• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMAK SUSU DAN SUPERNATAN Lactobacillus plantarum ( L lactis FNCC 0086)

7 PEMBAHASAN UMUM

Papain adalah enzim proteolitik yang memiliki gugus tiol protease dengan sisi aktif terdiri atas cys-25 dan his-159 (Ming et al. 2002; Ding et al. 2003; Dubey et al. 2007). Struktur tiga dimensi papain berbentuk seperti pita (Gambar 7.1). Papain mempunyai aktivitas proteolitik terhadap ikatan peptida. Ding et al. (2003) menyatakan papain bekerja secara optimum pada suhu 70oC. Oleh karena itu dalam pembuatan dangke, papain ditambahkan setelah suhu susu mencapai 70oC. Pada suhu tersebut protein susu mengalami gelasi yaitu terbukanya sebagian struktur protein sehingga mudah terurai oleh enzim saat berinteraksi. Aktivitas papain juga dipengaruhi oleh pH. Nilai pH optimum papain adalah 7.5 (kisaran pH netral). Oleh karena itu supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) sebagai biopreservasi ditambahkan setelah curd terbentuk. Hal itu dilakukan untuk mencegah terganggunya kerja papain dalam menggumpalkan protein karena asam yang berasal dari supernatan. Dibutuhkan beberapa kali percobaan untuk mendapatkan konsentrasi papain yang tepat agar dangke yang dihasilkan tidak berasa pahit. Yuniwati et al. (2008) melaporkan bahwa kadar papain 0.4% (g/v) menghasilkan dangke yang tidak pahit dan curd yang terbentuk cukup banyak.

Gambar 7.1 Struktur papain, A. Diagram pita papain (Ming et al. 2002) dan B. Rumus struktur papain (Dubey et al. 2003)

A

Gambar 7.2 Proses penggumpalan protein susu oleh papain (Ming et al. (2002) Proses pembuatan dangke meliputi pemanasan susu, penggumpalan protein susu oleh papain, penyaringan curd menggunakan tempurung kelapa, dan membungkus curd dengan daun pisang. Susu sebagian besar terdiri atas molekul kasein. Kasein susu terdiri atas kappa-kasein yang memiliki N-terminal dan bersifat hidrofobik. Kappa-kasein berikatan dengan molekul lipofilik yaitu α dan -kasein. Bagian lain dari kasein susu adalah wilayah C-terminal yang bermuatan negatif dan berikatan dengan air (hidrofilik). Bagian tersebut merupakan makroglikopeptida. Kedua wilayah dihubungkan oleh ikatan peptida yang bersifat labil pada residu fenilalanina 105 dan metionina 106. Saat proses pembentukan curd terjadi penggumpalan protein (Gambar 7.2). Papain menghidrolisis kasein susu pada ikatan peptida yang terletak di antara fenilalanina dan metionina. Hidrolisis ikatan peptida menyebabkan lepasnya wilayah hidrofilik dengan kappa- kasein, menghasilkan para kappa-kasein dan makroglikopeptida. Selanjutnya molekul-molekul kappa-kasein beragregasi membentuk curd sedangkan makroglikopeptida berdifusi ke dalam air membentuk whey.

Nilai nutrisi dangke sangat dipengaruhi oleh teknik dan bahan yang digunakan dalam pembuatan dangke. Dangke digolongkan ke dalam keju lunak (soft cheese) karena memiliki kadar air lebih dari 40%. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan: 1) meningkatnya penyimpanan laktosa yang menyebabkan

pH dangke rendah, 2) meningkatnya jumlah mikrob secara cepat sehingga berpotensi terjadi fermentasi yang tidak diharapkan, 3) matinya mikrob yang baik sehingga menyebabkan rasa dangke menjadi pahit, 4) meningkatnya perubahan enzimatik seperti proteolisis menyebabkan dangke menjadi lebih lunak dan membentuk pasta, 5) pendeknya masa simpan dangke.

Dangke kaya akan nutrisi terutama protein dan lemak. Penambahan lemak susu ke dalam dangke meningkatkan kandungan lemak di dalamnya. Kandungan nutrisi tersebut mempengaruhi kualitas organoleptik dangke. Dangke yang berasal dari susu kerbau memiliki kualitas organoleptik (warna, tekstur, dan rasa) yang lebih disukai dibandingkan dengan dangke susu sapi. Hal tersebut disebabkan kandungan lemak dan protein susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Penambahan lemak susu 1% dan 2% belum mampu meningkatkan kualitas nutrisi dangke susu sapi agar setara dengan dangke susu kerbau. Beberapa faktor yang menyebabkan dangke susu sapi sulit memiliki kualitas yang setara dengan dangke susu kerbau, antara lain:

1. Ukuran globul lemak dan misel kasein susu kerbau lebih besar dibandingkan dengan susu sapi, masing-masing 5.05 m dan 3.55 m; 190 m dan 180 m (Hussain et al. 2012). Hal tersebut menyebabkan tipe curd susu kerbau yang terbentuk lebih banyak dan rapat (Gambar 7.3). Ukuran globul lemak mempengaruhi tekstur dangke. Tekstur dangke susu kerbau lebih kenyal, lembut, dan butirannya terlihat lebih halus.

Gambar 7.3 Mikrografik tipe curd keju mozzarella pada skala 10 μm dan pembesaran 63X, A. curd susu kerbau; B. curd susu sapi (Hussain et al. 2012).

2. Kandungan lemak, protein, dan kalsium susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Hal tersebut menyebabkan dangke yang terbentuk pun memiliki nutrisi yang lebih tinggi. Kandungan protein dan kalsium yang terlarut dalam bentuk kasein kaseinat memantulkan semua warna sehingga dangke terlihat berwarna putih. Dangke susu kerbau berwarna lebih putih bersih dibandingkan dengan dangke susu sapi karena kasein kaseinat susu kerbau lebih tinggi. Selain itu, susu sapi memiliki kandungan -karoten yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu kerbau. Beta karoten memberi efek warna susu agak kekuningan, sehingga dangke susu sapi terlihat lebih kekuningan dibandingkan dengan dangke susu kerbau. Beta karoten merupakan senyawa yang larut dalam lemak, sehingga penambahan lemak susu ke dalam susu sapi akan memperbanyak kandungan -karoten dan memberi efek warna lebih kekuningan pada dangke susu sapi.

3. Pemanasan susu menyebabkan sebagian struktur protein terbuka. Pemberian papain menyebabkan terlepasnya bagian hidrofilik dan para k-kasein tidak terlindungi oleh sisi hidrofilik (Ming et al. 2002). Proses tersebut memberi

peluang bagi beberapa molekul lemak untuk keluar dari misel kasein sebelum terjadi agregasi. Hal tersebut mempengaruhi kadar lemak dalam curd. Walaupun penambahan lemak susu mampu meningkatkan kadar lemak dangke, namun berdasarkan hasil pengukuran kadar lemak dangke dengan penambahan lemak 2% lebih kecil dibandingkan dengan dengan penambahan lemak 1%. Hal tersebut diduga karena pengaruh pemanasan susu menyebabkan lemak keluar dari misel kasein dan larut ke dalam whey. Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa susu yang dipasteurisasi memiliki lapisan krim (lemak) yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak dipasteurisasi. Selain itu susu yang dipanaskan pada suhu 75oC akan kehilangan beberapa krimnya. Sineresis merupakan proses pengeluaran air (whey) dari molekul protein setelah terjadi penggumpalan. Setelah terbentuk curd, whey akan dipisahkan dalam proses penyaringan menggunakan tempurung kelapa sambil ditekan- tekan. Proses tersebut mempengaruhi kadar air dangke. Kadar air yang tinggi menunjukkan tingginya jumlah whey yang masih terperangkap dalam curd. Dalam penelitian ini dangke susu sapi tanpa penambahan lemak memiliki kadar air yang tertinggi.

Supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) yang bersifat asam diketahui dapat menghambat banyak mikroorganisme melalui penurunan pH. Asam organik supernatan dapat berfungsi sebagai pengawet sehingga meningkatkan umur simpan produk makanan. Bernardes et al. (2009) menggambarkan mekanisme penghambatan bakteri oleh asam-asam organik berhubungan dengan keseimbangan asam-basa dan penambahan proton yang membutuhkan energi (Gambar 7.4). Keseimbangan asam-basa pada sel mikrob tercapai jika pH normal. Interaksi sel dengan senyawa asam mengganggu keseimbangan asam-basa dan mengakibatkan kerusakan. Protein, asam nukleat dan fosfolipid dalam sel dapat rusak oleh perubahan pH. Ketersediaan ion-ion H+ mengganggu permeabilitas membran, karena membran kurang permeabel terhadap ion dibandingkan dengan molekul yang tidak bermuatan. Selanjutnya dalam sitoplasma asam organik akan terionisasi dan ion H+ terakumulasi menyebabkan penurunan pH intrasel. Enzim ATPase dalam sel akan berusaha mengeluarkan ion H+ untuk menyeimbangkan keadaan. Perubahan permeabilitas membran akan menghasilkan efek ganda, yaitu mengganggu transpor nutrisi ke dalam sel dan menyebabkan metabolit internal keluar dari sel.

Gambar 7.4 Mekanisme penghambatan bakteri oleh asam laktat (Bernardes et al. 2009)

Secara in vitro supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif seperti S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922 pada kadar 10% (v/v). Supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) merupakan hasil fermentasi oleh L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) secara homofermentatif, yaitu sekitar 90% komponennya adalah asam laktat (Thiruneelakandan et al. 2014). Supernatan pada kadar tersebut diaplikasikan sebagai agen biopreservasi dangke susu sapi yang diberi pengayaan lemak 1% dan 2%.

Berdasarkan hasil pengujian kemampuan penghambatan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terhadap bakteri uji pada medium dangke menunjukkan hasil yang berbeda. Supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) pada medium dangke terbukti mampu menghambat pertumbuhan E. coli ATCC 25922 tetapi tidak terhadap S. aureus ATCC 25923. Penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) ke dalam dangke sedikit sekali merubah pH dangke yaitu dari 6.5 menjadi  6.1 (penurunan pH sebesar 6.15%). Hal tersebut dikarenakan dalam susu terlarut senyawa kalsium, fosfat, sitrat, dan protein yang bertindak sebagai buffer alami. Oleh karena itu pH dangke hanya sedikit mengalami perubahan. Nilai pH dangke pada kisaran netral memungkinkan S. aureus ATCC 25923 tumbuh dengan optimum. Fang dan Liu (2002) melaporkan bahwa daya antimikrob beberapa bakteri asam laktat (L. acidophilus, L. bulgaricus, L. casei, dan Streptococcus thermophilus) terhadap S. aureus menurun ketika medium agar mendekati pH netral. Lain halnya dengan pertumbuhan E. coli ATCC 25922 yang terbukti dapat dihambat oleh supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) pada medium dangke. Hal tersebut diduga karena perbedaan karakter pada dinding sel kedua jenis bakteri uji. S. aureus ATCC 25923 memiliki dinding sel yang bagian terluarnya dilapisi oleh peptidoglikan yang tebal. Dinding sel terluar E. coli ATCC 25922 dilapisi lipopolisakarida (LPS) yang lebih sensitif terhadap asam. Lapisan peptidoglikan E. coli lebih tipis dan terletak di tengah- tengah membran. Oleh karena itu pada medium dangkeE. coli ATCC 25922 lebih sensitif terhadap supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dibandingkan dengan S. aureus ATCC 25923 walaupun di kisaran pH netral. Selain itu, S. aureus merupakan bakteri kompetitor yang kurang baik dalam media yang populasinya kompleks. Dalam dangke yang kaya akan nutrisi memungkinkan berbagai mikrob tumbuh dengan baik.

Kemampuan bertahan hidup dan tumbuh mikrob dalam pangan tidak hanya disebabkan komposisi kimia dan kondisi penyimpanan, tetapi juga mikrostruktur curd (Wilson et al. 2002). Mikrostruktur curd berpengaruh terhadap ketidakleluasaan distribusi air, distribusi asam organik sebagai agen preservasi makanan, dan ketidakleluasaan gerak mikrob. Hal tersebut menyebabkan perbedaan pola pertumbuhan mikrob, dalam beberapa kasus disebut gagal tumbuh (fail safe). Pada kasus tersebut berarti bahwa organisme tumbuh lambat dalam sistem tetapi tumbuh bagus dalam medium agar/broths. Dalam makanan dalam bentuk gel seperti dangke, mikrob tertahan dan tumbuh dalam bentuk koloni (Gambar 7.5). Pertumbuhan bakteri dalam koloni menyebabkan perbedaan pH medium dengan wilayah medium yang dijadikan tempat tumbuh koloni. Biasanya pH disekitar koloni lebih rendah karena akumulasi metabolisme asam yang diproduksi bakteri. Misalnya Salmonella typhimurium yang tumbuh pada keju dengan pH 7 tetapi pH disekitar koloni 4.2 (Walker et al. 1997).

Gambar 7.5 Diagram pertumbuhan mikrob pada sampel keju (Wilson et al. 2002) Dangke akan mengalami perubahan rasa, tekstur, dan aroma selama penyimpanan. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh:

1. Hidrolisis protein menjadi peptida dan asam amino yang lebih sederhana oleh enzim-enzim protease. Protease diproduksi oleh mikrob psikrotrof seperti Pseudomonas fluorescens dan P. putrefaciens. Bakteri tersebut bersifat tidak tahan panas sehingga dipengaruhi oleh suhu pasteurisasi. Proteolisis oleh bakteri tersebut menyebabkan rasa pahit yang terakumulasi dalam keju yang diperam (Sheehan 2013). Kerusakan juga disebabkan oleh mikrob yang memproduksi biogenic amine (BA) melalui proses dekarboksilasi asam amino atau transaminasi aldehid dan keton. Proses tersebut terjadi karena kehadiran Lactobacillus dan menyebabkan penyimpangan aroma dan rasa. Kerusakan dangke juga dipicu oleh beberapa protease yang secara alami terkandung dalam susu. Salah satunya adalah plasmin yang optimum pada suhu 31-52 oC. Plasmin menghidrolisis kasein dengan memecah -kasein menjadi -kasein dan pepton. Aktivitas plasmin selama pemeraman curd mempengaruhi kekompakan gel, curd menjadi lebih rapuh dan matriks antar gel kurang melekat.

2. Hidrolisis lemak menjadi berbagai asam lemak yang mudah menguap seperti asam asetat dan propionat (McSweeney 2004). Susu kaya akan asam lemak rantai pendek yang mempengaruhi rasa dan aroma. Trigliserida (TAG) dalam keju terdiri atas asam lemak (C6–C12) mengalami hidrolisis oleh aktivitas lipase endogen dan eksogen yang menyebabkan terbebasnya asam lemak. Lipase endogen susu adalah lipoprotein lipase (LPL) yang dilindungi oleh membran globul lemak. LPL memotong asam lemak pada posisi sn-1 dan sn- 3 TAG. Lipase eksogen diproduksi pada suhu ruang oleh mikrob diantaranya Propionibacterium freudenreichii, Geotricum candidum, dan Penicillium roqueforti. Senyawa - dan -lakton diproduksi oleh P. roquefortisaat lipolisis. Senyawa tersebut menyebabkan keju menjadi basi.

3. Fermentasi laktosa, sitrat, dan senyawa-senyawa organik lainnya menjadi macam-macam asam, ester, alkohol, dan senyawa-senyawa volatil. Dalam beberapa jam setelah curd terbentuk, 15-20% dari residu laktosa akan difermentasi menjadi asam laktat dan produk lainnya. Fermentasi dilakukan oleh berbagai jenis mikrob yang tumbuh pada dangke. Produk yang terbentuk berupa asam laktat memicu proses biokimia berikutnya seperti perubahan asam

laktat menjadi propionat, asetat, CO2, dan H2O oleh bakteri propionat. Asam

propionat menyebabkan penyimpangan rasa keju, sedangkan air menyebabkan curd menjadi lebih basah dan lembek. Asam butirat dan H2 juga terbentuk dari

konversi asam laktat oleh Clostridium sp. Senyawa tersebut menyebabkan adanya celah/retak, noda cokelat, dan pembusukan. Selanjutnya curd menjadi basah, permukaan berlendir dengan penyimpangan aroma yang kuat.

Dokumen terkait