• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil dan Pembahasan Uji Organoleptik

5 PEMBAHASAN UMUM

Tanaman Coleus spp. merupakan tanaman yang dikembangbiakkan secara vegetatif. Peningkatan keragaman genetik pada tanaman berbiak vegetatif sangat mungkin dilakukan melalui teknik mutasi, salah satunya dengan induksi mutasi fisik iradiasi sinar gamma. Induksi mutasi iradiasi sinar gamma pada tanaman dapat dilakukan terhadap organ reproduksi tanaman yang sedang aktif membelah seperti biji, pucuk/tunas, serbuk sari dan akar. Menurut Iwo et al. (2012) mutasi induksi menjadi cara yang telah terbukti untuk menimbulkan keragaman dalam varietas tanaman terhadap sifat yang diinginkan baik yang tidak dapat dinyatakan dalam sifat asal atau yang telah hilang selama evolusi. Keragaman yang ditimbulkan tanaman Coleus spp. diharapkan dapat menjadi bahan genetik baru yang stabil dan terwariskan pada generasi lanjutan.

Dalam penelitian ini pemberian dosis iradiasi sinar gamma pada tanaman Coleus spp. dilakukan dengan cara tunggal (acute irradiation) dan terbagi (fractionated irradiation). Aplikasi iradiasi sinar gamma diarahkan pada pengembangan keragaman tanaman hias baik itu pada C. blumei maupun C. amboinicus Lour. dan tanaman obat pada C. amboinicus Lour. Hasil penelitian telah mendapatkan 16 tanaman mutan baik dari pemberian iradiasi tunggal maupun iradiasi terbagi. Tanaman mutan tersebut diperoleh berdasarkan perubahan kualitatif berupa perubahan warna daun, tepi daun dan corak daun. Keseluruhan tanaman mutan yang dihasilkan masing-masing berasal dari 2 mutan tanaman C. amboinicus Lour. yaitu pada tanaman A40.6 dan A35.12, 11 mutan tanaman C. blumei ungu/hijau yaitu pada A40.1, A40.8, A40.4, A40.12, A45.3, A50.5, T20+20.5, T20+20.7, T25+25.5, T22.5+22.5.8 dan T25+25.8 serta 3 mutan tanaman C. blumei merah pada tanaman A50.6, A50.12 dan T25+25.12. Mutan yang dihasilkan sudah dianggap stabil karena sudah sampai generasi MV3.

Secara umum berdasarkan data kuantitatif pada semua karakter vegetatif yang teramati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar daun dan panjang daun, pemberian dosis tertinggi memperlihatkan rata-rata terendah pada semua karakter yang diamati. Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat dilihat bahwa mutan terbanyak dihasilkan pada kisaran dosis 40 gy sampai 50 gy dan mutan terbanyak dihasilkan pada perlakuan iradiasi tunggal. Selain didapatkan mutan yang stabil, pada penelitian ini juga terjadi fenomena mutasi balik sehingga mutan yang dihasilkan pada generasi MV1 tidak bisa stabil sampai generasi MV3. Mutasi balik terjadi pada generasi MV1 maupun MV2. Terjadinya mutasi balik pada tanaman Coleus spp. diduga karena tanaman mengalami diplontic selection. Salah satu kelemahan teknik mutasi pada tanaman berbiak vegetatif adalah munculnya fenomena diplontic selection. Pada situasi diplontic selection, jika sel yang termutasi dapat bertahan maka sel normal akan menghilang dan sel mutan akan terus berkembang menghasilkan penampilan baru pada tanaman, namun apabila sel mutan tidak mampu bertahan maka penampilan tanaman akan normal kembali karena sel normal mampu bertahan dan bisa berkembang dengan baik.

Keberhasilan peningkatan keragaman genetik melalui pemuliaan mutasi dapat dilihat dari kriteria nilai duga parameter genetik meliputi koefisien keragaman fenotipe (KKF), koefisien keragaman genetik (KKG) dan heritabilitas

(h2bs). Pendugaan nilai parameter genetik dilakukan pada generasi MV2 dan MV3. Hasil menunjukkan bahwa keragaman genetik Coleus spp. pada generasi MV2 lebih rendah dibandingkan generasi MV2. Kriteria nilai duga parameter genetik menyebar dari rendah sampai tinggi. Secara umum nilai keragaman yang tinggi ditunjukkan oleh karakter jumlah daun dan jumlah cabang. Pada tanaman C. amboinicus Lour. nilai KKF dan KKG dengan kriteria tinggi pada generasi MV2 ditunjukkan pada karakter jumlah cabang T20+20 dengan nilai 89.62% dan 87.28%, nilai KKF dan KKG dengan kriteria cukup tinggi ditunjukkan pada karakter jumlah daun T20+20 dengan nilai 64.89% dan 64.79%.

Pada generasi MV3 nilai KKF dan KKG dengan kriteria tinggi pada C. amboinicus Lour. ditunjukkan pada karakter jumlah cabang T22.5+22.5 dengan nilai 93.09% dan 90.09%, nilai KKF dan KKG dengan kriteria cukup tinggi ditunjukkan pada karakter jumlah daun T22.5+22.5 dengan nilai 74.80% dan 73.44%. Pada tanaman C. blumei ungu/hijau nilai KKF dan KKG dengan kriteria cukup tinggi pada generasi MV2 ditunjukkan pada karakter jumlah cabang T25+25 dengan nilai 66.57% dan 59.16%, sedangkan pada generasi MV3 nilai KKF dan KKG dengan kriteria tinggi ditunjukkan pada karakter jumlah cabang T25+25 dengan nilai 90.18% dan 74.02%, nilai KKF dan KKG dengan kriteria cukup tinggi ditunjukkan pada karakter jumlah daun T25+25 dengan nilai 64.84% dan 58.48%. Pada tanaman C. blumei merah keragaman genetik yang cukup tinggi hanya diperlihatkan pada generasi MV3. Nilai KKF dan KKG yang cukup tinggi ditunjukkan oleh karakter jumlah daun T20+20 dengan nilai 57.85% dan 56.56%, jumlah daun A55 dengan nilai 58.60% dan 57.02%, jumlah cabang A55 dengan nilai 74.01% dan 68.59% serta karakter jumlah cabang T20+20 dengan nilai 58.43% dan 52.69%. Nilai KKF dan KKG yang tinggi menandakan karakter keragaman genetik yang luas (Herawati et al. 2009). Nilai heritabilitas yang tergolong tinggi secara umum ditunjukkan pada karakter tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang.

Pemberian iradiasi sinar gamma pada tanaman C. amboinicus Lour. sebagai tanaman obat mempengaruhi aroma, rasa getir, rasa pahit dan kadar total flavonoid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 8 sampel tanaman C. amboinicus Lour. yang diuji menghasilkan perbedaan aroma, rasa getir dan rasa pahit baik itu yang mengalami peningkatan maupun penurunan yang dibandingkan dengan tanaman kontrolnya. Aroma daun C. amboinicus Lour. yang lebih kuat dari daun kontrolnya ditunjukkan pada tanaman T17.5+17.5.7 sedangkan aroma daun yang lebih lemah ditunjukkan pada tanaman A35.11. Rasa getir yang menurun ditunjukkan pada tanaman T15+15.1 sedangkan rasa getir yang meningkat ditunjukkan pada tanaman T22.5+22.5.14. Selanjutnya rasa pahit yang menurun ditunjukkan pada tanaman A35.11 dan A45.5 sedangkan rasa pahit yang meningkat ditunjukkan pada tanaman T20+20.11 dan T22.5+22.5.14. Dari 8 sampel tanaman yang diuji secara organoleptik terpilih 4 sampel tanaman yang berbeda untuk pengujian kadar total flavonoid. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kadar total flavonoid pada keempat tanaman C. amboinicus Lour. didapatkan kadar total flavonoid yang berkisar antara 0.09%-0.29% (Gambar 13). Kadar total flavonoid tertinggi diperlihatkan pada tanaman C. amboinicus Lour. A40.6 yaitu sebesar 0.29% hasil ini sama dengan kadar total flavonoid tanaman kontrol.

Dokumen terkait