• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. NOVELL PHARMACEUTICAL LABORATORIES JALAN POS PENGUMBEN RAYA NO. 8 JAKARTA BARAT PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. NOVELL PHARMACEUTICAL LABORATORIES JALAN POS PENGUMBEN RAYA NO. 8 JAKARTA BARAT PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. NOVELL PHARMACEUTICAL LABORATORIES

JALAN POS PENGUMBEN RAYA NO. 8 JAKARTA BARAT

PERIODE 1 JULI – 29 AGUSTUS 2014

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DIAN CORYOKTO DAMANIK, S. Farm.

1306502352

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

i

LAPORAN TUGAS UMUM

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. NOVELL PHARMACEUTICAL LABORATORIES

JALAN POS PENGUMBEN RAYA NO. 8 JAKARTA BARAT

PERIODE 1 JULI – 29 AGUSTUS 2014

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

DIAN CORYOKTO DAMANIK, S. Farm.

1306502352

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)
(4)
(5)
(6)

v

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories.

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mendapatkan gelar Apoteker. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories ini berlangsung mulai dari tanggal 1 Juli – 29 Agustus 2014.

Pada pelaksanaan PKPA ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mengarahkan, yaitu kepada :

1. Bapak Roy Lembong, sebagai Direktur PT. Novell Pharmaceutical

Laboratories yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan PKPA.

2. Ibu Djong Juan Tjiu Sion, sebagai Manager Departemen Business

Development sekaligus Pembimbing PKPA di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories atas segala bimbingan, perhatian, dukungan, dan waktu yang diberikan selama penulis melaksanakan PKPA.

3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. sebagai Pembimbing PKPA dari

Fakultas Farmasi UI atas bimbingan dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama penulis menjalani PKPA di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories.

4. Dr. Hayun, M.Si., Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas

Farmasi UI.

5. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi UI.

6. Seluruh karyawan di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories yang telah memberikan waktu, ilmu, dan bimbingan selama pelaksanaan PKPA.

(7)

vi

pendidikan di Program Profesi Apoteker.

8. Rekan PKPA di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, Iqbal, Sakinah, dan Mega yang telah berbagi ilmu dan pengalaman selama pelaksanaan PKPA.

9. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan, doa, semangat, dan

kasih sayang yang tiada henti.

10. Teman-teman Apoteker UI LXXIX, kakak serta adik kelas atas waktu serta

kesediaannya mendengarkan keluhan penulis, bantuan, memberikan saran, dan menyemangati penulis hingga tersusunnya laporan ini.

11. Semua pihak yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya

laporan PKPA ini.

Penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih belum sempurna sehingga penulis memohon maaf atas segala kesalahan yang ada. Oleh karena itu, penulis menerima dengan tangan terbuka segala saran maupun kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap agar pengetahuan dan pengalaman penulis yang diperoleh selama PKPA ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Penulis 2014

(8)
(9)

viii

Nama : Dian Coryokto Damanik, S.Farm.

NPM : 1306502352

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT Novell

Pharmaceutical Laboratories Jalan Pos Pengumben No. 8 Jakarta Barat Periode 1 Juli – 29 Agustus 2014

Pengendalian menyeluruh pada proses pembuatan obat merupakan hal yang sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Penanganan pembuatan obat memerlukan personil yang memiliki kualifikasi khusus, yaitu apoteker. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri bertujuan untuk memahami peran dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi. Selain itu PKPA di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories bertujuan untuk memahami peran dan tanggung jawab apoteker dalam proses

pengembangan produk obat di Departemen Business Development PT. Novell

Pharmaceutical Laboratories serta memahami proses pengembangan produk obat di industri farmasi sesuai dengan aturan pemerintah Indonesia.

Kata kunci : Business Development, PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, proses pengembangan produk

Tugas Umum : ix + 37 halaman

Tugas Khusus : iii + 29 halaman; 4 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 10 (2003-2014) Daftar Acuan Tugas Khusus : 18 (1993-2011)

(10)

ix

Name : Dian Coryokto Damanik, S.Farm.

NPM : 130650352

Study Program : Apothecary Profession

Title : Apothecary Profession Internship Report at PT.Novell

Pharmaceutical Laboratories Jalan Pos Pengumben No. 8 Jakarta Barat Periods of July 1st - August 29th 2014

Comprehensive control of the manufacturing process is very essential to ensure that consumers got a high-quality drugs. Handling drug manufacturing requires personnel who have specific qualifications, that is pharmacist. Apothecary Profession Internship at industry aims to understand the roles and responsibilities of pharmacists at the pharmaceutical industry, understanding the roles and responsibilities of pharmacists at Department of Business Development of PT. Novell Pharmaceutical Laboratories for drug product development process and understanding the process of development of medicinal products in the pharmaceutical industry in accordance with the regulation of the Indonesian government.

Key Words: Apothecary Profession Internship, Business Development, PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, , drug product development

General Assignment: ix + 37 pages

Specific Assignment: iii + 29 pages; 4 appendices Bibliography of General Assignment: 10 (2003-2014) Bibliography of Specific assignment: 18 (1993-2011)

(11)

x

HALAMAN JUDUL... i

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME……… ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……….. iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

KATA PENGANTAR... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………... vii

ABSTRAK……….. viii

ABSTRACT... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR... xii

1. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan... 2

2. TINJAUAN UMUM... 3

2.1 Industri Farmasi... 3

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ... 4

2.3 Pendaftaran Obat Jadi... 12

3. TINJAUAN KHUSUS PT. NOVELL PHARMACEUTICAL LABORATORIES... 16

3.1 Sejarah Singkat... 16

3.3Visi dan Misi... 17

3.3 Produk-Produk PT. Novell Pharmaceutical Laboratories... 18

3.4 Departemen di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories... 19

3.5 Pengembangan Produk Baru di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories... 25

(12)

xi

5.2 Saran... 36

(13)

xii

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan adalah keadaan

sejahtera fisik, mental dan sosial, bukan hanya kondisi ketiadaan penyakit (World

Health Organization, 2003). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36

tahun 2009 tentang Kesehatan, definisi kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pada dasarnya, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat dan pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan, dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan dan menempatkan derajat kesehatan rakyat sebagai titik kepentingan (Presiden Republik Indonesia, 2011).

Salah satu usaha pemerintah dalam meningkatkan pembangunan kesehatan adalah dengan memastikan tersedianya sediaan farmasi yang berkualitas. Hal ini ditunjukkan dengan diterbitkannya beberapa peraturan seperti Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/ XII/2010 tentang Industri Farmasi. Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat dituntut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang obat-obatan untuk bisa menghasilkan sediaan farmasi yang berkualitas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) memberikan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang harus dipenuhi oleh seluruh industri di Indonesia, baik yang dimiliki oleh pemilik modal dalam negeri maupun pemilik modal asing agar obat yang dihasilkan dapat dijamin mutunya. Hal ini tidak lain adalah agar masyarakat bisa terlindung dari beredarnya obat yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Pengendalian menyeluruh pada proses pembuatan obat merupakan hal yang sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang

(15)

bermutu tinggi. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personil yang terlibat. Penanganan pembuatan obat memerlukan personil yang memiliki kualifikasi khusus, yaitu apoteker. Menurut Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman CPOB, industri farmasi dipersyaratkan untuk memiliki minimal tiga orang apoteker yang berkedudukan sebagai kepala produksi, kepala pengawasan mutu dan kepala pemastian mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Oleh karena itu, apoteker harus dibekali pengetahuan dan keterampilan yang memadai.

Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama dengan industri farmasi mengadakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa program profesi apoteker yang bertujuan agar para mahasiswa calon apoteker dapat memperoleh pengalaman praktis dan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai peran dan tanggung jawab apoteker dalam proses pembuatan obat untuk diterapkan di dunia kerja dikemudian hari.

1.2. Tujuan

Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories) bertujuan agar mahasiswa calon apoteker:

a. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di industri

farmasi.

b. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker dalam

proses pengembangan produk obat di Departemen Business Development

PT. Novell Pharmaceutical Laboratories.

c. Memahami proses pengembangan produk obat di industri farmasi sesuai

(16)

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1. Industri Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat, dimana industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat atau bahan obat pada semua tahapan dan atau sebagian tahapan proses pembuatan obat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Dalam pembuatan obat industri farmasi wajib mengikuti persyaratan CPOB yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2.1.1. Persyaratan Usaha Industri Farmasi

Setiap industri farmasi wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB. Industri farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapatkan persetujuan. Persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu industri farmasi memperoleh izin usaha adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

a. Industri farmasi didirikan oleh Perusahaan Umum (Perum), badan hukum

berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi;

b. Memiliki rencana investasi;

c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

d. Memenuhi persyaratan CPOB;

(17)

Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab bagian produksi, bagian pengawasan mutu, dan bagian pemastian mutu sesuai persyaratan CPOB. Hal ini senada dengan Peraturan Pemerintah No. 51 pasal 9 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;

f. Obat yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah

mendapat persetujuan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.2. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat dilakukan dalam hal (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

a. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa izin;

b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau

dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar;

c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia;

d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak

memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu);

e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor

HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman CPOB. CPOB

menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu, serta bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam Penerapan Pedoman CPOB tersebut terdapat dua belas aspek yang harus dipenuhi, yaitu manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisa berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan

(18)

Republik Indonesia, 2012).

2.2.1. Manajemen Mutu

Dalam manajemen mutu, pembuatan obat oleh industri farmasi haruslah sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar, serta tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, bermutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen Mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor.

Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, sumber daya, dan pemastian mutu. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sedangkan pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi, dan pengujian, disertai dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu.

Dalam bab manajemen mutu, dijelaskan pula mengenai pengkajian mutu produk. Pengkajian mutu produk dilakukan secara berkala terhadap semua obat terdaftar, termasuk ekspor dengan tujuan membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi untuk melihat kecenderungan (trend) dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2.2. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan cara pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua

(19)

tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu, dan kepala bagian manajemen mutu. Ketiga personil kunci ini hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi dan memiliki pengalaman praktis (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2.3. Bangunan dan Fasilitas

Mengenai bangunan dan fasilitas, dijelaskan mengenai ketentuan-ketentuan bangunan dan fasilitas pada area penimbangan, area produksi, area penyimpanan, area pengawasan mutu, serta sarana pendukung (ruang istirahat, kantin, ruang ganti pakaian kerja, toilet, bengkel perbaikan, dan perawatan peralatan). Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, dan letak yang memadai serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat, serta memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2.4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain, serta seragam dari bets ke bets, dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Dalam penjelasan aspek peralatan dijelaskan mengenai ketentuan desain dan konstruksi, pemasangan dan penempatan peralatan serta perawatan. Peralatan hendaknya didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi,

(20)

absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian. Peralatan satu sama lain ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur-baur produk. Peralatan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang bisa mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2.5. Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaknya diterapkan dalam setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan, perlengkapan, bahan produksi wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pencemaran poduk. Sumber pencemaran potensial hendaknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil, personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya. Sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan sarana memadai untuk penyimpanan pakaian personil tersedia dalam jumlah cukup (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2.6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin bahwa produksi senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.

Aspek produksi mencakup perlakuan terhadap bahan awal; validasi proses; pencegahan pencemaran silang; sistem penomoran bets atau lot; penimbangan dan penyerahan serta pengembalian; pengolahan; bahan dan produk kering; bahan pengemas; kegiatan pengemasan; pengawasan selama proses; bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan; karantina dan penyerahan produk jadi; penyimpanan bahan awal; bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan

(21)

produk jadi; pengiriman dan pengangkutan.

Ketentuan pada bahan awal antara lain pengadaan bahan awal hendaknya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran, dan jumlah bahan tersisa hendaknya dicatat. Catatan tersebut meliputi keterangan mengenai persediaan, nomor bets atau lot, tanggal penerimaan dan pengeluaran, tanggal diluluskan, dan tanggal kadaluwarsa. Pada saat penerimaan, terhadap setiap kiriman dilakukan pemeriksaan secara visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, kebocoran, dan kemungkinan adanya kerusakan bahan. Bahan awal yang diterima hendaknya dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian.

Pada validasi proses, prosedur produksi hendaknya divalidasi dengan tepat. Validasi hendaknya dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan. Luas serta tingkat validasi yang dilakukan tergantung dari sifat dan kerumitan produk dan proses yang bersangkutan. Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan, atau bahan hendaknya disertai dengan tindakan validasi ulang, untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

Tiap tahap proses, produk, dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Perhatian khusus diberikan pada masalah pencemaran silang. Pencemaran silang dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, misalnya dengan tersedianya ruang penyangga udara dan penghisap udara.

Sistem yang menjabarkan penomoran bets dan lot secara rinci diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan, atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets dan lot tertentu. Penomoran bets dan lot yang digunakan pada tingkat pengolahan dan pengemasan selanjutnya hendaknya saling berkaitan. Pemberian nomor bets atau lot yang dialokasikan segera dicatat dalam suatu buku catatan harian.

Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Sebelum melakukan penimbangan dilakukan pemeriksaan kebenaran penandaan bahan baku termasuk label

(22)

pelulusan. Kapasitas, ketepatan, dan ketelitian alat timbangan dan alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan diperiksa lebih dahulu sebelum digunakan. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan sampai tingkat yang disyaratkan. Sebelum pengolahan dimulai, ditempuh langkah yang menjamin bahwa daerah pengolahan dan peralatan bebas dari bahan dan produk yang tidak diperlukan (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2.7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk memberikan kepastian mutu bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, penanganan sampel pertinggal, penyusunan dan pembaharuan spesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujiannya.

Pengawasan mutu mencakup ketentuan cara laboratorium pengawasan mutu yang baik, pengawasan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi, dokumentasi, pengambilan sampel, dan persyaratan pengujian (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit & Persetujuan Pemasok

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi kriteria CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Tim inspeksi ditunjuk oleh manajemen perusahaan terdiri dari

(23)

sekurang-kurangnya 3 orang yang ahli di bidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2.9. Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dari peredaran dan dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut.

Keluhan terhadap obat mencakup keluhan terhadap mutu (keadaan fisik, kimia, dan biologi), reaksi yang merugikan atau masalah efek terapetik (tidak berkhasiat). Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluwarsa atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki

(24)

dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2.10.Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang penting dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2.11.Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas dalam menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan setiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2.12.Kualifikasi dan Validasi

Pada bagian ini diuraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dan kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.

(25)

Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasi di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara.

Kualifikasi mencakup kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi kinerja, kualifikasi fasilitas, peralatan, dan sistem terpasang yang telah operasional. Pada validasi proses dapat berupa validasi prospektif, validasi konkuren, dan validasi retrospektif. Selain validasi proses, ada pula validasi pembersihan, validasi ulang, dan validasi metode analisis (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.3. Pendaftaran Obat Jadi

Dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan khasiat, maka perlu dilakukan pengawasan melalui mekanisme pendaftaran obat jadi yang dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap pra-registrasi dan registrasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011).

2.3.1. Pra-registrasi

Tahap pra registrasi dilakukan sebelum registrasi obat. Pada tahap pra-registrasi dilakukan evaluasi mengenai kelayakan produk untuk didaftarkan secara administratif. Permohonan pra-registrasi obat dilakukan untuk penapisan obat, penentuan kategori registrasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi dan penentuan dokumen registrasi obat. Permohonan pra-registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada kepala badan dilampiri dengan dokumen pra-registrasi. Terhadap permohonan pra-registrasi dikenakan biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Formulir pra-registrasi dapat dilakukan pengisian secara online dengan sistem AeRO (Aplikasi e-Registrasi Obat) (Petunjuk Teknis Pra-Registrasi Aplikasi e-Registrasi Obat (AeRO)-2).

(26)

2.3.2 Pra Registrasi dengan Sistem AeRO (Aplikasi e-Registrasi Obat).

Pra-registrasi adalah prosedur registrasi yang dilakukan untuk menentukan jalur evaluasi dan kelengkapan dokumen registrasi obat. Pengajuan pra-registrasi disertai dengan penyerahan Dokumen Pra-registrasi dan dilengkapi dengan bukti penelusuran nama obat. Dokumen pra-registrasi digunakan untuk pertimbangan penetapan jalur evaluasi sesuai dan dilengkapi dengan dokumen administratif. Nama obat dapat merupakan nama generik atau nama dagang berdasarkan Pedoman Umum Nama Obat. Hasil pra-registrasi diberitahukan secara tertulis kepada pendaftar dan bersifat mengikat.

Badan POM meluncurkan sistem AeRo untuk mempersingkat proses perizinan edar obat dan mengurangi potensi kecurangan. Sistem e-registrasi obat ditujukan untuk obat kopi, yaitu obat yang mengandung zat aktif yang sama dengan obat yang sudah terdaftar. Selama ini waktu pelayanan registrasi obat kopi berkisar antara 150-200 hari kerja, diharapkan dengan sistem e-Registrasi bisa memangkas waktu hingga di bawah 150 hari. Selain itu, dengan sistem registrasi online pemohon tidak perlu datang sendiri ke Badan POM dan bisa mengurangi

man to man meeting. Berkurangnya pertemuan langsung antara pemohon dengan

pejabat terkait diharapkan bisa mengurangi potensi kecurangan dalam pemberian izin edar.

Untuk dapat memulai proses pra-registrasi, pendaftar harus melakukan Login terlebih dahulu ke dalam AeRO dengan cara mengisikan user ID dan password Petugas Registrasi yang telah didaftarkan. Selanjutnya klik tombol Login untuk masuk ke dalam AeRO. Setelah proses Login berhasil, pendaftar akan masuk pada halaman awal AeRO.

Langkah-langkah pengajuan Pra Registrasi Obat Kopi sebagai berikut:

a. Klik menu REGISTRASI, dilanjutkan sub menu Pra Registrasi ⇨

Pengajuan ID.

b. Lakukan pengisian Formulir Pengajuan Pra-Registrasi Baru Obat meliputi

: Uraian obat dan Formula

c. Surat Perintah Bayar (SPB): lakukan pembayaran biaya evaluasi

pengajuan Pra Registrasi sesuai SPB yang telah diterbitkan ke nomor rekening BNI 0008917348 atas nama Badan POM.

(27)

d. Selanjutnya akan dilakukan verifikasi kesesuaian SPB dengan file bukti bayar oleh administrator Badan POM.

e. Setelah status pengajuan produk menjadi “Sudah Bayar” dilanjutkan

pengisian form pra-registrasi baru meliputi: uraian obat, formula, status produksi, informasi obat, cara penyimpanan, status registrasi di negara lain (untuk obat kopi impor), informasi inovator, informasi paten (jika ada), riwayat registrasi, keterangan sistem penomoran bets, informasi harga, lalu submit pengisian data.

Gambar 2.1 Alur Pengajuan Pra-Registrasi Obat Kopi

2.3.3 Registrasi

Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapat izin edar. Proses registrasi ini dilakukan oleh industri farmasi yang akan memproduksi obat tersebut ke Badan POM dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan. Badan POM kemudian akan melakukan penilaian dan evaluasi apakah obat tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Jika obat tersebut dianggap telah memenuhi syarat registrasi yang dinyatakan dengan diberikannya nomor registrasi, maka Menteri Kesehatan akan mengeluarkan izin edar yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada Badan POM. Izin edar ini berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

(28)

Indonesia, 2011).

Pengajuan registrasi dilakukan dengan menyerahkan berkas registrasi dengan mengisi formulir registrasi dan disket disertai bukti pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran, dan hasil pra registrasi. Formulir registrasi atau disket disediakan oleh Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi. Pendaftar diwajibkan membayar biaya evaluasi. Biaya evaluasi sesuai dengan PP tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011).

(29)

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS

PT. NOVELL PHARMACEUTICAL LABORATORIES

3.1. Sejarah Singkat

PT. Novell Pharmaceutical Laboratories (selanjutnya disebut PT. Novell) merupakan perusahaan farmasi yang didirikan sejak tahun 1998. PT. Novell menggunakan fasilitas yang sebelumnya merupakan milik PT. Burroughs Wellcome. Kata “novell” berasal dari bahasa Inggris yang berarti sesuatu yang baru, segar, dan inovatif. PT. Novell memiliki pabrik di Gunung Putri, Bogor dengan kantor pusat di Jalan Pos Pengumben Raya No. 8, Jakarta Barat (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2014).

Pabrik PT. Novell seluas 19.601 m2 berlokasi di Jalan Wanaherang No. 35,

Tlajung Udik, Gunung Putri, Bogor memiliki fasilitas produksi untuk sediaan solid, sediaan cair, injeksi steril, dan kapsul lunak. Fasilitas produksi untuk sediaan solid mengalami perluasan pada tahun 2003. Fasilitas untuk sediaan injeksi steril dibangun pada tahun 2003. Pada bulan Desember 2008, fasilitas untuk produksi sediaan kapsul lunak dibangun. Saat ini PT. Novell sedang melakukan perluasan dan penambahan bangunan untuk fasilitas produksi sediaan steril volume besar dan sediaan solid steril. PT. Novell hingga saat ini belum memiliki fasilitas untuk antibiotik betalaktam, hormon seks, dan sitotoksik (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2014).

Produksi obat dimulai pada tahun 1999 berupa sediaan tablet dan sirup. Produksi tablet salut dan kapsul keras dimulai pada Mei 2000. Produksi injeksi steril dan larutan topikal dimulai pada Februari 2004. Hingga saat ini, terhitung PT. Novell telah menghasilkan lebih dari 473 produk. PT. Novell memiliki dedikasi tinggi untuk pengembangan obat dan selalu berusaha menjaga kualitas tinggi dari produk yang dihasilkan. Selain memproduksi obat-obat berkualitas tinggi untuk pasar lokal, PT. Novell juga berupaya untuk meningkatkan cadangan devisa Republik Indonesia dengan melakukan ekspor produk-produknya. Hal ini terbukti dengan diperolehnya sertifikat CPOB dari (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2014):

(30)

(kapsul dan tablet), sediaan cair (sirup dan drops), dan sediaan injeksi steril (vial, ampul, dan botol).

b. Medicines Control Council (MCC) pada tahun 2008 untuk sediaan tablet dan kapsul (non-betalaktam).

c. Therapeutic Goods Administration (TGA) pada tahun 2009 untuk sediaan solid.

d. Turki pada tahun 2009.

e. Otoritas Uni Eropa pada tahun 2013 untuk fasilitas produksi sediaan steril.

Manfaat dari audit dan sertifikasi dari negara lain adalah PT. Novell dapat melakukan ekspor ke negara-negara yang tercakup dalam otoritas badan pengaudit tersebut. Saat ini, PT. Novell sedang meregistrasikan produknya ke negara Inggris, Jerman, Sudan, dan Uganda (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2014).

PT. Novell memiliki anak perusahaan yang berlokasi di Semarang, yaitu PT. Etercon Pharmaceutical Laboratories. Fasilitas produksi yang dimiliki oleh PT. Etercon adalah untuk sediaan solid non-steril, sediaan solid betalaktam, sediaan solid oral betalaktam, sediaan solid steril betalaktam, dan sediaan semisolid (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2014).

Untuk pemasaran dan distribusi produk-produknya, PT. Novell melakukan kerja sama dengan berbagai distributor di antaranya AMS (Antar Mitra Sembada), Calista Prima, Asri Medikatama, dan Kimia Farma (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2014).

3.2. Visi dan Misi

PT. Novell memiliki visi dan misi “We are dedicated to you”. Dedicated memiliki arti: PT. Novell berupaya mendedikasikan diri kepada pasien dan komunitas kesehatan dengan menghasilkan obat-obatan berkualitas dengan harga yang efektif dan efisien. PT. Novell menerapkan dan memelihara sistem manajemen mutu yang ditetapkan dalam CPOB nasional dan internasional (GCC, MCC, TGA, Turki, dan Otoritas Uni Eropa). PT. Novell secara konsisten mengembangkan sumber daya manusia dalam hal penerapan teknologi dan keahlian melalui pelatihan untuk memastikan semua karyawan memahami dengan

(31)

jelas tanggung jawab mereka sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. You atau anda memiliki arti : pasien dan komunitas kesehatan seperti dokter, rumah sakit, dan apotek (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2014).

3.3. Produk-Produk PT. Novell Pharmaceutical Laboratories

Secara garis besar produk-produk PT. Novell dibagi menjadi 3, yaitu (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2014):

3.3.1. Produk-Produk yang Dikembangkan dan Diproduksi oleh PT. Novell :

a. Produk Branded Ethical

Contoh produk Branded Ethical PT. Novell adalah Civell, Levores, Novales, Omevell, Lanvell, Ryvel, Folerin, dan sebagainya.

b. Produk Generic Ethical

Contoh produk Generic Ethical PT. Novell adalah Piroxicam,

Ciprofloxacin, Omeprazole, Cetrizine, Loratadine, Pravastatin, dan sebagainya.

c. Produk Over The Counter (OTC)

Contoh produk OTC PT. Novell adalah B, Nutrafor, MIPI, Lacto-B, dan sebagainya.

3.3.2. Produk-Produk yang Dikembangkan oleh PT.Novell, tetapi Diproduksi

oleh Perusahaan Pemberi Jasa Toll Manufacturing

a. Produk Branded Ethical-Toll

Contoh produk Branded Ethical-Toll adalah Nixaven (PT.Prafa), Nixaven

DS (PT.Prafa), dan sebagainya.

b. Produk Generic Ethical-Toll

Contoh produk Generic Ethical-Toll adalah Cefixime (PT. Prafa).

c. Produk OTC-Toll

` Contoh produk OTC-Toll adalah Pharolit (PT. Pharos).

3.3.3. Produk-Produk Impor

(32)

di PT. Novell, maka PT. Novell masih mengimpor produk darah, produk biologi dan produk antikanker, misalnya

a. Erythropoetin (Epotrex) yang diimpor dari Cheil Jedang, Korea;

b. rh-GCSF (Leukokine) yang diimpor dari Cheil Jedang, Korea;

c. rh-GH (Novell-Eutropin) yang diimpor dari LGLS, Korea;

d. Propofol (Safol) yang diimpor dari Dongkok, Korea;

e. Human albumin (Robumin) yang diimpor dari Kedrion, Italia;

f. Faktor VIII dan faktor IX pembekuan darah yang diimpor dari Kedrion, Italia;

g. Somatostatin (Somanovell) yang diimpor dari PH&T, Italia;

h. Produk-produk sitotoksik yang diimpor dari KUP, Korea.

3.4. Departemen di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories

Suatu perusahaan memiliki beberapa departemen yang saling bekerjasama agar dapat berjalan dengan baik. PT. Novell memiliki beberapa departemen, antara lain (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011):

3.4.1. Departemen General Affairs

Departemen General Affairs memiliki tanggung jawab mengurus fasilitas dan pemeliharaan gedung, keperluan fasilitas dan alat-alat kantor, perundangan, gangguan, kebakaran, dan keamanan, penerimaan tamu, dan sebagainya.

Pekerjaan yang dilakukan oleh General Affairs, yaitu (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011):

a. Permasalahan atau kegiatan yang berhubungan dengan tanggung jawab

perusahaan terhadap anggota masyarakat atau penduduk di sekitarnya;

b. Penilaian terhadap kinerja karyawan;

c. Penghargaan terhadap karyawan;

d. Training dan pembelajaran untuk karyawan;

e. Mencari tenaga kerja baru;

f. Menstruktur organisasi dan menangani setiap kemampuan karyawan.

(33)

3.4.2. Departemen Human Resources & Development

Departemen Human Resources & Development bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan. Pengelolaan dimulai dari rekrutmen, trainning, benefit, penilaian kinerja, perencanaan jenjang karir

seluruh karyawan, serta pemutusan hubungan kerja. Departemen Human

Resources & Development tidak memiliki karyawan apoteker (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011).

3.4.3. Departemen Manufacturing

Departemen Manufacturing di PT. Novell dibagi kembali menjadi

beberapa sub-departemen, yang secara keseluruhan dipimpin oleh seorang direktur (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011).

3.4.3.1. Sub-Departemen Product Development

Sub-Departemen Product Development bertanggung jawab

mengembangkan produk mulai dari tahap desain formula, pengujian stabilitas dipercepat, hingga pembuatan formula dan spesifikasi bahan kemas untuk skala produksi.

3.4.3.2. Sub-Departemen Purchasing

Sub-Departemen Purchasing bertanggung jawab dalam pembelian bahan

awal mulai dari proses kualifikasi pengadaan dan penilaian kinerja guna menjamin bahwa pemasok dapat memberikan produk secara konsisten yang memenuhi persyaratan CPOB dan evaluasi terhadap pemasok. Secara umum,

pembagian staf di Sub-Departemen Purchasing dibagi menjadi 3, antara lain staf

yang menangani bahan baku lokal, bahan baku impor, dan bahan kemas.

Kualifikasi pemasok dilakukan dengan cara mengisi kuesioner penilaian diri atau dengan melakukan audit bila diperlukan. Audit diutamakan dilakukan terhadap produsen zat aktif. Pemasok disebut memenuhi kualifikasi jika:

a. Bahan atau sampel yang diberikan memenuhi spesifikasi PT. Novell yang ditetapkan oleh Sub-Departemen Product Development, khusus untuk zat aktif minimal sampel dari tiga bets yang berbeda harus memenuhi kriteria penerimaan;

(34)

c. Pertimbangan komersial lainnya (harga, bonafiditas, waktu pengantaran barang);

d. Memiliki sertifikat yang dibutuhkan, misalnya sertifikat CPOB dan ISO.

Kualifikasi pemasok bahan baku dimulai dengan pemantauan pra-seleksi oleh Sub-Departemen Purchasing dengan cara melihat apakah pabrik tersebut masuk dalam daftar rekomendasi pemasok yang dikeluarkan Badan POM.

Kemudian Sub-Departemen Purchasing mendapat sampel material yang terdiri

dari tiga bets yang berbeda.

Evaluasi pemasok dilakukan secara periodik yaitu setiap satu tahun sekali. Evaluasi dilakukan dengan cara menilai kualitas barang yang dihasilkan, ketepatan waktu pengiriman, pelayanan purna jual, dan harga. Bila nilai hasil evaluasi kurang dari yang dipersyaratkan, dibuat surat pemberitahuan kepada pemasok berupa saran dan permintaan tindakan perbaikan. Jika dalam waktu satu tahun tidak terjadi peningkatan maka pemasok tersebut dikeluarkan dari daftar pemasok terkualifikasi.

Sub-Departemen Purchasing bertanggung jawab terhadap pembelian

bahan baku, bahan kemas, dan bahan penunjang (peralatan produksi, kebutuhan rumah tangga PT. Novell, dan lain-lain). Pembelian diawali dengan penerimaan surat permintaan barang (Order Requisition) yang telah disetujui manajer

Sub-Departemen Purchasing dan direktur pabrik. Lalu ditentukan pemasok yang

sesuai untuk item yang disebutkan dalam Order Requisition dengan cara

membandingkan minimal tiga pemasok yang telah terkualifikasi dengan dasar mutu pertimbangan harga, waktu tenggang (lead time), ketepatan pengiriman, jumlah minimum pemesanan (minimum quantity), syarat pembayaran (term of

payment), serta kelengkapan dokumen pendukung.

Selanjutnya Sub-Departemen Purchasing membuat surat pesanan

(Purchase Order) kepada pemasok yang dipilih berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tersebut. Jumlah pesanan dalam Purchase Order disesuaikan

dengan kebutuhan yang diminta dan standar pesanan minimum. Purchase Order

dicetak rangkap tiga yaitu untuk pemasok, sebagai arsip Departemen Purchasing,

(35)

3.4.3.3. Sub-Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC) Sub-Departemen ini berperan terhadap pengaturan jalannya produksi di pabrik PT. Novell. PPIC secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu PPIC dan gudang. Tugas PPIC adalah mengatur jadwal dan jumlah pemesanan bahan baku dan bahan kemas untuk keperluan produksi. Tugas gudang adalah menyimpan produk ruahan dan produk jadi, serta mengontrol stok barang yang disimpan di gudang (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011).

3.4.3.4. Sub-Departemen Produksi

Dalam melakukan suatu proses produksi, diperlukan suatu perencanaan yang sangat baik agar semua proses di Sub-Departemen Produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011).

3.4.3.5. Sub-Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC)

Sub-Departemen Pengawasan Mutu di PT Novell dibagi menjadi dua

bagian, yaitu bagian pengembangan metode analisis Analytical Development

(AD) dan bagian pengawasan mutu untuk keperluan rutin In Process Control (IPC) ditentukan oleh Sub-Departemen PPIC bersama dengan Sub-Departemen Produksi (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011).

3.4.3.6. Sub-Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA)

Sub-Departemen Pemastian Mutu di PT. Novell bertanggung jawab dalam menetapkan dan menjamin implementasi sistem pemastian mutu, termasuk dalam kegiatan tersebut adalah seleksi dan evaluasi pemasok, inspeksi diri (audit internal), penanganan deviasi/penyimpangan dan pemantauan tindakan perbaikan dan pencegahan, dokumentasi, pengendalian perubahan, validasi, penanganan keluhan atas produk, pelulusan produk, pelaksanaan pelatihan CPOB, serta menetapkan persyaratan inspeksi dan pemeliharaan. Selain itu, Sub-Departemen Pemastian Mutu juga melakukan kegiatan inspeksi dan pengujian serta pemberian status (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011).

3.4.4. Departemen Business Development

Departemen Business Development merupakan departemen yang

bertanggung jawab dalam pengembangan produk baru (obat, nutrisi, dan suplemen kesehatan) yang tepat serta sejalan dengan kebijakan dan strategi bisnis

(36)

perusahaan, melakukan kerjasama dengan pihak lain, meregistrasikan produk-produk yang akan dipasarkan hingga mendapatkan persetujuan izin edar dari Badan POM, dan registrasi ekspor yang dapat meningkatkan pertumbuhan perusahaan (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011).

3.4.5. Departemen Finance and Accounting

Departemen Finance and Accounting bertanggung jawab mengelola dan

mengalokasikan kas/dana perusahaan dengan baik. Adapun tugas bagian keuangan adalah sebagai berikut (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011):

a. Melakukan verifikasi atau pengecekan ulang atas semua bukti-bukti kas;

b. Penerimaan dan pengeluaran kas;

c. Melakukan verifikasi atas semua bukti penjualan tunai, faktur penjualan tunai dan nota pembelian barang serta bukti pemesanan barang dari perusahaan ke konsumen;

d. Melakukan penyusunan laporan keuangan seperti neraca dan daftar laba rugi

perusahaan;

e. Melakukan penelitian dan analisis keuangan perusahaan, termasuk masalah

pajak.

Departemen ini tidak memiliki karyawan apoteker.

3.4.6. Departemen Management Information System

Departemen Management Information System mengatur manajemen

informasi dan pengolahan data perusahaan. Informasi manajemen sistem dibagi

menjadi dua, yaitu hardware dan software. Bekerjasama dengan petugas

keamanan data, petugas Management Information System menetapkan prosedur

dan standar untuk akses ke fasilitas pengolahan data perusahaan. Departemen ini tidak memiliki karyawan apoteker (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011).

3.4.7. Departemen Training

Pengembangan sumber daya manusia yang profesional salah satunya dapat dicapai dengan diadakannya pendidikan dan pelatihan bagi karyawan yang

(37)

bersangkutan. Pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan antara sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan dengan sumber daya manusia yang diharapkan agar perusahaan dapat mencapai tujuannya (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011).

Secara umum, pelatihan sumber daya manusia dimaksudkan untuk menanggulangi segala persoalan kinerja yang mengalami penurunan kinerja. Penurunan kinerja akan menyebabkan karyawan tidak dapat menunjukkan performa kerja pada level yang telah distandardisasi perusahaan. Oleh karena itu, PT. Novell melakukan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi setiap

karyawan. PT. Novell mengelompokkan pelatihan dalam beberapa tingkatan (PT.

Novell Pharmaceutical Laboratories, 2011): a. Induction training (pelatihan awal)

Pengenalan umum mengenai perusahaan, pengenalan produk, prosedur, kekhususan industri farmasi (personal higiene di area produksi, sanitasi, dan K3). Pelatihan CPOB dilakukan oleh Sub-Departemen Pemastian Mutu.

b. On-the job training

Pelatihan mengenai deskripsi pekerjaan serta Standard Operating Procedure

dan Standard Operating Instruction departemen tertentu.

c. Development training, misalnya melalui seminar-seminar.

Departemen ini tidak memiliki karyawan apoteker.

3.4.8. Departemen MarketingandSales

Departemen Marketing and Sales bertanggung jawab mempersiapkan

rencana pemasaran produk termasuk melakukan survei market serta mengelola penjualan produk di dalam negeri. Departemen ini juga berperan dalam launching

produk baru dan menangani pemasarannya (PT. Novell Pharmaceutical

Laboratories, 2011).

3.4.9. Departemen International Marketing

Departemen International Marketing bertanggung jawab mengelola

penjualan produk ke negara lain serta mempersiapkan rencana pemasaran produk spesifik ke negara tertentu. Departemen ini juga berperan menjadi penghubung

(38)

antara pembeli dari luar negeri dengan pihak PT. Novell dalam hal kontrak

manufaktur dan penanganan ekspor produk (PT. Novell Pharmaceutical

Laboratories, 2011).

3.5. Pengembangan Produk Baru di PT. Novell Pharmaceutical

Laboratories

3.5.1. Pengembangan Produk

Ide pengembangan produk baru dapat berasal dari siapa saja, baik dari

direksi, Departemen Marketing and Sales, dan Departemen Business

Development. Ide ini kemudian dituangkan dalam sebuah formulir usulan produk

baru (UPB). Formulir UPB berisi zat aktif, bentuk sediaan, kekuatan, komposisi produk, status paten produk, analisis data pasar, analisis kompetitor, keunggulan terhadap produk kompetitor, ukuran kemasan, dan usulan nama produk. UPB dibuat oleh Departemen Business Development dan disetujui oleh direksi. UPB-UPB yang telah disetujui untuk dikembangkan akan disusun skala prioritas pengembangan produknya. Skala prioritas dibuat dengan mempertimbangkan besar pasar, besar kebutuhan pasar, jumlah kompetitor, masa berlaku perlindungan paten originator, dan ketersediaan fasilitas untuk pengembangan produk.

Pengembangan produk yang dilakukan PT. Novell adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan obat baru

Menurut Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.10.11.0841 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, Obat baru adalah obat dengan zat aktif baru, zat tambahan baru, bentuk sediaan/rute baru, kekuatan baru, atau kombinasi baru yang belum pernah disetujui di Indonesia. Pengembangan obat baru menjadi salah satu fokus PT. Novell mengingat masih sedikit pesaing yang mengembangkan obat baru di Indonesia.

b. Pengembangan obat kopi

Obat kopi dapat didefinisikan sebagai obat yang menggunakan desain dari obat yang sudah beredar di pasar dengan merek yang berbeda. Obat kopi dapat dikatakan sebagai tiruan yang mendekati produk originator. Pengembangan obat kopi sangat penting untuk menjamin kelangsungan

(39)

pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan. Suatu perusahaan farmasi diizinkan mengkopi suatu produk obat yang sudah dipatenkan dengan mengikuti kebijakan bolar provision. Bolar provision diatur di dalam Pasal 135 (b) UU Paten Indonesia tahun 2001. Kebijakan ini mengizinkan perusahaan penghasil produk generik untuk melakukan pengujian, mempersiapkan produksi, serta mendaftarkan produk kopi dari obat yang dipatenkan dua tahun sebelum berakhirnya masa perlindungan paten produk originator dengan tujuan untuk mendapatkan izin edar obat kopi tersebut. Sebagai contoh, produk “X” mempunyai hak paten sampai September 2008, maka pada September 2006 perusahaan yang akan mengkopi obat tersebut sudah boleh melakukan pendaftaran produk kopi “X”, dengan melampirkan surat komitmen tidak akan memasarkan produk tersebut hingga masa perlindungan paten produk “X” habis.

Formulasi dan pengemasan obat kopi yang diproduksi PT. Novell sedapat mungkin menyamai produk originator. Tujuannya adalah agar produk yang dihasilkan PT. Novell memiliki kesetaraan hayati (bioekivalensi) dengan produk originator. Obat originator yang dipakai sebagai pembanding dapat berupa produk yang sudah beredar di Indonesia atau yang belum beredar di Indonesia.

Obat kopi dapat dibagi menjadi 2 golongan, yakni obat kopi pertama dan obat kopi biasa. Sesuai namanya, obat kopi pertama merupakan obat kopi yang pertama didaftarkan dan memperoleh persetujuan edar dari Badan POM. Mencari obat kopi pertama sangat penting karena pangsa pasarnya lebih besar daripada obat kopi yang jumlah pemainnya lebih banyak (FDA Health & Human Service, 2011).

c. Modifikasi bentuk sediaan atau modifikasi kemasan

Produk-produk yang telah beredar adakalanya perlu diremajakan misalnya modifikasi bentuk sediaan dan modifikasi kemasan. PT. Novell melakukan reformulasi, jika ada keluhan dari konsumen mengenai produk tersebut, apoteker menemukan formula yang lebih bagus, atau adanya perkembangan teknologi.

(40)

menjaga eksistensi produk. Modifikasi sediaan dapat meningkatkan profil farmakokinetik dan profil keamanan obat. Modifikasi produk tidak hanya diterapkan pada bentuk sediaan, tetapi juga pada saat pemilihan kemasan, sehingga diperoleh kemasan yang sesuai dengan kriteria. Kemasan yang baik harus dapat melindungi isi, menjaga kestabilan fisika dan kimia, serta melindungi dari faktor mekanik. Modifikasi kemasan biasanya dilakukan jika

ada permintaan dari Departemen Marketing and Sales danmasukan dari

Sub-Departemen Product Development. Modifikasi kemasan, selain bertujuan

untuk memperbaiki desain kemasan sebelumnya yang mungkin kurang dapat melindungi produk, juga bertujuan untuk meningkatkan daya tarik pasar.

d. Pengembangan kemasan

Sub-Departemen Product Development bertanggung jawab

mengembangkan kemasan untuk produk ethical dan generik secara

keseluruhan, sedangkan pengembangan kemasan produk OTC melibatkan Departemen Marketing and Sales terutama persetujuan desain artistiknya. Pada prinsipnya, pengembangan dan pengadaan bahan kemas melibatkan

Sub-Departemen Product Development, Sub-Departemen Pemastian Mutu,

Departemen Marketing and Sales, dan Departemen Purchasing.

Pengembangan kemasan dilakukan setelah adanya UPB dari Departemen

Business Development. Apoteker Sub-Departemen Product Development

kemudian akan membuat spesifikasi kemasan primer dan sekunder. Pengembangan kemasan memperhatikan jenis, harga, pemasok, ukuran, data stabilitas dipercepat, dan data registrasi. Bila spesifikasi kemasan disetujui

oleh Sub-Departemen Product Development, Sub-Departemen Pemastian

Mutu, Departemen Business Development, dan Sub-Departemen Purchasing

dan telah mendapat persetujuan dari Badan POM, maka spesifikasi tersebut

akan diserahkan ke Sub-Departemen Purchasing untuk selanjutnya dilakukan

(41)

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Proses Pengembangan Produk Obat di PT. Novell

PT. Novell selalu berdedikasi untuk menghasilkan produk-produk kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, aman, dan berkhasiat. Pengembangan produk di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories dibagi menjadi tiga, yaitu produk yang dikembangkan dan diproduksi oleh PT. Novell, produk-produk impor, dan produk-produk yang dikembangkan oleh PT. Novell, tetapi diproduk-produksi di perusahaan yang berbeda atas dasar kerja sama kontrak. PT. Novell hingga saat ini telah menghasilkan lebih dari 473 produk.

Dalam melakukan pengembangan produk, PT. Novell selain telah memiliki sertifikat CPOB dari Badan POM (untuk sediaan injeksi steril, oral, topikal, dan kapsul lunak), PT. Novell juga telah memiliki sertifikat CPOB dari GCC (Gulf Cooperation Council/negara-negara teluk Arab), MCC (Medicines

Control Council/Afrika Selatan), TGA (Therapeutic Goods

Administration/Australia), Turki, dan dari otoritas Uni Eropa. Banyaknya proses sertifikasi CPOB dari berbagai otoritas negara-negara di dunia yang dilakukan PT. Novell karena PT. Novell menyadari betul bahwa CPOB harus diterapkan dalam seluruh proses dan kegiatan pembuatan obat agar masyarakat bisa memperoleh obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat. Adapun sertifikasi CPOB dari otoritas Badan POM negara-negara lain memberikan peluang ekspor bagi PT. Novell ke negara-negara tersebut, dan dengan demikian membuka peluang untuk mengembangkan produk dan meningkatkan devisa negara Republik Indonesia.

Pengembangan produk yang dilakukan PT. Novell adalah pengembangan obat baru, pengembangan obat kopi yang terdiri dari obat kopi pertama dan obat kopi, modifikasi bentuk sediaan atau modifikasi kemasan, serta pengembangan kemasan. Dalam hal ini, PT. Novell lebih mengutamakan pengembangan obat kopi pertama dan obat baru, dimana kedua jenis produk ini memiliki peluang pemasaran yang besar tanpa harus bersaing dengan banyak kompetitor lainnya. Dengan demikian, diharapkan dapat menciptakan permintaan dan memberikan peluang pertumbuhan penjualan yang sangat menguntungkan.

(42)

baru (UPB) yang dapat berasal dari Direksi, Departemen Marketing and sales,

ataupun Departemen Business Development, dan lain-lain. Usulan pengembangan

produk baru (UPB) dimulai dengan pembuatan penelusuran data Indonesia

Hospital Pharmaceutical Audit (IHPA) dan Indonesia Pharmaceutical Audit

(IPA). IHPA merupakan kumpulan data dari nilai penjualan obat (obat generik ataupun obat bermerk) yang ada di rumah sakit sedangkan IPA merupakan kumpulan data dari nilai penjualan obat (obat generik ataupun obat bermerk) yang ada di apotek. Tujuan pembuatan data IHPA dan IPA yaitu untuk mengetahui nilai penjualan obat yang ada di rumah sakit maupun apotek. Jika ada obat yang memiliki nilai penjualan yang besar (dilihat dari persentase penjualan dalam setahun) maka obat tersebut masuk dalam usulan obat baru untuk dipasarkan oleh suatu industri farmasi. Suatu perusahaan dapat melihat peluang untuk masuk ke suatu golongan obat atau mengkopi suatu produk yang belum ada di daftar pengembangan produk baru dari data-data yang didapatkan. Selain itu, perusahaan juga dapat mengetahui persaingan produk-produknya yang sudah beredar di pasar. Sedangkan dari data produk originator didapatkan informasi mengenai golongan obat, bentuk sediaan, kekuatan, formulasi, indikasi, cara pemberian, kontraindikasi, kemasan primer dan sekunder, dan status paten.

Langkah selanjutnya yaitu melengkapi dokumen registrasi, yang terdiri dari:

a. Pengkajian data paten

b. Melakukan pendaftaran bahan tambahan (jika eksipien yang akan digunakan belum terdaftar di Badan POM)

c. Mengisi formulir registrasi

Penelusuran data-data paten harus dilakukan sebelum pengembangan produk baru. Data-data yang harus ditelusuri dan dianalisis antara lain ringkasan karakteristik produk originator, data pasar, data teknologi dan fasilitas yang sudah dimiliki, yang sedang dibangun, atau yang tidak dimiliki oleh PT. Novell Pharmaceutical Laboratories.

Data paten suatu obat dapat diperoleh dari website US-FDA untuk

produk-produk yang terdaftar di Amerika Serikat, The European Medicinal

(43)

(EPO). Data ini diperlukan agar pengembangan produk terarah, terencana, dan dapat dipasarkan tepat waktu setelah masa perlindungan paten habis. Pengkajian paten merupakan salah satu tahap untuk melengkapi dokumen pra-registrasi obat, sehingga harus dilakukan oleh seorang Apoteker. Sebelum melakukan pra-registrasi obat, bahan-bahan (zat aktif dan eksipien) dari formula yang telah dirancang oleh suatu industri farmasi harus dilakukan pendaftaran. Pendaftaran bahan-bahan tersebut dapat dilakukan secara online melalui website AeRO.

Dalam melakukan pendaftaran obat baik secara manual maupun online,

pemohon harus melengkapi formulir registrasi obat dari Badan POM. Untuk melengkapi pengisian formulir registrasi dapat dilihat pada dokumen-dokumen yang telah dibuat oleh pabrik.

Data-data yang dibuat oleh Departemen Business Development harus

disesuaikan dengan data-data dari Sub-Departemen Product Development. Data yang akan dikaji adalah data yang diperoleh dari hasil orientasi formula skala

percobaan yaitu pre-eliminary scale, laboratory scale, pilot scale, dan

manufacturing scale. Pada tahap pre-eliminary scale dilakukan percobaan dengan beberapa macam formula. Masing-masing formula tersebut diperiksa parameter fisiknya, seperti kekerasan tablet, waktu hancur, kadar, pH, pemeriksaan mikrobiologi, identifikasi, atau viskositas. Formula yang menghasilkan produk dengan sifat fisik yang baik dapat dilanjutkan ke laboratory scale.

Pada tahap pilot scale juga dilakukan validasi proses untuk pembuatan 3 bets pertama dan dilakukan pengujian stablitas dipercepat selama 6 bulan. Jika proses dinyatakan valid dan produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan, maka formula dapat digunakan untuk pembuatan skala produksi. Apabila memenuhi persyaratan maka produk dapat dipasarkan. Sedangkan pada manufacturing scale ukuran produk adalah 10 kali lipat dari produksi skala pilot. Selama proses produksi 3 bets pertama harus dilakukan validasi proses. Setelah seluruh percobaan formulasi divalidasi, maka apoteker Sub-Departemen Product

Development membuat Manufacturing Batch Record (MBR). Dengan adanya

MBR akan memudahkan evaluasi jika terjadi penyimpangan ketika proses produksi skala industri atau jika suatu saat formula yang ada ingin dimodifikasi. MBR kemudian diserahkan dan disimpan oleh Pemastian Mutu untuk dianalisis

Gambar

Gambar 2.1  Alur Pengajuan Pra-Registrasi Obat Kopi……………..……        14
Gambar 2.1  Alur Pengajuan Pra-Registrasi Obat Kopi
Gambar 2.1. Struktur Kimia Febuxostat  ..............................................................
Tabel  serupa  dapat dibuat  untuk  median, untuk  modal,  dan untuk dosis  maksimum,  atau  untuk dosis  paparan  terpanjang

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi,

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan