TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN PENGAJUAN HEPOTESIS
B. Landasan Teor
2. Pembangunan Kemaritiman dan Desa Pesisir
2.5. Pembangunan Desa Pesisir
Desa1 atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250
“Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”,
seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keberagaman karakteristik dan jenis Desa, atau yang disebut dengan nama lain termasuk didalamnya adalah desa maritim atau bisa dikatan desa yang ada diwilayah pesisir pantai, tidak menjadi penghalang bagi para pendiri bangsa (founding fathers) ini untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Meskipun disadari bahwa dalam suatu negara kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.
Dalam kaitan susunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengaturan Desa atau disebut dengan nama lain dari segi pemerintahannya bahwa “Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur dalam undang-undang”. Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai Desa tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Pelaksanaan pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama. Perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal usul, terutama menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.
Secara umum, pembangunan desa meliputi dua aspek utama, yaitu :
1. Pembangunan desa dalam aspek fisik, yaitu pembangunan yang objek utamanya dalam aspek fisik (sarana, prasarana dan manusia) di pedesaan seperti jalan desa, bangunan rumah, pemukiman, jembatan, bendungan, irigasi, sarana ibadah, pendidikan (hardware berupa sarana dan prasarana pendidikan, dan software berupa segala bentuk pengaturan, kurikulum dan metode pembelajaran), keolahragaan, dan sebagainya. Pembangunan dalam aspek fisik ini selanjutnya disebut Pembangunan Desa.
2. Pembangunan dalam aspek pemberdayaan insani, yaitu pembangunan yang objek utamanya aspek pengembangan dan peningkatan kemampuan, skill dan memberdayakan masyarakat di daerah pedesaan sebagai warga negara, seperti pendidikan dan pelatihan, pembinaan usaha ekonomi, kesehatan, spiritual, dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah untuk membantu masyarakat yang masih tergolong marjinal agar dapat melepaskan diri dari berbagai belenggu keterbelakangan sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Pembangunan dalam aspek pemberdayaan insani ini selanjutnya disebut sebagai Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi. Usulan kebutuhan pembangunan Desa sebagaimana harus mendapatkan persetujuan bupati/walikota. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota menyelenggarakan program sektoral dan program daerah yang masuk ke Desa. Program tersebut diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan ke dalam pembangunan Desa. Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar desa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif.
Pembangunan kawasan perdesaan terdiri atas: a)penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan secara partisipatif; b)pengembangan pusat pertumbuhan antar desa secara terpadu; c)penguatan kapasitas masyarakat; d)kelembagaan dan kemitraan ekonomi; dan e)pembangunan infrastruktur antar perdesaan. Pembangunan kawasan perdesaan memperhatikan kewenangan
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa serta pengarus utamaan perdamaian dan keadilan sosial melalui pencegahan dampak sosial dan lingkungan yang merugikan sebagian dan/atau seluruh Desa di kawasan perdesaan.
Perencanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan aset Desa dan tata ruang dalam pembangunan kawasan perdesaan dilakukan berdasarkan hasil musyawarah Desa yang selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa. Pembangunan kawasan perdesaan yang memanfaatkan aset Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa. Pelibatan Pemerintah Desa dalam pembangunan ini diantaranya: a. memberikan informasi mengenai rencana program dan kegiatan pembangunan kawasan perdesaan; b. memfasilitasi musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati pendayagunaan aset Desa dan tata ruang Desa; dan c. mengembangkan mekanisme penanganan perselisihan sosial.
Pemberdayaan masyarakat Desa dan partisipasi bertujuan memampukan Desa dalam melakukan aksi bersama sebagai suatu kesatuan tata kelola Pemerintahan Desa, kesatuan tata kelola lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat, serta kesatuan tata ekonomi dan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat Desa dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, Pemerintah Desa, dan pihak
ketiga. Pemberdayaan masyarakat Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, forum musyawarah Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga adat Desa, BUM Desa, badan kerja sama antar desa, forum kerja sama Desa, dan kelompok kegiatan masyarakat lain yang dibentuk untuk mendukung kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.