• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR PENENTU DAN TINGKAT KETIMPANGAN KEMISKINAN ANTAR WILAYAH DI INDONESIA PERIODE 2007 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FAKTOR PENENTU DAN TINGKAT KETIMPANGAN KEMISKINAN ANTAR WILAYAH DI INDONESIA PERIODE 2007 2009"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

ANALISIS FAKTOR PENENTU DAN TINGKAT

KETIMPANGAN KEMISKINAN ANTAR WILAYAH

DI INDONESIA PERIODE 2007-2009

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk

Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

Ari Widi Andono F0107029

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

MOTTO

“hasbunallah wa ni’mal wakil”

“Failure isn’t when you fall down;

It’s only when you don’t get up again.”

“ The only person who never makes a mistake

is the person who never does anything” .

“lihatlah ke belakang dengan syukur, lihatlah ke atas dengan doa

(5)

commit to user

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Penulis persembahkan karya kecil ini kepada:

Allah SWT.

Alhamdulillah ku ucapkan kepada-Mu. Kau telah banyak memberikan anugerah-anugerah terindah kepada hamba-Mu ini. Semoga Kau selau kuatkan hamba-Mu ini untuk selalu istiqomah di jalan-Mu, wahai sang Maha pembolak-balik qolbu. Hasbunallah wa ni’mal wakil.

Ayah, Ibu, Kakak dan Adikku tersayang.

Mereka adalah keluarga, teman dan sahabat yang telah tulus menemani masa kecil, remaja dan dewasaku serta selalu berdoa untuk kesuksesanku. Akan kulakukan yang terbaik sesuai dengan keinginan dan harapan mereka.

Sahabat-sahabatku.

Mereka yang telah memberikan motivasi, dukungan moril, semangat, bantuan, nasihat dan rela meluangkan waktunya untukku. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dan petunjuk dalam mewujudkan harapan dan cita-cita kita. Susah senang yang telah kita jalani dan rasakan bersama semoga selalu menjadi perekat di saat kita telah tua dan hidup masing-masing. Ingatlah selalu hari ini.

Almamater.

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah

melimpahkan berkat serta rahmat-Nya, sehingga dengan bimbingan, pertolongan,

izin dan kasih karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul :

“Analisis Faktor Penentu dan Tingkat Ketimpangan Kemiskinan Antar

Wilayah di Indonesia Periode 2007-2009”. Sebuah berkat dan kebahagian

tersendiri bagi penulis dapat menyusun karya kecil ini sebagai upaya untuk

memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi

Pembangunan Universitas Sebelas Maret.

Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang berupa

bantuan, bimbingan, dukungan, doa serta motivasi. Oleh karena itu dengan segala

kerendahan hati penulis ingin menghaturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Mulyanto, ME selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh

kesabaran membantu, membimbing, dan meluangkan waktu bagi penulis

dalam proses penulisan skripsi.

2. Ibu Siti Aisyah Tri R., SE, Msi., selaku Dosen Pembimbing Akademik

3. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi

Pembangunan.

4. Ibu Izza Mafruhah, S.E., M.Si selaku Sekertaris Jurusan Ekonomi

(7)

commit to user

vii

5. Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan dorongan, kasih

sayang, kesabaran dan doa kepadaku.

6. Kakak dan Adikku yang selau memberikan dukungan.

7. Teman-teman Jurusan Ekonomi Pembangunan 2007 Rendi, Turis, Thithut,

Ebby, Andri, Andhika, Johan, Dezta, Eliza, Anind, Faisal, Galih, Ratna,

Yeyen, Fina, Satya, Eko, Angga, Faya, Tarni, Sesil, Nastiti, Iis, Wahyu,

Ratih, Mudmainah, Rizky, Fuad.

8. Chaw out community, Rendi, Thithut, Ebby, Desta, Tofan D.J, Ivan,

Bobbi, Rico, Milly, Ardian, Arif, Trisu, Diana “tetap jalin silaturahmi,

karena silahturahmi adalah segalanya!”

9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas bantuannya

kepada penulis hingga terselesaikan penelitian ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya atas

kekurangan tersebut. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi diri

penulis dan pembaca semua.

Surakarta, 22 Februari 2011

Penulis

(8)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAKSI... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

A. Kajian Teori... 17

1. Pembangunan Ekonomi... 17

a. Pengertian dan Tujuan Pembangunan Ekonomi... 17

(9)

commit to user

ix

2. Ketimpangan Pembangunan... 23

3. Kemiskinan... 24

a. Pengertian Kemiskinan... 24

b. Penyebab Kemiskinan... 27

c. Jenis Kemiskinan... 30

d. Ukuran Kemiskinan... 31

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan... 33

B. Penelitian Terdahulu... 42

C. Kerangka Pemikiran. ... 51

D. Hipotesis... 53

BAB III METODE PENELITIAN... 54

A. Definisi Operasional Variabel... 54

B. Jenis dan Sumber Data... 55

C. Metode Pengumpulan Data... 56

D. Metode Analisis Data... 57

1. Regresi Data Panel... 57

2. Indeks Entropi Theil... 69

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 71

A. Gambaran Umum Indonesia... 71

1. Keadaan Geografis Indonesia... 71

2. Keadaan Demografi Indonesia... 73

3. Keadaan Kemiskinan Indonesia... 76

(10)

commit to user

x

5. Keadaan Pendidikan Indonesia... 85

6. Keadaan Pengangguran Indonesia... 87

7. Keadaan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia... 90

B. Hasil Analisis dan Pembahasan... 87

1. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan... 87

a. Pemilihan Model Estimasi... 87

b. Uji Statistik... 96

c. Uji Asumsi Klasik... 102

d. Interpretasi Hasil Secara Ekonomi... 104

2. Analisis Ketimpangan Kemiskinan... 109

a. Analisis Konsentrasi Spasial Kemiskinan... 109

b. Analisis Konsentrasi Spasial Kemiskinan Dalam Pulau.. 111

c. Analisis Konsentrasi Spasial Kemiskinan Antar Pulau... 117

d. Analisis Konsentrasi Spasial Kemiskinan di Indonesia.. 120

BAB V PENUTUP... 121

A. Kesimpulan... 121

B. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA... 125

(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Wilayah

Tahun 2007 - 2009 (Juta Rupiah)..….…………....……… 2

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Antar Wilayah di Indonesia Tahun

2007 - 2009 ………..………...………... 4

Tabel 1.3 Perkembangan Batas Garis kemiskinan Versi BPS dan

Jumlah Penduduk Miskin...………… 8

Tabel 1.4 Persentase Penduduk Miskin Menurut Sajogyo dan

Esmara... 10

Tabel 1.5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan

Pembagian Wilayah dalam RPJMN (Ribu Jiwa)...……… 14

Tabel 4.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi

Tahun 2007 - 2009 …….……... 75

Tabel 4.2 Perkembangan Batas Garis kemiskinan Versi BPS dan

Jumlah Penduduk Miskin ….……... 77

Tabel 4.3 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan

Pembagian Wilayah dalam RPJMN (Ribu Jiwa)………... 80

Tabel 4.4 Garis Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin

Menurut Provinsi (Ribu Jiwa) ………... 82

Tabel 4.5 PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Wilayah

Tahun 2007 - 2009 (Juta Rupiah)...….. 84

Tabel 4.6 Jumlah PendudukMelek Huruf Antar Wilayah di

Indonesia Tahun 2007 - 2009 …....……..……….. 86

Tabel 4.7 Jumlah Pengangguran Menurut Provinsi Tahun 2007 –

(12)

commit to user

xii

Tabel 4.8 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2006-

2008... 91

Tabel 4.9 Hasil Uji Pendekatan Koutsoyiannis ...….. 103

Tabel 4.10 Kesenjangan Dalam Pulau…..……….………….. 112

Tabel 4.11 Perbandingan Jumlah Penduduk dan Penduduk Miskin

Provinsi Maluku dan Maluku Utara …...…...………….... 112

Tabel 4.12 Perbandingan Variabel Penentu Kemiskinan Provinsi

Maluku dan Maluku Utara ………...………...…... 113

Tabel 4.13 Perbandingan Jumlah Penduduk dan Penduduk Miskin

Provinsi NTB dan NTT ...…...…...……… 115

Tabel 4.14 Perbandingan Variabel Penentu Kemiskinan Provinsi

NTB dan NTT ………...…….. 116

Tabel 4.15 Kesenjangan Antar Pulau…..……….……… 118

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan ………... 28

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ………... 53

Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t ...………... 64

Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F ...………... 65

Gambar 4.1 Peta Wilayah Indonesia ....……….... 72

Gambar 4.2 Uji t Untuk Variabel Pertumbuhan Ekonomi (GRW) …..… 98

Gambar 4.3 Uji t Untuk Variabel Pendidikan (AMH) …...………….. 99

Gambar 4.4 Uji t Untuk Variabel Pengangguran …...………….. 100

Gambar 4.5 Uji F………..……….... 101

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Data Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan

(AMH), dan Pengangguran di Indonesia tahun 2007 – 2009. .127

Lampiran B Hasil Regresi Utama Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,

Pendidikan (AMH), dan Pengangguran Terhadap Tingkat

Kemiskinan di Indonesia tahun 2007 - 2009 ...131

Lampiran C Uji Asumsi Klasik Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,

Pendidikan (AMH), dan Pengangguran Terhadap Tingkat

Kemiskinan di Indonesia tahun 2007 - 2009 ... 135

Lampiran D Indeks Entropi Theil Ketimpangan Tingkat Kemiskinan

(15)

commit to user

(16)

commit to user

ABSTRAKSI

ANALISIS FAKTOR PENENTU DAN TINGKAT KETIMPANGAN KEMISKINAN ANTAR WILAYAH DI INDONESIA

PERIODE 2007-2009

Ari Widi Andono (NIM. F0107029)

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi (growth), angka melek huruf (AMH) dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2007 – 2009, serta untuk mengetahui trend kesenjangan kemiskinan dalam pulau dan antar pulau di Indonesia pada tahun 2007 – 2009.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam. Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan alat analisis panel data, dimana metode yang digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM). Sedangkan untuk mengetahui trend kesenjangan kemiskinan digunakan alat analisis Indeks Entropi Theil.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi (growth), angka melek huruf (AMH) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2007 - 2009, sedangkan variabel pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2007 - 2009. Tingkat kesenjangan kemiskinan dalam pulau di Indonesia mengalami peningkatan selama tahun 2007 – 2009, hanya wilayah Papua yang mengalami penurunan. Sementara itu, tingkat kesenjangan kemiskinan antar pulau di Indonesia mengalami penurunan selama tahun 2007 – 2009, dimana wilayah yang mengalami penurunan paling tinggi adalah Jawa-Bali.

(17)

commit to user

ABSTRACT

AN ANALYSIS ON DETERMINANT FACTOR AND INTER-AREAS POVERTY GAP RATE IN INDONESIA IN 2007-2009 PERIOD

Ari Widi Andono (NIM. F0107029)

The objective of research is to find out how much the effect of economic growth rate, literacy rate (AMH) and unemployment rate is on the poverty rate in Indonesia during 2007-2009, as well as to find out the trend of poverty gap intra-and inter-islintra-ands in Indonesia during 2007-2009.

There are two methods of analyzing data used in this research. To find out the effect of independent variables on dependent one, the data panel analysis was used in which the method used was Fixed Effect Model (FEM). Meanwhile, to find out the trend of poverty gap, Entropy Theil index analysis instrument was used.

The result of data analysis shows that the economic growth and literacy (AMH) rates variables affect negatively and significantly the poverty rate in Indonesia during 2007-2009, while the unemployment variable affects positively and significantly the poverty rate in Indonesia during 2007-2009. The poverty gap rate intra-island in Indonesia increases during 2007-2009, it is only Papua encounters decrease. Meanwhile, the intraisland poverty gap level in Indonesia decreases during 2007-2009, in which the area with the highest decreases is Java and Bali.

(18)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana

pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor

swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah

tersebut (Arsyad, 1999). Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan

ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus

pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, kesenjangan

pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000).

Adanya perbedaan endowment fa ctor antara satu daerah dengan yang

lain menyebabkan terjadinya ga p atau kesenjangan antar daerah-daerah

tersebut (Sadono, 1997). Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah

yang berlebihan akan menyebabkan ba ckwa sh effects yang lebih besar dari

spread effects sehingga mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Perbedaan

atau ketimpangan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dilihat dari

besarnya Produk Regional Domestik Bruto (PDRB) yang dihasilkan oleh

(19)

commit to user

Tabel 1.1 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Wilayah Tahun 2007-2009 (Juta Rupiah)

Wilayah Sumber: BPS. (2010). Statistik Indonesia 2009, data diolah

Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa besarnya PDRB

yang dihasilkan di wilayah Indonesia bagian barat jauh lebih besar dari pada

PDRB yang dihasilkan di Indonesia bagian timur. Pada tahun 2007 Indonesia

bagian barat menghasilkan PDRB sebesar Rp. 1.569.232.408,05,- juta, pada

tahun berikutnya meningkat jadi Rp. 1.657.642.700,13,- juta dan pada tahun

2009 sebesar Rp. 1.811.584.808,- juta. Sementara itu jumlah PDRB yang

dihasilkan di Indonesia bagian timur pada tahun 2007 hanya sebesar Rp.

309.506.240,33,- juta, pada tahun 2008 sebesar Rp. 326.191.265,06,- juta dan

pada tahun 2009 jumlahnya meningkat jadi Rp. 365.647.248,6,- juta. Jumlah

total PDRB yang dihasilkan oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Bali

selalu menduduki posisi paling tinggi bila dibandingkan dengan pulau-pulau

lainnya. Dimana pada tahun 2007 total PDRB yang dihasilkan

(20)

commit to user

juta, lalu pada tahun 2008 dan 2009 jumlahnya meningkat masing-masing

menjadi Rp. 1.229.239.676,84,- juta dan Rp. 1.349.522.799,- juta. Pulau

Sumatera menduduki posisi kedua dimana total PDRB yang dihasilkan

seluruh provinsi-provinsinya pada tahun 2007 sebesar Rp. 408.321.074,15,-

juta, pada tahun 2008 meningkat menjadi sebesar Rp. 428.403.023,28,- juta

dan pada tahun 2009 meningkat lagi menjadi Rp. 462.062.008,7,- juta. Pada

posisi ketiga ditempati oleh Pulau Kalimantan, dimana total PDRB yang

dihasilkan povinsi-provinsinya pada tahun 2007 sebesar Rp. 166.365.987,16,-

juta, pada tahun 2008 sebesar Rp. 175.114.840,29,- juta dan pada tahun 2009

meningkat jadi Rp. 187.367.314,3,- juta. Pulau Sulawesi menempati posisi

keempat dimana total PDRB yang dihasilkan provinsi-provinsinya pada tahun

2007 sebesar Rp. 84.599.364,77,- juta, pada tahun 2008 naik jadi Rp.

91.128.054,18,- juta dan pada tahun 2009 naik lagi menjadi Rp.

104.134.955,6,- juta. Sedangkan Pulau Nusa Tenggara, Maluku dan Papua

menempati posisi terakhir, dimana pada tahun 2007 seluruh provinsinya

menghasilkan total PDRB sebesar Rp. 58.540.888,40,- juta, pada tahun 2008

jumlahnya meningkat menjadi Rp. 59.948.370,59,- juta dan pada tahun 2009

meningkat lagi menjadi Rp. 74.144.978,68,- juta.

Ketimpangan yang terjadi antara satu daerah dengan yang lain juga

sangat dipengaruhi oleh banyaknya penduduk, karena adanya penduduk atau

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu syarat dalam melakukan

pembangunan ekonomi selain Sumber Daya Alam (SDA) dan modal. Akan

tetapi jumlah penduduk yang tinggi saja tidak akan mempunyai daya guna

(21)

commit to user

penduduk tersebut. Adanya jumlah penduduk yang rendah dan kurang

mempunyai kualitas akan mempengaruhi tingkat produktifitas suatu wilayah.

Apabila tingkat produktifitas rendah maka akan mempengaruhi banyaknya

Produk Domestik Regional Bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.

Korelasi antara jumlah dan kualitas penduduk dengan besarnya Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) terbukti dengan adanya ketimpangan yang

terjadi antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur. Di mana

seperti yang kita ketahui bersama wilayah Indonesia bagian barat memiliki

jumlah dan kualitas penduduk yang lebih tinggi dapat menghasilkan PDRB

yang tinggi, sementara Indonesia bagian timur cenderung memiliki jumlah

dan kualitas penduduk yang kurang sehingga hanya menghasilkan PDRB

yang kecil.

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Antar Wilayah di Indonesia Tahun 2007-2009

Wilayah

Sumber: BPS. (2010). Statistik Indonesia 2009, data diolah

Dari tabel tersebut kita dapat melihat dengan jelas adanya

ketimpangan dalam penyebaran penduduk di Indonesia. Pada tahun 2007,

(22)

commit to user

Indonesia bagian barat terutama di wilayah Jawa dan Bali, padahal luasnya

hanya 7,08% dari total luas Indonesia. Pada tahun 2009 jumlah penduduk

yang berada di wilayah Jawa-Bali mencapai 59,52% atau sekitar 137.711,10

ribu jiwa. Wilayah Sumatera menempati peringkat kedua dengan jumlah

penduduk sebesar 49.615,40 ribu jiwa atau sekitar 21,44%. Penduduk yang

berada di wilayah Sulawesi pada tahun 2009 mencapai 16.767,70 ribu jiwa

atau sekitar 7,25% dari total populasi nasional. Wilayah Kalimantan yang

merupakan pulau terluas hanya ditinggali penduduk sebanyak 13.065,80 ribu

jiwa. Pada tahun 2009 jumlah penduduk yang berada di wilayah Nusa

Tenggara sekitar 3,91% dari jumlah populasi nasional atau berjumlah

9.053,70 ribu jiwa. Dua daerah yang berada di timur Indonesia yaitu wilayah

Maluku dan Papua pada tahun 2009 hanya ditinggali masing-masing sebesar

1% atau sekitar 2.314,50 ribu jiwa dan 1,23% dari jumlah populasi nasional

atau sekitar 2.841,40 ribu jiwa. Adanya ketimpangan pertumbuhan ekonomi

dan penyebaran penduduk yang terjadi antara satu wilayah dengan yang lain

pada akhirnya akan menimbulkan kesenjangan tingkat kemiskinan.

Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi oleh

semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Masalah

tersebut dapat dikatakan kompleks karena kemiskinan memiliki banyak

dimensi, bukan hanya dimensi ekonomi saja tetapi juga dimensi lain seperti

kesehatan dan pendidikan. Konsentrasi spasial kemiskinan memiliki definisi

yang berbeda dengan kemiskinan yang konvensional. Secara konvensional,

kemiskinan menunjuk pada individu atau keluarga yang tidak dapat

(23)

commit to user

proporsi tertentu dari pendapatannya untuk mencapai standar hidup tertentu

sedangkan konsentrasi spasial kemiskinan melihat tingkat kemiskinan pada

suatu komunitas tertentu (Ardyanto, 2003 dalam Sunarwan, 2007).

Komunitas dapat disebut miskin jika lebih dari 20% populasinya orang

miskin. Tingkat kemiskinan suatu komunitas inilah yang selanjutnya dapat

digunakan untuk memberikan informasi perbandingan kemiskinan antar

wilayah.

Mengingat kemiskinan merupakan masalah yang kompleks, maka

terdapat banyak faktor yang diduga dapat mempengaruhinya, antara lain: (i)

pertumbuhan ekonomi; (ii) pendidikan, dan (iii) pengangguran. Penelitian

yang dilakukan Wongdesmiwati (2009), menemukan bahwa terdapat

hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan.

Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan.

Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi

untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Pendidikan juga merupakan faktor

penentu tinggi rendahnya tingkat kemiskinan. Investasi pendidikan akan

mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang

diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan

keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan

produktivitas dan efisiensi dalam pekerjaannya. Dari hal tersebut terlihat

dengan jelas adanya hubungan antara pendidikan dengan kemiskinan.

Pengangguran juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

(24)

commit to user

Agus Prasetyo (2010) menemukan bahwa ada hubungan yang positif antara

tingkat penggangguran dengan tingkat kemiskinan. Hubungan ini

menunjukkan pentingnya untuk menekan tingkat pengangguran untuk

menurunkan tingkat kemiskinan.

Dalam mengukur tingkat kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS)

menggunakan batas kemiskinan dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per

kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan

makanan (BPS, 1994 dalam Mudrajad, 2009). Untuk kebutuhan minimum

makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedang pengeluaran

kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan,

sandang, serta aneka barang dan jasa. Berdasarkan pengukuran tersebut di

dapatkan hasil bahwa selama periode 1976 sampai 2009, telah terjadi trend

peningkatan batas garis kemiskinan, yang disesuaikan dengan kenaikan harga

barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat, hal ini seperti yang

(25)

commit to user

Sumber: BPS. (1994, 2001, 2009) dalam Mudrajad Kuncoro. (2009). URL: www.mudrajad.com/ upload/kemiskinan_di_Indonesia-Mudrajad_18juli2009.doc diakses 12 November 2010 pukul 20.05

Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah dan persentase penduduk

miskin pada periode 1996-2009 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada

periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta

jiwa dari 34,01 juta jiwa pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta jiwa pada tahun

1999. Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun

dari 37,5 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta jiwa pada tahun 2005.

Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup

drastis menjadi 39,30 juta jiwa (17,75%). Penduduk miskin di daerah

(26)

commit to user

bertambah 2,09 juta jiwa. Namun pada periode 2007-2008 terjadi penurunan

jumlah dan persentase penduduk miskin yang cukup signifikan, dari 37,17

juta jiwa (16,58%) pada tahun 2007 menjadi 34,96 juta jiwa (15,42%) pada

tahun 2008. Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam

dari pada daerah perkotaan, dimana selama periode 2007-2008 penduduk

miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta jiwa, sementara di daerah

perkotaan berkurang 0,79 juta jiwa. Di tahun 2009 trend penurunan jumlah

penduduk miskin masih berlanjut, dimana pada tahun ini jumlah penduduk

miskin berkurang menjadi 32,53 juta jiwa dengan rincian penduduk miskin di

wilayah kota sebesar 11,91 juta jiwa dan penduduk miskin di wilayah desa

sebesar 20,62 juta jiwa.

Bank Dunia (1990) mengunakan 2 (dua) kriteria dalam melakukan

penelitian tentang kemiskinan, yaitu: (i) menggunakan garis kemiskinan

nasional yang didasarkan pada pola konsumsi 2.100 kalori per hari dan (ii)

garis kemiskinan internasional berdasarkan Purcha sing Power Pa rity (PPP)

US$ 1 dan US$ 2. Menurut penelitian yang dilakukan Bank Dunia di

Indonesia, bila garis kemiskinan dihitung berdasarkan Purcha sing Power

Pa rity (PPP) US$ 1 per kapita/hari maka persentase kemiskinan adalah

sebesar 5,9% pada tahun 2008, yang lebih rendah dibanding tahun

sebelumnya yaitu 6,7%. Namun bila dihitung berdasarkan PPP US$ 2 per

kapita/hari, maka persentase kemiskinan adalah sebesar 42,6%. Jika garis

kemiskinan naik dua kali lipat, terlihat bahwa jumlah penduduk miskin naik

lebih dari empat kali. Ini menunjukkan bahwa perhitungan angka kemiskinan

(27)

commit to user

sedikit saja dari harga-harga kebutuhan bisa berakibat banyak sekali

penduduk yang akan tergolong miskin (Mudrajad, 2009. URL:

www.mudrajad.com/upload/kemiskinan_di_Indonesia-Mudrajad_18juli2009.

doc diakses tanggal 12 November 2010 pukul 20.05)

Sajogyo (1974) melakukan penelitian mengenai kemiskinan dengan

menggunakan suatu garis kemiskinan yang didasarkan atas harga beras.

Sajogyo mendefinisikan batas garis kemiskinan sebagai tingkat konsumsi per

kapita setahun yang sama dengan beras. Dengan kata lain, garis kemiskinan

versi Sajogyo adalah nilai rupiah yang setara dengan 20 kg beras untuk

daerah pedesaan dan 30 kg beras untuk perkotaan. Pendekatan Sajogyo ini

memiliki kelemahan mendasar yaitu tidak mempertimbangkan perkembangan

tingkat biaya riil (Mudrajad, 2009).

Dari penelitian kemiskinan yang didasarkan pada harga beras

tersebut di dapatkan hasil bahwa pada tahun 1964/65 jumlah penduduk kota

yang dapat dikategorikan miskin sebesar 65,1% sedangkan jumlah penduduk

Tabel 1.4 Persentase Penduduk Miskin Menurut Sajogyo dan Esmara

Tahun

Kota Desa

Sajogyo Esmara Sajogyo Esmara

(1) (2) (3) (4) (5)

(28)

commit to user

desa miskin sebesar 49,3%. Jumlah tersebut terus mengalami penurunan

sampai pada tahun 1981, dimana pada tahun tersebut jumlah penduduk kota

dan desa yang dikategorikan miskin masing-masing sebesar 13,2% dan 8%.

Namun pada tahun penelitian berikutnya yaitu tahun 1984 dan 1987

persentase penduduk miskin di kota dan desa mengalami perkembangan yang

berkebalikan. persentase penduduk miskin kota mengalami kenaikan dari

13,2% pada tahun 1981 menjadi 30,4% pada tahun 1987, sementara

persentase penduduk miskin desa mengalami penurunan dari 8% pada tahun

1981 menjadi 3,2% di tahun 1987.

Penelitian mengenai masalah kemiskinan lainnya adalah yang

dilakukan oleh Hendra Esmara. Hendra Esmara (1986) menggunakan suatu

garis kemiskinan perdesaan dan perkotaan yang dipandang dari sudut

pengeluaran aktual pada sekelompok barang dan jasa esensial seperti yang

diungkapkan secara berturut-turut dalam Susenas. Oleh karena itu ukuran

Esmara mampu menangkap dampak inflasi maupun dampak penghasilan riil

yang meningkat terhadap kuantitas barang-barang esensial yang dikonsumsi.

Hasil penelitian yang didapatkan melalui metode yang dipakai Hendra

Esmana (1986) ini menunjukkan bahwa pada tahun 1964/65 persentase

penduduk yang dikategorikan miskin di kota mencapai 44% sedangkan di

desa terdapat penduduk miskin sebesar 51,6%. Pada tahun-tahun berikutnya

persentase penduduk miskin baik di kota maupun di desa menunjukkan trend

yang menurun, akan tetapi trend penurunan tersebut tidak sebesar trend

penurunan yang terjadi dalam penelitian Sajogyo (1974). Dalam penelitian

(29)

commit to user

dapat dikategorikan miskin sebesar 30,4% sedangkan penduduk miskin di

desa mencapai 36%. Penelitian yang dilakukan Hendra Esmana (1986) selalu

menunjukkan persentase penduduk miskin yang ada di desa selalu lebih besar

dari pada persentase penduduk miskin yang ada di kota, hal ini berlawanan

dengan penelitian Sajogyo yang menunjukkan persentase penduduk miskin di

desa selalu lebih kecil dibandingkan penduduk miskin di kota (Mudrajad,

2009).

Penelitian mengenai masalah ketimpangan kemiskinan yang pernah

dilakukan adalah “Analisis Konsentasi Kemiskinan di Indonesia Periode

Tahun 1999-2003”. Penelitian yang dilakukan oleh Diana Wijayanti dan Heri

Wahono (2005) ini didasari adanya kenyataan bahwa masalah kemiskinan

tidak hanya terkait dengan jumlah populasi orang miskin saja tetapi juga

terkait dengan konsentrasi kemiskinan yang ada pada area tertentu. Hasilnya

adalah baik kesenjangan dalam pulau (within region) maupun antar pulau

(between region) di Indonesia relatif stabil. Di mana pulau yang memiliki

tingkat kesenjangan antar pulau tertinggi adalah Pulau Jawa dan yang

terendah adalah Pulau Kalimantan.

Penelitian dengan tema yang hampir sama dilakukan oleh Sunarwan

Arif Wicaksana (2007). Penelitian ini mengambil judul “Analisis

Kesenjangan Kemiskinan Antar Provinsi di Indonesia Periode Tahun

2000-2004”. Hasilnya adalah kesenjangan dalam pulau atau within isla nd di

Indonesia relatif stabil, dimana pulau yang memiliki tingkat kesenjangan

tertinggi adalah kelompok kepulauan lainnya yang terdiri dari Provinsi Bali,

(30)

commit to user

menghasikan angka yang relatif stabil,dimana pulau yang memiliki tingkat

kesenjangan tertinggi adalah Pulau Jawa, sedangkan pulau yang memiliki

tingkat kesenjangan terendah adalah Pulau Kalimantan.

Penelitian lainnya adalah yang dilakukan oleh Ardyanto (2003)

dengan judul “Analisis Konsentrasi Spasial Kemiskinan di Jawa”. Hasil

penelitian ini mendukung hipotesis yang telah dikemukakan oleh penulis,

terjadi kesenjangan yang semakin tinggi di Jawa antara sebelum krisis (1996)

dan sesudah krisis (1998). Selain itu juga disimpulkan bahwa kesenjangan

spasial di Jawa pada tahun 1996 lebih banyak disebabkan oleh kesenjangan

dalam satu provinsi. Hasil ini mengindikasikan bahwa konsentrasi

kemiskinan spasial terjadi di wilayah kabupaten dan kota sehingga terjadi

kesenjangan antar kabupaten/kota yang lebih besar dibandingkan kesenjangan

antar provinsi di Jawa.

Penelitian mengenai masalah kemiskinan antar wilayah di Indonesia

yang didasarkan atas pembagian wilayah menurut Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM) Nasional selama ini masih jarang dilakukan.

Menurut RPJM Nasional wilayah Indonesia tidak hanya dibagi menjadi

wilayah Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur saja, tetapi

wilayah Indonesia dibagi menjadi 7 (tujuh) bagian yaitu: (i) wilayah

Sumatera, (ii) wilayah Jawa-Bali, (iii) wilayah Kalimantan, (iv) wilayah

Sulawesi, (v) wilayah Nusa Tenggara, (vi) wilayah Maluku dan (vii) wilayah

Papua. Dengan membagi wilayah Indonesia menjadi bagian-bagian seperti

(31)

commit to user

di Indonesia akan dapat terlihat dengan lebih jelas dari pada hanya membagi

wilayah Indonesia menjadi kawasan barat dan kawasan timur.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa baik dalam tahun 2009

jumlah penduduk miskin terbesar berada dikawasan Jawa-Bali dengan jumlah

18.610,7 ribu jiwa. Di kawasan Sumatera jumlah penduduk miskin sebesar

6.854,2 ribu jiwa atau sekitar 21,07% dari total penduduk miskin di

Indonesia. Jumlah penduduk miskin yang berada di kawasan Sulawesi dan

Nusa Tenggara masing-masing sebesar 2.490,1 ribu jiwa dan 2.064 ribu jiwa.

Di Kawasan Papua terdapat penduduk miskin berjumlah 1.017,1 ribu jiwa

atau sekitar 3,13%. Jumlah penduduk miskin yang berada di kawasan

Kalimantan sebesar 1.015,9 ribu jiwa. Sedangkan kawasan Maluku

merupakan kawasan yang memiliki jumlah penduduk miskin yang paling

kecil yaitu sebesar 478 ribu jiwa. Meskipun jumlah penduduk miskin dari

Tabel 1.5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Pembagian Wilayah dalam RPJMN (Ribu Jiwa)

(32)

commit to user

tahun ke tahun menunjukkan adanya trend yang menurun, akan tetapi jumlah

penduduk Indonesia yang dikategorikan miskin masih tetap banyak.

Adanya perbedaan tingkat persentase dan jumlah kemiskinan yang

cukup signifikan disetiap wilayah di Indonesia, akan membawa dampak

perbedaan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang pada akhirnya akan

menyebabkan kesenjangan kemiskinan semakin membesar. Berdasarkan latar

belakang masalah diatas maka penulis mengangkat penelitian dengan judul

“ANALISIS FAKTOR PENENTU DAN TINGKAT KETIMPANGAN

KEMISKINAN ANTAR WILAYAH DI INDONESIA PERIODE

2007-2009”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas perumusan masalah

dalam studi ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah variable Pertumbuhan Ekonomi (Growth), Angka Melek Huruf

(AMH) dan Pengangguran berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di

Indonesia pada tahun 2007-2009.

2. Bagaimanakah trend kesenjangan kemiskinan dalam pulau dan antar pulau

di Indonesia pada tahun 2007-2009.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh variabel Pertumbuhan Ekonomi (Growth),

Angka Melek Huruf (AMH) dan Pengangguran terhadap tingkat

(33)

commit to user

2. Untuk mengetahui trend kesenjangan kemiskinan dalam pulau dan antar

pulau di indonesia pada tahun 2007-2009.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberi

manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat yang

diberikan yaitu:

1. Bagi Pengembangan Ilmu

Dapat digunakan untuk menambah khasanah pengetahuan tentang

kesenjangan kemiskinan antar wilayah di Indonesia periode tahun

2007-2009.

2. Bagi Pemerintah

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan

dalam upaya mengurangi dan menghilangkan kesenjangan kemiskinan

spasial yang terjadi di Indonesia.

3. Bagi Pihak Lain

Dapat memberikan informasi tambahan khususnya bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dalam melakukan penelitian berikutnya, khususnya jika

(34)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembangunan Ekonomi

a. Pengertian dan Tujuan Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai

suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu

negara meningkat dalam jangka panjang (Arsyad, 1999). Dari definisi

tersebut pembangunan ekonomi mempunyai 3 (tiga) sifat penting

yaitu: (i) suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi secara

terus-menerus, (ii) usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita, dan

(iii) kenaikan pendapatan perkapita dalam jangka panjang.

Pembangunan ekonomi (economic development) mempunyai

pengertian yang berbeda dengan pertumbuhan ekonomi (economic

growth), pembangunan ekonomi sebagai (Arsyad, 1999) :

1) Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat yaitu tingkat

pertambahan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic

Product (GDP) pada suatu tahun tertentu adalah melebihi tingkat

pertambahan penduduk, atau

2) Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross

Domestic Product (GDP) yang terjadi dalam suatu negara diikuti

(35)

commit to user

Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan

Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP)

tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari

tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah terjadi perubahan struktur

ekonomi atau tidak.

Pembangunan bukan merupakan tujuan melainkan hanya alat

sebagai proses instrumental untuk menurunkan kemiskinan, menyerap

tenaga kerja, dan menurunkan kesenjangan distribusi pendapatan.

Todaro (2000) menekankan bahwa pembangunan adalah suatu proses

yang multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan

mendasar dalam struktur sosial, sikap masyarakat dan kelembagaan

nasional seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi,

pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan absolut.

b. Pembangunan Ekonomi Daerah

1) Pengertian Daerah

Pengertian daerah berbeda-beda tergantung pada aspek

tinjauannya. Dari aspek ekonomi daerah memiliki tiga pengertian

(Arsyad, 1999), yaitu:

a) Suatu daerah dianggap sebagai ruang dimana kegiatan

ekonomi terjadi dan di dalam berbagi pelosok ruang tersebut

terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut

antara lain dari segi pendapatan per kapitanya,

sosial-budayanya, geografisnya, dan sebagainya. Daerah dalam

(36)

commit to user

b) Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang

dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi.

Daerah dalam pengertian ini disebut daerah nodal.

c) Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di

bawah suatu administrasi tertentu seperti satu provinsi,

kabupaten, kecamatan, dan sebagainya. Jadi daerah disini

didasarkan pada pembagian administratif suatu negara.

Daerah dalam pengertian ini dinamakan daerah administratif

atau daerah perencanaan.

Dalam praktik, jika kita membahas perencanaan

pembangunan ekonomi daerah maka pengertian yang ketiga

tersebut diatas lebih banyak digunakan.

2) Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana

pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya–

sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan

kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah

tersebut.

Menurut Arsyad (1999) masalah pokok dalam

pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap

kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada

(37)

commit to user

dengan menggunakan potensi sumber daya manusia,

kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah).

Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan

inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses

pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan

merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai

tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja

untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan

tersebut pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara

bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh

karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya

dan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada

harus mampu menaksir potensi sumber daya-sumber daya yang

diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian

daerah.

3) Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu untuk

menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif.

Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial dapat

membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi

daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar

pada dua hal, yaitu: (i) pembahasan yang berkisar antara metode

(38)

teori-commit to user

teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan

pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad, 1999).

a) Teori Ekonomi Neo Klasik

Teori ekonomi Neo Klasik memberikan dua konsep

pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu

keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor produksi.

Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan

alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa restriksi

(pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari

daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah

rendah.

b) Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor

penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah

berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan

jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang

menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan

bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan

daerah dan penciptaan peluang kerja (job crea tion).

Kelemahan model ini adalah pendasaran pada permintaan

eksternal bukan internal, sehingga pada akhirnya akan

menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap

(39)

commit to user

c) Teori Lokasi

Para ekonom regional sering mengatakan bahwa ada 3

(tiga) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah, yaitu:

lokasi, lokasi, dan lokasi. Pernyataan tersebut sangat masuk

akal jika dikaitkan dengan pengembangan kawasan industri.

Perusahaan cenderung untuk meminimumkan biayanya

dengan cara memilih lokasi yang memaksimumkan

peluangnya untuk mendekati pasar. Model pengembangan

industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah

biaya yang termurah antara bahan baku dengan pasar.

Keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah

bahwa teknologi dan komunikasi modern telah mengubah

signifikansi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan

distribusi barang.

d) Teori Tempat Sentral

Teori tempat sentral (centra l pla ce theory)

menganggap bahwa ada hierarki tempat (hiera rchy of

pla ces). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat

yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya industri dan

bahan baku. Tempat sentral tersebut merupakan suatu

pemukiman yang menyebabkan jasa-jasa bagi penduduk

daerah yang mendukungnya.

Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada

(40)

commit to user

maupun pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan

fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan).

Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa

sedangkan lainnya hanya sebagai daerah pemukiman.

Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu

masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional

mereka dalam sistem ekonomi daerah.

e) Teori Kausasi Kumulatif

Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin

buruk menunjukkan konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif

(cumula tive causation) ini. Kekuatan-kekuatan pasar

cenderung memperparah kesenjangan antara daerah-daerah

tersebut (maju versus terbelakang). Daerah yang maju

mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding

daerah-daerah lainnya.

f) Teori Daya Tarik (Attraction)

Teori daya tarik industri adalah model pembangunan

ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.

Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu

masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap

industrialis melalui pemberian subsidi dan insentif.

2. Ketimpangan Pembangunan

Ketimpangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh

(41)

commit to user

perbedaan faktor anugerah awal (Endowment Fa ctor). Perbedaan inilah

yang menyebabkan tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah

berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di

berbagai wilayah tersebut (Sadono, 1997).

Menurut Myrdal (1957), perbedaan tingkat kemajuan ekonomi

antar daerah yang berlebihan akan mengakibatkan pengaruh yang

merugikan (ba ckwa sh effects) mendominasi pengaruh yang

menguntungkan (sprea d effects) yang dalam hal ini dapat menyebabkan

ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar

secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga

mengakibakan kesenjangan antar daerah (Arsyad, 1999). Adelman dan

Moris (1973) berpendapat bahwa ketimpangan pendapatan di daerah

ditentukan oleh jenis pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh

ukuran negara, sumber daya alam, dan kebijakan yang dianut. Dengan kata

lain, faktor kebijakan dan dimensi structura l perlu diperhatikan selain laju

pertumbuhan ekonomi (Mudrajad, 1999).

3. Kemiskinan

a. Pengertian Kemiskinan

Di dunia ilmiah masalah kemiskinan telah banyak ditelaah oleh

para ilmuwan dari berbagai macam latar belakang disiplin ilmu

dengan menggunakan konsep-konsep dan ukuran yang bersesuaian

dengan latar belakang ilmuan tersebut. Sosiolog maupun ekonom

telah banyak menulis tentang kemiskinan, tetapi menurut Hardiman &

(42)

commit to user

“distribusi pendapatan“ lebih sering digunakan dalam ilmu ekonomi,

sedangkan para sosiolog lebih sering menggunakan istilah “kelas”,

“stratifikasi”, dan “marginalitas” (Arsyad, 1999). Bagi yang

memperhatikan masalah-masalah kebijakan sosial secara luas

biasanya lebih memperhatikan konsep “tingkat hidup”, yakni tidak

hanya menekankan pada tingkat pendapatan saja tetapi juga masalah

pendidikan, perumahan, kesehatan, dan kondisi-kondisi sosial lainnya

dari masyarakat. Namun demikian, sampai saat ini belum ada

definisi-definisi yang baku dan bisa diterima secara umum dari berbagai

macam istilah tersebut. Hal ini menunjukan bahwa masalah

kemiskinan itu sangatlah kompleks dan pemecahannya pun tidak

mudah.

Menurut Andre Bayo Ala (1981), kemiskinan merupakan suatu

masalah yang bersifat multidimensional (Arsyad, 1999). Artinya,

karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan

pun memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, maka

kemiskinan meliputi aspek yang berupa miskin akan aset, organisasi

sosial politik, dan pengetahuan serta ketrampilan; dan aspek sekunder

yang berupa miskin akan jaringan nasional, sumber-sumber keuangan

dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut

termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang

sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan

(43)

commit to user

Selain itu, dimensi-dimensi kemiskinan saling berkaitan, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa

kemajuan dan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat

mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pada aspek lainnya. Dan

aspek lainnya dari kemiskinan ini adalah bahwa yang miskin itu

manusianya, baik secara individual maupun kolektif. Kita sering

mendengar istilah kemiskinan pedesaan, kemiskinan perkotaan, dan

sebagainya. Namun demikian, bukan berarti desa atau kotanya yang

mengalami kemiskinan, tetapi orang-orang atau penduduknya yang

menderita miskin.

Kemiskinan digunakan sebagai salah satu indikator dalam

menilai hasil pembangunan. Tingkat kemiskinan di masing-masing

wilayah dapat menunjukkan wilayah mana yang mengalami

pembangunan yang baik atau buruk. Pembangunan suatu daerah

wilayah akan memiliki pengaruh positif dan negatif bagi wilayah lain.

Untuk mengurangi kesenjangan regional perlu adanya perpindahan

pelopor pembangunan dari suatu daerah atau wilayah ke wilayah lain.

Dengan berpindahnya perusahaan dan aktivitas ekonomi dari suatu

wilayah ke wilayah lain akan menyebarkan ekpansi kumulatif dari

suatu wilayah ke wilayah lain.

Pembangunan suatu wilayah dapat menimbulkan dampak yang

berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, bahkan dapat

bertolak belakang sama sekali. Perbedaan spasial tersebut sebenarnya

(44)

commit to user

perbedaan struktur oportunitas, yaitu gabungan oportunitas yang

bervariasi seperti tingkat pendidikan, pengalaman dan fasilitas lain

yang menarik. Struktur oportunitas yang menarik bagi orang miskin

adalah struktur industri yang membuka kesempatan kerja pendidikan

atau keterampilan rendah, biaya hidup yang rendah khususnya tempat

tinggal dan kesempatan berproduksi secara subsisten.

b. Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang sangat

multidimensional dan disebabkan oleh berbagai hal yang saling

mengkait antara satu dengan yang lain. Mudrajad (1999) mengatakan

bahwa perang, pertanian yang masih subsisten dan tradisional

merupakan salah satu penyebab terjadinya kemiskinan.

Sedangkan menurut Sharp, et al (1996) dalam Mudrajad

(1999) bahwa kemiskinan dari sudut pandang ekonomi antara lain:

1) Secara mikro, kemiskinan terjadi karena adanya perbedaan

kepemilikan pendapatan

2) Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas Sumber

Daya Alam

3) Penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran setan

(45)

commit to user

Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan Sumber: Mudrajad (1999)

Breman (1985) dalam Sagung (2005), mengatakan bahwa bagi

kaum miskin “jalan menuju ke atas seringkali dirintangi, sedangkan

jalan ke bawah terlalu mudah dilalui”. Munculnya kemapanan

kemiskinan dikalangan masyarakat miskin lebih disebabkan karena

himpitan struktural, karena kemiskinan yang kronis itulah kaum

miskin mudah ditaklukkan dan dikelola untuk mengikuti kemauan dan

kepentingan golongan elit berkuasa. Kemiskinan tidak semata-mata

muncul karena kebudayaan tetapi lebih berkaitan dengan tatanan

ekonomi dan sosial yang membatasi peluang kaum miskin untuk

keluar dari belenggu kemiskinan.

Selain pendapat-pendapat di atas, menurut Samsubar Saleh

(2002) mengatakan faktor-faktor lain penyebab kemiskinan regional

di Indonesia adalah:

Ketidaksempurnaan Pasar, Keterbelakangan dan Ketertinggalan

Kekurangan Modal

Investasi Rendah

Tabungan Rendah

Produktivitas Rendah

(46)

commit to user

1) Tingkat pendapatan per kapita per provinsi.

2) Pengeluaran pemerintah untuk investasi sumber daya manusia per

kapita per provinsi, (penjumlahan pengeluaran pembangunan

sektor pendidikan, kebudayaan dan kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa; sektor kesehatan, kesejahteraan, peranan wanita,

anak, dan remaja; sektor tenaga kerja; dan sektor ilmu

pengetahuan dan teknologi).

3) Pengeluaran pemerintah untuk investasi fisik per kapita per

provinsi.

4) Angka harapan hidup.

5) Angka melek huruf persentase dari total penduduk.

6) Rata-rata lama bersekolah penduduk (dalam tahun).

7) Indeks Pengembangan Manusia (IPM) atau Huma n Development

Index (HDI).

8) Indeks partisipasi wanita dalam ekonomi dan politik a ta u Gender

Empowerment Index (GEI) atau lebih tepat diistilahkan Women

Empowerment Index.

9) Rasio Gini.

10) Rasio populasi rumah tangga yang tidak mendapat akses terhadap

fasilitas kesehatan.

11) Rasio populasi rumah tangga yang tidak mendapat akses terhadap

(47)

commit to user

c. Jenis Kemiskinan

Ellis (1994) dalam Sagung (2005), mengatakan bahwa untuk

membangun pengertian kemiskinan dapat diidentifikasikan ke dalam

beberapa dimensi seperti dimensi ekonomi, sosial, dan politik.

1) Kemiskinan ekonomi – adanya kekurangan sumber daya yang

dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok

orang. Kemiskinan ekonomi berkaitan dengan tingkat pendapatan

dan kebutuhan untuk hidup.

2) Kemiskinan sosial – kekurangan jaringan sosial dan struktur

sosial yang mendukung untuk mendapatkan

kesempatan-kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat.

3) Kemiskinan politik – lebih menekankan pada derajat akses

terhadap kekuasaan/power kekuasaan, disini berarti mencakup

tatanan sistem sosial (politik) yang dapat menentukan alokasi

sumber daya untuk kepentingan sekelompok orang atau tatanan

sistem sosial yang menentukan alokasi sumber daya.

Sedangkan menurut Azhari (1997) dalam Sagung (2005),

melihat macam kemiskinan dari sudut pandang yang lain, yaitu:

1) Kemiskinan alamiah – kemiskinan yang timbul karena

kelangkaan sumber daya dan jumlah penduduk yang tumbuh

dengan pesat.

2) Kemiskinan struktural – kemiskinan yang diderita oleh suatu

golongan masyarakat karena struktur sosial yang terbentuk dalam

(48)

commit to user

3) Kemiskinan kultural – kemiskinan yang muncul karena tuntutan

tradisi/adat yang membebani ekonomi masyarakat seperti upacara

perkawinan, kematian, atau pesta-pesta adat lainnya. Termasuk

juga sikap mentalitas penduduk yang lamban, malas, konsumtif

serta kurang berorientasi ke masa depan.

d. Ukuran Kemiskinan

Pada umumnya terdapat dua indikator untuk mengukur tingkat

kemiskinan di suatu wilayah, yaitu kemiskinan absolut dan

kemiskinan relatif. Mengukur kemiskinan dengan mengacu pada garis

kemiskinan disebut kemiskinan absolut, sedangkan konsep

kemiskinan yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis

kemiskinan yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis

kemiskinan disebut kemiskinan relatif (Tulus, 2001).

1) Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut merupakan ketidakmampuan seseorang

dengan pendapatan yang diperolehnya untuk mencukupi

kebutuhan dasar minimum yang diperlukan untuk hidup setiap

hari. Kebutuhan minimum tersebut diterjemahkan dalam ukuran

finansial (uang). Nilai minimum tersebut digunakan sebagai batas

garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang

selalu konstan secara riil, sehingga dapat ditelusuri kemajuan

yang diperolah dalam menanggulangi kemiskinan pada level

(49)

commit to user

Wor ld ba nk (1990) menggunakan ukuran kemiskinan

absolut ini untuk menentukan jumlah penduduk miskin. Menurut

world bank, penduduk miskin adalah mereka yang hidup kurang

dari US$ 1 atau US$ 2 per hari dalam dolar Purcha sing Power

Pa rity (PPP). Akan tetapi, tidak semua negara mengikuti standar

minimum yang digunakan world ba nk tersebut, karena bagi

negara-negara berkembang level tersebut masihlah tinggi, oleh

karena itu banyak negara menentukan garis kemiskinan nasional

sendiri dimana kriteria yang digunakan disesuaikan dengan

kondisi perekonomian masing-masing negara.

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (1994) menentukan

kemiskinan absolut Indonesia merupakan ketidakmampuan

seseorang untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum energi

kalori (2.100 kilo kalori per kapita per hari) yang dipergunakan

tubuh dan kebutuhan dasar minimum untuk sandang, perumahan,

kesehatan, pendidikan, transportasi, dan kebutuhan dasar lain.

2) Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif ditentukan berdasarkan ketidakmampuan

untuk mencapai standar kehidupan yang ditetapkan masyarakat

setempat sehingga proses penentuannya sangat subyektif. Mereka

yang berada di bawah standar penilaian tersebut dikategorikan

sebagai miskin secara relatif. Kemiskinan relatif ini digunakan

(50)

commit to user

Badan pemerintah yang menggunakan ukuran kemiskinan

relatif misalnya Badan Keluarga Kecil Berencana Nasional.

BKKBN mendefinisikan miskin atau kurang sejahtera dalam

pengertian Pembangunan Keluarga Sejahtera yang terdiri atas

Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I. Keluarga Pra

Sejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual,

pangan, sandang, papan, kesehatan dan keluarga berencana.

Sedangkan Keluarga Sejahtera I adalah keluarga-keluarga yang

telah dapat memenuhi kebutuhan dasanya secara minimal, tetapi

belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis, serta

kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan

lingkungan tempat tinggal dan transportasi.

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan

1) Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam

jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk

menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya

yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau

penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis

terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Simon Kuznetz

dalam Todaro, 2004). Menurut Robinson Tarigan (2004)

(51)

commit to user

masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikanseluruh

nilai tambah (va lue a dded) yang terjadi di wilayah tersebut.

Menurut pandangan kaum historis, pertumbuhan ekonomi

merupakan tahapan proses tumbuhnya perekonomian mulai dari

perekonomian bersifat tradisional yang bergerak di sektor

pertanian dimana produksi bersifat subsisten, hingga akhirnya

menuju perekonomian modern yang didominasi oleh sektor

industri manufaktur. Menurut pandangan ekonom klasik, Adam

Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Straurt

Mill, maupun ekonom neo klasik, Robert Solow dan Trevor

Swan, mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu: (i) jumlah

penduduk, (ii) jumlah stok barang modal, (iii) luas tanah dan

kekayaan alam, dan (iv) tingkat teknologi yang digunakan. Suatu

perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau

berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari

pada apa yang dicapai pada masa sebelumnya (Mudrajad, 1999).

Sedangkan menurut Schumpeter, faktor utama yang

menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi, dan

pelakunya adalah inovator atau wiraswasta (entrepreneur).

Kemajuan ekonomi suatu masyarakat hanya bisa diterapkan

dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur.

Menurut Kuznets (Todaro, 2000), pertumbuhan ekonomi

(52)

commit to user

bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi

kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan

atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau

penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis

terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.

Menurut Todaro (2004), ada tiga faktor utama dalam

pertumbuhan ekonomi, yaitu :

a) Akumulasi modal termasuk semua investasi baru yang

berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal, dan Sumber Daya

Manusia (huma n resources). Akumulasi modal akan terjadi

jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung yang

kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk

memperbesar output di masa-masa mendatang. Investasi juga

harus disertai dengan investasi infrastruktur, yakni berupa

jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas komunikasi,

demi menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi

dalam pembinaan sumber daya manusia bermuara pada

peningkatan kualitas modal manusia, yang pada akhirnya

dapat berdampak positif terhadap angka produksi.

b) Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja.

Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan

dengan kenaikan jumlah angka kerja (la bor force) secara

tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam

(53)

commit to user

angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan

semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar

domestiknya.

c) Kemajuan Teknologi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh

teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki

dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional. Ada 3

klasifikasi kemajuan teknologi, yakni :

(1) Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika

tingkat output yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas

dan kombinasi-kombinasi input yang sama.

(2) Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja

(la bor sa ving) atau hemat modal (ca pita l sa ving), yaitu

tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan

jumlah tenaga kerja atau input modal yang sama

(3) Kemajuan teknologi yang meningkatkan modal, terjadi

jika penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita

memanfaatkan barang modal yang ada secara lebih

produktif.

Salah satu alat pengukur pertumbuhan ekonomi adalah

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau yang

ditingkat nasional disebut Produk Domestik Bruto (PDB).

PDRB adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan

oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan

(54)

commit to user

Wongdesmiwati (2009), menemukan bahwa terdapat

hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan

tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan

menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan

pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk

menurunkan tingkat kemiskinan.

2) Pendidikan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003 Tentang Sisitem Pendidikan, pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara.

Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Jalur pendidikan:

a) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang tersetruktur

dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah

(55)

commit to user

(1) Pendidikan dasar, merupakan jenjang pendidikan yang

melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan

dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah

Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta

Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan madrasah

tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

(2) Pendidikan menengah, merupakan lanjutan pendidikan

dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan

menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.

Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah

Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah

Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

(3) Pendidikan tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah

pendidikan menengah yang mencakup program

pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan

doctor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.

Perguruan tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik,

sekolah tinggi, institut, atau universitas.

b) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar

pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara

tersetruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal

diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan

(56)

commit to user

penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam

rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan

ini meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak

usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan

perempuan, pendidikan keaksaraan, dan lain-lain.

c) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluargadan

lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Hasil pendidikan formal diakui sama dengan pendidikan

formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai

dengan setandar nasional pendidikan.

Investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) yang diperlihatkan dengan

meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Semakin

tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan

keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong

peningkatan produktivitas kerjanya. Perusahaan akan memperoleh

hasil yang lebih banyak dengan memperkerjakan tenaga kerja

dengan produktivitas yang tinggi, sehingga perusahaan juga akan

bersedia memberikan gaji yang lebih tinggi bagi yang

bersangkutan. Di sektor informal seperti pertanian, peningkatan

ketrampilan dan keahlian tenaga kerja akan mampu meningkatkan

hasil pertanian, karena tenaga kerja yang terampil mampu bekerja

Gambar

Tabel 4.8 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2006-
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan …………………………....... 28
Tabel 1.3 Perkembangan Batas Garis Kemiskinan Versi BPS dan Jumlah Penduduk Miskin
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan Sumber: Mudrajad (1999)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari data yang telah diperoleh, dilakukan tahap analisis dengan metode analisa yang telah ditetapkan yaitu metode delphi dan analisis statistik mengunakan program SPSS, dengan

Terjadinya bencana gempa dapat diikuti oleh resiko terjadinya kebakaran bangunan karena adanya goncangan sehingga memungkinkan bahaya membesarnya api pada kompor

Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan sehingga orang tersebut ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Imbalan bisa berupa setelah lulus kelak

Analisis variabel yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis berganda dengan price earning ratio , price- to-book ratio , dan firm size sebagai variabel

[r]

Berkaitan dengan adanya aspek gradasi dalam angket skala likert, maka data yang diperoleh dari hasil survei merupakan skala pengukuran ordinal.Padahal disisi lain,

Penelitian ini dilakukan untuk pemantauan dengan metode Reef Check selama tiga tahun terakhir dengan membandingkan antara zona inti yang mengambil perairan Taka

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah pihak Bank Sumsel Babel Capem Sako Kenten Palembang sebagai pelaku kegiatan perbankan yang memberikan fasilitas