• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Peningkatan Kualitas Sensori Dan Preservasi Dangke Susu Sapi Dengan Penambahan Lemak Susu Dan Supernatan Lactobacillus Plantarum (Lactococcus Lactis Fncc 0086)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya Peningkatan Kualitas Sensori Dan Preservasi Dangke Susu Sapi Dengan Penambahan Lemak Susu Dan Supernatan Lactobacillus Plantarum (Lactococcus Lactis Fncc 0086)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS SENSORI DAN

PRESERVASI

DANGKE

SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN

LEMAK SUSU DAN SUPERNATAN

Lactobacillus plantarum

(

Lactococcus lactis

FNCC 0086)

NINING ARINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa berjudul Upaya Peningkatan Kualitas Sensori dan Preservasi Dangke Susu Sapi dengan Penambahan Lemak Susu dan Supernatan Lactobacillus plantarum (Lactococcus lactis FNCC 0086) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Nining Arini NIM B261120021

_________________________

(4)

NINING ARINI. Upaya Peningkatan Kualitas Sensori dan Preservasi Dangke Susu Sapi dengan Penambahan Lemak Susu dan Supernatan Lactobacillus plantarum (Lactococcus lactis FNCC 0086). Dibimbing oleh MIRNAWATI B SUDARWANTO, IDWAN SUDIRMAN, dan AGUSTIN INDRAWATI

Dangke merupakan makanan tradisional masyarakat Enrekang, Sulawesi Selatan yang terbuat dari susu kerbau. Akhir-akhir ini dangke susu kerbau sulit diperoleh di pasaran seiring dengan menurunnya populasi kerbau. Oleh karena itu

dangke dibuat dari susu sapi yang ketersediaannya melimpah. Namun dangke

susu kerbau masih tetap disukai karena memiliki rasa yang lebih gurih serta tekstur yang lebih lembut, lebih kenyal, dan tidak lengket saat ditelan. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan lemak dan protein susu kerbau lebih tinggi dibanding susu sapi. Ketersediaan dangke susu sapi yang melimpah memiliki kendala masa simpan yang pendek, sehingga sulit menjangkau wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu dilakukan suatu upaya peningkatan kualitas sensori dan masa simpan dangke susu sapi dengan penambahan lemak susu sapi (1% dan 2%) dan supernatan L. plantarum (Lactococcus lactis FNCC 0086). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai nutrisi dangke susu kerbau dan dangke susu sapi yang telah diperkaya dengan lemak susu 1% dan 2%, mengetahui kadar hambat minimum supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) yang ditambahkan ke dalam dangke, mengetahui pengaruh supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) yang ditambahkan ke dalam dangke terhadap pertumbuhan bakteri patogen (Staphylococcus aureus 25923 and Escherichia coli ATCC 25922), dan mengetahui kualitas sensori (warna, aroma, tekstur, dan rasa) dan masa simpan dangke setelah ditambahkan lemak susu sapi (1% and 2%) dan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) pada suhu ruang.

(5)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terbukti mampu menekan pertumbuhan S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922secara in vitro pada kadar hambat minimum 10%. Aplikasi supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terhadap dangke susu sapi menunjukkan penghambatannya hanya terhadap E. coli ATCC 25922. Penambahan lemak susu ke dalam dangke terbukti meningkatkan kandungan lemak di dalamnya. Besarnya peningkatan kadar lemak juga ditentukan oleh teknik pembuatan dangke. Berdasarkan uji Wilcoxon Sign Rank, penambahan lemak susu sapi 1% dan 2% ke dalam dangke susu sapi jika dibandingkan dengan dangke susu kerbau, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal warna dan tekstur. Dangke yang terbuat dari susu kerbau memiliki kualitas warna yang lebih putih dan tekstur yang lebih padat dan kenyal. Hal tersebut disebabkan kandungan beta karoten susu kerbau lebih rendah dan protein susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Namun penambahan lemak susu sapi ke dalam dangke susu sapi mampu meningkatkan kualitas yang signifikan pada aroma dan rasa dangke susu sapi hingga setara dengan dangke susu kerbau.

Penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) ke dalam dangke susu sapi terbukti menambah masa simpan dangke susu sapi pada suhu ruang sampai 2 hari. Dangke susu sapi tanpa penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) hanya bertahan sampai satu hari (24 jam). Hal tersebut ditunjukkan dari terdeteksinya rasa basi, kehadiran lendir, dan aroma amoniak. Penambahan lemak susu sapi (1% dan 2%) ke dalam dangke susu sapi terbukti meningkatkan kualitas aroma dan rasa dangke susu sapi sehingga setara dengan dangke susu kerbau. Oleh karena itu supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dapat dijadikan agen biopreservasi dangke susu sapi dan penambahan lemak susu sapi dapat dijadikan solusi untuk meningkatkan kualitas aroma dan rasa dangke susu sapi.

(6)

NINING ARINI. Improvement Efforts of Sensory Quality and Preservation Cow’s Milk Dangke with Addition of Cow’s Milk Fat and Lactobacillus plantarum (Lactococcus lactis FNCC 0086) supernatant. Under supervision of MIRNAWATI B SUDARWANTO, IDWAN SUDIRMAN, and AGUSTIN INDRAWATI

Dangke is a traditional food Enrekang districts in South Sulawesi made from buffalo milk. Lately buffalo’s milk dangke began to decrease in the market while cow's milk dangke increase with the number of cattle. Buffalo’s milk

dangke have taste more savory and smoother texture, more tender, and not sticky when ingested. It is caused by the higher of buffalo milk fat than cow milk. The aims of the study are to measure nutrient levels of buffalo’s milk dangke and cow's milk dangke with enriched by cow's milk fat, determine the minimum inhibitory concentration (MIC) of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant in inhibiting the growth of Staphylococcus aureus 25923 and Escherichia coli ATCC 25922 (test bacteria), determine the effect of the additional of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant and cow's milk fat into dangke against the growth of test bacteria, and determine the sensory quality (colour, flavour, texture, and taste) after the addition of fat (1% and 2%), L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant, and storage at room temperature.

The nutrient contents are water, ash, carbohydrate, protein, fat, and pH. The data was analyzed by descriptive statistic. Minimum inhibitory concentration is determined based on the lowest concentration of the supernatant that show no growth in the media. Data of pathogenic bacteria growth were analyzed with ANOVA test with a 2x2 factorial design, which 1st factor was the addition of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant (with or without addition of supernatant) and the second factor was the addition of fat content (1% and 2%) and time observations were made on days 0, 2nd, 4th, 6th, and 8th. The results of the bacteria growth show significantly different, and it will be continued by using Duncan test. The paired comparison tests were used to determine sensory quality of cow's milk dangke and it was to be analyzed by Wilcoxon Signed Rank test. The scoring test were used to determine sensory quality of cow's milk dangke during storage at room temperature and it was to be analyzed by Kruskal Wallis test.

(7)

whiter colour and more dense and chewy in texture. It’s caused by beta-carotene is lower and buffalo milk protein is higher. But the addition of cow's milk fat into cow's milk dangke is able to improve significantly the quality of the flavour and taste of cow’s milk dangke up to equal with buffalo’s milk dangke.

The addition of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant into the cow's milk dangke able to enhance self life of cow's milk dangke until to 2 days at room temperature. Cow's milk dangke without the addition of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant has only one day (±24 hours). That is shown on the detection of stale taste, the presence of mucus, and the smell of ammonia. The addition of fat milk (1% and 2%) into cow's milk dangke has able to improve the flavour and taste of cow's milk dangke so that equivalent with buffalo’s milk dangke. Therefore the L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant can be used as biopreservative agents for cow's milk dangke and cow's milk fat can be used as a solution to improve the flavour and taste of cow's milk dangke.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS SENSORI DAN

RESERVASI

DANGKE

SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN

LEMAK SUSU DAN SUPERNATAN

Lactobacillus plantarum

(

Lactococcus lactis

FNCC 0086)

NINING ARINI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc 2. Prof Dr Ir Tatik Khusniati, MAppSc

(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan studi dan ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi/Mayor Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rosululloh Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya. Penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Prof Dr Drh Mirnawati B Sudarwanto selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr Drh Idwan Sudirman, dan Ibu Dr Drh Agustin Indrawati, MBiomed selaku anggota komisi pembimbing yang telah sabar, setia dan tulus dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan semangat serta rela mengorbankan waktu selama penelitian, proses pembimbingan sampai penulisan. Dengan penuh rasa hormat penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc dan Ibu Prof Dr Ir Tatik Khusniati, MAppSc selaku penguji luar komisi yang telah meluangkan waktu untuk menelaah disertasi ini. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku Ketua Program Studi Kesmavet serta seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner beserta tenaga kependidikan yang telah mencurahkan waktu, tenaga, pikiran dan turut membantu serta mendukung secara penuh dan konsisten dalam menyampaikan ilmu, bimbingan dan arahan selama penulis menempuh pendidikan sehingga studi dan penelitian penulis dapat diselesaikan dengan baik.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada tenaga penunjang pendidikan Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Pak Hendra, Pak Muadin, Bu Yayah, Pak Agus), Sekolah Pascasarjana, Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen dan staf Laboratorium SEAFAST dan PAU (Mbak Ari, Mas Yeris, Pak Taufik), staf Laboratorium Pengujian Pangan ITP, staf Laboratorium Organoleptik (Mba Ebi) Fakultas Peternakan IPB, seluruh panelis yang telah membantu pelaksanaan uji organoleptik, dan Ibu Halimatus Sya’diah. Rasa cinta dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami tercinta Andi Rianto dan ananda Ahmad Hafy, almarhum ayahanda (Suganda), ibunda (Sutini), kakak dan adik-adik yang dengan ikhlas memberikan dorongan, fasilitas, semangat, dan doa.

Akhir kata dengan segala ketulusan dan kerendahan hati tulisan ini dipersembahkan kepada kedua orang tua tercinta almarhum Ugan Suganda dan Utin Sutini. Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu penulis ucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. Semoga bantuan, dukungan, dorongan, dan perhatian dari semua pihak yang telah diberikan dengan tulus kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Alloh SWT. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga diharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun pada masa mendatang. Semoga ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia.

Bogor, April 2016

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Keterbaharuan 1.6 Hipotesis Penelitian

1 1 2 2 3 3 3 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dangke 2.2 Susu

2.3 Lactobacillus plantarum Penghasil Asam Laktat 2.4 Bakteri Pencemar

2.4.1 Staphylococcus aureus 2.4.2 Escherichia coli

5 5 6 8 9 9 10 3 METODOLOGI UMUM

3.1 Kerangka Konsep Penelitian 3.2 Waktu dan Tempat

3.3 Bahan dan Alat 3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Rekultur, Reidentifikasi, dan Preparasi Supernatan 3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri dan Penentuan Kadar Hambat

Minimum (KHM) 3.4.3 Pembuatan Dangke 3.4.4 Analisa Proksimat Dangke 3.4.4.1 Penentuan Kadar Air 3.4.4.2 Penentuan Kadar Lemak 3.4.4.3 Penentuan Kadar Protein

3.4.4.4Kadar Abu

3.4.5 Penambahan Supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) sebagai Biopreservasi

3.4.6 Mengukur Kadar Lemak dalam Krim 3.4.7 Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Uji 3.4.8 Analisis Sensori

3.5 Analisis Data

11 11 11 11 12 12 13 13 13 13 14 14 15 15 15 16 16 16 4 KADAR NUTRISI DANGKE SUSU KERBAU DAN DANGKE SUSU

SAPI YANG DITAMBAHKAN LEMAK SUSU DAN SUPERNATAN Lactobacillus plantarum (L. lactis FNCC 0086)

(16)

5.1 Pendahuluan 5.2 Metode Penelitian 5.3 Hasil dan Pembahasan 5.4 Simpulan

25 26 28 36 6 UPAYA PENINGKATAN KUALITAS SENSORI DAN

PRESERVASI DANGKE SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN LEMAK SUSU DAN SUPERNATAN Lactobacillus plantarum (L. lactis FNCC 0086)

6.1 Pendahuluan 6.2 Metode Penelitian 6.3 Hasil dan Pembahasan 6.4 Simpulan

37 37 38 39 48

7 PEMBAHASAN UMUM 49

8 SIMPULAN DAN SARAN 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

63 77

DAFTAR TABEL

1.1 Kandungan nutrisi susu sapi dan susu kerbau 6

1.2 Perbedaan komposisi nutrisi susu sapi dan susu kerbau 7

1.3 Komponen senyawa bioaktif susu dan fungsinya 8

4.1 Hasil analisis proksimat dangke susu sapi dengan penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dan lemak 0%, 1%,

dan 2% 20

4.2 Hasil pengukuran kadar nutrisi pada beberapa jenis keju setelah penambahan L. plantarum dan atau lemak susu 23 5.1 Hasil pengamatan penentuan nilai kadar hambat minimum (KHM)

supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terhadap S. aureus

ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25921 31

5.2 Pengaruh interaksi penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dengan waktu inkubasi dangke terhadap jumlah koloni

S. aureus ATCC 25923 (Log cfu) 32

5.3 Pengaruh interaksi kadar lemak dengan waktu inkubasi dangke terhadap jumlah koloni S. aureus ATCC 25923 (Log cfu) 33 5.4 Pengaruh interaksi antara penambahan supernatan L. plantarum

(L. lactis FNCC 0086), lemak susu sapi dan waktu terhadap jumlah

koloni E. coli ATCC 25922 pada dangke 34

5.5 Studi penghambatan L. plantarum terhadap S. aureus dan E. coli

dari beberapa hasil penelitian 36

(17)

dibandingkan dengan dangke susu kerbau 39

6.2 Hasil uji perbandingan pasangan 39

6.3 Hasil uji skoring dangke susu sapi 42

6.4 Rata-rata skor hasil uji skoring 43

6.5 Beberapa mikrob perusak yang biasa tumbuh pada susu dan produk

olahannya 47

DAFTAR GAMBAR

2.1 Dangke yang sudah dibungkus daun pisang 5

2.2 Morfologi A. S. aureus; B. E. coli; C. L. plantarum 10

3 Diagram alir tahapan penelitian 17

5.1 Hasil pewarnaan Gram dan uji katalase L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922 29 5.2 Hasil identifikasi L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) menggunakan uji

API 50 CHL 30

5.3 Pengaruh interaksi penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dengan waktu inkubasi dangke terhadap jumlah koloni S. aureus ATCC 25923

32 5.4 Pengaruh interaksi penambahan lemak dengan waktu inkubasi dangke

terhadap jumlah koloni S. aureus ATCC 25923 33

5.5 Pengaruh interaksi supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dengan waktu terhadap pertumbuhan E. coli ATCC 25922 35 5.6 Pengaruh interaksi penambahan lemak susu sapi dengan waktu

terhadap pertumbuhan E. coli ATCC 25922 35

7.1 Struktur papain 49

7.2 Proses penggumpalan protein susu oleh papain 50

7.3 Mikrografik tipe curd keju mozzarella pada skala 10 μm dan

pembesaran 63X 51

7.4 Mekanisme penghambatan bakteri oleh asam laktat 52

7.5 Diagram pertumbuhan mikrob pada sampel keju 54

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji anova terhadap jumlah koloni S. aureus ATCC 25923 dan uji

Duncan sebagai uji lanjut 63

2 Hasil uji anova terhadap jumlah koloni E. coli ATCC 25922 dan uji

Duncan sebagai uji lanjut 65

3 Lembar seleksi peserta panelis uji organoleptik 68

4 Foto dangke yang diuji organoleptik 69

5 Lembar uji perbandingan pasangan dangke 70

(18)

Fakultas Kedokteran Hewan Udayana

(19)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dangke adalah sejenis makanan bergizi yang dibuat dari susu kerbau secara tradisional. Dangke merupakan makanan tradisional bagi masyarakat kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Dangke susu sapi memiliki kandungan nutrisi yang tinggi antara lain protein 23.8%, lemak 14.8%, kadar air 55%, dan kadar abu 2.1% (Hatta et al. 2013). Untuk menghasilkan sebuah dangke berukuran setengah tempurung kelapa dibutuhkan sekitar 1.25–1.50 liter susu segar. Produk dangke yang dihasilkan bergantung pada jenis susu dan getah pepaya yang digunakan. Pembuatan dangke dilakukan melalui proses pemanasan susu, penggumpalan dan selanjutnya dikemas menggunakan daun pisang. Rata-rata produksi dangke susu kerbau hanya menghasilkan 3 buah dangke/ekor/hari karena produktivitas susu hanya 5 liter/ekor/hari (Baba et al. 2012).

Saat ini pembuatan dangke difokuskan pada susu sapi. Data produsen dangke yang tercatat pada Januari 2008 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 256 unit usaha pengolah dangke di Enrekang, Sulawesi Selatan (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Enrekang 2009 dalam Baba et al. 2012). Sejak tahun 2008 hingga pertengahan tahun 2009, tercatat angka produksi susu di Enrekang yaitu 3.287–3.376 liter/hari. Jika diasumsikan untuk menghasilkan sebuah dangke dibutuhkan 1.5 liter susu segar, berarti sekitar 2000 dangke di produksi setiap harinya. Saat ini pemasaran dangke tidak hanya di daerah Sulawesi Selatan, tetapi bahkan sampai ke Kalimantan, Jakarta, Papua, Malaysia, dan daerah-daerah dimana komunitas masyarakat Enrekang berada. Salah satu kendala yang dialami dalam pengembangan makanan tradisional tersebut adalah keragaman kualitas produk yang dihasilkan oleh masyarakat. Selain itu juga masa simpan produk yang masih cukup singkat sehingga pemasarannya relatif sulit menjangkau wilayah yang lebih luas. Dangke memiliki pH 6.4 dan umumnya dapat tahan selama 5–7 hari dalam suhu refrigerator (Hatta et al. 2013).

Kontaminasi dangke dapat terjadi akibat adanya bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Staphylococcus aureus dalam jumlah 6–8 log cfu mL-1 dapat menghasilkan enterotoksin (Suwito 2010). Enterotoksin menyebabkan intoksikasi dengan gejala mual dan muntah. Enterotoksin tahan selama 30 menit pada suhu 110 oC. Beberapa serotipe E. coli menyebabkan diare pada anak-anak dan orang dewasa terutama di negara berkembang. Dilaporkan bahwa level kontaminasi dangke susu sapi oleh bakteri E. coli sebesar 73% (Hatta et al. 2013). Pemeriksaan terhadap keju berdasarkan Standar Nasional Indonesia No 7388 tahun 2009 (SNI 2009) bahwa batas maksimal kandungan E. coli adalah 1 log cfu g-1 dan S. aureus adalah 2 log cfu g-1.

(20)

produk pangan. Senyawa-senyawa antimikrob yang dihasilkan BAL antara lain: asam organik, hidrogen peroksida, dan bakteriosin (Janingrum 2002).

Dilaporkan bahwa Lactobacillus menghasilkan senyawa antibakteri (Napitupulu et al. 2000; Sa´nchez et al. 2002; Iyapparaj et al. 2013). Supernatan hasil fermentasi oleh Lactobacillus dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Streptococcus, S. aureus, dan E. coli. Khoiriyah et al. (2014) juga melaporkan bahwa supernatan yang sudah disimpan selama 6 bulan memiliki kemampuan antibakterinya tidak berubah. Hasil penelitian yang dilaporkan Razak et al. (2010) menunjukkan bahwa L. plantarum memiliki kemampuan antibakteri dalam dangke. Wijayanto (2009) melaporkan bahwa L. plantarum 1A5 merupakan bakteri yang mampu bertahan hidup melalui uji in vitro pada pH lambung (pH 2), pH usus (pH 7.2) dan garam empedu (0.3 %).

1.2 Perumusan Masalah

Dangke merupakan makanan khas masyarakat Enrekang, Sulawesi Selatan yang terbuat dari susu kerbau. Seiring dengan populasi kerbau yang semakin menurun, akhir-akhir ini produk dangke susu kerbau mulai berkurang di pasaran. Pemerintah daerah Enrekang mengupayakan peningkatan peternakan sapi untuk memenuhi kebutuhan susu. Peningkatan peternakan sapi mendorong peningkatan produksi dangke susu sapi yang menjadi makanan favorit masyarakat Enrekang baik yang berdomisili di wilayah Enrekang maupun di luar Enrekang. Walaupun demikian dangke susu kerbau masih lebih disukai khususnya oleh masyarakat Enrekang. Hatta et al. (2013) melaporkan bahwa dibandingkan dengan dangke susu sapi, rasa dangke susu kerbau lebih gurih dan teksturnya lebih halus, lebih empuk, dan tidak lengket saat ditelan. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan lemak susu kerbau lebih tinggi dari susu sapi (kadar lemak susu kerbau 8.27, susu sapi 4.08) (Hussain et al. 2012). Walaupun demikian dangke susu sapi memiliki keunggulan dalam hal warna dan aroma. Dangke susu sapi lebih putih kekuningan serta aromanya lebih khas aroma susu. Salah satu kendala yang dialami dalam pengembangan dangke susu sapi adalah masa simpan produk yang masih cukup singkat. Dangke memiliki pH 6.4 dan umumnya dapat tahan selama 5–7 hari dalam suhu refrigerator. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas sensori dangke susu sapi agar setara dengan dangke susu kerbau dan memperpanjang masa simpan dangke.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini disusun dengan tujuan:

1. Mengetahui kadar nutrisi dangke susu sapi setelah penambahan lemak susu sapi 1% dan 2%.

(21)

3. Mendapatkan suatu formulasi yang tepat dan aplikatif dari supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) untuk memperpanjang masa simpan dangke susu sapi.

4. Mengkonfirmasi adanya aktivitas antibakteri dari L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terhadap beberapa bakteri patogen (S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922), serta menentukan kadar hambat minimum (KHM) supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086).

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain: menghasilkan dangke susu sapi dengan kualitas sensori yang sebanding dengan dangke susu kerbau, mendapatkan suatu formulasi biopreservasi dari supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) untuk memperpanjang masa simpan dangke susu sapi, dan mengkonfirmasi adanya aktivitas antibakteri dari supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terhadap beberapa bakteri patogen (S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922), serta memperoleh kadar hambat minimum (KHM) dari supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086).

1.5Keterbaharuan

Peningkatan jumlah ternak sapi menyebabkan produksi susu sapi yang lebih banyak dibandingkan dengan susu kerbau. Dangke susu sapi merupakan produk olahan susu tradisional dapat membantu penyediaan pangan tinggi protein. Dangke susu sapi jika dibandingkan dengan dangke susu kerbau, memiliki keunggulan dalam hal warna dan aroma, namun memiliki rasa dan tekstur yang kurang disukai. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan lemak susu sapi lebih rendah dibandingkan dengan susu kerbau.

Keterbaharuan penelitian ini antara lain:

1. Menghasilkan dangke susu sapi dengan kualitas sensori yang sebanding dengan dangke susu kerbau.

2. Dangke susu sapi yang mempunyai masa simpan yang lebih panjang tanpa mengubah kualitas sensori dan aman bagi kesehatan sehingga lebih disukai masyarakat.

3. Supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) memperpanjang masa simpan dangke susu sapi.

1.6Hipotesis Penelitian

1. Diduga penambahan kadar lemak susu sapi mempengaruhi cita rasa dan tekstur dangke susu sapi.

(22)
(23)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dangke

Dangke adalah makanan bergizi yang dibuat secara tradisional dari susu kerbau. Dangke merupakan indigenous product bagi masyarakat kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Dangke telah dikenal sejak sebelum tahun 1905. Nama dangke berasal dari bahasa Belanda, sewaktu orang Belanda melihat jenis makanan tersebut, mereka mengatakan “dank u well” yang artinya terima kasih. Rakyat Enrekang menduga itulah nama makanan tersebut dan menyebutnya dengan nama dangke. Dangke juga dapat dibuat dari susu sapi. Khususnya di Kabupaten Enrekang, susu sapi dan kerbau segar yang diperah sebagian besar diperuntukkan untuk pembuatan dangke dalam skala usaha rumah tangga.

Gambar 2.1 Dangke yang sudah dibungkus daun pisang

Dangke termasuk jenis keju tanpa pemeraman (non ripened cheese) dengan getah pepaya sebagai bahan penggumpal. Papain yang terdapat pada getah papaya (Carica papaya L) merupakan enzim proteolitik (Yuniwati et al. 2008; Mahajan dan Chaudhari 2014). Semua bagian papaya seperti buah, daun, tangkai daun, dan batang mengandung papain, dan yang paling banyak adalah buahnya. Dangke memiliki kadar air 63.83% sehingga dangke digolongkan ke dalam keju lunak (soft cheese) karena kandungan airnya yang lebih dari 40%. Hasil penelitian Aras (2009) bahwa dangke memiliki kadar lemak 24.51%, protein 17.16%, laktosa 12.65%, dengan nilai pH 6.00.

Papain dalam getah pepaya diperoleh dengan cara menggores buah pepaya hingga getah keluar, kemudian ditampung dan dikeringkan. Buah pepaya yang masih melekat di pohon digores memanjang dari pangkal sampai ujung buah dengan kedalaman kurang lebih 2 mm. Banyak goresan tiap kali penyadapan adalah 4 kali goresan. Getah ditampung dalam cawan untuk kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 50–60 oC selama 24 jam. Agar diperoleh hasil yang maksimal, sebaiknya penyadapan dilakukan pagi hari sebelum pukul 08.00. Buah pepaya yang dipilih berumur 2.5 sampai 3 bulan (Yuniwati et al. 2008).

(24)

2.2 Susu

Susu didefinisikan sebagai hasil sekresi dari kelenjar susu hewan mamalia. Dilihat dari kandungan gizinya, susu mengandung lemak, protein, laktosa dan mineral. Susu merupakan makanan alami yang dapat dijadikan sumber gizi sekaligus pelengkap pola makan sehat dan seimbang. Pola gizi seimbang inilah yang kini dianggap lebih ideal untuk mendapatkan gizi yang sehat (Winarno dan Fernandez 2007). Komposisi susu sangat beragam bergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis ternak, waktu pemerahan, musim, umur ternak, waktu laktasi dan pakan ternak. Selain itu, komposisi susu dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti penambahan air atau bahan lain dan aktivitas bakteri (Buckle et al. 2007). Hussain et al. (2012) melaporkan komposisi susu sapi dan kerbau (Tabel 1). Protein susu terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu kasein yang dapat diendapkan oleh asam dan renin, dan protein whey yang dapat mengalami denaturasi oleh panas pada suhu sekitar 65 oC. Kasein dalam susu jumlahnya mencapai sekitar 80% dari total protein. Kasein terdapat dalam bentuk kasein-kalsium yaitu senyawa kompleks dari kasein-kalsium fosfat dan terdapat dalam bentuk partikel-partikel kompleks koloid yang disebut misel. Kasein terdiri atas komponen protein alpha, beta, gamma dan kappa kasein. Apabila lemak dan kasein dihilangkan dari susu, air sisanya dikenal sebagai whey. Sekitar 0.5–0.7% dari bahan protein yang dapat larut tertinggal dalam whey yaitu laktalbumin dan laktoglobulin. Laktalbumin berjumlah kira-kira 10% dari total protein susu dan jumlahnya kedua terbesar setelah kasein.

Tabel 1.1 Kandungan nutrisi susu sapi dan susu kerbau (Hussain et al. 2012)

Karakteristik Susu sapi (%) Susu kerbau (%)

Lemak 4.08±0.06 8.27±0.38

Kasein 2.64±0.17 3.82±0.20

Laktosa 4.50±0.08 4.80±0.12

Abu 0.68±0.09 0.72±0.06

pH (25 °C) 6.70±0.02 6.80±0.02

Total kalsium (mg 100 mL-1) 115±08 205±08

Ukuran misel kasein (nm) 180±3 190±3

Ukuran globul lemak (μm) 3.55±0.10 5.05±0.20

Sebagian besar lemak susu sapi tersusun atas trigliserida. Komposisi lainnya adalah fosfolipid, glikolipid, monogliserida, dan digliserida, sterol bebas, dan asam lemak bebas. Sekurang-kurangnya lima puluh macam asam lemak yang berbeda ditemukan dalam lemak susu. Asam lemak tersebut 60–75% bersifat jenuh, 5–30% tidak jenuh, dan 4% merupakan asam lemak polyunsaturated. Asam lemak yang paling banyak adalah asam miristat, palmitat, dan stearat. Asam lemak tak jenuh yang utama adalah oleat, linoleat, dan linolenat. Asam butirat dan kaproat merupakan asam lemak dalam jumlah yang sedikit (Daulay 1991).

(25)

susu kerbau memiliki kandungan kolesterol, asam palmitat (C 16:0), satturated fatty acid (SFA), dan polyunsatturated fatty acid (PUFA), kalsium, fosfor, potasium, zink, dan magnesium yang lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi (Tabel 1.2). Susu kerbau memiliki kadar nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi dalam hal kandungan asam miristat, zat besi, dan mangan. Tabel 1.2 Perbedaan komposisi mikronutrisi susu sapi dan susu kerbau

(Barlowska et al. 2011)

Karakteristik Susu sapi Susu kerbau

Kolesterol mg/100 g 31.4 10.24

Asam palmitat (%) 32.24 12.58

Asam miristat (%) 11.24 28.02

SFA (%) 71.24 65.86

PUFA (%) 3.20 2.67

Kalsium (mg/100 g) 122 112

Fosfor (mg/100 g) 119 99

Potasium (mg/100 g) 152 92

Magnesium (mg/100 g) 12 8

Zink (μg/100 g) 530 410

Zat besi (μg/100 g) 80 161

Perbedaan kandungan dan kadar mikronutrisi susu kerbau dan susu sapi menyebabkan perbedaan kualitas nutrisi dan sensori produk olahan susu misalnya keju. Keju yang terbuat dari susu kerbau memiliki tekstur yang lebih kenyal dan rasa yang lebih enak dibandingkan dengan keju yang terbuat dari susu sapi. Lemak pada susu merupakan sumber dari sebagian komponen-komponen pembentuk citarasa, aroma, rasa, dan kelembutan keju. Keju yang dibuat dari susu tanpa lemak, umumnya memiliki tekstur yang keras dan tidak membentuk cita rasa tipikal keju yang diharapkan. Susu skim yang diperoleh melalui pemisahan krim secara manual masih mengandung lemak sebanyak 1.0–1.75%, sehingga beberapa jenis keju (misalnya blue Vinney) yang dibuat dari jenis susu ini dapat membentuk cita rasa tipikal keju. Keju yang dibuat dari susu skim yang dipisahkan dengan menggunakan mesin separator krim (kadar lemak 0.1–0.2%) tidak mempunyai citarasa selain cita rasa laktat digolongkan ke dalam keju lunak.

Susu mengandung berbagai senyawa bioaktif yang diproduksi secara enzimatis saat proses pencernaan dalam tubuh. Senyawa bioaktif dapat berfungsi sebagai proteksi terhadap enteropatogen. Fungsi lain dari senyawa bioaktif adalah sebagai antimikrob, antihipertensi, antioksidatif, antitoksik, dan pengatur zat imun (immunomodulatory). Berbagai senyawa bioaktif susu dapat berasal dari lemak, protein, lemak, dan karbohidrat (Tabel 1.3) (Park 2009). Korhonen dan Leppälä (2004) dalam Park (2009) menyatakan bahwa kasein dan protein whey

menghasilkan 3–20 asam amino yang berfungsi sebagai senyawa bioaktif.

(26)

Tabel 1.3 Komponen senyawa bioaktif susu dan fungsinya (Park 2009)

Prekursor Komponen

bioaktif Aktivitas

α-, - kasein Fosfopeptida Mengikat mineral binding dan membantu penyerapannya (Ca, P, Zn)

Immunopeptida, kasomorfin Kasokinin

Meningkatkan imun dan aktivitas fagositosis.

αs1-kasein Israsidin Antimikrob

αs2-kasein Kasosidin Antimikrob

κ-kasein Kasoplatelin Antitrombosis Imunoglobulin

(Ig)

IgG, IgA Immunomodulatory

Laktoferin Laktoferin Immunomodulatory, antimikrob (bakteriostatik, antivirus, meningkatkan aktivitas probiotik dalam saluran pencernaan.

Oligosakarida Oligosakarida Meningkatkan aktivitas probiotik dalam saluran pencernaan.

Glikolipid Glikolipid Antimikrob (menurunkan kemampuan pelekatan bakteri dan virus pada sel epitel usus)

Prolaktin Prolaktin Immunomodulatory

Citokin Interleukin,

Interferon

Immunomodulatory

2.3 Lactobacillus plantarum Penghasil Asam Laktat

Kelompok Bakteri Asam Laktat (BAL) terdiri atas famili Lactobacillaceae (Lactobacillus dan Weisella) dan famili Streptococcaceae (Leuconostoc, Streptococcus dan Pediococcus). Banyak ditemukan isolat BAL pada dadih diantaranya Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus dan Lactococcus. Isolat BAL sering digunakan sebagai kultur probiotik dalam produk-produk fermentasi susu seperti dadih. Sebagai probiotik, beberapa spesies BAL tumbuh dan berkembang dalam sistem pencernaan manusia (Widodo 2003). Bakteri tersebut mampu hidup pada kondisi pH rendah, menekan bakteri patogen, menyerap bahan penyebab kanker dan tumor, serta memicu sistem kekebalan tubuh.Asam laktat yang dihasilkan oleh BAL menyebabkan terjadinya penurunan pH lingkungan. pH yang rendah dapat menghambat kontaminasi mikrob pembusuk dan mikrob patogen.

Asam laktat (CH3CHOHCOO-) dapat dimanfaatkan untuk agen pengawet

(27)

mampu bertahan hidup melalui uji in vitro pada pH 2 (pH lambung), pH 7.2 (pH usus) dan kadar garam 0.3% (kadar garam empedu).

Lactobacillus plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, family Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. Kelompok Lactobacillus memiliki ciri morfologi antara lain: berbentuk batang, biasanya panjang tetapi terkadang berbentuk bulat, umumnya dalam rantai-rantai pendek dan biasanya berukuran 0.5–1.β μm x 1.0–10.0 μm. Kelompok bakteri tersebut termasuk bakteri Gram positif, tidak menghasilkan spora, biasanya tidak bergerak, anaerob fakultatif, katalase negatif, koloninya dalam media agar berukuran 2–5 mm, konfeks, opak, sedikit transparan dan tidak berpigmen. Memiliki metabolit utama berupa asam laktat. Genus ini tumbuh baik pada suhu 30–40 oC dan tersebar luas di lingkungan terutama dalam produk-produk pangan asal hewan dan sayuran. Bakteri ini menetap dalam saluran pencernaan unggas dan mamalia (Holt et al. 1994).

Pemanfaatan supernatan L. plantarum sebagai agen biopreservasi akhir-akhir ini makin dikembangkan. Arques et al. (2015) melaporkan bahwa supernatan L. plantarum WHE 92 yang disemprotkan pada keju Munster dapat menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes dan L. innocua. Penggunaan supernatan sebagai bahan pengawet keju dan bahan makanan sejenis, diketahui tidak mempengaruhi nilai nutrisi bahan makanan tersebut. Penambahan kultur BAL ke dalam fresh cheese yang terbuat dari susu kambing dilaporkan oleh Frau et al. (2014). Frau melaporkan bahwa penambahan kultur BAL ke dalam fresh cheese tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas sensori yaitu warna dan tekstur, tetapi mempengaruhi aroma dan rasa. Aroma keju menjadi lebih kuat dan rasa lebih asam. Hal tersebut disebabkan karena penambahan dilakukan berupa kultur segar sehingga terdapat aktivitas biokimia selama pertumbuhannya. Yerlikaya dan Ozer (2014) juga melaporkan bahwa penambahan kultur BAL ke dalam fresh white cheese tidak merubah kadar lemak dan kualitas sensori (aroma, tekstur, dan warna).

2.4 Bakteri Pencemar

2.4.1 Staphylococcus aureus

S. aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0.7– 1.β μm. Koloni tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, sifat hidupnya fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ºC, dengan rentangan suhu pertumbuhan 6–48 oC. Koloni pada media, berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau (Gambar 2.2).

(28)

menyebabkan intoksikasi dan infeksi bisul, pneumonia, dan mastitis pada hewan (Fardiaz 1992). Bakteri tersebut mampu memproduksi toksin pada suhu 35–40 oC. 2.4.2 Escherichia coli

E. coli termasuk ke dalam golongan koliform dan secara normal hidup di dalam usus besar dan kotoran manusia maupun hewan. Dengan demikian E. coli disebut juga koliform fekal dan digunakan secara luas sebagai indikator pencemaran. E. coli adalah bakteri Gram negatif, berbentuk batang, dan tidak membentuk spora (Fardiaz 1992). Panjang sel E. coli adalah 2.0–6.0 μm dan tersusun tunggal atau berkoloni. Bakteri tersebut tidak berspora dan sebagian besar dapat bergerak (flagel peritrik). Morfologi makroskopis pada medium padat berbentuk bulat, permukaan konveks dan halus serta pinggiran yang rata (Gambar 2.2). Sifat hidup E. coli adalah anaerobik fakultatif dan termasuk katalase positif (Holt et al. 1994).

Suhu pertumbuhan E. coli adalah 10–40 oC dengan suhu optimum 37 oC. Bakteri ini mempunyai pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7.0–7.5. Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi (Supardi dan Sukamto 1999). Pelczar dan Chan (2007) mengemukakan bahwa bakteri ini termasuk ke dalam bakteri anaerobik fakultatif, artinya bakteri ini secara terbatas dapat hidup dalam keadaan aerobik ataupun anaerobik. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup hingga suhu 60 oC selama 15 menit atau pada 55 oC selama 60 menit.

Habitat E. coli terdapat di dalam saluran pencernaan hewan dan manusia sebagai flora normal. Namun keberadaannya di lingkungan dapat menyebabkan pencemaran air dan dapat menginfeksi tubuh manusia. Dosis yang dapat menimbulkan gejala infeksi E. coli pada makanan berkisar antara 8–9 log cfu g-1. Bahan makanan yang sering terkontaminasi E. coli antara lain daging sapi, daging ayam, daging babi, ikan dan makanan hasil laut. Selain itu telur dan produk olahannya, sayuran, buah-buahan, sari buah serta susu juga mudah terkontaminasi E. coli (Supardi dan Sukamto 1999).

Beberapa jenis E. coli bersifat patogen dan menjadi penyebab diare, yaitu serotipe-serotipe golongan E. coli enteropatogenik (EPEC), E. coli enteroinvasif (EIEC), E. coli enterotoksigenik (ETEC), dan E. coli enterohemoragik (EHEC). Adanya E. coli dalam makanan menunjukkan bahwa makanan tersebut terkontaminasi kotoran manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus.

Gambar 2.2 Morfologi A. S. aureus; B. E. coli; C. L. plantarum (Tafti et al. 2013)

(29)

3

METODOLOGI

UMUM

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Dangke susu sapi memiliki kandungan nutrisi tinggi antara lain protein 23.8%, lemak 14.8%, kadar air 55.0%, dan kadar abu 2.1% (Hatta et al. 2013). Dangke susu sapi memiliki keunggulan dalam hal warna dan aroma, yaitu putih kekuningan serta aromanya khas aroma susu. Kenyataannya, dangke susu kerbau masih lebih disukai karena lebih lembut, lebih empuk, dan tidak lengket saat ditelan. Hal tersebut dikarenakan kadar lemak susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi.

Dangke susu sapi memiliki pH 6.4 dan umumnya dapat tahan selama 5–7 hari dalam suhu untuk refrigerator. Berdasarkan SNI No. 7388 tahun 2009 bahwa batas maksimum cemaran pada semua jenis keju antara lain: E. coli adalah 1 log cfu g-1 dan S. aureus adalah 2 log cfu g-1. Hasil penelitian Razak et al. (2009) menunjukkan bahwa L. plantarum memiliki kemampuan antibakteri dalam dangke. Hasil penelitian Hanum (2010) menyatakan bahwa L. plantarum dapat menghambat laju pertumbuhan enterobactericeae.

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (KMV) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pangan (ITP) IPB, dan Laboratorium Uji Organoleptik Fakultas Peternakan (FAPET) IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dari bulan April sampai dengan Desember 2014.

3.3 Bahan dan Alat

Bahan hidup yang digunakan antara lain bakteri uji (S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922) koleksi laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Departemen IPHK, FKH-IPB, L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) (koleksi departemen PAU UGM). L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) adalah isolat yang diperoleh dari Laboratorium PAU UGM dengan kode pengiriman Lactococcus lactis FNCC 0086, tetapi setelah reidentifikasi isolat tersebut teridentifikasi sebagai Lactobacillus plantarum. Media biakan dan bahan kimia yang digunakan adalah VogelJohnson Agar (VJA), Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB) (Oxoid CM 0003B), Mueller-Hinton Broth (MHB) (Oxoid CM 0359), de man Rogosa and Sharpe Broth (MRSB) (Oxoid CM 0359), Violet Red Bile (VRB) agar (Oxoid CM0069), API 50 CHL kits Biomerieux, buffered peptone water (BPW) 0.1% (Pronadisa 1402.00), asam sulfat pekat, amil alkohol, aquades, NaOH 10%, NaOH 0.1 N, H3BO3 3%, H2O2 3%, larutan standar Mc Farlan no. 1,

(30)

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop, butirometer Gerber, timbangan analitik, inkubator, autoklaf, tabung reaksi, cawan petri, stirer, batang ose, penangas air, sumbat karet, pipet steril, gelas ukur, botol, termometer, panci, saringan plastik, tempurung kelapa, pH meter, higrometer, oven, butirometer, sentrifuse, dan separator susu.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Rekultur, Reidentifikasi, dan Preparasi Supernatan

Isolat BAL disegarkan dalam 5 mL MRSB dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Kultur BAL berumur 24 jam kemudian dipupuk dalam MRS agar dan kembali diinkubasi selama 24 jam. Kultur dalam MRS agar kemudian diidentifikasi secara morfologi dengan pewarnaan Gram dan uji katalase menggunakan H2O2 3%. Isolat dengan karakter gram positif, katalase negatif, dan

tidak memproduksi gas selama fermentasi, lebih lanjut diuji kemampuannya dalam memfermentasi 49 jenis karbohidrat untuk diidentifikasi mengkonfirmasi jenisnya menggunakan kit API 50 CHL (Biomerieux, Perancis). Isolat umur 24 jam digoreskan pada medium MRS agar, selanjutnya disuspensikan pada medium API CHL dan dihomogenisasi. Suspensi isolat pada medium API CHL diteteskan pada API CHL strip yang berisi substrat 49 macam karbohidrat, kemudian diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 48 jam. Kemampuan isolat dalam memfermentasi substrat diamati pada 24 dan 48 jam inkubasi. Perubahan warna dari biru gelap menjadi kuning dinyatakan sebagai perubahan yang positif. Hasil yang diperoleh diolah dengan menggunakan software API 50 CHL sehingga didapatkan data jenis bakteri yang diuji.

Isolat L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dan E. coli ATCC 25922 dikonfirmasi dengan pewarnaan Gram dan uji katalase menggunakan H2O2 3%.

Selanjutnya terhadap L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dilakukan uji API 50 CHL. Isolat L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) hasil identifikasi diinokulasikan ke dalam 100 mL medium MRSB dan diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 24 jam (Iyapparaj et al. 2013). Selanjutnya dilakukan pemisahan sel dengan supernatan menggunakan sentrifus pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 oC. Supernatan kemudian disaring menggunakan membran filter 0.2 μm dan disimpan pada suhu 4 oC sebagai stok. Endapan berupa sel ditanam dalam cryoinstant sebagai stok isolat BAL dan disimpan dalam freezer suhu -18 oC. Supernatan sebagai stok siap digunakan dalam setiap tahapan penelitian.

(31)

3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri dan Penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM)

Menentukan KHM dilakukan dengan menggunakan metode dilusi (Sari et al. 2010; Ratsep et al. 2014). Sebanyak 5 mL larutan uji yang terdiri atas media NB, supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dan 6 log cfu mL-1 bakteri patogen dimasukkan ke dalam tabung. Larutan uji dibuat dalam beberapa konsentrasi supernatan yaitu: 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90%. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Kemudian diamati pertumbuhannya dengan melihat ada tidaknya kekeruhan pada larutan uji. Selanjutnya dari masing-masing konsentrasi larutan uji diambil 0.1 mL dan disebar ke media spesifik untuk masing-masing jenis bakteri dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Kemudian dihitung jumlah koloni bakteri uji yang tumbuh. Konsentrasi larutan uji yang tidak ada pertumbuhan bakteri ditetapkan sebagai kadar hambat minimum (KHM) supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086).

3.4.3 Pembuatan Dangke

Proses pembuatan dangke dalam penelitian ini menggunakan krim susu sapi yang ditambahkan ke dalam susu sapi segar. Penambahan krim merupakan upaya untuk meningkatkan kadar lemak dangke susu sapi. Krim ditambahkan ke dalam susu sapi dengan kadar lemak 1% dan 2% (g/v) dari volume susu. Kadar lemak dalam krim ditentukan dengan metode Kieferle dan Charlotte (Sudarwanto 2012). Susu kemudian dipanaskan dengan api kecil sampai  70 oC, kemudian ditambahkan getah buah pepaya sehingga terjadi penggumpalan (curd) dan dibiarkan hingga mendidih dan didinginkan. Setelah didinginkan kemudian ditambahkan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dan dibiarkan selama 30 menit. Selanjutnya curd yang terbentuk disaring dan dimasukkan ke dalam cetakan yang terbuat dari tempurung kelapa sambil ditekan-tekan supaya cairannya terpisah. Dangke yang terbentuk kemudian dibungkus dengan daun pisang.

3.4.4 Analisa Proksimat Dangke

Analisis proksimat dangke dilakukan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI 1992) dan Association of Official Agricultural Chemists (AOAC 1995) untuk mengetahui kadar air dan abu dengan metode gravimetri, kadar lemak dengan metode hidrolisis-Soxhlet, dan kadar protein dengan metode Kjeldahl mikro. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan rumus (by difference), yaitu: 100% - % (protein + lemak + abu + air). Nilai pH ditentukan dengan metode SNI (1998).

3.4.4.1 Penentuan Kadar Air

(32)

Kadar air = W – W1 x 100% W

Keterangan :

W = berat sampel awal (g)

W1 = berat sampel setelah pengeringan (g) 3.4.4.2 Penentuan Kadar Lemak

Mengukur kadar lemak dangke dilakukan dengan menggunakan metode

Soxhlet. Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5–10 gram dan kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam thimble (selongsong tempat sampel), bagian atas sampel ditutup dengan kapas. Pelarut yang digunakan adalah petroleum spiritus dengan titik didih 60–80 °C. Selanjutnya labu kosong diisi butir batu didih. Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan petroleum spiritus 60–80 °C sebanyak 175 mL.

Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam Soxhlet. Soxhlet

disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan. Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondenser mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 6 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan. Kadar lemak diperoleh melalui selisih berat labu lemak akhir dengan berat labu lemak awal, dibagi dengan berat sampel, kemudian dikalikan 100%.

3.4.4.3 Penentuan Kadar Protein

Sebanyak 0.5–3 g dangke dimasukkan ke dalam labu kjedahl dan didestruksi dengan menggunakan 20 mL asam sulfat pekat dengan pemanasan sampai terjadi larutan berwarna jernih. Larutan hasil destruksi diencerkan dan didestilasi dengan penambahan 10 mL NaOH 10%. Destilat ditampung dalam 25 mL larutan H3BO3 3%. Larutan H3BO3 dititrasi dengan larutan HCl standar

dengan menggunakan metil merah sebagai indikator. Dari hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui.

Kadar protein dapat ditentukan dengan persamaan berikut: % Protein = B x D x E x F x G x 100%

C A x 1000

Keterangan:

A = berat sampel (g)

(33)

F = faktor konversi untuk susu (6.38) G = berat molekul nitrogen (14) 3.4.4.4 Kadar Abu

Sampel ditimbang sebanyak 1–5 g, lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobot tetapnya. Sampel diarangkan di atas bunsen dengan nyala api kecil hingga berasap, selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 500–600 oC sampai menjadi abu yang berwarna putih. Cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus:

Kadar abu (%) = Berat abu (g) x 100% Berat sampel (g)

3.4.5 Penambahan Supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) sebagai Biopreservasi

Supernatan yang digunakan berasal dari hasil fermentasi L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) yang telah diuji senyawa aktivitas antibakterinya. Perlakuan penambahan biopreservasi ke dalam dangke antara lain:

a. Dangke tanpa penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) (kontrol negatif)

b. Dangke dengan penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086)(perlakuan)

Kadar supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) yang digunakan sebagai preservasi merupakan nilai kadar hambat minimum (KHM) yang diperoleh dari Tahap 1.

3.4.6 Mengukur Kadar Lemak dalam Krim

Kadar lemak dalam krim terlebih dahulu ditentukan dengan metode Kieferle dan Charlotte (Sudarwanto 2012). Untuk mengukur kadar lemak dalam krim dibutuhkan nilai kadar air krim. Untuk mengukur kadar air krim, terlebih dahulu mengeringkan cawan porselen dan menimbangnya sebelum melakukan pengerjaan. Selanjutnya memasukkan 5 gram krim ke dalam cawan porselen dan menimbang kembali untuk memperoleh berat krim dalam cawan. Sampel dipanaskan sampai terbentuk warna kecokelatan pada endapan yang bukan lemak lalu didinginkan dalam eksikator. Kemudian menimbang berat cawan porselen beserta sisa krim yang telah diuapkan airnya. Pengerjaan tersebut diulang beberapa kali hingga mendapatkan berat krim yang konstan. Setelah diperoleh berat krim yang konstan kemudian dihitung kadar airnya untuk kemudian menghitung kadar lemak krim dengan rumus:

Kadar lemak dalam krim (%) = 100 – (kadar air x 1.1)%

Setelah diketahui kadar lemak dalam krim, kemudian dihitung kebutuhan krim yang akan ditambahkan ke dalam susu sapi untuk menetapkan penambahan lemak 1% dan 2%. Kebutuhan krim yang ditambahkan menggunakan rumus:

(34)

Keterangan:

M1 = kadar lemak dalam krim

M2 = kadar lemak yang ditentukan (1% atau 2%)

V1 = volume krim yang dibutuhkan

V2 = volume susu

3.4.7 Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Uji

Jumlah koloni dinyatakan dengan colony forming unit (cfu) per gram atau per mL atau luasan tertentu dari contoh (cm2) (Morton 2001; Waluyo 2007). Perhitungan dilakukan menurut ketentuan Standard Plate Count (SPC). Perhitungan terhadap E. coli ATCC 25922 dilakukan dengan menggunakan metode tuang menggunakan medium VRB agar, sedangkan terhadap S. aureus ATCC 25923 menggunakan medium VJA.

3.4.8 Analisis Sensori

Analisis sensori terhadap dangke susu sapi dengan penambahan lemak dan supernatan dilakukan dengan menggunakan indera manusia untuk mengukur warna, tekstur, aroma, dan rasa dangke (Setyaningsih et al. 2010; Marimuthu et al. 2013). Atribut sensori tersebut diuji dengan uji perbandingan pasangan (Lampiran 5) dengan pembanding dangke susu kerbau. Atribut sensori juga dilakukan terhadap mutu dan daya simpannya menggunakan uji skoring selama penyimpanan produk pada suhu ruang (Lampiran 6 dan 7). Uji skoring dilakukan setiap hari sampai terdeteksi adanya kerusakan produk berupa adanya lendir, jamur, dan produk menjadi basi. Pengujian sensori dibantu oleh 9 panelis agak terlatih yang dianggap peka dalam menilai mutu dan daya simpan dangke (Dzarnisa 1999; Jinjarak et al. 2006).

Sebelum melakukan uji sensori, dilakukan beberapa persiapan agar data yang diperoleh tidak bias. Persiapan meliputi: persiapan panelis, laboratorium pengujian, dan persiapan contoh. Untuk menjadi anggota panel dilakukan seleksi panelis dengan persyaratan yaitu: memiliki kepekaan indrawi yang baik, sehat, memiliki waktu luang, berpengetahuan luas tentang produk dangke, memiliki ketertarikan pada bidang pengujian, serta memiliki kemampuan ilmu dasar tentang analisis sensori.

3.5 Analisis Data

(35)
[image:35.595.88.536.115.748.2]

dan daya simpan dengan uji skoring dan dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis.

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian yang dilakukan TAHAP 1

Rekultur dan reidentifikasi L.

plantarum dan bakteri uji 1. Kadar air

2. Kadar lemak 3. Kadar protein 4. Kadar karbohidrat 5. Kadar abu

6. pH Uji aktivitas antimikrob

supernatan L. plantarum terhadap bakteri uji Penentuan kadar hambat minimum (KHM).

 Ada tidaknya aktivitas antimikrob  Nilai KHM

Pembuatan dangke Penambahan lemak: 1. 1%

2. 2%

Penambahan biopreservasi: 1. tanpa penambahan

supernatan L. plantarum (-) 2. Supernatan L. plantarum TAHAP 2

Inokulasi bakteri uji:  S. aureus ATCC 25923  E. coli ATCC 25922

TAHAP 3

Uji organoleptik

Uji perbandingan pasangan: 1. Warna

2. Tekstur 3. Aroma 4. Rasa

Pembanding: dangke susu kerbau

Dihitung jumlah koloni bakteri uji

→ media spesifik Hari ke- 0, 2, 4, 6, 8 Analisis proksimat dangke susu

kerbau dan dangke susu sapi

Uji skoring 1. Warna 2. Tekstur 3. Aroma 4. Rasa 5. Jamur 6. Lendir

Pembanding: dangke susu sapi tanpa supernatan

Dangke

Dangke : 1. Susu kerbau 2. Susu sapi dengan

penambahan supernatan L. plantarum dan lemak susu sapi 1% dan 2%

Setiap hari sampai terdeteksi

(36)

4 KADAR NUTRISI

DANGKE

SUSU KERBAU DAN

DANGKE

SUSU SAPI YANG DITAMBAHKAN LEMAK SUSU

DAN SUPERNATAN

Lactobacillus plantarum

(

L. lactis

FNCC

0086)

ABSTRACT

Dangke is a traditional food from Enrekang districts in South Sulawesi made from buffalo milk. Lately buffalo‟s milk dangke began to decrease in the market while cow's milk dangke increase with the number of cattle. Buffalo‟s milk dangke has taste more savory and smoother texture, more tender, and not sticky when ingested. It is caused the higher buffalo milk fat than cow milk. The aims of the study are to measure nutrient levels of buffalo‟s milk dangke and cow's milk dangke enriched by cow's milk fat. The nutrient contents are water, ash, carbohydrate, protein, fat, and pH. The data was analyzed by descriptive statistic. The addition of cow‟s milk fat (1% and β%) into cow‟s milk dangke have ability to improve fat content of cow‟s milk dangke. However, the improvement not yet equal with fat content of buffalo‟s milk dangke.

Key words: cow‟s milk fat, dangke, L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant, nutrient levels

4.1 PENDAHULUAN

Dangke adalah makanan tradisional masyarakat kabupaten Enrekang di Sulawesi Selatan yang dibuat dari susu kerbau. Pembuatan dangke dilakukan melalui proses pemanasan susu, penggumpalan dan selanjutnya dikemas menggunakan daun pisang. Hatta et al. (2013) melaporkan bahwa dibandingkan dengan dangke susu sapi, rasa dangke susu kerbau lebih gurih dan teksturnya lebih halus, lebih empuk, dan tidak lengket saat ditelan. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan lemak susu kerbau lebih tinggi dari susu sapi. Buckle et al. (2007) dan Hussain et al. (2012) melaporkan kandungan lemak susu kerbau dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi.

Lemak susu sapi terdiri atas 97-98% trigliserida. Komposisi lainnya adalah fosfolipid, glikolipid, monogliserida, dan digliserida, sterol bebas, dan asam lemak bebas. Lemak pada susu merupakan sumber dari sebagian komponen-komponen pembentuk citarasa, aroma, rasa, dan kelembutan keju. Dangke termasuk jenis keju tanpa pemeraman (non ripened cheese) dengan getah pepaya sebagai bahan penggumpal. Dangke memiliki kadar air 63.83% (Syah 2012) sehingga dangke digolongkan ke dalam keju lunak (soft cheese). Aras (2009) melaporkan kandungan nutrisi dangke antara lain kadar lemak 24.51%, protein 17.16%, laktosa 12.65%, dan pH 6.00.

(37)

(1% dan 2%) dan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dengan dangke susu kerbau. Kadar nutrisi meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar lemak, dan pH.

4.2

METODE

PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pangan (ITP), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kerbau berasal dari peternakan kerbau tradisional penduduk Ngarai Sianok (Padang), susu sapi diperoleh dari peternakan sapi KUNAK (Bogor), larutan getah pepaya, supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086), daun pisang, dan cetakan tempurung kelapa (berasal dari Enrekang).

4.2.1 Pembuatan Dangke

Proses pembuatan dangke dalam penelitian ini menggunakan krim susu sapi yang ditambahkan ke dalam susu sapi segar. Penambahan krim merupakan upaya untuk meningkatkan kadar lemak dangke susu sapi. Krim ditambahkan ke dalam susu sapi dengan kadar lemak 1% dan 2% (g/v) dari volume susu. Kadar lemak dalam krim ditentukan dengan metode Kieferle dan Charlotte (Sudarwanto 2012). Susu kemudian dipanaskan dengan api kecil sampai  70oC, kemudian ditambahkan getah buah pepaya sehingga terjadi penggumpalan (curd) dan dibiarkan hingga mendidih dan didinginkan. Setelah didinginkan kemudian ditambahkan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dengan supernatan yang diperoleh dari hasil penentuan KHM dan dibiarkan selama 30 menit. Selanjutnya curd yang terbentuk disaring dan dimasukkan ke dalam cetakan yang terbuat dari tempurung kelapa sambil ditekan-tekan supaya cairannya terpisah. Dangke yang terbentuk kemudian dibungkus dengan daun pisang.

4.2.2 Analisis Proksimat Dangke

Analisis proksimat dangke dilakukan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI 1992) dan Association of Official Agricultural Chemists (AOAC 1995) untuk mengetahui kadar air dan abu dengan metode gravimetri, kadar lemak dengan metode hidrolisis-Soxhlet, dan kadar protein dengan metode Kjeldahl mikro. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan rumus (by difference), yaitu: 100% - % (protein + lemak + abu + air). Nilai pH ditentukan dengan metode SNI (1998).

4.2.3 Analisis Data

Hasil pengukuran terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan pH dianalisis dengan analisis deskriptif.

4.3 HASIL DAN PEMBAHASAN

(38)

Tabel 4.1 Hasil analisis proksimat dangke susu sapi dengan penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dan lemak 0%, 1%, dan 2%

No Jenis uji Hasil uji proksimat

DSK DSSL0 DSSL1 DSSL2

1 Kadar air (g/100g) 45.65 60.65 58.39 59.10

2 Kadar abu (g/100g) 1.77 1.94 1.72 1.61

3 Kadar lemak (g/100g) 32.82 17.31 24.47 22.96

4 Kadar protein (g/100g) 19.23 15.42 14.8 13.19 5 Kadar karbohidrat (g/100g) 0.53 4.68 0.62 3.14

6 pH 6.65 6,51 6.08 6.11

Keterangan: DSK = Dangke Susu Kerbau; DSSL0 = Dangke Susu Sapi; DSSL1 = Dangke Susu

Sapi + lemak susu 1%; DSSL2 = Dangke Susu Sapi + lemak susu 2%.

4.3.1 Kadar Air

Kadar air dangke susu kerbau paling rendah diantara keempat jenis dangke (45.65%). Hasil tersebut sesuai dengan yang dilaporkan Murtaza et al. (2014) yang menunjukkan bahwa keju susu kerbau memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan dengan keju susu sapi. Kadar air dipengaruhi oleh volume padatan yang terlarut dalam bahan pangan. Semakin besar volume padatan yang terlarut maka kadar air semakin kecil. Dangke susu kerbau mempunyai total padatan yang paling besar kemudian diikuti oleh dangke susu sapi yang ditambah lemak 1%, dangke susu sapi yang ditambah lemak 2%, dan terakhir dangke susu sapi tanpa penambahan lemak. Materi penyusun padatan dangke antara lain lemak, protein, karbohidrat, dan mineral. Susu kerbau memiliki kandungan lemak dan protein lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi (Murtaza et al. 2014 dan Salman et al. 2014). Oleh karena itu curd yang terbentuk saat penggumpalan protein oleh papain lebih banyak.

Kadar air merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan tekstur keju. Kadar air yang semakin meningkat akan menyebabkan tekstur semakin lunak. Dangke merupakan salah satu jenis keju lunak (soft cheese) karena memiliki kadar air lebih dari 40% (Buckle et al. 2007). Kadar air dangke juga dipengaruhi oleh pemberian konsentrasi getah pepaya. Semakin tinggi pemberian konsentrasi getah pepaya menyebabkan kadar air cenderung makin menurun (Winarno 1993). Penelitian ini menggunakan getah pepaya dengan konsentrasi 0.4% agar dangke yang terbentuk tidak terlalu pahit ketika dikonsumsi (Yuniwati et al. 2008). Alkaloid karpain pada getah pepaya akan memberi pengaruh rasa pahit pada dangke.

4.3.2 Kadar Abu

(39)

menunjukkan adanya peningkatan kadar mineral. Hal tersebut disebabkan adanya kemungkinan mineral yang tertinggal di dalam whey saat pembentukan curd. Mineral yang terkandung dalam susu antara lain natrium, kalsium, fosfor, zat besi, dan kalium. Pada umumnya kandungan mineral pada susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Murtaza et al. (2014) melaporkan bahwa keju susu kerbau memiliki kadar natrium, kalsium, dan kalium lebih tinggi dibandingkan dengan keju susu sapi. Lain halnya dengan hasil penelitian Salman et al. (2014) bahwa susu kerbau dan susu sapi memiliki kadar abu yang relatif sama. Goyal dan Gandhi (2009) melaporkan bahwa kalsium mengalami presipitasi menjadi kompleks kalsium kaseinat saat penggumpalan protein susu dan sebagian besar tersimpan dalam curd. Hal tersebut juga menjadi alasan mengapa dangke susu sapi tanpa penambahan lemak memiliki kadar abu paling tinggi. Saat proses penggumpalan protein, kemungkinan kalsium pada dangke susu sapi tanpa penambahan lemak terpresipitasi lebih banyak dibandingkan dengan dangke lainnya. Oleh karena itu lebih banyak kompleks kalsium kaseinat yang tersimpan dalam curd.

4.3.3 Kadar Lemak

Kadar lemak tertinggi terdapat dalam dangke susu kerbau (32.82%). Hal tersebut karena kandungan lipoprotein susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Daulay (1991) menyatakan bahwa protein berada pada lapisan luar membran globula lemak. Makin tinggi kandungan protein dalam susu, maka makin banyak jumlah lemak yang dapat diikat dan dipertahankan dalam keju, sehingga semakin tinggi pula kadar lemak yang dihasilkan. Selain itu ukuran globul lemak dan misel kasein susu kerbau juga lebih besar dibandingkan dengan susu sapi. Ukuran globul lemak susu kerbau dan susu sapi masing-masing 5.05 m dan 3.55 m, sedangkan ukuran misel kasein susu kerbau dan susu sapi masing-masing 190 nm dan 180 nm (Hussain et al. 2012). Hal tersebut memungkinkan lemak yang keluar dari curd susu kerbau lebih sedikit dibandingkan dengan curd susu sapi. Kadar lemak terendah terdapat pada dangke susu sapi tanpa penambahan lemak (17.31%). Penambahan lemak susu terbukti dapat meningkatkan kadar lemak dangke. Hal tersebut ditunjukkan oleh meningkatnya kadar lemak dangke susu sapi setelah penambahan lemak 1% dan 2%. Namun demikian, kadar lemak dangke dengan penambahan lemak 2% memiliki nilai kadar lemak lebih rendah dibandingkan dengan dangke dengan lemak 1%. Hal tersebut diduga ada partikel lemak yang keluar dari curd saat pemanasan. Menurut Fox et al. (2000), kadar lemak dalam keju dipengaruhi oleh lamanya pemanasan dan proses denaturasi protein. Terdapat kemungkinan lemak keluar dari curd saat pemanasan pada suhu lebih dari 70oC. Oleh karena itu semakin tinggi temperatur atau semakin lama proses pemanasan maka semakin besar kemungkinan lemak yang keluar dari curd dan larut dalam whey.

4.3.4 Kadar Protein

(40)

Gambar

Tabel 1.1 Kandungan nutrisi susu sapi dan susu kerbau (Hussain et al. 2012)
Tabel 1.2 Perbedaan komposisi mikronutrisi susu sapi dan susu kerbau
Tabel 1.3 Komponen senyawa bioaktif susu dan fungsinya (Park 2009)
Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian yang dilakukan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada lapisan kedua, di peroleh kecepatan gelombang refraksi pada bidang refraktor dengan renge 547 m/s – 2881 m/s yang di indikasikan sebagai batu pasir tuffan. Berdasarkan

Adapun hambatan komunikasi yang terjadi dalam proses ganti kerugian tanah pelebaran jalan trans Sulawesi meliputi; pertama Hambatan birokrasi yang terjadi pada proses

Sistem Pembelian Pada Distributor Outlet Secara Online Menggunakan PHP dan Mysql ini mempunyai hak akses yang dibedakan menjadi tiga yaitu: Admin yang mempunyai hak

Fokus penelitian dalam penulisan tesis ini adalah (1) Bagaimana problematika yang dihadapi guru pada perencanaan pembelajaran kurikulum 2013 untuk kelas IV di

(4) Besaran hak amil yang dapat digunakan untuk biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan sesuai dengan syariat Islam dengan mempertimbangkan

Direktur, Ketua Jurusan, Ketua Program Studi, Ketua Lembaga, Kepala Pusat, dan Kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Rektor paling lambat

Secara umum proses yang dialami sebagian besar subjek penelitian dalam mengatasi dorongan yang dirasakannya, yaitu dengan cara ego menggunakan mekanisme

Pasal 32 huruf q berisi tentang hak “menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar