• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 17

5.1. Kesimpulan ... 17 5.2. Saran ... 17

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Kimia Febuxostat ... 10

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Outline Penyusunan Dokumen Uji Klinik ... 21 Lampiran 2. Matriks Ringkasan Studi Klinik ... 23 Lampiran 3. Matriks Studi Klinik ... 27 Lampiran 4. Format Sinopsis ... 28

1.1. Latar Belakang

Kesehatan menjadi salah satu aspek penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Setiap orang dapat beraktivitas secara maksimal untuk menghasilkan karya-karya yang berguna bagi bangsa dan negara jika kondisi jiwa dan raganya dalam keadaan sehat. Lembaga pemerintahan, terutama Dinas Kesehatan juga turut bertanggung jawab dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui program-program yang telah dirancang dari sejak dahulu hingga sekarang. Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah dengan menyediakan obat-obatan yang aman, berkhasiat, dan bermutu tinggi, dengan harga yang relatif terjangkau.

Sebagai salah satu penyedia obat-obatan bagi masyarakat, industri farmasi harus dapat menghasilkan produk yang berkhasiat, aman dan bermutu. Atas dasar inilah Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), membuat berbagai macam regulasi terkait obat, termasuk di dalamnya terkait regulasi registrasi obat yang tercantum dalam Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Peraturan ini dibuat untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu, sehingga perlu dilakukan registrasi obat sebelum diedarkan. Registrasi obat merupakan prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan izin edar. Hal ini wajib untuk obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia. Dalam penatalaksanaan registrasi obat, diperlukan dokumen registrasi yang berisi berbagai informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi pemenuhan kriteria yang telah ditentukan untuk obat tersebut. Dokumen registrasi ini terdiri dari 4 bagian yaitu bagian I (Dokumen Administratif, Informasi Produk, dan Penandaan), bagian II (Dokumen Mutu), bagian III (Dokumen Non-klinik), dan bagian IV (Dokumen Klinik) (Badan POM RI, 2011).

Sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia, PT. Novell Pharmaceutical Laboratories memiliki Departemen Business Development, yang bertanggung jawab dalam pengembangan produk baru (obat, nutrisi, dan suplemen kesehatan) yang tepat serta sejalan dengan kebijakan dan strategi bisnis perusahaan, melakukan kerjasama dengan pihak lain, meregistrasikan produk-produk yang akan dipasarkan hingga mendapatkan persetujuan izin edar dari Badan POM, dan layanan lain yang dapat meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Dalam pelaksanaan registrasi, apoteker memiliki tanggung jawab dalam penyiapan dokumen registrasi hingga pelaksanaan registrasi dan mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE) produk yang bersangkutan. Hal inilah yang membuat Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Indonesia melakukan kerja sama dengan PT. Novell Pharmaceutical Laboratories dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) untuk memberikan pengalaman secara langsung kepada calon apoteker terutama dalam penyusunan dokumen uji klinik yang merupakan bagian dari dokumen registrasi obat dengan bekerja di Departemen Business Development.

1.2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Tujuan umum laporan ini adalah untuk mengetahui prosedur penyusunan dokumen uji klinik sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus laporan ini adalah untuk menyusun matriks dan sinopsis Sub Bagian B dokumen uji klinik sebagai bagian dari dokumen registrasi Febuxostat dalam sediaan tablet.

2.1. Registrasi (Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.03.1.23.10.11.08481

tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat)

Registrasi obat merupakan prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapat izin edar. Untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu perlu dilakukan registrasi obat sebelum diedarkan. Registrasi obat terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi dan registrasi ulang. Kategori registrasi obat terdiri atas :

a. Registrasi baru

Registrasi obat yang belum mendapat izin edar di Indonesia, terdiri atas :

1. Kategori 1 : Registrasi obat baru dan produk biologi, termasuk Produk Biologi Sejenis (PBS)/Similar Biotherapeutic Product (SBP)

2. Kategori 2 : Registrasi obat copy

3. Kategori 3 : Registrasi sediaan lain yang mengandung obat b. Registrasi variasi

Registrasi perubahan aspek apapun pada obat yang telah memiliki izin edar di Indonesia, termasuk tetapi tidak terbatas pada perubahan formulasi, metoda, proses pembuatan, spesifikasi untuk obat dan bahan baku, wadah, kemasan dan penandaan. Terdiri atas :

1. Kategori 4 : Registrasi variasi major (VaMa)

2. Kategori 5 : Registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-B)

3. Kategori 6 : Registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A) c. Registrasi ulang

Registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar, yaitu : 1. Kategori 7 : Registrasi ulang

Registrasi obat dilakukan oleh pendaftar dengan menyerahkan dokumen registrasi. Obat yang diregistrasi dapat berupa obat produksi dalam negeri atau obat impor. Obat produksi dalam negeri dapat berupa produksi sendiri, produksi

berdasarkan lisensi atau produksi berdasarkan kontrak. Obat produksi dalam negeri dapat diedarkan di dalam negeri dan atau untuk keperluan ekspor. Obat impor dapat berupa obat impor bentuk ruahan atau obat impor dalam bentuk produk jadi. Obat impor dapat diedarkan di dalam negeri dan/atau untuk keperluan ekspor.

Registrasi obat dilakukan setelah tahap registrasi. Permohonan pra-registrasi obat dilakukan untuk penapisan pra-registrasi obat, penentuan kategori registrasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi, dan penentuan dokumen registrasi obat. Permohonan pra-registrasi dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan dilampiri dengan dokumen pra-registrasi atau dokumen pra-registrasi. Dokumen pra-registrasi disusun sesuai format ASEAN Common Technical Dossier (CTD). Terhadap permohonan pra-registrasi dan registrasi dikenai biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Permohonan pra-registrasi dan registrasi dapat diajukan secara elektronik.

2.2. Dokumen Registrasi Obat

Dokumen registrasi adalah berkas registrasi terdiri dari dokumen-dokumen yang disusun menurut halaman dan penomoran yang berurutan, serta setiap dokumen dipisahkan oleh kertas pembatas. Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, dokumen registrasi obat terdiri dari 4 bagian, yaitu:

a. Bagian I : Dokumen Administratif dan Informasi Produk, terdiri dari: 1. Daftar Isi Keseluruhan

2. Dokumen Administratif

3. Informasi Produk dan Penandaan b. Bagian II : Dokumen Mutu, terdiri dari:

1. Ringkasan Dokumen Mutu (RDM) 2. Dokumen Mutu

c. Bagian III : Dokumen Non-klinik, terdiri dari: 1. Tinjauan Non-klinik

2. Ringkasan dan Matriks Studi Non-klinik 3. Laporan Studi Non-klinik (jika perlu) 4. Daftar Referensi

d. Bagian IV : Dokumen Klinik, terdiri dari: 1. Tinjauan Uji Klinik

2. Ringkasan Uji Klinik 3. Matriks Laporan Uji Klinik 4. Laporan Uji Klinik

5. Daftar Referensi

Setiap bagian pada dokumen registrasi harus dilengkapi daftar isi yang menunjukkan letak masing-masing dokumen dan diberi kertas pembatas antar bagian dan antar dokumen. Pembatas antar bagian diberi judul sesuai nama bagian (contoh: Bagian IV. A. Tinjauan Uji Klinik) atau judul dokumen sesuai dengan format dokumen registrasi.

2.3. Dokumen Uji Klinik

Dokumen uji klinik digunakan untuk membuktikan efikasi dan keamanan obat jadi yang akan diregistrasi. Dokumen uji klinik berbentuk rincian atau penjelasan eksposisi dan matriks atau tabel rangkuman. Menurut Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, dokumen uji klinik terdiri atas 5 sub bagian, yaitu Sub Bagian A sampai dengan E. Outline penyusunan dokumen klinik dapat dilihat pada Lampiran 1.

Sub Bagian A berjudul Tinjauan Studi Klinik. Tinjauan Studi Klinik ini dimaksudkan untuk memberikan analisis kritis terhadap data klinik di Dokumen Teknis Umum (CTD). Tinjauan Studi Klinik digunakan oleh Badan POM untuk mengkaji registrasi obat pada bagian klinik. Tinjauan ini juga menjadi referensi mengenai temuan klinik keseluruhan bagi penilai yang terlibat dalam mengkaji bagian lain dalam proses registrasi obat. Tinjauan Studi Klinik menyajikan kekuatan dan keterbatasan program pengembangan dan hasil studi, menganalisis

manfaat dan risiko penggunaan produk obat dan menjelaskan bagaimana hasil studi menunjang bagian penting informasi obat. Untuk mencapai tujuan ini, maka Tinjauan Studi Klinik harus:

a. Menggambarkan dan menjelaskan pendekatan keseluruhan terhadap pengembangan klinik suatu obat;

b. Menilai mutu desain studi dan kinerja studi, termasuk pernyataan pemenuhan terhadap Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB);

c. Memberikan tinjauan singkat mengenai temuan klinik, termasuk adanya keterbatasan;

d. Memberikan evaluasi mengenai manfaat dan risiko berdasarkan kesimpulan studi klinik yang relevan;

e. Membahas isu khasiat dan keamanan yang ditemui dalam melakukan pengembangan;

f. Mengeksplorasi isu yang belum terselesaikan dan cara untuk mengatasinya; g. Menjelaskan aspek yang penting atau aspek yang tidak biasa dalam informasi

obat.

Sub Bagian B adalah Ringkasan Studi Klinik. Bagian ini dimaksudkan untuk menyajikan ringkasan yang rinci dan faktual dari informasi klinik pada Dokumen Teknis Umum. Ringkasan Studi Klinik merangkum 4 bagian besar, yaitu studi biofarmasetika dan metode analisis terkait, studi farmakologi klinik, studi khasiat klinik, serta keamanan klinik. Dalam bagian ini, dibukukan seluruh sinopsis jurnal uji klinik yang digunakan dalam penyusunan dokumen uji klinik. Matriks yang menjadi acuan pada Sub Bagian B dapat dilihat pada Lampiran 2.

Sub Bagian C adalah Matriks Studi Klinik. Bagian ini berisi tabel-tabel data uji klinik dengan penyajian yang lebih singkat. Sub bagian ini terurut sesuai dengan kategori urutan yang disajikan dalam Sub Bagian D. Urutan yang dibuat bertujuan untuk menyederhanakan penyiapan dan penelaahan dokumen serta memastikan kelengkapan dokumen tersebut. Matriks yang menjadi acuan pada Sub Bagian C dapat dilihat pada Lampiran 3.

Sub Bagian D berjudul Laporan Studi Klinik, yang memberikan pedoman susunan data klinik dan rujukan dalam dokumen registrasi. Berikut ini merupakan susunan kategori urutan penyajian laporan klinik dan matriks :

a. Laporan Studi Biofarmasetika, berisi: 1. Laporan studi ketersediaan hayati

2. Laporan studi perbandingan ketersediaan hayati dan bioekivalensi 3. Laporan studi korelasi in vitro-in vivo

4. Laporan metode bioanalisis dan analisis untuk studi pada manusia

b. Laporan Studi Terkait Farmakokinetik Menggunakan Biomaterial Manusia, berisi:

1. Laporan studi ikatan protein plasma

2. Laporan studi metabolisme hati dan interaksi obat

3. Laporan studi menggunakan biomaterial manusia lainnya c. Laporan Studi Farmakokinetika pada Manusia berisi:

1. Laporan studi farmakokinetik pada subjek sehat dan tolerabilitas awal 2. Laporan studi farmakokinetik pada subjek dan laporan tolerabilitas awal 3. Laporan analisis data dari lebih dari satu studi, termasuk analisis formal

terpadu, meta-analisis, dan bridging analysis 4. Laporan studi klinik lain

d. Laporan Pengalaman Paska Pemasaran e. Laporan Studi Klinik Lain

Bagian terakhir adalah Sub Bagian E, berisi daftar pustaka termasuk artikel publikasi yang penting, catatan pertemuan resmi, serta saran/regulasi lain. Rujukan yang digunakan dalam penyusunan Tinjauan Studi Klinik dan Ringkasan Studi Klinik juga dimasukkan dalam sub bagian ini.

2.4. Sinopsis Studi Individual

Sinopsis studi individual dibuat berdasarkan pedoman International Conference on Harmonisation of Technical Requirements for Registration of Pharmaceutical for Human Use (ICH) E3 tentang Struktur dan Isi Laporan Studi Klinik. Pedoman ini menyarankan dimasukkannya sinopsis studi untuk setiap Laporan Studi Klinik, dan memberikan salah satu contoh format untuk sinopsis tersebut. Format sinopsis dapat dilihat pada Lampiran 4.

Bagian ini harus mencakup tabel berjudul Matriks Studi Klinik, dijelaskan dalam pedoman Laporan Studi Klinik, diikuti dengan seluruh sinopsis studi yang

disusun dengan urutan yang sama seperti dalam Laporan Studi Klinik. Diharapkan satu sinopsis disiapkan per studi untuk digunakan di semua negara, sinopsis yang sama dimasukkan dalam bagian ini, dan menjadi bagian dari Laporan Studi Klinik. Panjang sinopsis biasanya hingga 3 halaman, tetapi sinopsis untuk studi yang lebih kompleks dapat lebih panjang, misalnya 10 halaman. Dalam sinopsis individu, tabel dan gambar digunakan seperlunya untuk menambah kejelasan (Badan POM RI, 2011).

2.5. Gout

Gout merupakan kelainan metabolisme asam urat yang secara klinik dicirikan sebagai pengendapan dan penimbunan asam urat di ruang antara sendi sinovial, struktur peri-artikular, atau jaringan ikat lainnya (Choi H.K., Atkinson K., Karlson E.W., et al., 2004). Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin dan tidak memiliki kegunaan fisiologi pada tubuh manusia (Terkeltaub RA, 2003).Asam urat terlarut dalam darah pada konsentrasi 7 mg/dl.

Pada konsentrasi yang lebih tinggi, akan mengalami pengendapan dan membentuk kristal monosodium urat. Kristal ini berbentuk seperti jarum yang spesifik yang akan memacu proses fagositosis dan akan menyebabkan inflamasi pada artritis yang disebut dengan gouty arthritis. Faktor yang berkontribusi dalam perkembangan penumpukan kristal intra-artikular diantaranya adalah temperatur yang rendah pada intra-artikular, dehidrasi, adanya kondroitin, kolagen yang tidak larut, dan proteoglikan (Choi H.K., Mount D.B., & Reginato A.M., 2005).Risiko terbentuknya kristal akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi serum urat (serum urate concentration/sUA). Laki-laki memiliki risiko perkembangan gout tiga kali lebih banyak dari wanita (Arromdee E., Michet C.J., Crowson C.S., et al., 2002).

Tidak seperti mamalia lainnya, manusia tidak memiliki enzim urate oxidase, yang berfungsi untuk mendegradasi asam urat menjadi allantoin. Allantoin merupakan zat yang mudah larut dalam air dan lebih mudah diekskresikan oleh hati. Penimbunan asam urat yang berlebihan berkontribusi terhadap terjadinya hiperurisemia. Hiperurisemia didefenisikan sebagai peningkatan konsentrasi sUA lebih dari 7 mg/dl pada pria dan 6 mg/dl pada wanita (Terkeltaub R.A., 2003).

Tingkat hiperurisemia menentukan pembentukan kristal monosodium urat dan perkembangan komplikasi gout (Terkeltaub R.A., 2003). Tingkat sUA yang tinggi melebihi titik jenuh plasma akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan gouty arthritis akut (Perez-Ruiz & Liote, 2007). Tidak semua pasien dengan hiperurisemia akan mengalami perkembangan gout akut ataupun komplikasi gout kronik. Dengan kata lain, gout akut dapat terjadi pada tingkat asam urat yang normal Ciri-ciri klinis terjadinya gout akut meliputi nyeri lokal yang sedang, inflamasi, panas dan kemerahan. Tanda-tanda klinis ini dapat berbeda antara pasien yang lebih tua (Nesher G. & Moore T.L., 1994).

Ada banyak penyebab dari gout, secara umum dapat diklasifikasikan menjadi kelebihan produksi, dan ketidakmampuan mengekskresi asam urat. Peningkatan jumlah makanan yang mengandung purin yang masuk ke dalam tubuh dapat meningkatkan tingkat sUA. Pengujian terbaru menunjukkan adanya hubungan linier yang kuat antara jumlah alkohol yang dikonsumsi dan terjadinya gout (Choi H.K., Atkinson K., Karlson E.W., et al., 2004). Obat-obatan, terutama diuretik, sering berasosiasi dengan gout. Ketika gout berasosiasi dengan diuretik, penghentian penggunaan diuretik sangat direkomendasikan (Zhang W, Doherty M., Bardin T., et al., 2006).

Diagnosis awal adanya gouty arthritis berdasarkan adanya artritis tiba-tiba pada sendi yang menyebabkan inflamasi maksimal selama 8-12 jam, hiperurisemia, pembengkakan simptomatik dan kemerahan pada sendi, nyeri berat, pansa dingin, demam, dan menggigil harus dilakukan konfirmasi akan adanya kristal monosodium urat yang berbentuk jarum pada cairan sinovial, tophi jaringan ikat atau ginjal (Sanders & Wirtmann, 2007).

2.6. Febuxostat

Febuxostat memiliki nama kimia 2-[3-cyano-4-(2-methylpropoxy)phenyl]-4-methylthiazole-5-carboxylic acid, dengan bobot molekul yaitu 316,38. Struktur kimia dari febuxostat (C16H16N2O3S) dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1. Struktur Kimia Febuxostat [sumber: Mayer et al., 2005]

Febuxostat termasuk dalam golongan non purin penghambat xantin oksidase (Hair P.I., McCormack P.L., dan Keating G.M., 2008). Xantin oksidase merupakan suatu enzim dengan tempat pengikatan aktif yang mengandung molibdenum. Aktivitas xantin oksidase bergantung pada status redoks dari pusat katalitik molibdenum, membentuk kompleks dengan senyawa pterin untuk membentuk kofaktor molibdenum-pterin. Bagaimanapun, mekanisme aksi inhibitor dari alopurinol dan febuxostat sebagai terapi gout tidaklah sama (Okamoto, et al., 2003). Febuxostat menghambat perubahan hipoxantin menjadi xantin dan menghambat perubahan xantin menjadi asam urat sehingga dapat menurunkan tingkat serum asam urat pada pasien hiperurisemia. Febuxostat berbeda dengan allopurinol, yang merupakan penghambat xantin oksidase pertama yang ditemukan. Febuxostat bersifat selektif dan tidak menghambat enzim lainnya pada jalur purin dan pirimidin, yang diinhibisi oleh allopurinol dan metabolitnya karena kemiripan struktur allopurinol dengan purin (Hair P.I., McCormack P.L., & Keating G.M., 2008). Studi in vitro dan in vivo menunjukkan bahawa febuxostat lebih poten dibanding allopurinol (Osada Y., Tsuchimoto M., Fukushima H., et al., 1993).

Setelah pemberian secara oral, febuxostat diabsorpsi sebanyak kurang lebih 50% dan kadar puncak dicapai pada waktu 1-1,5 jam. Konsentrasi plasma dan area di bawah kurva (AUC) bertambah sebanding dengan peningkatan dosis. Ikatan protein plasma sangat tinggi sekitar 99% dan volume distribusinya sekitar 0,7 L/kg dan waktu paruh eliminasinya sekitar 5-8 jam. Febuxostat pertama kali dimetabolisme oleh sistem hepatik melalui metabolisme konjugasi dan oksidatif.

Rata-rata kurang dari 5% febuxostat diekskresikan melalui urin dan 12% melalui feses (Khosravan R., Kukulka M.J., Wu J.T., et al., 2008). Meskipun febuxostat dimetabolisme pertama kali di sistem hepatik, tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk pasien dengan gangguan hati ringan sampai sedang (Khosravan R., Grabowski B.A., Mayer M.D., et al., 2006). Makanan dan obat yang mengandung magnesium dan alumunium hidroksida dapat menurunkan laju absorpsi febuxostat tanpa menyebabkan perubahan efek terhadap hiperurisemia yang signifikan (Khosravan R., Grabowski B., Wu J.T., et al., 2008). Gangguan ginjal hanya sedikit mempengaruhi farmakodinamik dan farmakokinetik dari febuxostat dan tidak perlu penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan funngsi ginjal ringan sampai sedang (Mayer M.D., Khosravan R., Vernillet L., et al., 2005).

3.1. Lokasi dan Waktu Pengkajian

Pengumpulan data dan penulisan dilakukan tanggal 1 Juli – 29 Agustus 2014 di Departemen Business Development PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, Jalan Pos Pengumben Raya No. 8 Jakarta Barat.

3.2. Metode Pengkajian Data

Tugas khusus ini disusun berdasarkan kegiatan penyusunan dokumen registrasi obat, khususnya dokumen uji klinik yang dilakukan dalam PKPA. Penyusunan dokumen dilakukan berdasarkan buku panduan registrasi obat yang diterbitkan oleh Badan POM yang berjudul Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan. Setiap tahapan penyusunan dokumen uji klinik yang dilakukan, dituliskan dalam laporan ini serta dilakukan analisa terhadap tahapan penyusunan tersebut.

Sumber pustaka yang digunakan dalam penyusunan tugas khusus ini meliputi buku-buku panduan registrasi obat, khususnya paduan registrasi obat yang diterbitkan oleh Badan POM, dan juga beberapa peraturan pemerintah lainnya yang mengatur terkait obat dan industri farmasi.

Sebelum obat dapat dipasarkan, maka obat tersebut harus terlebih dahulu diregistrasikan ke Badan POM. Registrasi adalah proses pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapat izin edar. Apoteker di departemen Business Development PT. Novell Pharmaceutical Laboratories (selanjutnya disebut PT. Novell) bertanggung jawab dalam meregistrasikan obat yang akan diedarkan. Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, sebagai salah satu universitas penyumbang calon apoteker, berkesempatan bekerjasama dengan PT. Novell. dengan mengirimkan calon apoteker untuk menambah pengalaman bekerja secara langsung dengan menjadi bagian dari departemen Business Development dalam melaksanakan penyusunan dokumen klinik sebagai salah satu persyaratan registrasi, dari mulai tanggal 1 Juli 2014 – 29 Agustus 2014.

Dalam penyusunan dokumen uji klinik, digunakan sumber-sumber pustaka dan jurnal-jurnal uji klinik yang berkaitan dengan obat yang akan didaftarkan serta disesuaikan dengan panduan pembuatan dokumen uji klinik di buku Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan. Sumber pustaka dan jurnal-jurnal tersebut harus memberikan penjelasan mengenai aspek-aspek klinik seperti bioavailabilitas obat, farmakokinetik, farmakodinamik, khasiat dan keamanan.

Dokumen Klinik terdiri dari Tinjauan Studi Klinik (Clinical Overview), Ringkasan Studi Klinik (Clinical Summary), Matriks Studi Klinik (Tabular Listing of All Clinical Studies), dan Laporan Studi Klinik (Clinical Study Reports). Penuyusunan dokumen uji klinik dimulai dengan mencari pustaka dan jurnal-jurnal pendukung untuk obat yang akan dikembangkan yang diperoleh dengan menggunakan penelusuran situs-situs yang menyediakan jurnal – jurnal secara online. Panduan awal mengenai obat tersebut didapatkan dari lembar informasi produk originator. Masing-masing jurnal diidentifikasi terkait permasalahan utama yang dibahas di dalam jurnal ini untuk kemudian disusun dalam bentuk laporan studi klinik. Laporan studi klinik ini berisi tentang laporan studi biofarmasetika, farmakokinetika, farmakodinamika, khasiat dan keamanan, serta terdapat laporan

pengalaman paska pemasaran dan laporan kasus serta daftar subyek individual. Tahap selanjutnya setelah jurnal-jurnal penelitian uji klinik tekumpul adalah pembuatan sinopsis. Sinopsis merupakan rangkuman dari jurnal uji klinik terkait obat yang akan diregistrasikan. Di dalam sinopsis ini tercantum judul, penulis, tempat pelaksanaan studi, publikasi, periode studi, tujuan, metode, populasi studi, diagnosis dan kriteria inklusi, grup perlakuan, dosis dan pemberian, durasi pemberian terapi, periode pengambilan sampel, analisis, farmakokinetik, khasiat, keamanan, demografi, metode statistik, dan kesimpulan. Template untuk sinopsis dapat dilihat pada Lampiran 4. Sinopsis yang sudah jadi dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan matriks uji klinik. Matriks uji klinik ini berisi parameter-parameter dari masing-masing jurnal secara lebih singkat seperti jenis studi; penulis; identitas studi; lokasi laporan studi; tujuan studi; desain studi dan jenis pembanding; produk uji, regimen dosis, rute pemberian; jumlah subyek; subyek sehat atau diagnosis subyek; durasi pengobatan; dan status studi serta jenis laporan.

Pada bagian terakhir, semua yang telah dibuat pada langkah sebelumnya disusun ke dalam dokumen uji klinik sesuai dengan persyaratan yang dibuat oleh Badan POM dalam Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang membagi dokumen uji klinik ke dalam 5 sub bagian, yaitu Sub Bagian A, B, C, D, dan E.

Sub bagian A yaitu Tinjauan Studi Klinik dimaksudkan untuk memberikan analisis kritis terhadap data klinik di Dokumen CTD. Adapun isi dari Tinjauan Studi Klinik meliputi alasan pengembangan obat, tinjauan biofarmasetika, tinjauan farmakologi klinik, tinjauan khasiat, tinjauan keamanan, dan kesimpulan manfaat dan risiko. Tinjauan Studi Klinik ini mengacu pada data registrasi yang ada dalam Ringkasan Studi Klinik komprehensif, Laporan Studi Klinik individual dan laporan lain yang relevan; terutama menyajikan kesimpulan dan implikasi dari data tersebut, dan tidak sekadar rekapitulasi. Secara khusus, Ringkasan Studi

Dokumen terkait