• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelas jarak antara tetua jantan terhadap betina (m)

HASIL BUAH KOPYOR

VII. PEMBAHASAN UMUM

Penggunaan analisis penyebaran polen pada sistem perkawinan baik pada hewan maupun tumbuhan sangat efektif untuk melihat tipe persilangan, inbreeding depression dan mempelajari evolusi biologi dalam suatu populasi (Auld dan Rafael 2013). Populasi kelapa kopyor merupakan salah satu tanaman dari family Arecaceae yang sangat menarik untuk dipelajari system perkawinannya. Kelapa terdiri atas dua tipe pohon yaitu tipe Genjah dan tipe Dalam yang berbeda pada performa (tinggi tanaman) dan umur berbuah tanaman. Tanaman kelapa memiliki bunga jantan dan betina yang terpisah dan matang pada waktu yang berbeda yang menyebabkan tanaman kelapa umumnya menyerbuk silang.

Kelapa Dalam, kelapa Genjah dan kelapa Hibrida saling melakukan penyerbukan silang satu sama lain dan tidak semua kelapa Dalam melakukan penyerbukan silang. Begitupun dengan kelapa Genjah tidak semuanya melakukan penyerbukan sendiri. Pada penelitian yang dilakukan pada percobaan 1 pada populasi tanaman kelapa tipe Genjah terlihat terjadi selfing sebanyak 15 kali (17,9%) dan jumlah outcrossing yang terjadi sebanyak 69 kali (82.1%). Pada percobaan 2 yang dilakukan pada kelapa tipe Dalam terlihat terjadi selfing sebanyak 1 kali (2%) dan jumlah outcrossing yang terjadi sebanyak 48 kali (98%). Hal tersebut diduga disebabkan karena morfologi bunga kelapa yang terbuka, sehingga kelapa Genjah juga memiliki peluang untuk menyerbuk silang (Maskromo et al. 2011). Selain itu kondisi pertanaman di lapang juga memiliki jarak tanam yang berdekatan sehingga memungkinkan bagi tanaman kelapa Genjah untuk melakukan outcrossing dengan tanaman Genjah lainnya. Waktu mekar bunga jantan (18-20 hari) dan betina (4-7 hari) yang berbeda juga dapat meningkatkan besarnya penyerbukan silang (outcrossing) pada kedua tipe kelapa.

Adanya tanaman kelapa berbuah normal diantara tanaman kelapa berbuah kopyor disebabkan oleh proses seleksi bibit yang belum dapat dipisahkan antara bibit yang dapat berbuah kopyor dengan bibit kelapa normal pada saat penanaman di lapang. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya tanaman kelapa Dalam normal yang ditemukan di lokasi pertanaman untuk tanaman berbuah kopyor. Bibit kopyor alami yang ditanam petani berasal dari tanaman kelapa Dalam kopyor heterozigot (Kk) yang secara teori membawa gen kopyor (k) namun juga memiliki gen normal (K). Pada saat pembungaan, tanaman kopyor heterozigot tersebut akan bersegregasi sehingga pada saat pembuahan berpeluang terbentuk buah dengan genotipe (kk) dengan fenotipe endosperm kopyor yang embrionya tidak dapat tumbuh seperti embrio pada buah kelapa normal. Pada tandan buah yang sama berpeluang terbentuk buah normal dengan genotipe (Kk) dengan fenotipe endosperm normal namun membawa gen kopyor (k). Dengan prinsip memiliki peluang bergabung secara bebas saat proses meosis seperti pada Hukum Mendel II, maka pada tandan buah yang sama akan terbentuk juga buah genotipe (KK) dengan fenotipe endosperm dan embrionya tidak membawa gen kopyor (k). Buah dengan genotipe KK akan menghasilkan tanaman yang tidak akan menghasilkan tanaman berbuah kopyor atau disebut kelapa berbuah sayur (Sudarsono et al. 2014b).

Fenomena pembentukan buah kelapa kopyor dan kelapa normal pada pertanaman kelapa campuran disebabkan adanya efek xenia. Xenia merupakan pengaruh langsung serbuk sari (pollen) pada fenotipe biji dan buah yang dihasilkan tetua betina. Peristiwa xenia pada kelapa kopyor memberikan efek negatif untuk pembentukan endosperma pertanaman kelapa kopyor pada umumnya di populasi Dukuh Seti. Hal ini terlihat dari banyaknya donor serbuk sari yang disumbangkan oleh tetua jantan kelapa normal terhadap induk betina kopyor. Sehingga endosperma yang terbentuk semuanya menghasilkan endosperma yang normal. Seperti yang dijelaskan pada laporan Hi Link 2014 (Sudarsono et al. 2014) bahwa buah kelapa dengan daging buah (endosperma) yang keras dapat dihasilkan dari pohon kelapa normal KK (homosigot KK) atau dari pohon kelapa kopyor Kk (heterosigot Kk). Buah kelapa ini mempunyai embrio sigotik dengan konstitusi genetik KK dan Kk, daging buah (endosperma) yang dihasilkan dengan konstitusi genetik KKK, Kkk atau KKk, jika diserbuki oleh serbuk sari dari pohon kopyor Kk atau kk; atau dari pohon kelapa kopyor Kk (heterosigot Kk). Buah kelapa dengan daging buah (endosperma) yang lembut dan terlepas dari batok (cangkang)-nya, yang dalam kondisi tertentu dapat dihasilkan dari pohon kelapa kopyor Kk (heterosigot Kk) – jika diserbuki oleh serbuk sari dari pohon kelapa kopyor Kk (heterosigot Kk) atau kelapa kopyor kk (homosigot kk); atau dari pohon kelapa kopyor kk (homosigot kk) - jika diserbuki oleh serbuk sari dari pohon kelapa kopyor Kk; atau kelapa kopyor kk. Buah kelapa kopyor kk (homosigot Kk) mempunyai embrio sigotik dengan konstitusi genetik kk dan daging buah (endosperma) dengan konstitusi genetik kkk.

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktifitas pohon kelapa kopyor secara umum ditentukan tingkat keberhasilan penyerbukan dan persentase bunga betina yang berkembang menjadi buah per tandan. Tingkat keberhasilan penyerbukan pada kelapa salah satunya ditentukan oleh keberadaan serangga polinator terutama pada kelapa tipe dalam. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tandan kelapa yang banyak dikunjungi oleh serangga penyerbuk umumnya mempunyai tingkat keberhasilan penyerbukan yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dari jumlah buah total yang dipanen lebih banyak. Sebaliknya, tandan dengan jumlah buah total yang dipanen rendah tetapi mempunyai jumlah betina yang banyak, mengindikasikan rendahnya tingkat keberhasilan penyerbukan pada tandan tersebut. Di lapangan, juga teramati banyaknya populasi lebah madu lokal (Apis serana) yang terbang mengerumuni tandan yang sedang mekar.

Bantuan serangga sebagai polinator penyerbuk memanfaatkan infloresens bunga untuk melengkapi aktivitas hidupnya seperti melakukan perkawinan, meletakkan telur, dan mencari makanan sehingga aktivitas tersebut secara tidak langsung menyebabkan terjadinya penyerbukan silang (Bown 1988). Lebih lanjut Bown (1988) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang merangsang serangga untuk hinggap pada infloresens bunga antara lain bau atau aroma yang dihasilkan oleh infloresens bunga yang terbuka seperti pada bunga tanaman kelapa. Pada kebanyakan tanaman araceae, dihasilkan kombinasi senyawa berupa amonia, protein, dan asam amino yang membuat serangga untuk mendatangi organ reproduksi bunga. Berdasarkan hal tersebut, usaha untuk menjamin tingkat keberhasilan penyerbukan yang tinggi diduga dapat dilakukan dengan mengintroduksikan koloni lebah di pertanaman kelapa kopyor. Dengan

menerapkan budidaya lebah madu lokal di sekitar pertanaman kelapa kopyor, diharapkan akan dapat mengatasi permasalahan rendahnya keberhasilan penyerbukan sehingga meningkatkan jumlah buah kelapa total yang dipanen per tandan dan meningkatkan produktifitas kelapa kopyor di lapangan.

VIII. SIMPULAN

1. Serbuk sari yang didonasikan pada populasi pertanaman kelapa kopyor tipe Genjah Pati berasal dari serbuk sari donor yang berada dalam kisaran jarak tempuh 0-58 meter dari tetua betina yang dievaluasi. Oleh karena itu, selain dengan adanya keberadaan angin, polinator serangga juga dapat berperan penting dalam polinasi kelapa Kopyor.

2. Populasi pertanaman kelapa kopyor tipe Dalam Kalianda hasil analisis penyebaran serbuk sari menunjukkan persentase terjadinya outcrossing sebesar 98% dan persentase selfing sebesar 2%. Hal ini mengindikasikan bahwa kelapa kopyor tipe Dalam memiliki tipe penyerbukan yang menyerbuk silang.

3. Kelapa Dalam tidak dianjurkan untuk dijadikan sebagai pendonor serbuk sari dalam populasi pertanaman kelapa kopyor karena akan menyebabkan menurunnya produksi buah kelapa kopyor yang disebabkan adanya efek xenia.

4. Lebah madu efektif dijadikan sebagai polinator dalam pertanaman kelapa kopyor karena dapat meningkatkan produksi buah dengan meningkatkan jarak persebaran polen yang lebih jauh dibandingkan dengan populasi sebelum introduksi lebah.

Dokumen terkait