• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1.1 Latar belakang

Potensi ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun, dimana sekitar 73,43 persen atau 4,7 juta ton diantaranya adalah dari kelompok ikan pelagis, baik itu ikan pelagis besar maupun ikan pelagis kecil. Potensi ikan pelagis kecil adalah sekitar 3,6 juta ton per tahun atau 56,25 persen dari potensi ikan secara keseluruhan. Ikan pelagis kecil ini tersebar di 9 (sembilan) Wilayah Pengelolaan Perikana n (WPP), dengan tingkat pemanfaatan yang bervariasi. Namun demikian, secara nasional potensi ikan ini baru dimanfaatkan sekitar 49,50 persen.

Produksi perikanan tangkap Indonesia dalam 10 tahun terakhir telah mengalami pertumbuhan rata-rata 4,30 persen pertahun, yaitu dari 3.416.309 ton pada tahun 1995 menjadi 4.691.796 ton pada tahun 2004 (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2006). Dari produksi perikanan tangkap pada tahun 2004, sekitar 4.320.241 ton diantaranya berasal dari kegiatan penangkapan di laut dan 308.693 ton sisanya dihasilkan dari kegiatan penangkapan di perairan umum. Angka produksi ini telah memberikan sumbangan sebanyak 78,96 persen dari produksi perikanan nasional yang besarnya 5.545.150 ton pada tahun yang sama.

Dari 4.320.241 ton produksi kegiatan penangkapan ikan di laut pada tahun 2004, sekitar 754.345 ton diantaranya atau 16,08 persen didaratkan oleh nelayan di pelabuhan-pelabuhan perikanan yang berada disepanjang pantai utara Jawa. Komposisi produksi perikanan tangkap yang didaratkan di pantai utara Jawa ini terdiri dari ikan pelagis kecil 443.892 ton (56,53 %), ikan pelagis besar 20.412 ton (2,60 %), ikan demersal 124.512 ton (15,86 %), ikan karang 18.865 ton (2,40%),

udang penaeid 18.264 ton (2,33 %) dan ikan lainnya sebanyak 159.257 ton (20,28 %). Data tentang komposisi hasil tangkapan ikan yang didaratkan tersebut, sekaligus mencerminkan bahwa perikanan pelagis kecil dapat dikatakan sebagai kegiatan perikanan yang dominan di kawasan ini.

Seluruh produksi ini dihasilkan oleh sekitar 997.194 orang nelayan baik yang bersifat sebagai nelayan penuh, nelayan sambilan utama maupun nelayan sambilan tambahan yang tersebar di sepanjang pantai utara Jawa. Jumlah nelayan ini adalah sekitar 30,11 persen dari total jumlah nelayan secara keseluruhan yang mencapai angka 3.311.821 orang pada tahun 2004.

Uraian diatas menunjukkan bahwa perikanan pelagis kecil yang berbasis di pantai utara Jawa, mempunyai peranan cukup strategis didalam pembangunan perikanan nasional. Hal ini dapat dilihat baik dari sumbangan produksi yang diberikan, maupun jumlah nelayan yang terlibat didalam kegiatan perikanan ini. Sementara disisi lain juga disadari bahwa kond isi sumberdaya ikan di perairan Laut Jawa yang sudah lebih tangkap (over fishing), menjadi semakin menarik untuk dikaji lebih jauh.

Disamping itu, ikan pelagis kecil juga merupakan salah satu bahan pangan dan sumber protein hewani bagi masyarakat Indonesia, yang harganya relatif murah. Pengusahaan jenis ikan ini di Laut Jawa telah dilakukan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, seperti yang dilaporkan oleh Van Kampen pada tahun 1909 (Hardenberg, 1932 yang dikutip Bailey et al., 1987). Pada saat itu alat tangkap yang dipergunakan adalah payang, dengan hasil tangkapan penting adalah ikan layang (Decapterus spp). Lebih lanjut juga dikemukakan, bahwa payang adalah alat tangkap ikan permukaan (ikan pelagis) yang dominan dipergunakan oleh nelayan yang berbasis di pantai utara Jawa sampai dengan diperkenalkannya alat tangkap pukat cincin (purse seine) pada awal tahun 1970- an.

Perkembangan perikanan pelagis kecil yang berbasis di pantai utara Jawa tidak lepas dari kebijakan pemerintah Indonesia yang melarang beroperasinya alat tangkap trawl, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 39 tahun 1980. Kebijakan ini telah menggeser orientasi kegiatan penangkapan ikan yang

dilakukan oleh nelayan dari perikanan demersal ke perikanan pelagis, sebagai akibat adanya berbagai insentif yang diberikan oleh pemerintah seperti pemberian kredit untuk pengembanga n perikanan pelagis, terutama dengan alat tangkap

purse seine (Susilowati et al., 2005).

Dalam perjalanannya, kegiatan perikanan pelagis kecil yang berbasis di pantai utara Jawa tidak luput dari berbagai persoalan, yang pada akhirnya ikut mempengaruhi tingkat pencapaian tujuan pembangunan perikanan yang telah ditetapkan. Persoalan dimaksud mulai dari yang sifatnya biologis seperti menurunnya stok ikan karena adanya penangkapan yang berlebih, perusakan dan pencemaran lingkungan perairan dan lain sebagainya, sampai pada persoalan yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi seperti konflik baik yang sifatnya vertikal maupun horizontal, rendahnya pendapatan dan lain sebagainya. Persoalan-persoalan ini pada akhirnya bermuara pada rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan. Oleh karena itu, penelitian yang berkaitan dengan upaya memecahkan persoalan tersebut juga telah banyak dilakukan dan dapat dijadikan landasan dalam penelitian selanjutnya, termasuk penelitian ini.

4.1.2 Tujuan

Penelitian ini pada hakekatnya bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang perkembangan perikanan pelagis kecil yang berbasis di pantai utara Jawa. Namun demikian, secara spesifik tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

(1) Melakukan identifikasi data dan informasi berkaitan dengan kondisi lingkungan maupun sumberdaya ikan pelagis.

(2) Memberikan gambaran tentang perkembangan teknologi penangkapan ikan pelagis kecil yang ada di pantai utara Jawa.

(3) Memberikan gambaran tentang perkembangan produksi ikan pelagis kecil yang didaratkan di pantai utara Jawa.

(4) Memberikan gambaran kondisi sosial ekonomi nelayan perikanan pelagis kecil yang ada di pantai utara Jawa.

4.1.3 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya gambaran menyeluruh dari perkembangan perikanan pelagis kecil yang ada, khususnya yang berbasis di pantai utara Jawa. Dengan demikian, informasi yang ada dapat dijadikan pijakan atau landasan didalam penelitian selanjutnya, sekaligus guna memperkuat argumen-argumen yang diperlukan.

4.2 Kerangka Pe ndekatan

Dari berbagai informasi yang ada dapat diketahui bahwa perikanan pelagis kecil mempunyai arti yang sangat strategis bagi keberadaan nelayan yang berbasis di pantai utara Jawa. Hal ini dapat dilihat baik dari komposisi alat tangkap yang dipergunakan oleh nelayan dalam usaha penangkapannya, maupun komposisi ikan hasil tangkapan yang didaratkan di kawasan ini. Disamping itu, kelompok ikan pelagis kecil adalah merupakan sumber protein hewani penting bagi sebagian masyarakat khususnya yang ada di pulau Jawa, karena harga nya relatif murah.

Kondisi ini pada dasarnya disebabkan oleh ketersediaan sumberdaya ikan pelagis kecil yang pada awalnya melimpah di perairan Laut Jawa, sehingga perairan ini merupakan daerah penangkapan tradisional bagi nelayan yang berbasis di pantai utara Jawa. Hal lain yang mendorong berkembangnya perikanan pelagis kecil ini adalah menurunnya stok udang yang ada diperairan tersebut, dan dilarangnya penggunaan alat tangkap trawl oleh pemerintah melalui Keppres. No. 39 tahun 1980.

Disisi lain, pemerintah juga memberikan berbagai insentif bagi nelayan untuk mendorong berkembangnya perikanan pelagis di kawasan ini, melalui berbagai program seperti bantuan permodalan, teknologi penangkapan, penyuluhan dan lain sebagainya. Akibatnya adalah terjadinya perubaha n orientasi kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan nelayan dari perikanan demersal ke perikanan pelagis. Perkembangan kegiatan perikanan pelagis kecil ini pada tahun 1980-an dapat dikatakan sangat pesat, mengingat alat tangkap yang dipergunakan yaitu pukat cincin (purse seine) merupakan alat tangkap yang sangat efektif untuk menangkap ikan jenis ini.

Sistem pengelolaan perikanan yang cenderung terbuka (open access) di kawasan ini, telah mengakibatkan perkembangan perikanan pelagis kecil mengarah pada kondisi yang tidak terkendali. Hal ini dapat dilihat dari lonjakan jumlah alat tangkap yang dipergunakan serta mulai menurunnya hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort-CPUE) dari tahun ke tahun. Bahkan hasil evaluasi terhadap sumberdaya ikan pelagis pada tahun 1997 dan 2001 di perairan Laut Jawa menunjukkan kondisi yang telah lebih tangkap (over fishing), dengan tingkat pemanfaatan secara berturut-turut adalah 130,26 persen dan 149,27 persen dari potensi yang ada (Pusat Riset Perikanan Tangkap dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, 2001). Kondisi ini pada akhirnya akan berdampak terhadap tingkat pencapaian tujuan pembangunan perikanan tangkap, yang intinya adalah meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan.

Dalam kerangka pembangunan perikanan khususnya perikanan tangkap, maka pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengelola sumberdaya perikanan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 maupun Undang-Undang Perikanan No. 9 tahun 1985, yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Perikanan No. 31 tahun 2004. Inti dari peranan dimaksud adalah memberikan mandat kepada pemerintah didalam mengelola sumberdaya alam, termasuk sumberdaya perikanan untuk kesejahteraan rakyat. Keterlibatan pemerintah didalam pengelolaan sumberdaya ikan ini, menurut Nikijuluw (2002) diwujudkan dalam 3 (tiga ) fungsi, yaitu : (1) Fungsi alokasi, yang dijalankan melalui regulasi untuk membagi

sumberdaya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

(2) Fungsi distribusi, dijalankan oleh pemerintah agar terwujud keadilan dan kewajaran sesuai pengorbanan dan biaya yang dipikul oleh setiap orang, disamping adanya keberpihakan pemerintah kepada mereka yang tersisih atau lebih lemah.

(3) Fungsi stabilisasi, dituj ukan agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan tidak berpotensi menimbulkan instabilitas yang dapat merusak dan menghancurkan tatanan sosial ekonomi masyarakat.

Dalam kerangka menjalankan fungsi- fungsi tersebut diatas, maka diperlukan data dan informasi tentang kegiatan perikanan bersifat menyeluruh. Sementara melihat posisi dan perjalanan kegiatan perikanan pelagis kecil oleh nelayan yang berbasis di pantai utara Jawa, tentunya sudah banyak hal- hal menarik yang telah dikaji atau diteliti oleh para ahli terhadap kegiatan perikanan ini. Oleh karena itu, bagian ini pada hakekatnya merupakan penelitian yang mencoba melihat kembali hal- hal yang telah dilakukan sebelumnya, sekaligus melakukan cross-chek di lapangan, untuk dijadikan landasan dalam penelitian ini.