• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bagian sebelumnya telah diketahui bahwa umur anak, berat lahir anak, berat anak, densitas asupan protein anak, tinggi ibu, dan status ekonomi rumah tangga merupakan faktor risiko stunting anak 0-23 bulan. Selain itu diketahui pula bahwa ada perbedaan jumlah jenis konsumsi pangan anak stunting

dan tidak stunting 12-23 bulan. Terkait dengan asupan energi dan zat gizi pada anak 0-23 bulan, tidak ada perbedaan asupan energi dan protein anak stunting dan tidak stunting, namun ada perbedaan asupan zat gizi mikro (kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C). Pada anak 0-5 bulan, tidak ada perbedaan asupan energi dan zat gizi anak stunting dan anak tidak stunting. Namun pada anak 6-11 bulan, ada perbedaan densitas asupan protein anak

stunting dan anak tidak stunting. Pada anak 12-23 bulan, tidak hanya densitas asupan protein yang berbeda antara anak stunting dan anak tidak stunting, tetapi asupan energi, kalsium, fosfor, vitamin A, dan vitamin C juga berbeda.

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa densitas asupan protein merupakan faktor risiko anak 0-23 bulan stunting di bidang gizi. Selain itu diketahui pula bahwa densitas asupan protein merupakan pembeda awal asupan energi dan zat gizi anak stunting dan anak tidak stunting 0-23 bulan.

Densitas asupan protein

Rata-rata densitas asupan protein anak 0-23 bulan yaitu 30.0 g per 1 000 kkal. Adapun densitas asupan protein anak 0-5, 6-11, dan 12-23 bulan berturut- turut yaitu 18.4, 24.4, 28.6 g per 1 000 kkal. Rata-rata densitas asupan protein anak 0-5 bulan tergolong rendah (20 g per 1 000 kkal), sedangkan rata-rata densitas asupan protein anak 6-11 dan 12-23 bulan tergolong cukup (Tabel 2).

Tabel 1 Densitas asupan protein anak 0-23 bulan

Umur (bulan) Asupan protein (g) Asupan energi (kkal) Densitas protein (g

per 1 000 kkal)

0-5 7.1 386.6 18.4

6-11 11.8 483.1 24.4

12-23 21.6 755.8 28.6

Total 19.4 667.2 30.0

Standar densitas asupan protein dalam penelitian ini diadaptasi dari tiga standar yaitu berdasarkan WHO (1998), FAO (Drewnowski 2005), dan angka kecukupan gizi -AKG- (WNPG 2004). Hal tersebut karena Indonesia belum memiliki standar densitas asupan protein.

Standar densitas asupan protein menurut WHO (1988) yaitu 20-25 g per 1 000 kkal. Adapun standar densitas asupan protein menurut FAO yaitu 40-50 g per 2 000 kkal (Drewnowski 2005). Karena Indonesia belum memiliki standar densitas asupan protein, maka didekati berdasarkan AKG (WNPG 2004). Densitas asupan protein anak berdasarkan AKG dihitung menurut kelompok umur, yakni 0-6 bulan, 7-12 bulan, dan 1-3 tahun dengan nilai berturut-turut 18.2, 24.6, dan 25.0 g per 1 000 kkal (Tabel 1). Berdasarkan uraian tesebut, pengkategorian densitas asupan protein anak 0-23 bulan dalam penelitian ini yakni dikategorikan cukup apabila bernilai 20-40 g per 1 000 kkal, dikategorikan rendah apabila kurang dari 20 g per 1 000 kkal, dan dikategorikan tinggi apabila lebih dari 40 g per 1 000 kkal.

Tabel 2 Densitas protein anak 0-23 bulan berdasarkan AKG (2004)

Umur Asupan protein (g) Asupan energi (kkal) Densitas protein (g

per 1 000 kkal)

0-6 bulan 10 550 18.2

7-12 bulan 16 650 24.6

1-3 tahun 25 1 000 25.0

Sebanyak 33.9% anak 0-23 bulan densitas asupan proteinnya tergolong rendah. Di sisi lain, sebanyak 19.5% dari mereka densitas proteinnya tergolong tinggi (Tabel 3).

Tabel 3 Sebaran anak berdasarkan densitas asupan protein anak 0-23 bulan

Sebanyak 38.3% anak 0-23 bulan yang densitas asupan protein tegolong rendah mengalami stunting, dan sebanyak 38.0% anak 0-23 bulan yang densitas asupan protein tegolong cukup juga mengalami stunting (Tabel 4). Seiring dengan hal tersebut diketahui bahwa risiko stunting anak 0-23 bulan yang densitas asupan proteinnya kurang dari 20 g per 1 000 kkal 1.32 kali lebih besar dibanding dengan anak yang densitas asupan proteinnya lebih dari 40 g per 1 000 kkal. Dengan demikian, nilai batas (cut off) densitas asupan protein sebagai faktor risiko stunting anak 0-23 bulan yaitu 40 g per 1 000 kkal.

Peubah Stunting Tidak Stunting Total

Densitas asupan protein (n, %)

< 20 g per 1 000 kkal 402 (34.8) 647 (33.4) 1049 (33.9)

20 – 40 g per 1 000 kkal 548 (47.4) 896 (46.2) 1444 (46.7)

> 40 g per 1 000 kkal 206 (17.8) 396 (20.4) 602 (19.5)

Tabel 4 Sebaran anak berdasarkan densitas asupan protein dan status stunting anak 0-23 bulan

Standar densitas asupan protein 40 g berdasarkan modifikasi perbandingan densitas zat-zat gizi penting bagi kesehatan masyarakat menurut Food and Agriculture Organization (FAO) of United Nations (Drewnowski 2005). Standar dasar densitas asupan protein dalam penelitian ini adalah per 1 000 kkal, namun menurut standar FAO tersebut di atas adalah per 2 000 kkal. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Drewnowski (2005) bahwa perbandingan resmi antara komposisi gizi makanan dan nilai referensi harian bermakna hanya jika dibuat pada standar dasar per kalori –biasanya per 1 000 atau 2 000 kkal; dan mengingat angka kecukupan gizi berdasarkan WNPG

WHO (1998) menerangkan bahwa nilai acuan densitas protein yang relevan untuk mengembangkan dan mengevaluasi pedoman diet adalah 20-25 g per 1 000 kkal dengan asumsi 8-10% dari total energi dengan kualitas protein tinggi, dan 25-30 g dengan asumsi 10-12% dari total energi dengan asupan protein hewani rendah. Dalam keadaaan campuran diet tidak mengandung kacang- kacangan dan/atau protein hewani yang cukup, koreksi untuk skor asam amino perlu dilakukan. Koreksi untuk skor asam amino ditekankan karena sumber protein nabati tunggal dapat membatasi satu atau lebih asam amino (lysin untuk sebagian besar biji-bijian, metionin untuk sebagian besar kacang-kacangan). Apabila sanitasi lingkungan tidak memadai dan diare sering terjadi, direkomendasikan meningkatan asupan protein 10%. Anak-anak yang pulih dari infeksi akut atau malnutrisi, asupan protein harus ditingkatkan untuk memenuhi permintaan yang disebabkan sintesis jaringan yang cepat. Tergantung pada tingkat defisit, kebutuhan protein mungkin 2-3 jumlah normal. Bahkan untuk anak-anak, protein yang dibutuhkan selama masa pemulihan meningkat 20-40%. Rekomendasi Amerika terbaru untuk membatasi asupan total protein yaitu dua kali angka kecukupan gizi (AKG). Sebaliknya, densitas asupan protein yang

(2004) untuk kelompok umur 0-6, 7-12, dan 13-23 bulan burturut-turut adalah 550, 650, dan 1 000 kkal.

Peubah Stunting Tidak Stunting Total

Densitas asupan protein (n, %)

< 20 g per 1 000 kkal 402 (38.3) 647 (61.7) 1 049 (100.0)

20 – 40 g per 1 000 kkal 548 (38.0) 896 (62.0) 1 444 (100.0)

> 40 g per 1 000 kkal 206 (34.2) 396 (65.8) 602 (100.0)

dianjurkan telah diturunkan sebagai rasio protein-energi untuk menyajikan kualitas protein dari diet campuran. Untuk protein berkualitas tinggi, kebutuhan dapat dipenuhi dengan memberikan 8-10% dari total energi sebagai protein. Untuk diet yang sebagian besar campuran sayuran di negara berkembang, disarankan 10-12%, karena kebutuhan protein harus diperbaiki untuk daya cerna yang lebih rendah dan peningkatan insiden penyakit diare.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata asupan protein anak 0-23 bulan memenuhi standar WHO (1998) yaitu sebanyak 30.0 g per hari. Nilai rata- rata densitas asupan protein terkecil yaitu 1.3 g per 1 000 kkal dan yang terbesar yaitu 95.9 g per 1 000 kkal (Tabel 5).

Tabel 5 Densitas asupan protein berdasarkan status stunting anak 0-23 bulan

Densitas asupan protein* Stunting Tidak Stunting Total

Rata-rata 29.6 30.2 30.0 Standar deviasi 19.3 19.3 19.3 Maksimum 88.6 95.9 95.9 Minimum 2.0 1.3 1.3 Keterangan; * Peubah g per 1 000 kkal

Persen energi dari pangan hewani terhadap total energi anak yaitu 44.6%, dan persen protein hewani terhadap total protein anak 0-23 bulan yaitu sebanyak 60.3% (Tabel 6). Persen protein hewani terhadap total protein anak 0-23 bulan berkorelasi kuat dengan densitas protein (r=0.685; p<0.01). Hal ini memperkuat laporan WHO (1998) yaitu asupan protein, terutama protein hewani telah dikaitkan dengan prevalensi stunting yang lebih rendah di negara-negara maju.

Tabel 6 Asupan protein dan energi pangan hewani anak 0-23 bulan

Stunting Tidak Stunting Total

Persen gram pangan hewani terhadap total pangan anak, %

37.4 ± 32.1 39.3 ± 32.8 38.6 ± 32.6

Persen protein hewani terhadap total protein anak, %

58.2 ± 34.1 61.5 ± 33.3 60.3 ± 33.6

Persen energi dari pangan hewani terhadap total energi anak, %

42.6 ± 33.0 45.9 ± 32.2 44.6 ± 32.7

Densitas asupan protein anak 0-23 bulan di Indonesia tidak berbeda dengan anak-anak di Amerika, Peru, dan Meksiko (Tabel 7). Namun demikian, rata-rata densitas asupan protein yang diinginkan berbeda yaitu rata-rata yang diinginkan Amerika, Peru, dan Meksiko lebih tinggi dibanding di Indonesia masing-masing yaitu 70 dan 40 g per 1 000 kkal.

Tabel 7 Densitas asupan protein dari diet anak baduta di Amerika, Peru, Meksiko dan Indonesia

Negara Kelompok umur Rata-rata yang diinginkan Rata- rata

Median Minimal Maksimal

Amerika§ 6-8 0.7 2.6 2.3 0.9 6.4 Peru§ 6-8 0.7 3.2 2.7 0.0 14.6 Amerika§ 9-11 0.7 3.3 3.1 0.4 6.8 Peru§ 9-11 0.7 3.0 2.7 0.0 7.7 Meksiko§ 18-24 0.7 3.0 2.9 2.3 4.0 Indonesia 0-23 0.4* 3.0 2.6 0.1 9.6

Keterangan: umur (bulan); densitas asupan protein (g per 100 kkal); *

nilai minimal Drewnowski (2005); §

WHO (1998)

Prevalensi stunting di Indonesia maupun di Amerika Tengah masih termasuk ke dalam masalah kesehatan masyarakat. Prevalensi stunting anak balita di Indonesia dan Amerika Tengah berturut-turut 35.6% (Kemenkes 2010) dan 24.0% (WHO 2001). WHO (2006) melaporkan bahwa prevalensi anak balita

stunting lebih dari 20% dianggap tinggi dan merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat.

Memperhatikan densitas asupan protein anak 0-23 bulan dan prevalensi anak balita stunting di Indonesia terlihat bahwa rata-rata densitas asupan protein anak 0-23 bulan di Indonesia perlu ditingkatkan menjadi rata-rata yang diinginkan negara-negara maju yaitu dari 40 g mejadi 70 g per 1 000 kkal.

Selain densitas asupan protein, tingginya prevalensi stunting anak 0-23 bulan di Indonesia diduga disebabkan oleh faktor-faktor determinan stunting yang lain yaitu infeksi/penyakit. Oleh karena itu, diharapkan pada Riskesdas 2013, kejadian infeksi/sakit perlu dikumpulkan datanya.

Sebanyak 83.7% densitas asupan protein anak 0-5 bulan dapat depenuhi dari ASI. Rata-rata konsumsi ASI anak 0-5 bulan yaitu 591.6 g per hari. Diketahui bahwa kandungan protein dalam 100 g ASI yaitu 1.02 g (WHO 1998). Dengan demikian, rata-rata asupan protein anak 0-5 bulan per hari yaitu 603.43 g atau sebanyak 6.03 g per hari (Tabel 8).

Tabel 8 Jumlah asupan protein ASI harian anak 0-23 bulan

Umur (bulan) Jumlah konsumsi ASI

(g)

Kandungan protein per per 100 g ASI

Jumlah asupan protein ASI per hari

(g/100 g ASI)

0-5 591.6 1.02 603.43

6-11 498.4 1.02 508.37

Pada anak 6-11 bulan, densitas asupan protein merupakan faktor risiko di bidang gizi terhadap kejadian stunting, sedangkan pada anak 0-5 dan 12-23 bulan densitas asupan protein tidak menjadi faktor risiko terhadap kejadian stunting. Namun pada anak 0-23 bulan, densitas asupan protein merupakan faktor risiko terhadap kejadian stunting dan besarnya risiko tersebut pada anak 0-23 bulan lebih kecil dibanding anak 6-11 bulan. Risiko stunting anak 0-23 bulan yang densitas asupan protein kurang dari 20 g per 1 000 kkal yaitu 1.32 kali lebih tinggi dibanding anak yang densitas asupan proteinnya lebih dari 40 g per 1 000 kkal. Adapun risiko stunting anak 6-11 bulan yang densitas asupan protein kurang dari 20 g per 1 000 kkal dan 20-40 g per 1 000 kkal berturut-turut yaitu 1.96 dan 1.83 kali lebih tinggi dibanding anak yang densitas asupan proteinnya lebih dari 40 g per 1 000 kkal (Tabel 9).

Tabel 9 Risiko stunting berdasarkan densitas asupan protein anak 0-23 bulan

Umur (bulan) Densitas asupan protein§ OR CI 95% ρ

0-5 < 20 g per 1 000 kkal 1.66 0.30-9.22 0.565 6-11 < 20 g per 1 000 kkal 1.96 1.19-3.24 ** 0.008 6-11 20-40 g per 1 000 kkal 1.83 1.10-3.03* 0.019 12-23 < 20 g per 1 000 kkal 1.10 0.88-1.37 0.417 0-23 < 20 g per 1 000 kkal 1.22 1.00-1.49* 0.048 Keterangan: §

Berdasarkan uraian di atas, anak 6-11 bulan merupakan kelompok yang perlu mendapat perhatian karena pada kelompok umur tersebut anak baru mulai belajar mengkonsumsi makan pendamping ASI (MP-ASI). Diharapkan dengan

terhadap > 40 g per 1 000 kkal

Densitas asupan protein pada anak 12-23 bulan tidak merupakan faktor risiko stunting. Hal ini diduga antara lain disebabkan oleh anak pada kelompok umur tersebut sudah mengkonsumsi makanan keluarga, sedangkan pada kelompok umur 6-11 bulan mereka mengkonsumsi makanan yang berbeda dengan makanan keluarga.

Pada anak 6-11 bulan, densitas asupan protein merupakan pembeda asupan energi dan zat gizi anak stunting dan tidak stunting 0-23 bulan yang paling awal dapat diketahui. Pada anak 0-5 bulan, tidak ada perberbedaan asupan energi dan zat gizi; sedangkan pada anak 12-23 bulan, tidak hanya asupan protein yang berbeda, namun asupan energi, kalsium, fosfor, vitamin A dan vitamin C juga berbeda.

memperhatikan kualitas MP-ASI agar memenuhi gizi seimbang dari awal pengenalan MP-ASI tersebut anak akan menjadi terhindar stunting.

Konsumsi pangan anak dan status ekonomi rumah tangga

Stunting anak 0-23 bulan terkait dengan konsumsi pangan anak dan status ekonomi rumah tangga. Risiko stunting

Stunting sudah dimulai sejak bayi baru lahir. Prevalensi stunting pada anak 0-5 bulan sebanyak 24.5%. Hal tersebut bermakna bahwa pencegahan

stunting perlu dilakukan sejak ibu hamil.

anak 0-23 bulan yang densitas asupan protein dan status ekonomi keluarga rendah (kuintil 1 & 2) meningkatkan risiko

stunting.

Pada usia 6 bulan, anak sudah mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI. Pada umur 6 bulan ini, anak mengalami masa transisi yaitu mulai diperkenalkan pada berbagai jenis pangan. Sedangkan pada anak 12 bulan sudah mulai diperkenalkan dengan makan orang dewasa. Risiko terjadinya

stunting pada anak 6-11 bulan yang densitas asupan proteinnya rendah (< 20 g per 1 000 kkal) sampai 3.24 kali lebih tinggi dibanding anak yang densitas asupan proteinnya tinggi (> 40 g per 1 000 kkal). Pada anak 12-23 bulan selain protein, energi, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin C, mutu gizi makanan, dan bahkan jenis konsumsi pangan juga berbeda antara anak stunting dan tidak stunting. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa protein merupakan zat gizi yang perlu diperhatikan pada menu MP-ASI anak 6-11 bulan; semakin bertambah umur anak maka tidak hanya protein yang menjadi perhatian tapi juga memperhatikan zat gizi lainnya sehingga MP-ASI yang dikonsumsi anak merupakan makanan yang memenuhi kaidah gizi seimbang. Namun, jika energi dan zat gizi tidak terpenuhi dari MP-ASI, fortifikasi atau suplementasi perlu dilakukan.

Prevalensi stunting anak 0-23 bulan meningkat seiring dengan menurunnya status ekonomi rumah tangga. Prevalensi stunting anak 0-23 bulan yang berstatus ekonomi menengah atas (kuintil 3, 4 & 5) sebanyak 33.6%, sedangkan prevalensi stunting anak yang berstatus ekonomi bawah (kuintil 1 & 2) sebanyak 41.3%. Prevalensi tersebut relatif sama dengan yang dilaporkan Bappenas (2012) yakni prevalensi anak balita (0-59 bulan) stunting menurut

tingkat pengeluaran orang tua kuintil 5 s/d 1 berturut-turut sebanyak 28.5, 35.2, 38.7; 43.4, dan 47.6%. Hal tersebut dapat bermakna bahwa upaya-upaya untuk menurunkan prevalensi stunting antara lain dapat dilakukan dengan meningkatkan status ekonomi rumah tangga.

Prevalensi stunting anak yang berstatus ekonomi bawah (kuintil 1 & 2) sebanyak 41.3%. Di sisi lain, Bappenas (2012) melaporkan bahwa rata-rata tingkat pengeluaran per kapita per bulan kuintil 1 s/d 5 berturut-turut yaitu Rp 188 473, 321 409, 406 838, 686 693, dan 1 540 975. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa anak 0-23 bulan yang tinggal di rumah tangga dengan pengeluaran per kapita per bulan kurang dari Rp 321 409 (kuintil 2) berisiko mengalami stunting (OR: 1.26; CI 95%: 1.08-1.47; ρ=0.003).

Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan sebesar 30$ US (± Rp 300 000) per kapita per bulan. Adapun batas garis kemiskinan kota dan desa di Jawa Barat yaitu pendapatan perkapita per bulan sebesar Rp 201 138 (BPS 2010) dan garis kemiskinan untuk Kabupaten Bogor Rp 183 067 (BPS 2006). Diketaui pula bahwa rata-rata pendapatan per kapita per bulan di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Rp 370 102; namun kebutuhan hidup minimum untuk individu di Jawa Barat sebesar Rp 383 370 (Nurlinda 2010). Terlihat bahwa, batas garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia lebih mendekati batas minimal pengeluaran rumah tangga dalam hubungannya dengan menentukan rumah tangga anak 0-23 bulan yang berisiko mengalami stunting.

Nurlinda (2010) menjelaskan bahwa kebutuhan pangan layak minimum terkecil untuk golongan umur 7-11 bulan yakni Rp 78 235 per bulan; adapaun untuk golongan pria umur 30-49 tahun memiliki kebutuhan pangan layak minimum yaitu Rp 340 102 per bulan. Memperhatikan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian menu makanan dengan mempertimbangkan kebutuhan pangan layak minimum terkecil untuk anak 6-23 bulan yang memenuhi syarat gizi seimbang dalam upaya mencegah stunting. Selain itu perlu dilakukan penelitian efikasi intervensi gizi untuk pencegahan dan meminimalkan risiko stunting baik sejak masa kehamilan maupun pada masa masa bayi dan anak.

Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak 0-23 bulan pada semua status ekonomi rumah tangga tergolong cukup, kecuali zat besi dan vitamin

C. Namun, rata-rata mutu gizi konsumsi pangan dan densitas asupan zat gizi anak 0-23 bulan pada semua kelompok status ekonomi rumah tangga semuanya tergolong rendah, kecuali densitas asupan vitamin B1 (Tabel 10 & Tabel 11). Oleh karena itu, perlu dilakukan fortifikasi zat gizi pada anak 0-23 bulan untuk semua kelompok status ekonomi rumah tangga.

Tabel 10 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi menurut status ekonomi rumah tangga anak 0-23 bulan

Status ekonomi Anak stunting Tidak stunting Total

Tingkat kecukupan energi,% (cukup jika ≥ 70% angka kecukupan gizi -AKG)

Kuintil 1 74.6±39.0 77.3±37.4 76.1±38.1

Kuintil 2 80.5±37.0 80.3±38.4 80.4±37.8

Kuintil 3 80.2±35.3 80.1±35.9 80.2±35.7

Kuintil 4 83.3±37.8 83.9±36.8 83.7±37.1

Kuintil 5 84.3±37.9 87.8±38.4 86.7±38.2

Tingkat kecukupan protein, % (cukup jika ≥ 80% AKG)

Kuintil 1 106.5±73.4 111.1±76.0 109.1±74.8

Kuintil 2 127.4±83.3 127.0±84.1 127.1±83.7

Kuintil 3 143.2±86.0 142.5±87.4 142.7±86.9

Kuintil 4 155.3±94.7 149.6±89.6 151.5±91.3

Kuintil 5 161.9±90.1 167.9±89.0 166.0±89.3

Tingkat kecukupan kalsium, % (cukup jika ≥ 50% AKG)

Kuintil 1 43.3±46.7 46.8±50.6 45.3±48.9

Kuintil 2 50.9±49.6 62.7±58.4 58.1±55.4

Kuintil 3 68.7±61.2 70.8±61.8 70.1±61.6

Kuintil 4 78.4±64.8 82.0±65.2 80.8±65.0

Kuintil 5 93.4±66.1 97.4±68.8 96.1±67.9

Tingkat kecukupan fosfor, % (cukup jika ≥ 50% AKG)

Kuintil 1 63.2±57.3 65.1±52.2 64.2±54.4

Kuintil 2 74.2±55.2 87.5±65.9 82.4±62.3

Kuintil 3 93.3±66.0 96.4±69.2 95.3±68.1

Kuintil 4 103.2±71.1 109.0±69.2 107.0±69.9

Kuintil 5 125.4±74.4 129.1±69.8 127.9±71.3

Tingkat kecukupan zat besi, % (cukup jika ≥ 50% AKG)

Kuintil 1 35.5±31.6 36.0±30.2 35.8±30.8

Kuintil 2 39.1±31.2 38.4±32.1 38.7±31.7

Kuintil 3 37.5±30.0 37.5±32.3 37.5±31.5

Kuintil 4 36.9±29.5 35.5±28.8 36.0±29.0

Kuintil 5 37.1±29.2 36.0±27.0 36.3±27.7

Tingkat kecukupan vitamin A, % (cukup jika ≥ 50% AKG)

Kuintil 1 64.6±63.7 74.0±68.0 69.9±66.3

Kuintil 2 75.4±60.7 78.9±66.2 77.5±64.1

Kuintil 3 88.3±69.7 88.8±66.9 88.6±67.8

Kuintil 4 93.4±66.9 91.1±64.8 91.9±65.4

Kuintil 5 95.7±57.4 102.1±65.5 100.0±63.0

Tingkat kecukupan vitamin B1, % (cukup jika ≥ 50% AKG)

Kuintil 1 172.2±157.0 180.8±167.5 177.1±162.9

Kuintil 2 188.0±161.5 212.1±170.8 202.8±167.6

Kuintil 3 186.1±160.4 196.2±159.2 192.8±159.5

Kuintil 4 192.2±159.2 194.2±157.0 193.5±157.6

Kuintil 5 194.3±139.1 208.5±151.2 203.9±147.3

Tingkat kecukupan vitamin C, % (cukup jika ≥ 50% AKG)

Kuintil 1 23.9±26.4 28.9±29.2 26.7±28.1

Kuintil 2 26.3±26.3 25.8±26.0 26.0±26.1

Kuintil 3 27.5±26.8 28.6±27.2 28.2±27.0

Kuintil 4 26.1±24.9 27.2±25.9 26.8±25.6

Kuintil 5 26.8±25.1 27.6±24.9 27.4±24.9

Mutu gizi konsumsi pangan, % (cukup jika ≥ 70% AKG)

Kuintil 1 51.6±21.3 54.5±20.5 53.2±20.9

Kuintil 2 57.9±20.1 59.5±20.6 58.9±20.4

Kuintil 3 61.7±19.8 62.5±19.4 62.2±19.5

Kuintil 4 64.3±20.4 65.0±18.9 64.7±19.4

Tabel 11 Rata-rata densitas asupan zat gizi menurut status ekonomi rumah tangga anak 0-23 bulan

Status ekonomi Anak stunting Tidak stunting Total

Densitas asupan protein, g per 1 000 kkal (standar FAO 40-50 g per 1 000 kkal)

Kuintil 1 25.0±13.5 25.4±13.5 25.2±13.5

Kuintil 2 27.0±13.3 27.7±13.7 27.4±13.5

Kuintil 3 29.3±11.6 30.3±13.6 30.0±13.0

Kuintil 4 31.1±12.1 30.7±12.6 30.8±12.4

Kuintil 5 32.7±10.5 33.4±12.8 33.2±12.1

Densitas asupan kalsium, mg per 1 000 kkal (standar FAO 500-800 mg per 1 000 kkal)

Kuintil 1 341.7±384.0 338.3±371.4 339.8±376.8

Kuintil 2 363.3±358.2 431.8±405.9 405.4±389.4

Kuintil 3 471.2±429.3 486.1±428.5 481.1±428.5

Kuintil 4 516.6±433.8 547.7±463.5 537.1±453.4

Kuintil 5 660.1±476.6 631.7±466.6 640.9±469.5

Densitas asupan zat besi, mg per 1 000 kkal (standar FAO 7-40 mg per 1 000 kkal)

Kuintil 1 4.4±3.9 4.2±3.4 4.3±3.6

Kuintil 2 4.3±2.9 4.0±3.2 4.1±3.1

Kuintil 3 4.0±2.8 3.9±3.0 3.9±3.0

Kuintil 4 4.0±3.1 3.6±2.8 3.7±2.9

Kuintil 5 3.7±2.7 3.6±2.6 3.6±2.6

Densitas asupan vitamin A, µg RE per 1 000 kkal (standar FAO 700-1 000 µg RE per

1 000 kkal) Kuintil 1 469.3±477.4 518.1±465.7 496.7±471.2 Kuintil 2 497.9±388.8 530.8±412.0 518.1±403.3 Kuintil 3 553.0±462.7 574.6±406.1 567.3±425.8 Kuintil 4 569.2±402.0 571.7±404.6 570.8±403.3 Kuintil 5 595.6±349.3 609.3±399.0 604.8±383.1

Densitas asupan vitamin B1, mg per 1 000 kkal (standar FAO 1.0-1.6 mg per 1 000 kkal)

Kuintil 1 1.5±1.4 1.5±1.4 1.5±1.4

Kuintil 2 1.5±1.3 1.7±1.3 1.6±1.3

Kuintil 3 1.4±1.2 1.5±1.2 1.5±1.2

Kuintil 4 1.5±1.4 1.4±1.1 1.4±1.2

Kuintil 5 1.4±1.1 1.5±1.1 1.5±1.1

Densitas asupan vitamin C, mg per 1 000 kkal (standar FAO 50-60 mg per 1 000 kkal)

Kuintil 1 18.1±22.2 20.8±21.0 19.6±21.5

Kuintil 2 18.3±19.2 18.2±17.7 18.3±18.3

Kuintil 3 18.1±19.1 19.3±20.3 18.9±19.9

Kuintil 4 18.4±24.5 17.5±16.8 17.8±19.8

Menu makanan anak 0-23 bulan

Departemen Kesehatan (2009) menjelaskan jumlah anjuran MP-ASI pada anak usia 6-23 bulan. Pada anak 6-9 bulan, ASI diteruskan pemberiannya, selain itu anak mulai diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang diberikan secara bertahap sesuai umur. Contoh MP-ASI anak 6 bulan yaitu bubur susu 3 sendok makan (masing-masing diberikan pada anak pada waktu pagi dan sore hari). Adapun contoh MP-ASI anak 7 bulan yaitu bubur susu 3.5 sendok makan (masing-masing diberikan pada anak pada waktu pagi dan sore hari). Contoh MP- ASI anak 8 bulan yaitu bubur tim lumat 2 sendok makan (masing-masing diberikan pada anak pada waktu pagi hari), dan bubur tim lumat 3 sendok makan (masing-masing diberikan pada anak pada waktu siang dan malam hari). Contoh makanan yang dianjurkan untuk anak 6-9 bulan yaitu telur, ayak, ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, santan, kacang hijau, minyak, jeruk, pisang, dan pepaya; adapun contoh makanan selingan yaitu bubur kacang hijau, pisang, biskuit, dan nagasari. Pada anak 9-12 bulan, ASI diteruskan pemberiannya, selain itu anak mulai diberikan MP-ASI yang lebih padat (misalnya bubur nasi, nasi tim, nasi lembek). Pada anak 9 bulan, anak diberikan bubur nasi masing-masing 3 sendok makan pada pagi, siang dan malam. Pada anak usia 10 bulan, anak diberikan nasi tim 3 sendok makan pada pagi dan siang, sedangkan pada malam hari diberikan nasi tim 4 sendok makan. Pada anak usia 11 bulan, anak diberikan nasi lembek 3 sendok makan pada pagi hari, sedangkan pada siang dan malam hari anak diberikan nasi lembek 4 sendok makan. Pada anak 1-2 tahun, ASI terus diberikan. Mulai usia 1 tahun, anak diberikan makan orang dewasa berupa nasi, lauk, sayur, dan buah. Anak diberikan makan sebanyak 3 kali sehari, masing- masing sepertiga piring orang dewasa.

Pada anak usia 11 bulan, Departemen Kesehatan RI menganjurkan anak diberikan nasi lembek 3 sendok makan pada pagi hari, sedangkan pada siang dan malam hari anak diberikan nasi lembek masing-masing 4 sendok makan. Hayati (2009) mendeskripsikan menu seimbang anak 11 bulan pada Gambar 1 dan kandungan zat gizi menu tersebut pada Tabel 12.

08.00 wib

Nasi Tim

08.00 wib

Semur Daging Cincang

08.00 wib Cah Tahu 10.00 wib Setup Pisang 12.00 wib Nasi Tim 12.00 wib Sop sayuran 12.00 wib

Ikan Saos Tomat

12.00 wib Gadon Tahu 16.00 wib Buah Pepaya 18.00 wib Nasi Tim 18.00 wib Tumis Kangkung 18.00 wib Telur dadar 18.00 wib

Bakso Tahu Bb Kuning

Sumber: Hayati (2009)

Gambar 1 Menu seimbang anak 11 bulan

Wiryo (2000) menjelaskan bahwa menu anak umur di atas 1 tahun sama dengan orang dewasa, namun perlu disesuaikan rasa (tidak pedas dan konsistensi agak lunak) dan memperhatikan menu seimbang. Nestle Indonesia (2002) menjelaskan jadwal pemberian makanan anak usia lebih dari 12 bulan yaitu pukul 06.00 (bangun tidur), 08.00 (makan pagi), 12.00 (makan siang), 14.00 (sebelum tidur siang), 16.00, dan 18.00 (makan malam) (Tabel 13).

Waktu Jenis Maanan Bahan Berat Energi Protein Lemak Karbo Kalsium Besi Vit A Vit B1

08.00 Nasi tim Nasi tim 100 120.00 2.40 0.40 26.00 3.00 0.40 0.00 0.00

Semur daging cincang Daging sapi 25 36.45 3.56 2.88 1.26 15.00 0.75 85.83 0.03

Kecap manis 5 2.30 0.26 0.07 0.45 6.15 2.85 0.00 0.00

Cah tahu Tahu 25 17.00 1.95 1.15 1.09 31.00 0.00 0.00 0.03

10.00 Setup pisang Pisang 50 50.00 0.60 0.10 12.90 4.00 11.00 0.04 1.50

Gula pasir 10 36.40 0.00 0.00 342.00 0.50 0.01 0.00 0.00

12.00 Nasi tim Nasi tim 100 120.00 2.40 0.40 26.00 3.00 0.40 0.00 0.00

Sop sayuran Wortel 20 7.20 0.28 0.06 8.88 8.86 0.18 409.00 0.02

Buncis 10 4.00 0.24 0.02 0.77 0.70 0.11 10.00 0.01

Bawang merah 5 1.76 0.08 0.02 0.09 2.00 0.04 0.00 0.00

Bawang putih 5 4.18 0.26 0.01 24.94 2.39 0.06 0.00 0.01

Ikan saos tomat Ikan kembung 25 20.60 6.88 0.25 0.00 6.25 0.31 2.81 0.03

Bawang merah 5 1.76 0.08 0.02 0.09 2.00 0.04 0.00 0.00

Bawang putih 5 4.18 0.26 0.01 24.94 2.39 0.06 0.00 0.01

Saos tomat 10 10.00 0.20 0.04 2.45 1.20 0.08 0.00 0.01

Margarin 5 18.00 0.03 2.03 1.44 0.50 0.00 6.68 0.00

Gadon tahu Tahu 25 17.00 1.95 1.15 1.09 31.00 0.00 0.00 0.03

Wortel 10 3.70 0.14 0.03 4.44 4.43 0.09 204.50 0.01

16.00 Buah Pepaya 75 25.89 0.51 0.00 22.44 23.01 1.01 56.01 0.07

18.00 Nasi tim Nasi tim 100 120.00 2.40 0.40 26.00 3.00 0.40 0.00 0.00

Tumis kangkung Kangkung 25 5.08 1.07 0.08 2.24 26.07 0.89 337.50 0.04

Tomat 10 2.00 0.10 0.03 0.42 0.50 0.05 23.00 0.01

Bawang merah 5 1.76 0.08 0.02 0.09 2.00 0.04 0.00 0.00

Bawang putih 5 4.18 0.26 0.01 24.94 2.39 0.06 0.00 0.01

Margarin 5 36.00 0.03 4.05 2.88 1.00 0.00 13.35 0.00

Telur dadar Telur ayam 25 36.45 3.56 2.88 1.26 15.00 0.75 85.83 0.03

Margarin 5 18.00 0.03 2.03 1.44 0.50 0.00 6.68 0.00

Bakso tahu bumbu kuning Tahu 25 17.00 1.95 1.15 1.09 31.00 0.00 0.00 0.03

Tepung kanji 5 18.00 0.06 0.03 4.41 4.20 0.05 0.00 0.00

Bawang merah 5 1.76 0.08 0.02 0.09 2.00 0.04 0.00 0.00

Bawang putih 5 4.18 0.26 0.01 24.94 2.39 0.06 0.00 0.01

Jumlah 764.83 31.96 19.35 591.07 237.43 19.73 1241.23 1.88

Angka kecukupan gizi (AKG) 760.00 15.00 400.00 5.00 350.00 0.40

%AKG 100.64 213.07 59.36 394.60 354.64 470.75

Tabel 13 Jadwal pemberian makanan anak 1-2 tahun

Makanan yang Diberikan Waktu

ASI/Pengganti Air Susu Ibu (PASI) 06.00 (bangun tidur)

Makanan keluarga 08.00 (makan pagi)

Snack 10.00

Makanan keluarga 12.00 (makan siang)

Snack 14.00 (sebelum tidur siang)

Makanan keluarga 16.00

ASI/PASI 18.00 (makan malam)

Sumber: Nestle Indonesia (2002)

Rata-rata jumlah ASI yang dikonsumsi anak stunting dan tidak stunting 0-5 bulan per kali menyusu berturut-turut 127.9±157.2 dan 150.5±180.1 g (Lampiran 4). Jumlah ASI yang dikonsumsi anak tidak stunting dalam penelitian ini sama dengan yang dikemukan oleh Jahari dan Santi (2009) bahwa jumlah susu formula per satu kali pemberian yaitu 150 ml (Tabel 14).

Tabel 14 Jumlah susu formula untuk bayi 0-6 bulan yang tidak diberikan ASI

Umur (bulan) Pemberian makan per hari Jumlah susu formula per satu kali

pemberian (ml)

0-1 8 60

1-2 7 90

2-4 6 120

4-6 6 150

Jahari dan Santi (2009)

Rata-rata frekuensi menyusu ASI anak stunting dan tidak stunting 0-5 bulan berturut-turut 4.6±3.5 dan 3.9±3.5 kali per hari (Lampiran 4). Hal tersebut berbeda dengan yang dijelaskan Departemen Kesehatan (2009), Jahari dan Santi (2009) yaitu bayi 0-6 bulan minimal disusui sebanyak 8 kali dalam 24 jam. Departemen Kesehatan (2009) juga menjelaskan bahwa jika bayi tidur lebih dari 3 jam, maka sebaiknya dibangunkan untuk disusui.

Rata-rata jumlah ASI yang dikonsumsi anak stunting dan anak tidak

stunting 6-11 bulan per kali menyusu berturut-turut 143.7±148.0 dan 141.7±155.1 g (Lampiran 5). Adapun rata-rata jumlah ASI yang dikonsumsi anak stunting dan anak tidak stunting 12-23 bulan per kali menyusu berturut-turut 142.0±138.1 dan 158.1±152.6 g (Lampiran 6). Jumlah ASI yang dikonsumsi anak stunting maupun tidak stunting 6-23 bulan dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan