tersebut bertujuan untuk melakukan adaptasi terhadap S. cerevisiae pada media hidrolisat yang merupakan media baru untuk khamir. Adaptasi ini

terbukti mampu meningkatkan kemampuan khamir mengkonsumsi gula

pada hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty. Konsumsi gula oleh

S. cerevisiae yang belum diadaptasikan sebesar 0.3 % (b/v), sedangkan pada

S. cerevisiae yang telah diadaptasikan, konsumsi gula dapat mencapai

3.12 % (b/v) (Setyaningsih et al. 2012). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan memperoleh kultur S. cerevisiae teradaptasi dari hidrolisat limbah pengolahan karagenan K. alvarezii Dotty dan mempelajari pengaruh lama fermentasi terhadap rendemen dan kadar etanol. Metode Penelitian Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada proses adaptasi adalah S. cerevisiae AL IX (IPBCC), pupuk urea dan NPK, media padat PDA, serta media cair YMGP

dan bahan proses fermentasi yaitu S. cerevisiae yang telah teradaptasi. Alat Penelitian

Alat penelitian terdiri atas labu erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, alat destilasi, mikroskop Boeco BM 180, Haemacytometer, spektrofotometer ThermoSpektronic Visible Genesis 20, Density meter Anton Paar DMA 4500 M, dan HPLC Waters 1525EF Binary HPLC Pump dengan spesifikasi sebagai berikut:

Fase gerak : H2SO4 0.008 N

Kolom : Aminex® HPX-87H, 300 mm x 7.8 mm

Detektor : Reactive index

Kecepatan aliran : 1 mL/min Volume injeksi : 20 µL Suhu kolom : 35 oC

33 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2013 bertempat di Laboratorium Bioenergi, Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pengkajian Bioteknologi, dan Laboratorium Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (Serpong) Tangerang.

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dua tahap yaitu (a) proses adaptasi S. cerevisiae dan (b) proses fermentasi.

Adaptasi S. cerevisiae

Saccaromyces cerevisiae AL IX (IPBCC) yang digunakan merupakan khamir yang telah diadaptasi oleh Setyaningsih et al. (2012) pada media hidrolisat bahan baku E. cotonii. Adaptasi cepat dilakukan secara cepat dan diulang sebanyak empat kali.

Regenerasi kultur S. cerevisiae dilakukan dengan cara menumbuhkan pada media PDA menggunakan metode gores. Saccharomyces cerevisiae digoreskan pada media PDA dan kemudian dinkubasi selama dua hari dengan kondisi aerobik pada suhu 30 oC.

Penyiapan inokulum starter dilakukan pada media cair YMGP (Fardiaz 1992). Inokulum S. cerevisiae sebanyak 2 ose dimasukkan kedalam

media YMGP 10 mL, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam dengan kondisi aerobik pada suhu 30 oC. Hasil biakan ini akan dipakai pada proses adaptasi.

Proses adaptasi S. cerevisiae dilakukan dengan cara memasukan 1 mL inokulum starter ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL hidrolisat terbaik selanjutnya diinkubasi selama 72 jam. Jumlah sel pada hidrolisat dihitung menggunakan metode Haemacytometer. Analisis gula pereduksi mengacu pada metode Miller (1959) dan pengukuran kadar gula pereduksi menggunakan spektrofotometer ThermoSpektron IC Visible Genesis 20 pada panjang gelombang 550 nm. Hasil adaptasi S. cerevisiae kemudian diperbanyak dalam media PDA untuk proses fermentasi.

Saccharomyces cerevisiae yang digunakan merupakan hasil adaptasi terbaik

pada media hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty. Inokulasi S. cerevisiae dilakukan pada cawan petri menggunakan media PDA secara aseptik

dengan menggunakan ose selanjutnya diinkubasi selama 48 jam pada suhu 30 oC.

Penyiapan inokulum (starter) dilakukan pada media cair YMGP (Yanagisawa et al. 2011). Sebanyak 10 mL YMGP steril, kemudian ditambahkan

± 2 ose inokulan S. cerevisiae dari PDA dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30 oC.

Fermentasi

Fermentasi dilakukan pada kondisi anaerob pada suhu 30 oC. Hidrolisat yang digunakan sebanyak 90 ml dan ditambahkan 10 ml starter serta sumber nutrien berupa urea dan NPK masing-masing sebesar 0.0024 g dan 0.02 g (Setyaningsih et al. 2012). Selanjutnya dilakukan perlakuan lama fermentasi selama 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 hari. Hasil fermentasi selanjutnya didestilasi untuk mengetahui rendemen etanol dengan menggunakan Density meter Anton Paar

34 DMA 4500 M. Jumlah gula yang dikonsumsi oleh S. cerevisiae selama proses fermentasi diketahui dengan metode DNS menggunakan persamaan:

Jenis dan kadar alkohol dianalisis menggunakan HPLC Waters 1525EF Binary HPLC Pump dengan spesifikasi:

Fase gerak : H2SO4 0.008 N

Kolom : Aminex® HPX-87H, 300 mm x 7.8 mm

Detektor : Reactive index

Kecepatan aliran : 1 mL/min Volume injeksi : 20 µL Suhu kolom : 35 oC Analisis Data

Data yang diperoleh berupa rendemen etanol dan konsumsi gula hasil fermentasi dianalisis secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan Adaptasi S. cerevisiae

Adaptasi S. cerevisiae dilakukan pada hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty bertujuan mempersiapkan khamir untuk dapat mengkonversi

gula pada hidrolisat menjadi etanol. Hasil adaptasi S. cerevisiae pada hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dottydisajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Jumlah sel dan konsumsi gula hasil adaptasi S. cerevisiae Konsumsi gula dan Jumlah sel

0 2 4 6 8 10 P er se n ta se % ( b /v ); ( se l/m l ) Adaptasi

ke-35 Hasil adaptasi pertama S. cerevisiae menghasilkan jumlah kepadatan sel dan konsumsi gula sangat tinggi diduga adanya pengaruh penambahan media starter

YMGP pada awal adaptasi sehingga pertumbuhan dan konsumsi gula S. cerevisiae masih optimum. Adaptasi S. cerevisiae kedua merupakan hasil adaptasi yang terpilih yang digunakan pada proses fermentasi, dengan

jumlah kepadatan sel S. cerevisiae sebesar 1.5 x 108 sel/ml. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada adaptasi kedua S. cerevisiae sudah mampu beradaptasi dengan media hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty tanpa adanya penambahan media starter YMGP. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan adaptasi kedua yang dilakukan Setyaningsih et al. (2012) pada hidrolisat bahan baku E. cottonii sebesar 5.35 x 107 sel/ml. Kepadatan sel

S. cerevisiae dan konsumsi gula pada hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty mengalami penurunan seiring dengan semakin panjang proses

adaptasi. Pada adaptasi ketiga dan keempat, kepadatan sel S. cerevisiae dan konsumsi gula mengalami penurunan dan cenderung stabil. Hal tersebut terkait dengan kondisi S. cerevisiae yang mengalami stress sehingga tidak mampu bertahan hidup pada hidrolisat dan adaptasi dihentikan pada siklus keempat. Fermentasi

Proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan khamir S. cerevisiae

AL IX yang telah diadaptasi pada media hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty sebanyak dua kali. Hasil fermentasi pada limbah karagenan

K. alvarezii Dottydisajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Rendemen etanol dan konsumsi gula hasil fermentasi. Rendemen etanol dan Konsumsi gula

Fermentasi selama empat hari menghasilkan rendemen etanol yang cenderung lebih tinggi, yaitu sebesar 0.41% (v/v). Rendemen etanol cenderung mengalami penurunan pada 5 sampai 7 hari fermentasi. Rendemen etanol yang tinggi pada hari keempat diduga bahwa S. cerevisiae berada pada fase

eksponensial dimana S. cerevisiae membelah dengan cepat dan konstan. 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 2 3 4 5 6 7 K o n sum si gul a (% b /v ) R en de m en e ta n o l (v /v )

36

Pada hari kelima serta ketujuh diduga sudah memasuki fase stationer. Fase stasioner dapat ditandai dengan berkurangnya jumlah nutrient terutama glukosa. Fermentasi pada hari keempat juga diperoleh pada fermentasi

Eucheuma cottonii dengan rendemen etanol sebesar 2.20% (v/v) (Setyaningsih et al (2012). Tingginya rendemen etanol pada hari keempat sebesar

9.70% juga diperoleh pada fermentasi alga Spirogyra dengan S. cerevisiae

(Sulfahri et al. 2011) sedangkan fermentasi selama enam hari pada limbah K. alvarezii menghasilkan etanol tertinggi sebesar 4.15% (Devis 2008).

Penurunan rendemen etanol setelah hari keempat diduga disebabkan S. cerevisiae mengalami stress akibat berkurangnya nutrisi pada hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty. Menurut Jorgensen et al. (2009), kekurangan nitrogen pada S. cerevisiae selama fermentasi dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan

dan penurunan kapasitas fermentasi. Sifat pertumbuhan S. cerevisiae adalah diauxic, dimana glukosa akan dimetabolisme pertama kali kemudian sumber karbon lain, seperti galaktosa (Raamsdonk 2000).

Konsumsi glukosa selama empat hari fermentasi lebih tinggi dibandingkan

dengan konsumsi galaktosa masing-masing sebesar 24.32% dan 20.55% (Gambar 12). Hal ini diduga berhubungan dengan sifat S. cerevisiae dalam

memetabolisme monosakarida. Saccharomyces cerevisiae diketahui dapat tumbuh pada media yang mengandung campuran glukosa dan sumber karbon

lainnya seperti galaktosa, sukrosa, maltosa, dan etanol. Sifat pertumbuhan S. cerevisiae adalah diauxic, dimana glukosa akan dimetabolisme pertama kali

kemudian sumber karbon lain, seperti galaktosa (Raamsdonk 2000).

Glukosa dan galaktosa yang terdapat pada hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dottymerupakan gula-gula yang dapat dikonversi menjadi bioetanol.

Glukosa merupakan monosakarida yang paling banyak dikonsumsi oleh S. cerevisiae. Glukosa dan galaktosa tersebut tidak dikonsumsi oleh S. cerevisiae

dalam waktu yang bersamaan. Galaktosa akan dikonsumsi setelah glukosa yang terdapat pada hidrolisat habis (Yanagisawa et al. 2011). Hal tersebut menjelaskan bagaimana glukosa pada limbah karagenan K. alvarezii Dotty lebih banyak atau habis dikonsumsi pada proses fermentasi. Kondisi serupa juga terjadi pada penelitian Yeon et al. (2011) dimana setelah 24 jam fermentasi glukosa habis dikonsumsi oleh S. cerevisiae.

Kandungan utama monosakarida pada limbah karagenan K. alvarezii Dotty berupa galaktosa yang merupakan produk degradasi karagenan (Kim et al. 2010). Galaktosa memiliki struktur yang sama dengan glukosa, hanya berbeda pada stereokimia dari karbon C4-nya. S. cerevisiae diketahui mampu mengunakan galaktosa untuk menghasilkan etanol (Goh dan Lee 2010).

37 0 5 10 15 20 25 30 Glukosa Galaktosa P er se n ta se ( % )

Gambar 12. Konsumsi monosakarida selama empat hari fermentasi

Jenis alkohol yang diperoleh pada fermentasi limbah karagenan K. alvarezii Dotty selama empat hari fermentasi berupa etanol. Kadar etanol

yang dihasilkan selama empat hari fermentasi sebesar 4.78%, sedangkan kadar metanol dan propanol tidak terdeteksi. Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan galaktosa dalam menghasilkan bioetanol (Goh dan Lee 2010).

Mekanisme pembentukan etanol oleh S. cerevisiae berjalan melalui jalur EMP Pathway atau glikolisis. Hasil dari EMP adalah memecah glukosa menjadi dua molekul piruvat dimana S. cerevisiae akan menghasilkan enzim galactokinase, galactose-1-phosphate uridyltransferase, dan uridine

diphosphoglucose-4-epimerase melalui Leloir Pathway (Goh dan Lee 2010; Jang et al. 2012). Setelah galaktosa diubah menjadi glucose-6-phosphate,

selanjutnya akan diubah menjadi etanol melalui glycolitic Pathway (Moat et al. 2002).

Simpulan

Hasil adaptasi dan fermentasi pada hidrolisat limbah pengolahan karagenan K. alvarezii Dotty dapat disimpulkan sebagai berikut:

1 Adaptasi S. cerevisiae kedua mampu bertahan dengan kondisi hidolisat limbah karagenan K. alvarezii Dottyyang ada dengan konsumsi gula yang dihasilkan sebesar 6.22% (b/b) dan menunjukkan adanya peningkatan kepadatan sel khamir sebesar 1.5 x 108 sel/ml.

2 Fermentasi yang optimum pada limbah karagenan K. alvarezii Dotty selama

empat hari dengan rendemen dan kadar etanol masing-masing sebesar 0.41% (v/v) dan 4.78%.

38

5 PEMBAHASAN UMUM

Analisis proksimat dan uji serat kasar bertujuan mengetahui kandungan air,

abu, lemak, protein, dan karbohidrat, serta serat kasar pada limbah karagenan K. alvarezii Dotty. Limbah karagenan K. alvarezii Dotty mengandung

karbohidrat dan serat kasar masing-masing sebesar 11.36% dan 11.64%. Serat kasar pada limbah karagenan terdiri atas hemiselulosa (12.86%), selulosa

dan lignin tidak terdeteksi. Kumar et al. (2013) melaporkan bahwa limbah agar dari G. verrucosa mengandung komponen hemiselulosa dan selulosa masing-masing sebesar 5% dan 10%. Kandungan hemiselulosa pada limbah karagenan lebih besar daripada limbah agar G. verrucosa. Komponen tersebut dapat dihidrolisis dan difermentasi menjadi bioetanol.

Tingginya gula pereduksi hasil hidrolisis merupakan salah satu indikator penentuan konsentrasi asam yang optimum. Konsentrasi H2SO4 memberikan pengaruh nyata terhadap kadar gula pereduksi (p<0.05), sedangkan lama hidrolisis tidak memberikan pengaruh nyata (p>0.05). Kadar gula pereduksi tertinggi hasil hidrolisis limbah karagenan K. alvarezii Dotty diperoleh pada konsentrasi H2SO4 1% selama 15 menit sebesar 17.90% (b/v). Semakin tinggi konsentrasi H2SO4 yang digunakan menyebabkan penurunan gula pereduksi. Hal ini diduga peningkatan konsentrasi H2SO4 menyebabkan monosakarida yang terbentuk akan terdegradasi lebih lanjut. Kandungan gula akan menurun apabila konsentrasi H2SO4 melebihi 0.2 M (Meinita et al. 2012a). Lebih lanjut Meinita et al. (2012b) menyatakan bahwa monosakarida yang terbentuk dari proses hidrolisis dapat terdegradasi menjadi senyawa inhibitor seiring dengan peningkatan konsentrasi H2SO4 yang digunakan. Senyawa inhibitor hasil degradasi monosakarida berupa HMF dan asam levulinat. Asam levulinat merupakan produk degradasi dari HMF yang memiliki tingkat toksisitas lebih tinggi. Kandungan HMF dan asam levulinat sebesar 5 g/L akan menyebabkan penurunan jumlah sel masing-masing sebesar 27.2% dan 63.6%.

Karbohidrat dan hemiselulosa yang terhidrolisis pada hidrolisat limbah karagenan lebih tinggi (100%) dibandingkan hidrolisis bahan baku E. cotonii sebesar 80.79% (Setyaningsih et al. 2012). Perbedaan tersebut diduga terkait dengan kondisi limbah karagenan K. alvarezii Dotty yang telah mengalami proses ekstraksi dengan basa kuat dan suhu yang tinggi. Proses ekstraksi menyebabkan hilangnya komponen lignin dan polimer pada limbah karagenan lebih sederhana dibandingkan bahan bakunya. Monosakarida yang terbentuk pada hidrolisat melalui proses hidrolisis berupa glukosa dan galaktosa masing-masing sebesar 0.37% dan 0.73%. Galaktosa merupakan produk turunan dari karagenan dengan jumlah yang lebih dominan pada glukosa. Meinita et al. (2012b) melaporkan bahwa hidrolisis bahan baku K. alvarezii Dotty menggunakan H2SO4 0.2 M selama 15 menit menghasilkan glukosa dan galaktosa masing-masing sebesar 0.20 g/l dan 6.91 g/l. Jeong dan Park (2010) menyatakan bahwa temperatur, lama hidrolisis, dan konsentrasi H2SO4 mempengaruhi terbentuknya monosakarida glukosa dan galaktosa.

Adaptasi S. cerevisiae dilakukan pada hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty bertujuan mempersiapkan khamir untuk dapat mengkonversi

39 menghasilkan jumlah kepadatan sel dan konsumsi gula sangat tinggi diduga adanya pengaruh penambahan media starter YMGP pada awal adaptasi sehingga

pertumbuhan dan konsumsi gula S. cerevisiae masih optimum. Adaptasi S. cerevisiae kedua merupakan hasil adaptasi yang terpilih yang digunakan pada

proses fermentasi, dengan jumlah kepadatan sel S. cerevisiae sebesar 1.5 x 108 sel/ml. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada adaptasi kedua S. cerevisiae sudah mampu beradaptasi dengan media hidrolisat limbah karagenan

K. alvarezii Dotty tanpa adanya penambahan media starter YMGP. Nilai tersebut

lebih tinggi dibandingkan dengan adaptasi kedua yang dilakukan Setyaningsih et al. (2012) pada hidrolisat bahan baku E. cottonii sebesar 5.35 x 107 sel/ml. Kepadatan sel S. cerevisiae dan konsumsi gula pada hidrolisat

limbah karagenan K. alvarezii Dotty mengalami penurunan seiring dengan semakin panjang proses adaptasi. Pada adaptasi ketiga dan keempat, kepadatan

sel S. cerevisiae dan konsumsi gula mengalami penurunan dan cenderung stabil. Hal tersebut terkait dengan kondisi S. cerevisiae yang mengalami stress sehingga

tidak mampu bertahan hidup pada hidrolisat dan adaptasi dihentikan pada siklus keempat.

Proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan khamir S. cerevisiae AL IX yang telah diadaptasi pada media hidrolisat limbah karagenan Dotty

sebanyak dua kali. Fermentasi selama empat hari menghasilkan rendemen etanol yang cenderung lebih tinggi, yaitu sebesar 0.41% (v/v). Rendemen etanol cenderung mengalami penurunan pada 5 sampai 7 hari fermentasi. Rendemen etanol yang tinggi pada hari keempat diduga bahwa S. cerevisiae berada pada fase

eksponensial dimana S. cerevisiae membelah dengan cepat dan konstan.

Pada hari kelima serta ketujuh diduga sudah memasuki fase stationer. Fase stasioner dapat ditandai dengan berkurangnya jumlah nutrient terutama glukosa. Fermentasi pada hari keempat juga diperoleh pada fermentasi

Eucheuma cottonii dengan rendemen etanol sebesar 2.20% (v/v) (Setyaningsih et al (2012). Tingginya rendemen etanol pada hari keempat sebesar

9.70% juga diperoleh pada fermentasi alga Spirogyra dengan S. cerevisiae

(Sulfahri et al. 2011) sedangkan fermentasi selama enam hari pada limbah K. alvarezii menghasilkan etanol tertinggi sebesar 4.15% (Devis 2008).

Penurunan rendemen etanol setelah hari keempat diduga disebabkan S. cerevisiae mengalami stress akibat berkurangnya nutrisi pada hidrolisat limbah karagenan K. alvarezii Dotty. Menurut Jorgensen et al. (2009), kekurangan nitrogen pada S. cerevisiae selama fermentasi dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan

dan penurunan kapasitas fermentasi. Sifat pertumbuhan S. cerevisiae adalah diauxic, dimana glukosa akan dimetabolisme pertama kali kemudian sumber karbon lain, seperti galaktosa (Raamsdonk 2000).

Konsumsi glukosa selama empat hari fermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi galaktosa masing-masing sebesar 24.32 dan 20.55%. Hal ini diduga berhubungan dengan sifat S. cerevisiae dalam memetabolisme monosakarida. Saccharomyces cerevisiae diketahui dapat tumbuh pada media yang mengandung campuran glukosa dan sumber karbon lainnya seperti galaktosa, sukrosa, maltosa, dan etanol. Sifat pertumbuhan S. cerevisiae adalah diauxic, dimana glukosa akan dimetabolisme pertama kali kemudian sumber karbon lain, seperti galaktosa (Raamsdonk 2000).

40

Jenis alkohol yang diperoleh pada fermentasi limbah karagenan K. alvarezii Dottyberupa etanol. Kadar etanol yang dihasilkan selama empat hari

fermentasi sebesar 4.78%, sedangkan kadar metanol dan propanol tidak terdeteksi. Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan galaktosa dalam menghasilkan

bioetanol (Goh dan Lee 2010). Mekanisme pembentukan etanol oleh S. cerevisiae berjalan melalui jalur EMP Pathway atau glikolisis. Hasil dari

EMP adalah memecah glukosa menjadi dua molekul piruvat dimana S. cerevisiae akan menghasilkan enzim galactokinase, galactose-1-phosphate

uridyltransferase, dan uridine diphosphoglucose-4-epimerase melalui Leloir Pathway (Goh dan Lee 2010; Jang et al. 2012). Setelah galaktosa diubah menjadi glucose-6-phosphate, selanjutnya akan diubah menjadi etanol melalui glycolitic pathway (Moat et al. 2002).

Dokumen terkait