• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Pembangunan Perikanan

2.1.1 Pembangunan berkelanjutan

Di negara-negara sedang berkembang, keinginan untuk melakukan pembangunan dapat dikatakan sangat menggebu-gebu, terutama pembangunan di bidang ekonomi. Padahal, perubahan di bidang ekonomi bukan hanya satu-satunya arti ya ng terkandung dalam pembangunan (Todaro, 1997). Hal ini erat kaitannya dengan pemahaman dimasa lalu, dimana pembangunan diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan Gross National Product (GNP) saja, akan tetapi pengertian ini dalam beberapa dekade terakhir telah mengalami pergeseran, karena didalamnya juga terkandung makna pemerataandan kesejahteraan.

Uraian diatas mencerminkan bahwa pemikiran tentang konsepsi pembangunan telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, sehingga pengertiannyapun bermacam- macam. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh anggota masyarakat didalam meningkatkan kapasitas individu maupun lembaga untuk menggerakkan dan mengelola sumberdaya, agar menghasilkan perbaikan berkelanjutan menuju kualitas hidup yang diinginkan (Charley and Christie, 1992 yang dikutipSoley, 1999). Siagian (1994) memberikan pengertian pembangunan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). Sementara pengertian lain dari pembangunan yang lebih sederhana adalah suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana (Kartasasmita, 1997). Dengan demikian, Soley (1999) mengidentifikasikan adanya 6 (enam) elemen

kunci dalam pembangunan, yaitu perubahan; proses; perbaikan/pertumbuhan; keberlanjutan; distribusi dan kualitas hidup.

Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan, menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang baik secara kualitas maupun kuantitatif dan merupakan suatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dengan pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan sebaliknya pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan.

Dengan demikian, pembangunan harus diartikan lebih dari pemenuhan kebutuhan materi didalam kehidupan manusia atau dengan kata lain, pembangunan adalah merupakan proses multidimensi yang meliputi perubahan organisasi dan orientasi dari seluruh sistem sosial dan ekonomi (Kunarjo, 2002). Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka upaya yang dilakukan tidak hanya pada menciptakan peningkatan produksi nasional riil, akan tetapi juga harus ada perubahan dalam kelembagaan, struktur administrasi, perubahan sikap dan bahkan kebiasaan.

Sementara istilah pembangunan ekonomi diartikan sebagai perubahan yang meningkat pada kapasitas produksi nasional. Peningkatan ini dicerminkan oleh adanya pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi pada hakekatnya dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh suatu negara, untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya. Pembangunan itu sendiri mempunyai beberapa batasan, diantaranya adalah :

(1) Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi secara terus menerus. (2) Usaha untuk menaikan pendapatan per kapita.

(3) Kenaikan pendapatan per kapita tersebut harus terus berlangsung dalam jangka panjang.

Disisi lain, Todaro (1997) mengemukakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi pada hakekatnya ditunjukkan oleh 3 (tiga) komponen dasar atau nilai pokok, yaitu :

(1) Kecukupan (sustenance), adalah berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

(2) Jati diri (self-esteem) adalah meningkatkan rasa harga diri masyarakat sebagai manusia seutuhnya.

(3) Kebebasan (freedom) adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih, yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.

Oleh karena itu, pada umumnya tujuan pembangunan di negara-negara sedang berkembang meliputi hal- hal pokok seperti meningkatkan pertumbuhan ekono mi, meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat, meningkatkan kesempatan kerja serta meningkatkan pemerataan pembangunan antar daerah (Kunarjo, 2002).

Masalah penting yang dihadapi dalam pembangunan menurut Fauzi (2004) adalah bagaimana menghadapi trade-off antara pemenuhan kebutuhan pembangunan di satu sisi dan upaya mempertahankan kelestarian lingkungan disisi lain. Pembangunan ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam yang tidak memperhatikan aspek lingkungan, pada akhirnya akan berdampak negatif terhadap lingkungan karena pada dasarnya sumberdaya alam dan lingkungan mempunyai kapasitas daya dukung yang terbatas. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi yang tidak memperhatikan kapasitas sumberdaya alam dan lingkungan akan menyebabkan kemandekan pembangunan itu sendiri. Kekhawatiran tentang ini telah ada sejak Thomas Malthus (1766 – 1834) yang pesimis dengan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, mengingat adanya keterbatasan kemampuan lingkungan. Kekhawatiran ini juga diikuti oleh ekonom lainnya, seperti David Ricardo (1772 – 1823) dengan ala san adanya keterbatasan sumberdaya alam (Pearce and Turner, 1990).

Kondisi tersebut diatas pada akhirnya telah mendorong terjadinya perubahan paradigma pembangunan dari yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi (economic growth), menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna

pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya (Djajadiningrat, 2003). Dengan kata lain, ini juga berarti bahwa bagaimana generasi sekarang dapat memenuhi kebutuha nnya, sekaligus memberikan bekal pengetahuan, teknik-teknik baru dan pengorganisasian sosial masyarakatnya untuk memberikan kesempatan bagi generasi yang akan datang memenuhi kebutuhanya.

Konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutanpun sangat multi dimensi dan multi interprestasi (Fauzi, 2004). Pengertian sederhana dalam perspektif ekonomi terutama pandangan ekonomi “neo-klasikal”, keberlanjutan dapat diartikan sebagai maksimisasi kesejahteraan sepanjang waktu. Walaupun konsep kesejahteraan menyangkut dimensi yang sangat luas, perspektif “neo-klasikal” melihatnya sebagai maksimisasi kesejahteraan yang diturunkan dari ut ilitas yang diperoleh dengan mengkonsumsi barang dan jasa. Barang dan jasa yang dikonsumsi ini, antara lain dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan.

Disamping itu, World Commision on Enviromental and Development (WCED) yang dikutip Kusumastanto (2003), juga memberikan pengertian perikanan berkelanjutan sebagai suatu kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya guna memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dalam konsep ini pada hakekatnya memuat 2 (dua) substansi pokok yaitu :

(1) Konsep kebutuhan (khususnya kebutuhan pokok) untuk mensejahterakan nelayan dan generasi mendatang.

(2) Gagasan tentang keterbatasan yang bersumber kepada keadaan teknologi dan organisasi sosial yang dikenakan terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa mendatang.

Dahuri et al. (2001) juga memberikan pemahaman tentang perikanan berkelanjutan sebagai suatu strategi pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa secara garis besar konsep perikanan berkelanjutan

memiliki empat dimensi, yaitu dimensi ekologis, dimensi sosial ekonomi dan budaya, dimensi sosial politik serta dimensi hukum dan kelembagaan.

Dari dimensi ekologis dapat dikemukakan bahwa pengelolaan sumberdaya dilakukan dengan menjaga dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Seperti diketahui bahwa setiap lingkungan atau ekosistem alamiah, termasuk didalamnya perikanan memiliki 4 (empat) fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu jasa-jasa pendukung kehidupan; jasa-jasa kenyamanan; penyedia sumberdaya alam; dan penerima limbah. Sementara dari dimensi ekonomi, pengelolaan sumberdaya harus memprioritaskan kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, terutama masyarakat nelayan/perikanan guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir. Sedangkan dimensi sosial politik memberikan muatan bahwa pengelolaan sumberdaya berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratis dan transparan. Selanjutnya dari dimensi hukum dan kelembagaan dikemukakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan melalui penerapan sistem peraturan dan perundang-undangan yang berwibawa dan konsisten (Dahuri et al., 2001).

Charles (2001) juga melakukan elaborasi tentang komponen dasar dari keberlanjutan yang terdiri dari keberlanjutan ekologi; keberlanjutan sosial-ekonomi; keberlanjutan masyarakat dan keberlanjutan kelembagaan. Tiga komponen keberlanjutan yang pertama merupakan titik sudut dalam segi tiga keberlanjutan, seperti dapat dilihat melalui Gambar 2. Sedangkan komponen keberlanjutan ya ng ke empat akan memberikan pengaruh diantaranya, sehingga posisinya ditempatkan di tengah segi tiga keberlanjutan.

Konsep dasar diatas berangkat dari upaya mengkritisi konsep keberlanjutan perikanan konvensional, yang selama ini hanya bergantung pada konsep keberlanjutan secara biologi-ekologi, lewat pendekatan maximum sustainable yield (MSY) dan keberlanjutan ekonomi lewat maximum economic yield (MEY). Dalam elaborasi yang dilakukan Charles (2001), ditambahkan paradigma baru yaitu paradigma sosial dan komunitas. Hal ini berarti bahwa keberlanjutan perikanan diupayakan dengan memberikan perhatian utama pada aspek

keberlanjutan masyarakat perikanan sebagai sebuah sistem komunitas. Konsep perikanan tradisional yang terbukti mampu melakukan pengawasan sendiri (self control) terhadap hasil tangkapan, penggunaan teknologi penangkapan yang sesuai, adanya kebersamaan yang tinggi antar anggota masyarakat serta adanya pengetahuan tradisional yang mencerminkan upaya ketahanan dalam jangka panjang, merupakan faktor penting dalam pendekatan ini. Dengan demikian, perikanan yang berkelanjutan tidak semata- mata ditujukan untuk kelestarian sumberdaya ikan itu sendiri atau keuntungan ekonomi saja, akan tetapi lebih dari itu yaitu keberlanjutan komunitas perikanan yang ditunjang oleh keberlanjutan kelembagaan.

Gambar 2 Bentuk segi tiga keberlanjutan (Charles, 2001)

Secara keseluruhan, keberlanjutan sistem perikanan merupakan hasil kerja secara simultan dari ke empat komponen tersebut diatas. Oleh karena itu, apabila konsep ini diterapkan dalam kegiatan perikanan, maka tujuan aktivitas penangkapan ikan atau pengelolaan perikanan tidak akan tercapai apabila yang dihasilkan adalah berupa dampak negatif seluruh atau salah satu komponen tersebut.