• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI BAKTERI PROBIOTIK TANAMAN SEBAGAI BIOKONTROL NEMATODA PURU AKAR

6. PEMBAHASAN UMUM

Ubi jalar memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat Papua dan Papua Barat. Produksi ubi jalar di Papua Barat dari tahun ke tahun cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh makin menurunnya luas panen dan produktivitas ubi jalar. Upaya peningkatan produksi belum dapat dilaksanakan secara maksimal karena beberapa kendala teknik budidaya. Teknik budidaya di Manokwari masih secara tradisional berdasarkan pengetahuan dan tradisi secara turun temurun. Petani lokal di Manokwari juga memiliki motivasi kegiatan ekonomi yang rendah, budaya bertani bersifat komunal yang dikontrol oleh norma adat setempat dan adanya keterkaitan yang kuat antar individu petani dengan lahan serta kelembagaan adat. Tokoh adat atau kepala suku berperan penting dalam menentukan letak dan luas lahan pertanian yang dapat digarap, lamanya lahan tersebut dapat ditanami dengan tanaman semusim, dan komoditas yang akan ditanam. Setiap ladang garapan hanya dapat ditanami secara terus menerus selama 5 tahun, selanjutnya lahan tersebut harus ditinggalkan dan dibiarkan ditumbuhi pepohonan. Cara ini secara alami akan memutus siklus hidup hama dan penyakit tanaman. Berdasarkan hasil survei diketahui populasi nematoda di dalam tanah tinggi tetapi diimbangi dengan populasi nematoda non parasit (predator, pemakan bakteri dan cendawan) juga tinggi (Lampiran 22) sehingga tidak menyebabkan kerusakan serius pada ubi jalar.

Varietas ubi jalar yang ditanam oleh sebagian besar petani Manokwari adalah varietas lokal yang diperoleh secara turun temurun. Kaum wanita terutama istri tokoh adat berperan penting dalam menjaga, mengembangkan dan memperkenalkan berbagai varietas ubi jalar, mengajarkan cara membuka lahan, bercocok tanaman dan memelihara ubi jalar. Tradisi ini secara tidak langsung dapat membantu mencegah penyebaran nematoda dan patogen lain yang dapat terbawa pada bahan perbanyakan tanaman. Ubi jalar di Manokwari diketahui tidak terinfeksi nematoda puru akar meskipun populasi juvenil di dalam tanah cukup tinggi (rata-rata 50 juvenil/100 ml tanah). Hal ini di duga berkaitan dengan ketahanan ubi jalar terhadap nematoda puru akar. Mekanisme ketahanan tanaman terhadap nematoda parasit dapat terjadi pada saat sebelum infeksi atau dikenal dengan ketahanan pasif atau ketahanan alami dan setelah terjadi infeksi atau dikenal dengan ketahanan aktif. Ketahanan pasif dapat terjadi karena adanya senyawa tertentu yang dapat menghambat penetrasi nematoda. Eksudat akar yang disekresikan oleh tanaman mempunyai peran penting pada kehidupan nematoda parasit, karena selain dapat bersifat menarik kehadiran nematoda juga dapat menghambat atau menolak penetrasi nematoda. Di duga tanaman ubi jalar lokal Manokwari memiliki ketahanan alami yang menyebabkan nematoda puru akar tidak penetrasi ke dalam jaringa akar ubi jalar. Selain ketahanan pasif, diduga ketahanan aktif juga berperan penting dalam menghambat infeksi nematoda puru akar pada ubi jalar.

Pemanenan ubi jalar dilakukan secara bertahap sesuai keperluan untuk konsumsi dan dijual. Penentuan waktu panen dilakukan berdasarkan umur tanaman dan keadaan tanah disekitar tanaman. Tanah yang menjadi indicator tanaman ubi jalar siap panen adalah tanah yang tampak menggunung dan lebih gembur. Petani membiarkan ubi tetap dikebun dan akan dipanen jika persediaan

di rumah telah habis. Ubi jalar yang dibiarkan di kebun akan terus berproduksi selama kurang lebih 6 bulan dan produktivitasnya semakin menurun. Tanaman menghasilkan eksudat akar yang berbeda pada tiap fase pertumbuhan. Nematoda parasit tertarik pada eksudat akar yag dihasilkan pada fase pertumbuhan vegetative. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan nutrisi bagi mikroorganisme termasuk nematoda parasit. Faktor nutrisi berperan dalam mekanisme ketahanan tanaman terhadap nematoda, antara lain ketiadaan nutrisi yang dibutuhkan oleh nematoda. Tanaman ubi jalar yang dibiarkan di kebun hingga lebih dari 8 bulan di duga menjadi salah satu penyebab nematoda tidak penetrasi ke dalam akar ubi jalar karena ketiadaan nutrisi yang diperlukan oleh nematoda. Berbeda dengan teknik budidaya di Kabupaten Sorong yang dilakukan secara modern dan menggunakan varietas yang di introduksi dari luar daerah.

Teknik budidaya ubi jalar di Kabupaten Sorong dilakukan secara konvensional dan telah mengadopsi teknik budidaya yang lebih modern. Hal ini terjadi karena sebagian besar petani di Kabupaten Sorong adalah masyarakat transmigrasi yang telah memiliki ketrampilan budidaya pertanian dan orientasi ekonomi. Perbedaan teknik budidaya ini berkaitan erat dengan keragaman dan populasi mikroorganisme yang mengoloni daerah sekitar perakaran ubi jalar. Menurut Abawi dan Widmer (2000), teknik budidaya pertanian berpengaruh terhadap kepadatan populasi hama, mikrofauna dan mikroflora, termasuk nematoda parasit tanaman. Hasil ekstraksi tanah sekitar perakaran ubi jalar di Kabupaten Sorong dan Manokwari menunjukkan perbedaan keragaman dan populasi nematoda. Pada pertanaman ubi jalar di Kabupaten Sorong ditemukan 9 spesies nematoda parasit yaitu Helicotylenchus spp., Criconemella sp., R. reniformis, Tylenchulus sp., Tylenchorinchus annulatus, Meloidogyne spp., Pratylenchus sp., Psilenchus sp., dan Hoplolaimus sp. dan dari Kabupaten Manokwari 7 jenis yaitu Helicotylenchus spp., Criconemella sp., Rotylenchulus reniformis, Tylenchorinchus sp., Meloidogyne spp., Pratylenchus sp., dan Hoplolaimus sp. Menurut Luc et al. (2005), ubi jalar dikoloni oleh berbagai genus nematoda parasit tetapi yang dominan mempengaruhi produksi ubi jalar adalah Meloidogyne spp., R. reniformis, Pratylenchus spp. dan Ditylenchus spp. Meloidogyne spp. merupakan nematoda parasit penting, tersebar di daerah tropik dan subtropik, memiliki kisaran inang yang sangat beragam, lebih dari 2000 spesies tanaman dan sebagian besar adalah tanaman budidaya. Spesies yang menjadi patogen penting pada ubi jalar di antaranya adalah M. incognita , M. javanica dan M. arenaria (Luc et al. 2005). Nematoda ini diketahui menyebabkan perkembangan ubi tidak normal dan pertumbuhan tanaman terhambat.

Meloidogyne spp pada ubi jalar menimbulkan gejala di atas tanah dan di bawah permukaan tanah. Infeksi Meloidogyne spp. pada ubi jalar di Kabupaten Sorong ditandai dengan pertumbuhan tanaman tidak merata, tumbuh lebih lambat (kerdil), daun-daun menguning, tunas lebih sedikit dan produksi bunga tidak normal dengan jumlah lebih sedikit dibandingkan tanaman sehat. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Ames et al. (1997) bahwa infeksi Meloidogyne spp pada ubi jalar menimbulkan gejala di atas permukaan tanah antara lain pertumbuhan tanaman terhambat (kerdil), daun-daun menguning, produksi bunga sedikit dan tanaman mudah layu. Keseimbangan suplai, penyerapan dan distribusi unsur hara sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang normal. Ketika

tanaman terinfeksi nematoda, terjadi perubahan status hara dan fisiologi tanaman inang. Nematoda puru akar diketahui menyebabkan penurunan penyerapan unsur hara nitrogen, kalium, fosfat dan air yang berperan penting dalam proses fotosintesis. Penurunan fotosintesis menyebabkan gangguan pertumbuhan dan hasil tanaman. Melakeberhan dan Ferris (1989) melaporkan bahwa nematoda puru akar dapat secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi proses fisiologi dan produktivitas tanaman inang. Perlakuan juvenil 2 M. incognita pada tanaman buncis menyebabkan kandungan unsur hara dan tingkat fotosintesis menurun seiring dengan meningkatnya infeksi nematoda. Perubahan konsentrasi nutrisi mengubah metabolisme inang dan berkontribusi secara langsung (menyebabkan bentuk yang tidak normal) atau tidak langsung dengan mempengaruhi proses lainnya seperti klorosis dan gugur daun prematur pada tanaman terinfeksi (Melakeberhan et al. 1987). Gejala tersebut sama dengan yang terlihat pada ubi jalar di Kabupaten Sorong, daun-daun ubi jalar terinfeksi berubah menguning dan pertumbuhan lebih lambat dibandingkan tanaman sehat. Daun menguning dan pertumbuhan tanaman terhambat dapat pula disebabkan karena menurunnya kadar nitrogen, klorofil dan kalium yang menyebabkan penurunan kemampuan fotosintesis tanaman inang.

Akar ubi jalar terinfeksi Meloidogyne spp. memiliki tekstur yang kasar, terbentuk puru dan sebagian besar sistem perakaran menjadi nekrotik. Nekrotik disebabkan nematoda betina dewasa berkembang di dalam akar dan bagian posterior nematoda yang mengandung telur berada pada permukaan akar. Aktivitas makan nematoda menyebabkan terbentuknya puru pada seluruh jaringan akar yang terinfeksi. Kerusakan jaringan akar dapat menghambat penyerapan dan translokasi nutrisi serta air dari akar sehingga terjadi defisiensi nutrisi pada daun dan menyebabkan terhambatnya laju fotosintesis. Hal ini berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi ubi.

Ubi jalar terinfeksi Meloidogyne spp. menghasilkan ubi abnormal yakni ubi tidak berkembang dan berubah menjadi akar yang keras, permukaan ubi ditumbuhi akar , dan ukuran ubi lebih kecil. Ukuran panjang ubi terinfeksi adalah 3 sampai 8 cm, dibandingkan dengan ukuran ubi sehat 15 sampai 18 cm. Jumlah ubi pada setiap rumpun mengalami penurunan. Jumlah ubi yang dihasilkan tanaman sakit umumnya hanya 1, sedangkan tanaman sehat membentuk rata-rata 3 sampai 4 ubi per rumpun. Ubi merupakan tempat menyimpan sebagian besar hasil fotosintesis. Kuantitas dan kecepatan transportasi fotosintat dari daun ke ubi berpengaruh terhadap pertumbuhan ubi. Infeksi nematoda puru akar menyebabkan gangguan fotosintesis karena terganggunya penyerapan air dan unsur hara. Gangguan fotosintesis akan menyebabkan penurunan fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman sehingga menurunkan jumlah fotosintat yang dapat disimpan di dalam ubi. Selain itu, menurut Melakeberhan (2004), pada tanaman terinfeksi nematoda puru akar kebutuhan energi di dalam akar menjadi relative lebih tinggi (untuk pembelahan dan pembesaran sel) dibandingkan pada akar sehat. Tanaman diduga memecah-mecah hasil fotosintesis menjadi energi kimia untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Hal ini menyebabkan berkurangnya translokasi fotosintat untuk pertumbuhan dan perkembangan ubi. Ricardson (2009), melaporkan bahwa ubi jalar varietas Solomon yang terinfeksi Meloidogyne spp. menghasilkan ubi yang tidak normal dan bentuk tidak beraturan dibandingkan varietas Antiqua yang lebih tahan terhadap Meloidogyne spp.

Infeksi M. incognita pada ubi jalar menyebabkan produksi ubi berkurang hingga 47,7% (Gapasin dan Validez 1979), dan pada kultivar rentan (Kayode, TIS 70357- op-1-791, dan TIS 4400-2) berkurang 72,3% sampai 83,2% (Osunlola dan Fawole 2015a). M. incognita dilaporkan menyebabkan kehilangan hasil dan penurunan kualitas yang nyata pada ubi jalar varietas Jasper, Goldrush, dan Porto Rico (Thomas dan Clark 1983). Gapasin (1984;1986) melaporkan infeksi Meloidogyne spp. pada lahan yang ditanami ubi jalar secara terus menerus selama 3 musim menyebabkan produksi ubi menurun dan kehilangan hasil mencapai 50 sampai 100% di Philipina. Berdasarkan hasil survei diketahui ubi jalar di Kabupaten Sorong dan Manokwari ditanam di lahan yang sama berturut-turut selama lebih dari 4 tahun atau 12 kali tanam. Kehilangan hasil di Kabupaten Sorong akibat infeksi Meloidogyne spp. belum pernah dilaporkan.

Identifikasi morfologi berdasarkan ciri-ciri khusus pola perineal nematoda betina dewasa diketahui terdapat 2 spesies yaitu M. incognita dan M. javanica (Gambar 3c,d). M. incognita dicirikan oleh lengkung dorsal yang tinggi dan menyempit, sedangkan pada bagian paling luarnya sedikit melebar dan agak mendatar, tidak memiliki garis lateral dan bagian stria terlihat jelas. M. javanica dicirikan oleh dua garis lateral yang sangat jelas memisahkan lengkung dorsal dari lengkung ventral (Eisenback et al. 1981). Identifikasi molekuler menggunakan primer spesifik diketahui M. incognita dan M. javanica asal Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat memiliki kemiripan yang tinggi dengan M. incognita dan M. javanica (homologi 95%) asal India, Malino (Indonesia), Cina dan Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa M. incognita dan M. javanica asal Papua Barat memiliki kekerabatan yang dekat dengan M. incognita dan M. javanica asal India, Malino, Cina dan Malaysia.

Meloidogyne spp. telah dilaporkan di Indonesia menginfeksi berbagai tanaman sayuran, pangan dan perkebunan. M. incognita dilaporkan menginfeksi tanaman tomat, nilam (Mustika et al. 1991), wortel di Cipanas (Kurniawan 2010) dan kentang hitam (Dewi dan Aprianti 2013). Taher et al. (2012) melaporkan 4 speseis Meloidogyne yaitu M. incognita, M. javanica, M. arenaria dan M. hapla menginfeksi tanaman wortel di Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo Provinsi Jawa Tengah. M. incognita, M. javanica, M. arenaria dan M. hapla juga dilaporkan menginfeksi tanaman wortel di Jawa Timur dan Jawa Barat dengan tambahan M. falax ditemukan di Jawa Barat (Supramana dan Suastika 2012). Berdasarkan beberapa laporan tersebut diketahui bahwa Meloidogyne spp. telah menyebar hampir diseluruh Indonesia. Mirsam et al. (2015) melaporkan M. incognita yang memiliki kekerabatan yang dekat dengan M. incognita asal Malaysia dan Cina ditemukan telah menginfeksi pertanaman wortel di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Meloidogyne spp. belum pernah dilaporkan di Papua Barat. Laporan M. incognita dan M. javanica pada ubi jalar ini merupakan laporan pertama. Penyebaran Meloidogyne spp pada tanaman diduga terbawa pada bahan perbanyakan tanaman yang menggunakan bagian tanaman seperti ubi.

M. incognita, dan M. javanica pada tanaman ubi jalar di Kabupaten Sorong di duga berasal dari ubi terinfeksi. Berdasarkan hasil pengumpulan data informasi di lapangan, bibit ubi jalar yang digunakan oleh petani di Kabupaten Sorong dibawa oleh salah satu petani tanpa melalui prosedur pemeriksaan karantina tumbuhan. Penyebaran nematoda puru akar dapat terjadi secara aktif dan pasif. Penyebaran pasif yaitu inokulum menyebar melalui perantara alat pertanian,

bagian tanaman yang mengandung nematoda dan bibit dari daerah terinfeksi. Penyebaran secara pasif Meloidogyne spp. yang terbawa melalui ubi terinfeksi tersebut menjadi sumber inokulum di Kabupaten Sorong. Petani dan petugas yang belum mengenali gejala Meloidogyne spp. berperan dalam penyebarannya melalui perbanyakan dan pembagian bibit ubi jalar terinfeksi. Hasil pengamatan menunjukkan, kejadian penyakit pada ubi jalar yang disebabkan oleh Meloidogyne spp. di Kabupaten Sorong mencapai 88.77%. Hal ini menunjukkan sebagian besar pertanaman ubi jalar di Distrik Salawati Kabupaten Sorong telah terinfeksi nematoda puru akar.

Pengendalian nematoda pada ubi jalar yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Sorong umumnya adalah menggunakan pestisida sintetik. Aplikasi pestisida sintetik dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan residu pada produk hasil pertanian. Akhir-akhir ini berkembang berbagai metode pengendalian nematoda parasit tanaman yang lebih ramah lingkungan. Pengendalian tersebut antara lain menggunakan pestisida nabati, cendawan parasit nematoda, mikoriza dan bakteri probiotik tanaman. Pengendalian nematoda menggunakan bakteri probiotik tanaman merupakan salah satu alternatif pengendalian biologi yang ramah lingkungan. Bakteri probiotik memacu pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan tanaman melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Mekanisme langsung antara lain fiksasi nitrogen, pelarut fosfat, pelarutan nitrogen organik, pelarut besi, meningkatkan ketersediaan air, dan sistesis hormon pengatur pertumbuhan tanaman (Picard dan Bosco 2008). Secara tidak langsung bakteri probiotik tanaman meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan aksi antagonis bakteri terhadap patogen, hama dan gulma (Lugtenberg et al. 2002). Bakteri yang dikelompokkan dalam bakteri probiotik tanaman haruslah bakteri yang berperan penting bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman, tetapi ketika bakteri tersebut mengoloni jaringan tanaman sebagai bakteri endofit tidak berbahaya bagi kesehatan tanaman dan manusia (Flores-Felix et al. 2015). Bakteri probiotik tanaman dapat berasal dari bakteri yang mengoloni permukaan akar (rizosfer) (Barufa et al. 2008) maupun bakteri yang mengoloni jaringan akar (endofit) (Flores-Felix et al. 2015). Berdasarkan definisi tersebut, bakteri endofit dan rizosfer tanaman ubi jalar yang memiliki kemampuan menambat nitrogen, pelarut fosfat, menghasilkan hormon pertumbuhan IAA dan metabolit sekunder serta tidak bersifat patogen dapat dikelompokkan sebagai bakteri probiotik tanaman.

Pemanfaatan bakteri endofit sebagai agens biokontrol nematoda parasit telah banyak dilaporkan dan menunjukkan potensi yang menggembirakan untuk dapat dikembangkan. Selain bakteri endofit, bakteri rizosfer juga dilaporkan efektif mengurangi populasi nematoda dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil isolasi bakteri endofit dan rizosfer tanaman ubi jalar diperoleh 123 isolat rizosfer asal Kabupaten Sorong dan Manokwari, 46 isolat endofit asal Kabupaten Sorong dan 35 isolat endofit asal Kabupaten Manokwari. Keragaman bakteri endofit dan rizosfer dari Kabupaten Sorong lebih tinggi dibandingkan dari Kabupaten Manokwari. Keragaman dan kepadatan bakteri endofit dan rizosfer dipengaruhi beberapa faktor diantaranya geografis, spesies tanaman dan teknik budidaya seperti pemberian pupuk (Seghers et al. 2004). Seleksi bakteri berdasarkan potensi patogenisitasnya terhadap tumbuhan dan mamalia diperoleh 46 isolat non patogenik. Seleksi sifat antagonis kultur filtrat bakteri terhadap

juvenil Meloidogyne spp. menunjukkan 25 isolat bakteri efektif menyebabkan mortalitas berkisar antara 81.25 sampai 100%. Kultur filtrat bakteri yang menyebabkan mortalitas terhadap juvenil Meloidogyne spp. diketahui menghasilkan enzim protease dan lipase serta 3 isolat menghasilkan enzim kitinase. Bakteri endofit dan rizosfer menghasilkan berbagai metabolit nematisidal antara lain enzim protese, kitinase dan lipase. Enzim protease dan kitinase merupakan faktor virulensi bakteri terhadap nematoda. Enzim litik yang dihasilkan oleh bakteri mampu menurunkan tingkat pertahanan nematoda dengan cara mendegradasi kutikula yang merupakan komponen penyusun kulit terluar juvenil.

Kutikula nematoda terdiri atas protein dan kitin, terutama bagian luar yang ditutupi oleh protein membran, yang merupakan penghalang efektif untuk melindungi nematoda dari kerusakan. Enzim protease, lipase dan kitinase yang dihasilkan oleh bakteri probiotik ubi jalar secara bersama-sama mampu mendegradasi kutikula juvenil sehingga menyebabkan kematian juvenil. Selain itu, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri endofit dan rizosfer menghasilkan senyawa volatil yang dapat menyababkan kematian nematoda. Gu et al.(2007) melaporkan bahwa bakteri rizosfer B. subtilis dan B. simplex dapat menghasilkan senyawa volatil yang dapat menyebabkan kematian B. xylophilus hingga 100%. Beberapa bakteri probiotik ubi jalar yaitu P. putida RS3(14), E. cloaceae EBS(5), M. testaceum EBS(8), A. larrymoorei EBS(9), A. larrymoorei EBS(11), dan A. tumefaciens EBM(1) tidak menghasilkan enzim protease dan kitinase tetapi menyebabkan mortalitas yang tinggi. Hal ini diduga bakteri tersebut menghasilkan metabolit sekunder lain seperti senyawa volatil yang tidak dilakukan pengujian pada penelitian ini.

Identifikasi molekuler terhadap sampel DNA 25 isolat bakteri potensial menggunakan teknik PCR menunjukkan 2 isolat terdeteksi sebagai B. subtilis, 4 isolat Enterobacter sp, 2 isolat E. ludwigii, 2 E.cloaceae, 2 isolat P. putida, 2 A. larrymorei dan masing-masing 1 isolat terindentifikasi sebagai P. plecoglossicida, P. monteilii, B. cepacia, M. testaceum, Curtobacterium sp., A. tumefaciens, B. aryabhattai, Acinetobacter sp., dan B. barbaricus.

Bakteri endofit dan rizosfer menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berperan penting dalam melindungi tanaman inangnya dari mikroorganisme patogen. Senyawa metabolit sekunder adalah senyawa kimia yang memiliki kemampuan bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung organisme inang dari gangguan patogen atau lingkungan habitat organisme tersebut. Berdasarkan hasil karakterisasi fisiologi, 25 isolat bakteri probiotik ubi jalar asal Papua Barat menghasilkan enzim katalase, memiliki kemampuan menambat nitrogen, menghasilkan hormon pertumbuhan IAA (indole-3- acetic acid) dan 17 isolat melarutkan fosfat pada media Pikovskaya. Berdasarkan karakter-karakter tersebut menunjukkan bakteri probiotik ubi jalar memiliki potensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Bakteri probiotik memacu pertumbuhan tanaman melalui 2 cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung bakteri membantu penyerapan nutrisi seperti fiksasi nitrogen, pelarutan fosfat, mencegah infeksi patogen melalui pembentukan agens anti fungi dan antibakteri sehingga dapat bersaing dengan patogen untuk mendapatkan nutrisi dan membentuk resistensi tanaman. Secara tidak langsung, memproduksi fitohormon seperti auksin, sitokinin, atau memperoduksi enzim 1-amonicyclopropane-1-carboxylate

(ACC) deaminase yang menurunkan level etilen tanaman (Long et al. 2008). Hasil penelitian Khan dan Doty (2009) menunjukkan bahwa bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman ubi jalar memiliki kemampuan memfiksasi nitrogen, menghasilkan hormon pertumbuhan IAA dan meningkatkan ketahanan tanaman ketika kondisi lingkungan kurang menguntungkan. Hasil yang sama ditunjukkan pada pengujian bakteri probiotik ubi jalar asal Papua Barat. Bakteri yang diuji menunjukkan kemampuan menghasilkan hormon pertumbuhan IAA dan dapat menfiksasi nitrogen. Peranan hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh bakteri dalam pengendalian nematoda adalah memacu pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan tanaman. Tanaman dengan pertumbuhan yang optimal akan lebih tahan terhadap patogen. Hal ini diungkapkan oleh Hallmann dan Sikora (2007) bahwa mekanisme bakteri endofit dalam mengendalikan nematoda adalah melalui peningkatan ketahanan tanaman.

Nitrogen merupakan unsur penting yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Nitrogen dalam bentuk gas dinitrogen (N2) sangat berlimpah di atmosfer, namun tidak dapat langsung digunakan untuk proses metabolisme oleh tanaman tingkat tinggi. Bentuk nitrogen yang dapat digunakan oleh tanaman adalah nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+) (Tisdale et al. 1985). Bentuk nitrogen tersebut sebagian besar berasal dari pupuk dan penambatan nitrogen oleh mikroba tanah. Bakteri penambat nitrogen adalah salah satu mikroorganisme yang berperan dalam penyediaan nitrogen bagi tanaman karena bakteri ini memiliki kemampuan mengikat nitrogen dari udara dan mengubahnya menjadi amonium dengan katalis enzim nitrogenase (Saika dan Jain 2007). Bakteri endofit dan rizosfer ubi jalar terbukti memiliki kemampuan menambat nitrogen secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil pengujian dengan metode ARA menunjukkan isolat bakteri A. larrymoorei EBS(9) memiliki kemampuan menambat nitrogen tertinggi yaitu 34.16 ppm dan isolat P. putida RS3(9) paling rendah yaitu 3.33 ppm. Fiksasi nitrogen oleh bakteri sangat penting untuk lingkungan dan pertanian berkelanjutan. Sebagian besar tanaman mengasimilasi nitrogen hanya dari tanah melalui penambahan pupuk. Asosiasi bakteri penambat nitrogen dengan tanaman inang akan membantu penyediaan nitrogen bagi tanaman. Bakteri endofit dan rizosfer ubi jalar yang memiliki kemampuan menambat nitrogen berperan penting dalam penyediaan nitrogen bagi tanaman. Hal ini dikemukakan oleh Khan dan Doty (2009) bahwa inokulasi bakteri endofit ubi jalar yang memiliki aktivitas menambat nitrogen menghasilkan pertumbuhan ubi jalar yang lebih baik dibandingkan tanpa inokulasi bakteri. Kemampuan tanaman ubi jalar beradaptasi dan tumbuh dengan baik pada tanah marginal diduga berkaitan dengan asosiasi mikroorganisme endofit dan rizosfer yang memiliki kemampuan menambat nitrogen, menghasilkan hormon pertumbuhan dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen.

Selain nitrogen, tanaman memerlukan unsur hara lain seperti fosfat. Hasil penelitian menunjukkan bakteri endofit dan rizosfer ubi jalar sebagian besar memiliki kemampuan sebagai pelarut fosfat. Sebanyak 19 isolat bakteri probiotik ubi jalar asal Papua Barat diketahui dapat melarutkan fosfat pada pengujian in vitro. Bakteri pelarut fosfat berperan penting dalam melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah menjadi bentuk yang tersedia dan dapat diserap tanaman. Pelarutan fosfat secara biologis oleh mikroorganisme menghasilkan enzim antara lain fosfatase (Lynch 1983) dan enzim fitase (Alexander 1977). Fosfatase

diekskresikan oleh akar tanaman dan mikroorganisme, dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Joner et al.

Dokumen terkait