Hasil PCR-RFLP gen BMPR1B dan BMP15 pada tiga kambing lokal
Indonesia (kambing Kacang, Samosir dan Muara) memperlihatkan bahwa semua
sampel monomorfik yaitu bersifat tipe liar. Metode deteksi PCR-RFLP gen
BMPR1B dan BMP15 seperti yang dilaporkan pada beberapa penelitian (Galloway
et al. 2000; Wilson et al. 2001; Davis et al. 2002; Hanrahan et al. 2004) mengungkapkan bahwa sampel yang bersifat tipe liar adalah non prolifik. Hal ini tidak sesuai dengan fakta bahwa beberapa sampel kambing Kacang, Samosir dan Muara yang diperoleh di lapangan bersifat prolifik. Hasil sekuensing gen
BMPR1B dan BMP15 dengan primer yang sama ternyata memperlihatkan adanya polimorfisme pada kedua gen tersebut. Namun alel mutan yang ditemukan pada gen BMPR1B dan BMP15 ini tidak berkorelasi dengan situs pemotongan enzim
restriksi. Hal ini menyimpulkan bahwa metode PCR-RFLP gen BMPR1B dan
BMP15 ini tidak dapat digunakan sebagai alat deteksi pada populasi kambing Kacang, Samosir dan Muara. Deteksi sifat prolifik berdasarkan metode PCR-
RFLP gen BMPR1B pada beberapa jenis domba Cina menunjukkan bahwa gen
FecB berkaitan dengan sifat prolifik yang tinggi pada ternak seperti Huyang, Small Tail Han, Cele, Duolang dan Chinese Merino strain prolifik, sebaliknya pada ternak yang bersifat non prolifik seperti Mongolia, Chinese Merino, Tan, Xinjiang, Hulunbeier, Inner Mongolia FineWool dan Northeastern Half-fuzz tidak ditemukan gen FecB. Adanya perbedaan distribusi gen FecB pada beberapa jenis
domba Cina menunjukkan bahwa gen BMPR1B sangat berkorelasi dengan
perbedaan bangsa pada ternak (Dirangkum oleh Hua & Yang 2009). Untuk
mengembangkan metode penanda genetik seperti Marker-assisted selection
membutuhkan tahapan yang cukup panjang sehingga harus diperhatikan rasio antara keuntungan dan biaya yang dibutuhkan (Davis & DeNise 1998). Pada penelitian ini, selanjutnya lebih difokuskan untuk mengidentifikasi keragaman
genetik gen BMP15 ekson 1 dan ekson 2 pada ketiga kambing lokal Indonesia.
Sifat prolifik secara alamiah disebabkan pematangan folikel yang terjadi secara serentak sehingga menghasilkan lebih dari satu folikel matang. Gen
menginduksi kerja dari sistem hormonal selama proses pembentukan folikel.
Protein BMP15 memiliki dua peran penting yaitu pertama, sebagai faktor
pertumbuhan dan proliferasi sel granulosa. Kedua, menghambat sensitivitas
folikel terhadap FSH dengan menekan ekspresi dari reseptor FSH (Otsuka et al.
2000). Ada enam alel mutan pada gen BMP15 yang diketahui berkorelasi dengan
sifat prolifik pada genotip heterozigot carrier dan sifat steril pada genotip
homozigot carrier yaitu T579A, C544T, C718T, G1100T, G635A dan delesi
525_541 (Galloway et al. 2000; Hanrahan et al. 2004; Bodin et al. 2007;
Martinez-Royo et al. 2008).
Mutasi yang terjadi pada gen BMP15 diketahui dapat menyebabkan
pertumbuhan dan proliferasi sel granulosa menjadi terhambat, sebaliknya ekspresi dari reseptor FSH menjadi maksimal. Hal ini menyebabkan terbentuknya beberapa folikel yang lebih kecil dan lebih sensitif terhadap FSH. Folikel-folikel
ini kemudian mengalami pematangan dini (Fabre et al. 2006). Kondisi prolifik
yang ditandai dengan adanya peningkatan laju ovulasi akan meningkatkan jumlah anak yang dilahirkan. Pada penelitian ini, ada tiga alel mutan yang ditemukan pada daerah ekson 2 yaitu A325G dan C398G pada kambing Kacang dan C34T pada kambing Muara. Mutasi yang terjadi berupa mutasi bisu dan mutasi netral
sehingga tidak mengubah fungsi dari protein BMP15.
Penentuan sifat prolifik pada penelitian ini berdasarkan jumlah anak. Adapun sifat prolifik dapat diindikasikan dengan dua parameter yaitu laju ovulasi dan jumlah anak. Ada kemungkinan bahwa kambing yang beranak satu sebenarnya mampu untuk mengovulasikan lebih dari satu oosit. Apabila kambing memiliki lebih dari satu embrio maka akan membutuhkan lebih banyak suplai makanan. Adanya defisiensi nutrisi dapat menyebabkan kegagalan reproduksi (Hunter 1981). Umumnya manajemen pemberian pakan pada ternak masih dilakukan secara tradisional, sehingga kurangnya suplai makanan dapat berdampak terhadap kematian dini. Suplai makanan yang berkualitas dapat menginduksi peningkatan laju ovulasi pada ruminansia kecil yang bersifat prolifik ataupun non prolifik (Dirangkum oleh Robinson et al. 2006).
Sifat prolifik bersifat aditif karena ada beberapa faktor yang turut berperan dalam menentukan fenotip. Sifat prolifik dipengaruhi oleh kesuksesan dari proses
reproduksi. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan reproduksi yaitu infeksi, defisiensi nutrisi, penyimpangan anatomi saluran kelamin, fase luteal yang singkat (sekresi progesteron yang tidak memadai) atau korpus luteum yang tetap utuh, perkembangan ovarium berkista, berahi yang tidak disertai ovulasi atau berahi diam (ovulasi tanpa ditandai berahi) dan pengaruh merusak dari estrogen tanaman (Hunter 1981).
Sifat prolifik dapat diinduksi dengan beberapa perlakuan variasi jenis
pakan (De Santiago-Miramontes et al. 2008) ataupun hormonal (Lehloenya &
Greyling 2009). Suplai makanan yang memadai dan pemberian mikro nutrisi juga dapat memacu peningkatan laju ovulasi, meningkatkan kualitas sperma dan ovum, berperan dalam perkembangan dan kelangsungan hidup embrio (Dirangkum oleh Robinson et al. 2006). Sifat prolifik juga bersifat pleiotropik, yaitu dikendalikan
oleh beberapa gen. Ada kemungkinan selain gen BMPR1B dan BMP15, ada
beberapa gen lain yang mempengaruhi sifat prolifik pada kambing Kacang,
Samosir dan Muara. Pada penelitian He et al. (2010) yang menggunakan tiga
kambing lokal Cina mengungkapkan bahwa gen BMPR1B, BMP15 dan GDF9
adalah monomorfik. Polimorfisme ditemukan pada gen INHα yang berkorelasi
dengan sifat prolifik. INHα merupakan suatu glikoprotein yang berfungsi sebagai
inhibitor terhadap sintesis dan sekresi FSH dari kelenjar pituitari. Cao et al.
(2010) mengungkapkan bahwa sifat prolifik pada kambing Jining Grey berkaitan
dengan mutasi yang terjadi pada gen KiSS-1. KiSS peptin berfungsi untuk
menstimulasi GnRH untuk melepas FSH dan LH secara langsung melalui G- protein-coupled receptor 54 (GPR54) untuk menghasilkan inisiasi pubertas.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil analisis gen BMPR1B dan BMP15 dengan metode PCR-RFLP
menunjukkan bahwa semua sampel dari ketiga kambing lokal Indonesia monomorfik. Hasil sekuensing dengan primer yang sama menunjukkan adanya
mutasi substitusi G72T pada gen BMPR1B dan mutasi substitusi G43A pada gen
BMP15. Namun kedua mutasi ini tidak berkaitan dengan situs restriksi.
Hasil sekuensing nukleotida gen BMP15 daerah ekson 1 menunjukkan
bahwa ketiga kambing lokal Indonesia memiliki urutan nukleotida yang identik. Polimorfisme ditemukan pada daerah ekson 2. Populasi kambing Kacang memiliki dua varian alel mutan yaitu A325G dan C398G. Populasi kambing Muara menunjukkan satu varian alel mutan yaitu C34T, sedangkan populasi kambing Samosir tidak bervariasi. Hasil analisis pohon filogeni berdasarkan
coding sequence ekson 2 memperlihatkan bahwa ketiga kambing lokal Indonesia berada dalam satu kelompok dengan kambing-kambing lokal di dunia dan termasuk kelompok monoovulasi.
Penelitian ini memberi gambaran awal keragaman genetik gen fekunditas (BMPR1B dan BMP15) pada kambing Kacang, Samosir dan Muara. Untuk itu, perlu diteliti lebih lanjut pada fragmen yang lebih luas dari kedua gen. Selain itu, perlu diteliti gen lain yang memiliki potensi polimorfisme yang berkaitan dengan tingkat kesuburan kambing-kambing lokal Indonesia. Penelitian lanjutan tentang gen yang berkaitan dengan sifat prolifik perlu dilakukan untuk mengembangkan metode deteksi pada kambing lokal Indonesia. Peningkatan manajemen pakan perlu dilakukan untuk memaksimalkan potensi sifat prolifik pada kambing lokal untuk mencegah adanya kematian embrio selama di dalam rahim.