• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Vaillant, 1902) DI SUNGAI MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR

7 PEMBAHASAN UMUM

Sungai Mahakam memiliki manfaat ekologis dan ekonomis. Secara ekologis perairan ini merupakan habitat dan tempat siklus hidup bagi berbagai jenis ikan. Secara ekonomis Sungai Mahakam merupakan daerah produktif sebagai sentral penangkapan ikan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat nelayan lokal. Setiap harinya banyak nelayan mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu kajian ikan ekonomis penting di Sungai Mahakam sangat dibutuhkan untuk pelestarian dan pengembangannya.

Kekayaan ikan air tawar di Sungai Mahakam sangat beragam dan salah satu spesies yang dominan adalah kelompok ikan lais. Bagi masyarakat lokal, ikan lais dimanfaatkan terutama sebagai ikan konsumsi yang bernilai ekonomis, sehingga menjadi target utama ikan tangkapan nelayan. Kerusakan lingkungan dan usaha penangkapan ikan yang tidak selektif dikhawatirkan akan menurunkan populasi ikan lais di Sungai Mahakam pada masa datang. Untuk menjaga kelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan maka diperlukan usaha pengelolaan dan konservasi. Kebijakan pengelolaan dan konservasi memerlukan informasi ilmiah sebagai dasar pertimbangan pengelolaan seperti: identitas spesies, karakteristik biometrik dan genetik, distribusi populasi, serta informasi biologi reproduksi.

Nama spesies yang akurat sangat penting dalam banyak aspek termasuk untuk upaya pengelolalaan dan konservasi. Ikan lais famili Siluridae memiliki kemiripan morfologis di antara spesiesnya dan sulit untuk dibedakan (Nelson 2009). Dalam penelitian ini, enam spesies ikan lais dari Sungai Mahakam dapat di validasi secara biometrik dan genetik.

Biometrik berdasarkan analisa komponen utama diperoleh perbedaan antara genus Ompok dengan Kryptopterus lebih mendetail dibandingkan dengan identifikasi sebelumnya berdasarkan kepada kehadiran sirip dorsal, panjang batang ekor, lebar gigi vomer, panjang sungut maksila, lebar kepala, panjang prepektoral, panjang interorbital, panjang dasar sirip anal, dan jumlah tapis insang menambahkan karakter spesifik sebagai pembeda spesies. Hasil kajian biometrik dapat memberikan karakter yang lebih pasti bagi berbagai pihak berkepentingan untuk membedakan spesies serta membuktikan bahwa enam spesies ikan lais dari Sungai Mahakam merupakan spesies yang berbeda. Selanjutnya perbedaan karakter biometrik yang diperoleh tersebut digunakan dalam menyusun kunci identifikasi praktis ikan lais dari Sungai Mahakam dengan tingkat akurasi yang tinggi.

Selain analisis biometrik, analisis karakter genetik menggunakan gen COI DNA mitokondria diperlukan untuk membedakan dan memastikan spesies ikan lais. Penyejajaran berganda antara genus Kryptopterus dan Ompok dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 9 single nucleotide polymorphism (SNP) sebagai penanda genetik, antar sepesies dalam genus Kryptopterus ditemukan sebanyak 73 SNP yaitu: K. limpok (34), K. apogon (19), K. micronema (6), K. bicirrhis (14), antar spesies dalam genus Ompok ditemukan sebanyak 22 situs SNP yaitu : O. miostoma (4) dan O. hypophthalmus (18). Single nucleotide polymorphism tersebut dapat digunakan sebagai DNA barcoding spesies ikan lais dari Sungai Mahakam.

Kepastian spesies O miostoma dari Sungai Mahakam sebagai spesies berbeda dengan O. bimaculatus dari perairan India divalidasi dalam penelitian ini. Spesies O. miostoma dari Sungai Mahakam awalnya diidentifikasi sebagai spesies yang sama dengan O. bimaculatus dari perairan India oleh Kottelat (1994), tetapi berdasarkan SNP dan konstruksi ulang pohon filogenetik menegaskan bahwa kedua spesies tersebut adalah berbeda. Perbedaan genetik pada O. miostoma ditemukan sebanyak 4 SNP sedangkan pada O. bimaculatus ditemukan 10 SNP. Fakta genetik berdasarkan SNP dan konstruksi ulang pohon genetik menggunakan gen COI sepanjang 655 bp, mendukung revisi nama spesies O. bimaculatus dari

Sungai Mahakam yang dilakukan oleh Kottelat (2013) menjadi spesies baru yaitu O. miostoma.

Informasi runutan gen COI di dalam data GenBank untuk ikan famili Siluridae masih sedikit diketahui. Informasi runutan gen COI spesies ikan famili Siluridae belum tersedia dari perairan Indonesia. Informasi runutan gen COI yang tersedia terbatas pada spesies tertentu seperti: O. bimaculatus, O. pabo, O. pabda, O. malabaricus, dan Wallago atu asal perairan India dan Phalacronotus apogon asal perairan Thailand (GenBank 2015). Runutan gen COI spesies ikan lais dari Sungai Mahakam merupakan yang pertama dipublikasikan dan belum ada di dalam data GenBank, runutan ini dapat menjadi dasar DNA barcoding untuk identifikasi spesies ikan tersebut secara molekuler.

Informasi keberadaan spesies dan kelimpahan populasi ikan lais di perairan Sungai Mahakam belum tersedia. Informasi ini sangat penting dalam pemetaan lokasi penangkapan dan penetapan kawasan yang dikonservasi. Spesies ikan lais memiliki distribusi yang cukup luas di perairan Sungai Mahakam. Distribusi secara spasial menunjukkan kelimpahan ikan lais tertinggi ditemukan di perairan Sungai Mahakam Tengah dibandingkan dengan perairan di Sungai Mahakam Hulu. Berdasarkan data penyebaran ikan lais ini menunjukkan pusat keragaman spesies ikan lais di Sungai Mahakam berada di kawasan perairan Mahakam Tengah yaitu sebanyak 5 spesies di Danau Semayang, 5 spesies di Sungai Kedang Muara Siran, 4 spesies di Sungai Belayan, sedangkan di kawasan Mahakam Hulu ditemukan sebanyak 3 spesies di Sungai Tering.

Spesies K. bicirrhis (glass catfish) adalah spesies yang hanya ditemukan di wilayah Mahakam Hulu dengan populasi yang cukup berlimpah, meskipun spesies tersebut bukan menjadi sasaran tangkap bagi nelayan sebagai ikan konsumsi, tetapi di kawasan Asia Tenggara spesies ini banyak diperdagangkan sebagai ikan hias aquarium (Ng dan Tan 1997), sehingga apabila spesies ini dikelola dapat menjadi nilai tambah bagi perekonomian masyarakat setempat.

Sebaran temporal spesies ikan lais dalam penelitian ini menunjukkan kelimpahan populasi ikan lais meningkat memasuki musim penghujan ketika naiknya permukaan air yang menggenangi wilayah penggiran sungai dan danau. Hal ini terkait dengan siklus reproduksi ikan lais di perairan tersebut. Proses reproduksi sangat erat kaitannya dengan sinyal-sinyal lingkungan seperti ketersediaan makanan untuk anak-anak ikan nantinya. Selain itu, adanya substansi petrichor ketika permukaan perairan naik (flood) yang membasahi dataran yang kering setelah musim kemarau merupakan trigger untuk proses pemijahan (Van der Wall 1974).

Untuk dapat melakukan perlindungan terhadap ikan yang akan memijah perlu dilakukan pemetaan dan karakterisasi lokasi pemijahan sebagai landasan

dalam pengelolaan ikan (Correa et al. 2011). Belum ada peraturan baru mengenai pengelolaan daerah konservasi ikan di kawasan Sungai Mahakam, kecuali di kecamatan Muara Muntai seperti: kawasan Batu Bumbun, Teluk Beduit, Teluk Selimau, Teluk Kedemba, Jantur Malang; Kecamatan Muara Kaman seperti: Danau Ngayan; Kecamatan Long Iram seperti: Danau Gab; Kecamatan Kota Bangun seperti: lokasi Loa Kang; Kecamatan Melak seperti lokasi Danau Jatah Ulu (Perda Kab. Dati II Kutai No.3/1999).

Kawasan Danau Semayang di perairan Mahakam Tengah merupakan lokasi pemijahan utama dan jumlah spesies ikan lais tertinggi ditemukan. Pemilihan Danau Semayang sebagai habitat pemijahan karena mampu menyediakan makanan yang berlimpah, kondisi lingkungan yang baik, perlindungan dari predator dan tumbuhan air yang memberikan naungan dari panasnya sinar matahari. Danau Semayang merupakan lingkungan perairan dengan tipologi lingkungan yang terdiri daerah lithoral dan pelagik yang ditandai dengan adanya tumbuhan air yang berada di pinggir danau (Lampiran 3) seperti: Acacia tomentosa, Pancium repens, Leersia sp. Cyperus rotundus dan tumbuhan yang mengapung Pancium stagium, Pancium colorrum, Eichornia crassippes, Salvinia molesta, Nymphoides indica, Polyonium barbatum, Cyperus elatus dan tumbuhan yang di dalam air seperti Hydrilla verticilata, Nelumbo sp., kondisi perairan seperti ini merupakan habitat perlindungan dan pemijahan bagi ikan, sehingga perlu segera dikonservasi.

Sampai saat ini belum ada pengaturan ukuran mata jaring yang digunakan oleh nelayan dalam melakukan penangkapan ikan di Sungai Mahakam. Berdasarkan hasil pengamatan tangkapan oleh nelayan, ikan lais berukuran kecil yang ditangkap belum sempat untuk melakukan proses reproduksi. Kondisi ini tentu akan mengancam keberadaan dan keberlangsungan ikan lais di masa yang akan datang.

Ukuran panjang total ikan lais O. miostoma yang tertangkap selama penelitian berkisar 141,55 - 219,66 mm untuk jantan dan 132,21 - 227,30 mm untuk betina dengan menggunakan ukuran mata jaring 1; 1,5; 2; 2,5 dan 3 inci dengan panjang 20 m dan tinggi 2 m. Hasil penelitian diperoleh ukuran ikan lais jantan kali pertama matang gonad berkisar dari 191,05 - 202,60 mm, sedangkan pada ikan lais betina berkisar dari 179,56 - 198,50 mm. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa banyak ikan yang berukuran kecil dan belum pernah memijah sudah tertangkap selama penelitian. Untuk itu perlu dilakukan pengaturan ukuran mata jaring yang digunakan. Ukuran mata jaring yang disarankan adalah di atas 2 inci agar ikan lais O. miostoma yang tertangkap telah mengalami matang gonad minimal satu kali sebelum ditangkap.

Hasil pengamatan reproduksi ikan lais menunjukkan bahwa ikan lais jantan dan betina yang ditemukan matang gonad terjadi pada bulan November, Desember, Januari dan Februari. Hasil tersebut menyarankan kegiatan penangkapan ikan lais sebaiknya dilakukan pembatasan penangkapan pada puncak musim pemijahan yaitu pada bulan Desember agar ikan tersebut mempunyai kesempatan untuk melakukan pemijahan, sehingga keberadaan ikan lais dapat terjaga kelestariannya. Ikan lais yang ditangkap sebaiknya adalah ikan yang panjangnya melebihi ukuran kali pertama matang gonad dengan cara mengatur ukuran mata jaring menjadi lebih besar yaitu di atas 2 inci.

Secara keseluruhan sebaran diameter telur ikan lais dari TKG III hingga TKG V berkisar dari 0,54 - 1,30 mm. Pergeseran puncak kurva ke arah kanan dari TKG III ke TKG IV menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan gonad maka diameter telur akan semakin besar. Sebaran diameter telur tersebut hanya memiliki satu modus yang bergerak ke kanan. Berdasarkan gambaran dari kurva sebaran diameter telur tersebut mengindikasikan bahwa ikan lais mengeluarkan telur telurnya serempak pada musim pemijahan. Berdasarkan pola sebaran diameter telur, pola pemijahan ikan lais termasuk kelompok ikan group synchronous (Murua dan Soborido-Rey 2003). Pola serupa juga ditemukan pada kelompok catfish lainnya seperti pada ikan C. aurotus (Ikomi dan Odum 1998).

Rata-rata fekunditas ikan lais yang diamati selama penelitian rata-rata 6.455 ± 2.492 butir per individu ikan. Rata-rata fekunditas dan diameter telur ikan lais paling tinggi ditemukan di lokasi Danau Semayang yaitu 7941 ± 2497 butir dan yang terendah ditemukan di lokasi Sungai Belayan 4601 ± 1949. Fekunditas ikan lais O. miostoma di Sungai Mahakam lebih rendah jika di bandingkan dengan fekunditas spesies O. bimaculatus di perairan Tripura India. Malla dan Banik (2015) menemukan fekunditas O. bimaculatus berkisar dari 2.190 - 41.552 butir telur/individu ikan dan diameter telur berkisar dari 0,548 - 0,806 mm. Berdasarkan data fekunditas tersebut perlu pengaturan jumlah ikan yang boleh ditangkap pada setiap lokasi penangkapan agar tidak terjadi lebih tangkap (over fishing).

Secara umum kondisi perairan Sungai Mahakam masih cukup mendukung siklus hidup dari spesies O. miostoma, namun usaha penangkapan yang tidak selektif terhadap ukuran ikan dan waktu penangkapan yang tidak memperhatikan siklus reproduksi ikan ini dapat menjadi penyebab terhadap penurunan populasi ikan ini di alam. Strategi pengelolaan dapat dilakukan untuk mempertahankan populasi ikan ini di alam selain pemanfaatannya untuk kesejahteraan masyarakat nelayan maka perlu ditetapkan suatu lokasi pemijahan yang dikonservasi, pengaturan waktu penangkapan, selektivitas alat tangkap dan jumlah ikan yang boleh ditangkap.

Usaha domestikasi sebagai landasan usaha pembudidayaan dapat dilakukan untuk mengurangi penurunan kepadatan populasi yang apabila dibiarkan secara terus menerus tentu akan mengakibatkan kepunahan. Kajian ekobiologi terutama biologi reproduksi dari hasil penelitian ini sangat diperlukan untuk usaha domestikasi maupun pembudidayaan. Seringkali usaha pembudidayaan dilakukan tanpa kajian biologi reproduksi di alam, sehingga akan mengakibatkan usaha tersebut tidak efisien atau kurang berhasil secara optimal.

Semua langkah di atas memerlukan, keterlibatan masyarakat nelayan setempat yang menjadi faktor penting untuk mencapai keberhasilan dalam pengelolaan ikan lais. Oleh karena itu keterlibatan dan kepedulian masyarakat perlu dibina, terlebih lagi yang terdapat di sekitar kawasan Mahakam Tengah.

Dokumen terkait