• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEGAMETAN BULELENG BAL

LATAR BELAKANG

5 PEMBAHASAN UMUM

5 PEMBAHASAN UMUM

Kinerja konsorsium bakteri endosimbion yang diisolasi dari E. acoroides

dan T. hemprichii menunjukkan aktivitas algasida yang signifikan, pada selang waktu 5 hari. Pada target dinoflagelata Porphyridium sp. menunjukkan nilai yang 94.1% dan 92.8%. Pada target kultur plankton BG menunjukkan nilai aktivitas sedang yaitu 57.1% dan 48.6%. Efek aktivitas algasida yang sangat tinggi tersebut, terkonfirmasi juga oleh hasil uji t-student yang menyatakan bahwa ada perbedaan signifikan kepadatan pertumbuhan plankton antara kontrol dengan perlakuan.

Aktivitas algasida pada perlakuan dengan bakteri episimbion tidak menunjukkan nilai yang signifikan, kecuali pada Nitzschia sp. Berdasarkan pertumbuhan plankton di laboratorium menunjukkan tidak ada perbedaan kepadatan alga pada kontrol dan perlakuan. Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh perhitungan t-student. Semua perhitungan tersebut menunjukkan bahwa kelompok diatom hampir tidak terpengaruh oleh aktivitas algasida.

Pada aktivitas algasida bakteri simbion lamun ditemukan pembentukan struktur biofilm. Berdasarkan pengamatan pada media struktur tersebut berhasil memerangkap plankton. Matz et al. (2008) menemukan bahwa kebanyakan bakteri sesil (simbion) membentuk biofilm sebagai mekanisme pertahanan dan memerangkap mangsa.

Hasil analisa similaritas menunjukkan bahwa antar endosimbion memiliki kemiripan aktivitas algasida (Tabel 12). Kedua endosimbion tersebut memiliki kemampuan algasida yang sangat kuat, terutama terhadap kelompok dinoflagelata. Kemampuan episimbion E. acoroides lebih mirip dengan kemampuan endosimbion kedua jenis lamun. Episimbion T. hemprichii memiliki karakter berbeda yaitu aktitivitas algasidanya kategori sedang pada Nitzschia sp.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap pelaku usaha budidaya perikanan, estimasi hilangnya pakan di kawasan mencapai 50 - 61.2 ton/tahun. Jumlah tersebut didapatkan dari berbagai informasi rerata penggunaan total pakan tahunan dan Feed Convertion Ratio (FCR: 1.5 sampai 1.7). Keadaan tersebut menjadi bertambah buruk dengan topografi teluk yang semi tertutup. Kombinasi tersebut menyebabkan waktu paruh berbagai nutrien menjadi panjang, karena kurangnya pergerakan massa air yang bisa membawa bahan terlarut dan tidak terlarut ke kawasan lain. Kondisi teluk pegametan secara umum termasuk dalam kondisi tercemar.

Tabel 12 Matrik similaritas aktivitas algasida antar isolat konsorsium bakteri Korelasi antar Vektor Ciri

EhEd EhEp ThEd ThEp

EhEd 1 0.939 0.986 0.566

EhEp 0.939 1 0.974 0.738

ThEd 0.986 0.974 1 0.693

53 Pengamatan selama penelitian menunjukkan ciri-ciri terjadinya pencemaran tinggi ada beberapa hal yaitu air konsisten berwarna hijau, hilangnya terumbu karang di dalam teluk, berkurangnya luasan lamun. Parameter lingkungan yang diukur menunjukkan Teluk Pegametan kadar oksigen cenderung rendah, keadaan perairan bersifat reduktif, turbiditas tinggi, COD tinggi, kandungan N total tinggi dan DOC tinggi. Keadaan overeutrofikasi di kawasan pesisir tersebut bisa menyebabkan terjadinya hilangnya habitat penting seperti terumbu karang dan lamun, mengubah biodiversitas laut dan distribusi spesies, mengubah struktur ekologi, peningkatan sedimentasi partikel organik dan penurunan kelarutan oksigen (CCMCE, 2000).

Keberadaan bakteri sebagai penyeimbang perkembangan plankton menjadi penting dalam sebuah ekosistem. Hubungan tersebut menjadikan sebuah ekosistem bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Kelimpahan bakteri sendiri dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti fisik, kimia dan biologis. Pada ekosistem lamun yang berpengaruh adalah faktor biotik. Garcia-Martinez et al.

(2009) menemukan bahwa variabilitas kelimpahan bakteri di hamparan lamun

Posidonia oceanica lebih dipengaruhi oleh faktor fisik kimia yang berkaitan dengan interaksi lamun, sedimen dan mikroorganisme. Fortu & Antai (2013) menyatakan bahwa variabilitas dan fungsi bakteri pada lingkungan berkaitan erat dengan variabilitas plankton dan keberadaan nutrien. Salah satu yang tipe nutrien yang paling berpengaruh adalah DOC.

Nutrien berkaitan erat dengan variabilitas plankton, terutama fitoplankton. Fortu & Antai (2013) menyatakan bahwa DOC merupakan nutrien yang dihasilkan dari metabolisme dan lisisnya plankton. Hal tersebut menyebabkan kelimpahan plankton akan meningkatkan konsentrasi senyawa tersebut di lingkungan. Disisi lain, DOC sendiri adalah sumber nutrien penting bagi variabilitas dan fungsi bakteri di lingkungan.

Berdasarkan analisis komponen utama menunjukkan tingkat aktivitas algasida terpengaruh oleh karakteristik lingkungan Faktor yang berpengaruh positif pada aktivitas algasida adalah DOC, DO dan salinitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas algasida disebabkan oleh bakteri heterotrofik. Sifat bakteri tersebut berkaitan erat dengan keberadaan senyawa-senyawa karbon sebagai sumber energi. Aktivitas dekomposisi bakteri heterotrofik membutuhkan oksigen dalam jumlah besar. Garcia-Martinez et al. (2009) menyatakan bahwa kelimpahan yang tinggi dan indikasi dinamika pergantian (shifts) bakteri dipengaruhi oleh konsentrasi nutrien yang masuk ke dalam lingkungan.

Hubungan positif dengan salinitas menunjukkan bahwa bakteri yang bekerja adalah bakteri yang berasal dari laut. Aktivitas bakteri tersebut dalam bentuk dekomposisi bahan organik di lingkungan. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan ORP dalam kondisi reduktif dan COD yang tinggi. Hubungan yang negatif antara aktivitas algasida dengan temperatur menunjukkan bahwa bakteri yang dominan aktivitas algasidanya adalah bakteri endosimbion. Bakteri endosimbion kelimpahannya tinggi pada temperatur yang stabil dan tidak terlalu tinggi. Tempetatur yang optimal untuk aktivitas dan perkembangan endosimbion berkisar antara 25 – 300C (Bordenstein & Bordeinstein 2011; Fan & Wernegreen 2013; Cayetano & Vorburger 2013; Xin et al. 2016). Sesuai dengan karakteristiknya bakteri endosimbion memerlukan temperatur yang lebih stabil untuk bekerja

54

optimal dibandingkan dengan bakteri episimbion. Hal tersebut juga berlaku pada parameter pH.

Rasio N:P yang tinggi berkisar 1:77 menunjukkan bahwa bakteri bisa menyeimbangkan kondisi lingkungan. Hal tersebut terjadi karena peningkatan rasio N:P menunjukkan bahwa plankton tidak bisa mendominasi secara penuh sebuah ekosistem. Rasio N:P yang rendah menunjukkan bahwa plankton sangat dominan. Geider & Le-Roche (2002) menyatakan bahwa rentangan rasio N:P yang baik untuk pertumbuhan plankton adalah 15-30. Fakta inilah yang menyebabkan fenomena yang tidak biasa di Teluk Pegametan. Tingkat pencemaran bahan organik yang tinggi dan kondisi yang teluk semi-tertutup seharusnya menyebabkan blooming alga akan terjadi secara sporadis dan terus menerus. Keberadaan bakteri di lingkungan menyebabkan pertumbuhan dari plankton bisa dikendalikan.

Keberadaan lamun dalam ekosistem merupakan inang bagi berbagai macam mikroorganisme, termasuk bakteri. Hollibaugh et al. (2000) dan Park et al. (2010) menyatakan bentuk kehidupan bakteri di lingkungan perairan ada dua macam yaitu Particle-Asociated Bacteria (PAB) dan Free-Living Bacteria (FLB). Berdasarkan karakteristiknya, PAB memerlukan tempat untuk menempel dan eksositem lamun bisa menyediakan hal tersebut. Kawasan tropis merupakan habitat yang sangat baik bagi berbagai jenis bakteri, baik yang PAB maupun FLB. Diversitas bakteri menyebabkan kejadian blooming alga tidak sering terjadi di daerah tropis, terutama daerah pesisir.

Fungsi algasida oleh bakteri sendiri merupakan konsekuensi dari interaksi antar spesies di lingkungan. Model interaksi yang terjadi bisa dalam bentuk protagonis maupun antagonis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase bakteri yang algasida cenderung lebih rendah dibandingkan dengan yang non- algasida. Park et al. (2010) menunjukkan bahwa hanya 22% dari 736 (487 isolat dari PAB, 249 isolat dari FLB) bakteri yang berhasil diisiolasi dari perairan Seto Jepang bersifat algasida. Berdasarkan karakteristik lingkungan tropis ragam jenis dan kelimpahan bakteri bisa lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditemukan di perairan Jepang. Hal tersebut menyebabkan kejadian blooming alga sulit untuk terjadi. Imai & Yamaguchi (2012) menyatakan bahwa kebanyakan bakteri yang memiliki kemampuan algasida berasal dari kelompok α dan γ-proteobacteria (terutama genera Alteromonas and Pseudoalteromonas) dan Cytophaga/

Flexibacter/Bacteroides (CFB; terutama genus Cytophaga).

Berdasarkan fakta yang ditemukan dari dalam penelitian algasida ini, sangat memungkinkan ekosistem pesisir seperti lamun menjadi barier utama untuk mencegah kejadian blooming alga. Imai et al. (2009) dan Imai & Yamaguchi (2012) mengemukakan ide untuk pencegahan berbagai fenomena red tide dan

55

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Aktivitas budidaya dan keberadaan lamun yang bersimbiosis dengan bakteri memberikan tekanan terhadap lingkungan perairan dan menyebabkan perubahan struktur komunitas plankton. Ditandai dengan dominasi diatom yang tinggi, rendahnya komposisi dan kelimpahan dinoflagelata dan hadirnya spesies-spesies plankton non-litoral.

Penelitian ini menunjukkan perspektif baru mengenai penanganan blooming plankton. Aktivitas algasida konsorsium bakteri berpotensi lebih kuat dibandingkan dengan isolat bakteri tunggal. Berdasarkan nilai persentase kemampuan menekan pertumbuhan plankton dan penurunan kepadatan sel dapat dinyatakan bahwa konsorsium EhEd lebih kuat aktivitas algasidanya dibandingkan dengan ThEd. Berdasarkan kajian pengaruh lingkungan terhadap aktivitas algasida, bakteri yang memiliki kemampuan algasida adalah bakteri tergolong heterotrofik, bersifat halofilik dan memiliki karakteristik endosimbion. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri endosimbion yang diisolasi dari E. acoroides dan T. hemprichii di Teluk Pegametan berpotensi dikembangkan sebagai algasida untuk mengatasi alga blooming. Secara lebih spesifik, blooming alga yang bisa diatasi adalah dari kelompok dinoflagelata, terutama Porphyridium

sp.

Konsorsium bakteri episimbion memiliki karakteristik aktivitas algasida yang berbeda dengan bakteri endosimbion. Secara umum bakteri episimbion hampir tidak memiliki aktivitas algasida yang signifikan terhadap plankton kelompok diatom maupun dinoflagelata. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh konsorsium episimbion lamun T. hemprichii. Pada diatom Nitzschia sp. menunjukkan aktivitas algasida kategori sedang. Fakta tersebut menjadikan episimbion lamun E. acoroides tidak berpotensi dijadikan sumber algasida, tetapi episimbion T. hemprichii memiliki potensi sebagai algasida untuk mengatasi blooming plankton, terutama Nitzschia sp.

Saran

Penelitian ini dalam tahap mengeksplorasi konsorsium bakteri simbion lamun sebagai algasida. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang menggunakan bakteri isolat tunggal. Penelitian yang bisa dilakukan adalah dengan menganalisis spesies dalam konsorsium, dan mengujicobakan ke berbagai kelompok plankton. Pengukuran kualitas lingkungan secara temporal untuk melihat variasi bakteri simbion.

56

Dokumen terkait