• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembangunan Ekonomi

a. Pengertian dan Tujuan Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang (Arsyad, 1999). Dari definisi tersebut pembangunan ekonomi mempunyai 3 (tiga) sifat penting yaitu: (i) suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi secara terus-menerus, (ii) usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita, dan (iii) kenaikan pendapatan perkapita dalam jangka panjang.

Pembangunan ekonomi (economic development) mempunyai

pengertian yang berbeda dengan pertumbuhan ekonomi (economic growth), pembangunan ekonomi sebagai (Arsyad, 1999) :

1) Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat yaitu tingkat pertambahan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) pada suatu tahun tertentu adalah melebihi tingkat

pertambahan penduduk, atau

2) Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross

Domestic Product (GDP) yang terjadi dalam suatu negara diikuti

commit to user

Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP)

tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah terjadi perubahan struktur ekonomi atau tidak.

Pembangunan bukan merupakan tujuan melainkan hanya alat sebagai proses instrumental untuk menurunkan kemiskinan, menyerap tenaga kerja, dan menurunkan kesenjangan distribusi pendapatan. Todaro (2000) menekankan bahwa pembangunan adalah suatu proses yang multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, sikap masyarakat dan kelembagaan

nasional seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi,

pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan absolut.

b. Pembangunan Ekonomi Daerah 1) Pengertian Daerah

Pengertian daerah berbeda-beda tergantung pada aspek tinjauannya. Dari aspek ekonomi daerah memiliki tiga pengertian (Arsyad, 1999), yaitu:

a) Suatu daerah dianggap sebagai ruang dimana kegiatan

ekonomi terjadi dan di dalam berbagi pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan per kapitanya, sosial- budayanya, geografisnya, dan sebagainya. Daerah dalam pengertian ini disebut daerah homogen.

commit to user

b) Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam pengertian ini disebut daerah nodal.

c) Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah suatu administrasi tertentu seperti satu provinsi, kabupaten, kecamatan, dan sebagainya. Jadi daerah disini didasarkan pada pembagian administratif suatu negara. Daerah dalam pengertian ini dinamakan daerah administratif atau daerah perencanaan.

Dalam praktik, jika kita membahas perencanaan

pembangunan ekonomi daerah maka pengertian yang ketiga tersebut diatas lebih banyak digunakan.

2) Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya– sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Menurut Arsyad (1999) masalah pokok dalam

pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap

kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada

commit to user

dengan menggunakan potensi sumber daya manusia,

kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif- inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.

3) Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu untuk menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial dapat membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar pada dua hal, yaitu: (i) pembahasan yang berkisar antara metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah, dan (ii) teori-

commit to user

teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad, 1999).

a) Teori Ekonomi Neo Klasik

Teori ekonomi Neo Klasik memberikan dua konsep

pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu

keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor produksi.

Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah.

b) Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job crea tion).

Kelemahan model ini adalah pendasaran pada permintaan eksternal bukan internal, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global.

commit to user

c) Teori Lokasi

Para ekonom regional sering mengatakan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah, yaitu: lokasi, lokasi, dan lokasi. Pernyataan tersebut sangat masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan kawasan industri. Perusahaan cenderung untuk meminimumkan biayanya dengan cara memilih lokasi yang memaksimumkan peluangnya untuk mendekati pasar. Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah antara bahan baku dengan pasar. Keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah bahwa teknologi dan komunikasi modern telah mengubah signifikansi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan distribusi barang.

d) Teori Tempat Sentral

Teori tempat sentral (centra l pla ce theory)

menganggap bahwa ada hierarki tempat (hiera rchy of pla ces). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat

yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya industri dan bahan baku. Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyebabkan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.

Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah baik di daerah perkotaan

commit to user

maupun pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daerah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.

e) Teori Kausasi Kumulatif

Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif

(cumula tive causation) ini. Kekuatan-kekuatan pasar

cenderung memperparah kesenjangan antara daerah-daerah tersebut (maju versus terbelakang). Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerah-daerah lainnya.

f) Teori Daya Tarik (Attraction)

Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis melalui pemberian subsidi dan insentif.

2. Ketimpangan Pembangunan

Ketimpangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat. Sebab ketimpangan antar wilayah disebabkan adanya

commit to user

perbedaan faktor anugerah awal (Endowment Fa ctor). Perbedaan inilah yang menyebabkan tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut (Sadono, 1997).

Menurut Myrdal (1957), perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan mengakibatkan pengaruh yang

merugikan (ba ckwa sh effects) mendominasi pengaruh yang

menguntungkan (sprea d effects) yang dalam hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibakan kesenjangan antar daerah (Arsyad, 1999). Adelman dan Moris (1973) berpendapat bahwa ketimpangan pendapatan di daerah ditentukan oleh jenis pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh ukuran negara, sumber daya alam, dan kebijakan yang dianut. Dengan kata lain, faktor kebijakan dan dimensi structura l perlu diperhatikan selain laju pertumbuhan ekonomi (Mudrajad, 1999).

3. Kemiskinan

a. Pengertian Kemiskinan

Di dunia ilmiah masalah kemiskinan telah banyak ditelaah oleh para ilmuwan dari berbagai macam latar belakang disiplin ilmu dengan menggunakan konsep-konsep dan ukuran yang bersesuaian dengan latar belakang ilmuan tersebut. Sosiolog maupun ekonom telah banyak menulis tentang kemiskinan, tetapi menurut Hardiman & Midgley (1982) istilah seperti “standar hidup“, ”pendapatan“ dan

commit to user

“distribusi pendapatan“ lebih sering digunakan dalam ilmu ekonomi, sedangkan para sosiolog lebih sering menggunakan istilah “kelas”, “stratifikasi”, dan “marginalitas” (Arsyad, 1999). Bagi yang memperhatikan masalah-masalah kebijakan sosial secara luas biasanya lebih memperhatikan konsep “tingkat hidup”, yakni tidak hanya menekankan pada tingkat pendapatan saja tetapi juga masalah pendidikan, perumahan, kesehatan, dan kondisi-kondisi sosial lainnya dari masyarakat. Namun demikian, sampai saat ini belum ada definisi- definisi yang baku dan bisa diterima secara umum dari berbagai macam istilah tersebut. Hal ini menunjukan bahwa masalah kemiskinan itu sangatlah kompleks dan pemecahannya pun tidak mudah.

Menurut Andre Bayo Ala (1981), kemiskinan merupakan suatu masalah yang bersifat multidimensional (Arsyad, 1999). Artinya, karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, maka kemiskinan meliputi aspek yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, dan pengetahuan serta ketrampilan; dan aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan nasional, sumber-sumber keuangan

dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut

termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah.

commit to user

Selain itu, dimensi-dimensi kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kemajuan dan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pada aspek lainnya. Dan aspek lainnya dari kemiskinan ini adalah bahwa yang miskin itu manusianya, baik secara individual maupun kolektif. Kita sering mendengar istilah kemiskinan pedesaan, kemiskinan perkotaan, dan sebagainya. Namun demikian, bukan berarti desa atau kotanya yang mengalami kemiskinan, tetapi orang-orang atau penduduknya yang menderita miskin.

Kemiskinan digunakan sebagai salah satu indikator dalam menilai hasil pembangunan. Tingkat kemiskinan di masing-masing wilayah dapat menunjukkan wilayah mana yang mengalami pembangunan yang baik atau buruk. Pembangunan suatu daerah wilayah akan memiliki pengaruh positif dan negatif bagi wilayah lain. Untuk mengurangi kesenjangan regional perlu adanya perpindahan pelopor pembangunan dari suatu daerah atau wilayah ke wilayah lain. Dengan berpindahnya perusahaan dan aktivitas ekonomi dari suatu wilayah ke wilayah lain akan menyebarkan ekpansi kumulatif dari suatu wilayah ke wilayah lain.

Pembangunan suatu wilayah dapat menimbulkan dampak yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, bahkan dapat bertolak belakang sama sekali. Perbedaan spasial tersebut sebenarnya merupakan sesuatu yang wajar terjadi. Hal ini terjadi karena adanya

commit to user

perbedaan struktur oportunitas, yaitu gabungan oportunitas yang bervariasi seperti tingkat pendidikan, pengalaman dan fasilitas lain yang menarik. Struktur oportunitas yang menarik bagi orang miskin adalah struktur industri yang membuka kesempatan kerja pendidikan atau keterampilan rendah, biaya hidup yang rendah khususnya tempat tinggal dan kesempatan berproduksi secara subsisten.

b. Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang sangat

multidimensional dan disebabkan oleh berbagai hal yang saling mengkait antara satu dengan yang lain. Mudrajad (1999) mengatakan bahwa perang, pertanian yang masih subsisten dan tradisional merupakan salah satu penyebab terjadinya kemiskinan.

Sedangkan menurut Sharp, et al (1996) dalam Mudrajad (1999) bahwa kemiskinan dari sudut pandang ekonomi antara lain: 1) Secara mikro, kemiskinan terjadi karena adanya perbedaan

kepemilikan pendapatan

2) Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas Sumber Daya Alam

3) Penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty)

commit to user

Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan Sumber: Mudrajad (1999)

Breman (1985) dalam Sagung (2005), mengatakan bahwa bagi kaum miskin “jalan menuju ke atas seringkali dirintangi, sedangkan jalan ke bawah terlalu mudah dilalui”. Munculnya kemapanan kemiskinan dikalangan masyarakat miskin lebih disebabkan karena himpitan struktural, karena kemiskinan yang kronis itulah kaum miskin mudah ditaklukkan dan dikelola untuk mengikuti kemauan dan kepentingan golongan elit berkuasa. Kemiskinan tidak semata-mata muncul karena kebudayaan tetapi lebih berkaitan dengan tatanan ekonomi dan sosial yang membatasi peluang kaum miskin untuk keluar dari belenggu kemiskinan.

Selain pendapat-pendapat di atas, menurut Samsubar Saleh (2002) mengatakan faktor-faktor lain penyebab kemiskinan regional di Indonesia adalah:

Ketidaksempurnaan Pasar, Keterbelakangan dan Ketertinggalan

Kekurangan Modal

Investasi Rendah

Tabungan Rendah

Produktivitas Rendah

commit to user

1) Tingkat pendapatan per kapita per provinsi.

2) Pengeluaran pemerintah untuk investasi sumber daya manusia per kapita per provinsi, (penjumlahan pengeluaran pembangunan sektor pendidikan, kebudayaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; sektor kesehatan, kesejahteraan, peranan wanita, anak, dan remaja; sektor tenaga kerja; dan sektor ilmu pengetahuan dan teknologi).

3) Pengeluaran pemerintah untuk investasi fisik per kapita per provinsi.

4) Angka harapan hidup.

5) Angka melek huruf persentase dari total penduduk. 6) Rata-rata lama bersekolah penduduk (dalam tahun).

7) Indeks Pengembangan Manusia (IPM) atau Huma n Development

Index (HDI).

8) Indeks partisipasi wanita dalam ekonomi dan politik a ta u Gender

Empowerment Index (GEI) atau lebih tepat diistilahkan Women

Empowerment Index.

9) Rasio Gini.

10) Rasio populasi rumah tangga yang tidak mendapat akses terhadap fasilitas kesehatan.

11) Rasio populasi rumah tangga yang tidak mendapat akses terhadap air bersih.

commit to user

c. Jenis Kemiskinan

Ellis (1994) dalam Sagung (2005), mengatakan bahwa untuk membangun pengertian kemiskinan dapat diidentifikasikan ke dalam beberapa dimensi seperti dimensi ekonomi, sosial, dan politik.

1) Kemiskinan ekonomi – adanya kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Kemiskinan ekonomi berkaitan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan untuk hidup.

2) Kemiskinan sosial – kekurangan jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung untuk mendapatkan kesempatan- kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat.

3) Kemiskinan politik – lebih menekankan pada derajat akses terhadap kekuasaan/power kekuasaan, disini berarti mencakup tatanan sistem sosial (politik) yang dapat menentukan alokasi sumber daya untuk kepentingan sekelompok orang atau tatanan sistem sosial yang menentukan alokasi sumber daya.

Sedangkan menurut Azhari (1997) dalam Sagung (2005), melihat macam kemiskinan dari sudut pandang yang lain, yaitu:

1) Kemiskinan alamiah – kemiskinan yang timbul karena

kelangkaan sumber daya dan jumlah penduduk yang tumbuh dengan pesat.

2) Kemiskinan struktural – kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial yang terbentuk dalam masyarakat.

commit to user

3) Kemiskinan kultural – kemiskinan yang muncul karena tuntutan tradisi/adat yang membebani ekonomi masyarakat seperti upacara perkawinan, kematian, atau pesta-pesta adat lainnya. Termasuk juga sikap mentalitas penduduk yang lamban, malas, konsumtif serta kurang berorientasi ke masa depan.

d. Ukuran Kemiskinan

Pada umumnya terdapat dua indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan di suatu wilayah, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Mengukur kemiskinan dengan mengacu pada garis

kemiskinan disebut kemiskinan absolut, sedangkan konsep

kemiskinan yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif (Tulus, 2001).

1) Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut merupakan ketidakmampuan seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum yang diperlukan untuk hidup setiap hari. Kebutuhan minimum tersebut diterjemahkan dalam ukuran finansial (uang). Nilai minimum tersebut digunakan sebagai batas garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil, sehingga dapat ditelusuri kemajuan yang diperolah dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolut sepanjang waktu.

commit to user

Wor ld ba nk (1990) menggunakan ukuran kemiskinan

absolut ini untuk menentukan jumlah penduduk miskin. Menurut world bank, penduduk miskin adalah mereka yang hidup kurang dari US$ 1 atau US$ 2 per hari dalam dolar Purcha sing Power

Pa rity (PPP). Akan tetapi, tidak semua negara mengikuti standar

minimum yang digunakan world ba nk tersebut, karena bagi

negara-negara berkembang level tersebut masihlah tinggi, oleh karena itu banyak negara menentukan garis kemiskinan nasional sendiri dimana kriteria yang digunakan disesuaikan dengan kondisi perekonomian masing-masing negara.

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (1994) menentukan kemiskinan absolut Indonesia merupakan ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum energi kalori (2.100 kilo kalori per kapita per hari) yang dipergunakan tubuh dan kebutuhan dasar minimum untuk sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan kebutuhan dasar lain.

2) Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencapai standar kehidupan yang ditetapkan masyarakat setempat sehingga proses penentuannya sangat subyektif. Mereka yang berada di bawah standar penilaian tersebut dikategorikan sebagai miskin secara relatif. Kemiskinan relatif ini digunakan untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan.

commit to user

Badan pemerintah yang menggunakan ukuran kemiskinan relatif misalnya Badan Keluarga Kecil Berencana Nasional. BKKBN mendefinisikan miskin atau kurang sejahtera dalam pengertian Pembangunan Keluarga Sejahtera yang terdiri atas Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I. Keluarga Pra Sejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan keluarga berencana. Sedangkan Keluarga Sejahtera I adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasanya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis, serta kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan 1) Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam

jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk

menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian- penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Simon Kuznetz dalam Todaro, 2004). Menurut Robinson Tarigan (2004) pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan

commit to user

masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikanseluruh nilai tambah (va lue a dded) yang terjadi di wilayah tersebut.

Menurut pandangan kaum historis, pertumbuhan ekonomi merupakan tahapan proses tumbuhnya perekonomian mulai dari perekonomian bersifat tradisional yang bergerak di sektor pertanian dimana produksi bersifat subsisten, hingga akhirnya menuju perekonomian modern yang didominasi oleh sektor industri manufaktur. Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Straurt Mill, maupun ekonom neo klasik, Robert Solow dan Trevor Swan, mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu: (i) jumlah penduduk, (ii) jumlah stok barang modal, (iii) luas tanah dan kekayaan alam, dan (iv) tingkat teknologi yang digunakan. Suatu

perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau

berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa sebelumnya (Mudrajad, 1999).

Sedangkan menurut Schumpeter, faktor utama yang

menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi, dan pelakunya adalah inovator atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan ekonomi suatu masyarakat hanya bisa diterapkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur.

Menurut Kuznets (Todaro, 2000), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang

commit to user

bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian- penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.

Menurut Todaro (2004), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu :

a) Akumulasi modal termasuk semua investasi baru yang

berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal, dan Sumber Daya Manusia (huma n resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung yang kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa mendatang. Investasi juga harus disertai dengan investasi infrastruktur, yakni berupa jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas komunikasi, demi menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia bermuara pada peningkatan kualitas modal manusia, yang pada akhirnya dapat berdampak positif terhadap angka produksi.

b) Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja.

Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angka kerja (la bor force) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak

commit to user

angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya.

c) Kemajuan Teknologi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh

teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional. Ada 3 klasifikasi kemajuan teknologi, yakni :

(1) Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama.

(2) Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (la bor sa ving) atau hemat modal (ca pita l sa ving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau input modal yang sama

(3) Kemajuan teknologi yang meningkatkan modal, terjadi jika penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara lebih produktif.

Salah satu alat pengukur pertumbuhan ekonomi adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau yang ditingkat nasional disebut Produk Domestik Bruto (PDB). PDRB adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan

Dokumen terkait