DEPARTEMEN ILMU EKONOM
II. TINJAUAN TEORETIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.4 Pembangunan Ekonom
Pembangunan ekonomi merupakan bagian terpenting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam sejarah Indonesia pembangunan ekonomi yang lebih serius dan terencana baru dimulai sejak pelaksanaan rencana pembangunan lima tahun pertama
(Repelita I) tahun 1969, dan prosesnya berjalan dengan mulus sejak itu hingga krisis ekonomi menerjang Indonesia tahun 1997/1998 (Tambunan, 2003).
Menurut Sumitro Djojohadikusumo dalam Damanhuri (2010), Pertumbuhan ekonomi mengacu kepada proses kenaikan kapasitas produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.
2.2 Tinjauan Empiris
Penelitian mengenai peran dan keterkaitan suatu sektor dalam perekonomian dengan menggunakan analisis input-output telah banyak dilakukan. Di antaranya ialah penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian, penelitian terhadap sektor pertanian, industri pengolahan dan sebagainya.
Pada umumnya setiap penelitian tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan, baik keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage), keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. Di samping itu juga, penelitian tersebut mempelajari efek pengganda (multiplier effect) dan dampak penyebaran.
Bangun dan Hutagaol (2008) menganalisis peran sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara yang menggunakan Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003, diperoleh hasil bahwa sektor industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara memiliki peran yang sangat penting. Hal ini dapat dilihat melalui kotribusi yang besar terhadap pembentukan struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output sektoral. Total permintaan industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2003 sebesar Rp. 70,10 triliun yang diperoleh dari penjumlahan permintaan antara sebesar Rp. 21,29 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp. 48,81 triliun. Jumlah konsumsi rumah tangga tertinggi di Provinsi Sumatera Utara berasal dari sektor industri pengolahan sebesar Rp. 17,95 triliun sedangkan konsumsi pemerintah hanya sebesar Rp. 124,15 milyar. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai konsumsi rumah tangga tertinggi berasal dari subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau yaitu sebesar Rp. 16,04 triliun. Jumlah konsumsi pemerintah tertinggi berasal dari subsektor industri logam, mesin, dan perlengkapan sebesar Rp. 46,6 milyar.
Pembentukan modal tetap tertinggi di Provinsi Sumatera Utara berasal dari sektor bangunan sedangkan sektor industri pengolahan hanya sebesar Rp. 988,76 milyar. Dilihat dari jumlah perubahan stok maka industri pengolahan memiliki nilai terbesar yaitu Rp. 2,69 triliun. Jika dilihat secara keseluruhan jumlah investasi tertinggi berasal dari sektor bangunan dan diikuti oleh sektor industri pengolahan. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai investasi tertinggi adalah subsektor industri makanan, minuman dan tembakau. Nilai tambah bruto terbesar diperoleh dari sektor industri pengolahan sebesar Rp. 26,11 triliun.
Berdasarkan klasifikasi 9 sektor terlihat bahwa sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan output langsung ke depan terbesar yaitu 0,80 sedangkan nilai keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan sebesar 2,21. Nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 0,56. Dilihat dari segi keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke belakang, nilai sektor industri pengolahan menduduki posisi kedua yaitu sebesar 1,82. Koefisien penyebaran sektor industri pengolahan sebesar 1,26 dan nilai kepekaan penyebarannya sebesar 1,52. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai koefisien terbesar adalah subsektor industri logam, mesin, dan perlengkapan yang berarti bahwa subsektor tersebut memiliki keterkaitan lebih kuat terhadap sektor hulunya dibandingkan sektor hilirnya. Subsektor yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor hilirnya adalah subsektor industri logam dasar, hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai kepekaan penyebaran tertinggi berasal dari subsektor tersebut.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Bangun dan Hutagaol antara lain : (1) penelitian ini berlokasi di Kota Bontang, sedangkan penelitian Bangun
dan Hutagaol berlokasi di Provinsi Sumatera Utara; (2) subsektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Sedangkan pada penelitian Bangun dan Hutagaol, subsektor industri pengolahan terdiri dari industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit; industri kayu; industri kertas, percetakan, dan penerbitan; industri kimia, minyak bumi, batubara, dan plastik; industri bukan logam; industri logam dasar; industri logam, mesin, dan perlengkapan; dan industri barang lainnya.
Stanny (2009) menganalisis peranan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat yang menggunakan Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2003, diperoleh hasil sektor industri pengolahan memiliki peranan yang sangat besar terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat. Dapat dilihat dari pembentukan Nilai Tambah Bruto, penyerapan tenaga kerja serta struktur permintaan antara dan permintaan akhir. Dari segi permintaan antara terlihat bahwa sektor industri pengolahan menghasilkan output terbesar yang digunakan oleh seluruh sektor-sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar Rp 140.570.936 juta atau 56,01 persen dari total permintaan antara terhadap keseluruhan output sektor perekonomian. Dari segi pemintaan akhir sektor industri pengolahan tetap menjadi sektor yang memiliki permintaan akhir yang tertinggi yaitu sebesar Rp 201.684.802 juta atau sekitar 57,98 persen dari total
permintaan akhir wilayah ini. Sebagian besar permintaan akhir ini diciptakan oleh ekspor baik ekspor domestik maupun ekspor ke luar negeri.
Berdasarkan hasil analisis keterkaitan sektor industri pengolahan maka dapat dilihat keterkaitan output langsung ke depan paling tinggi terhadap sektor bangunan/konstruksi yaitu sebesar 0,42961. Keterkaitan ke belakang secara langsung sektor industri pengolahan ternyata menduduki peringkat kedua setelah sektor bangunan/konstruksi diikuti tempat ke tiga oleh sektor listrik, gas, dan air bersih dan tempat ke empat diduduki oleh sektor pengangkutan dan komunikasi. Nilai keterkaitan ke empat sektor tersebut berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebesar 0,546770, 0,51857, 0,50524 dan 0,3696 untuk keterkaitan langsung ke belakang sedangkan untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor industri pengolahan menduduki peringkat kedua setelah sektor bangunan/konstruksi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Stanny antara lain : (1) penelitian ini berlokasi di Kota Bontang, sedangkan penelitian Stanny berlokasi di Provinsi Jawa barat; (2) subsektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Sedangkan pada penelitian Stanny, subsektor industri pengolahan terdiri dari industri pengilangan minyak bumi; industri makanan dan minuman; industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki; industri kayu, bambu, rotan dan furniture; industri kertas dan barang-barang dari
kertas, percetakan dan penerbitan; industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik; industri barang mineral bukan logam; industri logam dasar; industri barang jadi dari logam; industri pengolahan lainnya.
Secara umum kedua penelitian di atas menunjukkan bahwasektor industri pengolahan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Hal ini dapat dilihat melalui kontribusi yang besar terhadap pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor dan nilai tambah bruto. Selain itu juga memiliki keterkaitan yang cukup kuat terhadap sektor lain sehingga sektor tersebut dapat diandalkan untuk mendorong sektor hulu dan hilirnya.
Studi literatur yang telah dilakukan menunjukkan bahwa analisis input- output telah banyak digunakan sebagai alat untuk penelitian. Peneliti juga melihat bahwa penelitian tentang industri pengolahan di Kota Bontang berdasarkan Analisis Tabel Input-Output Tahun 2010 Kota Bontang belum pernah dilakukan.
2.3 Kerangka Pemikiran
2.3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis : Model Input Output
Analisis input-output pertama kali dikembangkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930an, analisis menggunakan model input-output saat ini telah berkembang menjadi salah satu metode yang paling luas diterima, tidak hanya mendeskripsikan struktur industri suatu perekonomian, tetapi juga mencakup cara untuk memprediksikan perubahan–perubahan struktur tersebut. Model input- output didasarkan atas model keseimbangan umum (Priyarsono, et.al., 2007).
Tabel input-output adalah suatu sistem informasi statistik yang disusun dalam bentuk matriks yang menggambarkan transaksi barang dan jasa antar
sektor-sektor ekonomi. Dengan tabel input-output ini dapat dilihat bahwa setiap sektor mempunyai keterkaitan/ketergantungan dengan sektor lain. Seberapa besar ketergantungan suatu sektor ditentukan oleh besarnya input yang digunakan dalam proses produksinya. Dengan kata lain, sasaran pengembangan suatu sektor tidak akan tercapai tanpa dukungan input yang memadai dari sektor lain. Oleh karena itu perencanaan suatu sektor harus juga memperhatikan prospek pengembangan sektor-sektor terkait secara terintegrasi (BPS, 2010).
Daryanto (2010) menyatakan bahwa konsep dasar Model Input-Output Leontief didasarkan atas: (1) struktur perekonomian tersusun dari berbagai sektor (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui transaksi jual-beli, (2) output suatu sektor dijual kepada sektor lainnya untuk memenuhi permintaan akhir rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal dan ekspor, (3) input suatu sektor dibeli dari sektor lainnya, dan rumah tangga dalam bentuk jasa dan tenaga kerja, pemerintah dalam bentuk pajak tidak langsung, penyusutan, surplus usaha dan impor, (4) hubungan input-output bersifat linear, (5) dalam suatu kurun waktu analisis, biasanya satu tahun, total input sama dengan total output, dan (6) suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan. Suatu sektor hanya menghasilkan suatu output, dan output tersebut dihasilkan oleh suatu teknologi.
Tabel input-output sebagai model kuantitatif memberikan gambaran menyeluruh tentang beberapa hal berikut ini (Priyarsono, et.al., 2007).
1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing–masing sektor.
2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.
3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor yang berasal dari wilayah tersebut.
4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik itu berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi.
Model input-output telah dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis input-output, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi.
2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.
3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.
4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.
2.3.2 Asumsi-Asumsi dan Keuntungan dalam Model Input-Output
Dalam suatu model input-output yang bersifat terbuka statis, menurut Jensen dan West (1986) dalam Priyarsono, et.al. (2007) transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel input-output harus memenuhi tiga asumsi atau prinsip dasar, yaitu sebagai berikut :
1. Keseragaman (Homogenitas), yaitu asumsi bahwa output hanya dihasilkan secara tunggal, artinya setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis antaroutput dari sektor yang berbeda.
2. Kesebandingan (Proporsionalitas), yaitu asumsi bahwa hubungan antara output dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, yang berarti kenaikan atau penurunan terhadap penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut.
3. Penjumlahan (Additivitas), yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing- masing sektor tersebut.
Daryanto, A. dan Hafizrianda, Y (2010) menyatakan penggunaan model input-output mendatangkan beberapa keuntungan bagi perencanaan pembangunan daerah, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan menguantifikasikan ketergantungan antarsektor dan sumber dari ekspor dan impor.
2. Untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya.
3. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta ataupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci.
4. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.
2.3.3 Struktur Tabel Input-Output
Format dari tabel input-output terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran ”n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu (Priyarsono et al., 2007).
Tabel 2.1 Kerangka Penyajian Tabel Input-Output Kuadran I ( n x n ) Kuadran II ( n x m ) Kuadran III ( p x n ) Kuadran IV ( p x m ) Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010
Kuadran I (Intermediate Quadrant) setiap sel dalam kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antarsektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis input-output kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya.
Kuadran II (Final Demand Quadrant) menunjukkan permintaan akhir
(final demand) dan impor, serta menggambarkan penyediaan barang dan jasa. Penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi digolongkan sebagai permintaan akhir. Permintaan akhir ini biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor.
Kuadran III (Primary Input Quadrant) memperlihatkan pembelian input yang dihasikan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto (nilai tambah bruto) yang dihasilkan oleh
wilayah tersebut.
Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant) merupakan kuadran input primer permintaan akhir atau input primer yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.
Tabel 2.2 Format Tabel Input-Output Alokasi Output
Struktur Input
Permintaan Antara Permintaan akhir Jumlah output Sektor Produksi 1 2 ... N Input Antara Sektor Produksi 1 2 .. .. N x11 x21 .. .. xn1 x12 x22 .. .. xn2 ... ... ... ... ... x1n x2n .. .. xnn F1 F2 .. .. Fn X1 X2 .. .. Xn
Jumlah Input Primer V1 V2 ... Vn
Jumlah Input X1 X2 ... Xn
Sumber : BPS, 2010 dalam Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010
Isian sepanjang baris pada ilustrasi tabel input-output tersebut memperlihatkan bagaimana output dari suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi permintaan antara dan sebagian lainnya untuk memenuhi permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor.
Apabila Tabel 2.1 di atas dilihat secara baris (bagian horisontal) maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut.
x11 + x12 + … x1n + F1 = X1 x21 + x22 + … x2n + F2 = X2
.... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... ....
xn1 + xn2 + … xnn + Fn = Xn (2.1)
atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai :
(2.2)
Dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai
input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah
jumlah output sektor i. Sebaliknya jika dibaca secara kolom, terutama di sektor produksi, angka-angka itu menunjukkan susunan input suatu sektor.
x11 + x21 + ... + xn1 + V1 = X1
x12 + x22 + ... + xn2 + V2 = X2 .... .... .... .... .... ....
.... .... .... .... .... ....
x1n + x2n + ... + xnn + Vn = Xn (2.3)
Jika dibaca menurut kolom, secara umum persamaannya adalah :
(2.4) dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j.
Dalam analisa input-output sistem persamaan-persamaan di atas memegang peranan penting sebagai dasar analisis ekonomi yang akan dibuat. Apabila aij = xij / Xj ( aij= koefisien input ) atau xij = aijXj maka persamaan (2.1)
a11x1 + a12x2 + ... + a1nx3 + F1 = X1 a21x1 + a22x2 + ... + a2nx3 + F2 = X2 .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... ....
an1x1 + an2x2 + .... + an3xn + Fn = Xn (2.5)
Dalam bentuk persamaan matriks, persamaan (2.5) akan menjadi
A . X + F = X
AX + F atau (I – A) X = F atau X = (I – A)-1F (2.6) Dari persamaan (2.6) terlihat bahwa output mempunyai hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I – A)-1 sebagai koefisien arahnya.
(I – A)-1 selanjutnya disebut sebagai matriks pengganda output dan menjadi dasar pengembangan model input-output.
2.3.4 Analisis Keterkaitan
Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke depan (forward linkage) menunjukkan hubungan keterkaitan antarsektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Keterkaitan ke belakang (backward linkage), yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi.
suatu sektor yang dapat menstimulir pertumbuhan sektor lainnya melalui mekanisme industri. Koefisien langsung akan menunjukkan keterkaitan langsung antarsektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara, sedangkan Matriks Kebalikan Leontief akan menunjukkan keterkaitan langsung dan tidak langsungnya. Matriks Kebalikan Leontief (α) disebut sebagai matriks koefisien keterkaitan karena matriks ini mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor perekonomian.
2.3.5 Analisis Dampak Penyebaran
Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang belum memadai jika dipakai sebagai landasan pemilihan sektor-sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, kedua indeks tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan analisis penyebaran yang dibagi menjadi dua, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran.
1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik) Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang/daya menarik) bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. (Priyarsono, et al., 2007).
2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong) Konsep kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan/daya mendorong) berguna untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap
sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilirnya. (Priyarsono, et al., 2007).
2.3.6 Analisis Pengganda (Multiplier)
Analisis pengganda digunakan untuk menghitung dampak yang ditimbulkan akibat peningkatan atau penurunan variabel suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya. Berdasarkan analisis pengganda input-output, pendorong perubahan ekonomi (pendapatan dan tenaga kerja) pada umumnya diasumsikan sebagai peningkatan penjualan sebesar satu-satuan mata uang kepada permintaan akhir suatu sektor. Analisis pengganda terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Pengganda Output
Pengganda output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal, yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief α menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan dengan persamaan :
α = (I - A)-1 = [αij] (2.7)
Dengan demikian matriks kebalikan Leontief mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers ini [αij] menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan memengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.
b. Pengganda Pendapatan
perubahan output dalam perekonomian. Dalam tabel input-output, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. Pendapatan di sini tidak hanya mencakup beberapa jenis pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga tetapi juga dividen dan bunga bank.
c. Pengganda Tenaga Kerja
Pengganda tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Pengganda tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam tabel input-output seperti pada multiplier output dan pendapatan, karena dalam tabel input-output tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Pengganda tenaga kerja dapat diperoleh dengan menambahkan baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing- masing sektor dalam perekonomian suatu negara atau wilayah. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja. Penambahan baris dilakukan untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja. Cara untuk memperoleh koefisien tenaga kerja adalah dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor tersebut dengan jumlah total output dari masing-masing sektor tersebut.
d. Pengganda Tipe I dan Tipe II
Pengganda tipe I dan II digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Efek pengganda output,
pendapatan, dan tenaga kerja terdiri dari beberapa tahap yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Efek Awal (Initial Impact)
Dampak awal merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga, sedangkan efek awal dari sisi tenaga