• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.6. Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pembangunan ekonomi wilayah memiliki berbagai aspek yang terus

berubah secara dinamis, terencana dan terkoordinasi bila dilihat dari kerangka

perencanaan pembangunan ekonomi wilayah, baik secara regional, nasional

maupun internasional.

Pembangunan ekonomi wilayah ditujukkan pada pencapaian

sasaran-sasaran sub sistem pembangunan nasional yang terorganisir secara teritorial atau

tata ruang (spatial). Meskipun dalam prateknya pembangunan ekonomi wilayah

perlu memberlakukan penjelasan-penjelasan dasar bersifat teori yang memiliki

keeratan hubungan antara pembangunan ekonomi wilayah dengan tata ruang.

Dengan kata lain proses pembangunan ekonomi wilayah harus memperhatikan

pendekatan aspek dimensi tata ruang (spatial) seperti karakteristik wilayah,

geografis, sumberdaya manusia, interaksi antarwilayah.

Todaro (2000), mengatakan pembangunan ekonomi wilayah merupakan

proses multidimensial yang menyangkut reorganisasi dan reorientasi sistem

ekonomi dan sosial secara keseluruhan. Pembangunan disamping untuk

meningkatkan pendapatan dan output, pembangunan harus melihat perubahan

dalam perubahan sikap masyarakat, struktur sosial, adat dan kepercayaan

masyarakatnya (kearifan lokal/local wisdom).

Menurut Kartasasmita (1996), pembangunan adalah usaha meningkatkan

wilayahnya. Kemandirian yang dimaksud adalah proses pembangunan yang

berpijak pada pembangunan masyarakat dan diharapkan dapat memacu peran

serta masyarakat (partisipatoris) dalam proses pembangunan itu sendiri. Proses

pembangunan tersebut diharapkan akan mampu melepaskan kondisi masyarakat

dari kemiskinan dan keterbelakangan.

Selain hal-hal diatas pembangunan ekonomi wilayah tidak dapat dilepas

begitu saja dari proses pembangunan yang sudah ada pada saat itu. Peran serta

(partisipatoris) masyarakat sebagai pelaku atau pencipta (aktor) kegiatan ekonomi

wilayah adalah seluruh masyarakat pada wilayah tersebut dan pihak investor dari

luar yang ingin melakukan kegiatan ekonominya di wilayah itu. Namun pada

kenyataannya banyak wilayah di KTI khususnya provinsi Maluku sering

mengalami kendala sebagai akibat dari tidak sinergisnya perencanaan

pembangunan yang non spatial dengan tataruang wilayah. Akibat ketidak

sinergisnya perencanaan pembangunan yang demikian menimbulkan berbagai

pertentangan antara pusat dengan daerah. Dengan adanya otonomi daerah, maka

daerah lebih melihat wilayah dari sudut pandang mereka yaitu dari sudut

pendekatan regional. Pertentangan perencanaan pembangunan yang selalu

berbasis pada non spatial versus spatial menimbulkan wilayah (daerah) hanya

menjadi pusat eksploitasi sebagai lokasi proyek sektoral, akibatnya

pembangunan yang diharapkan memberi manfaat pada masyarakat di daerah

tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

Pembangunan ekonomi wilayah harus menjadi primadona proses

pembangunan dewasa ini di era otonomi. Dengan demikian pemerintah (pusat,

oleh pihak di luar pemerintah (swasta/investor) termasuk masyarakat. Hal tersebut

berkaitan dengan fungsi pemerintah yang memiliki peran cukup penting dalam

proses pembangunan sebagai pengatur atau pengendali (regulator). Walaupun

demikian pemerintah tidak dapat bertindak semena-mena dalam mengendalikan

pembangunan di wilayahnya.

Oleh sebab itu pemerintah dapat mengarahkan pembangunan ekonomi

wilayah ke arah mana dan bagaimana setiap kegiatan ekonomi wilayah dapat

berkembang dan bermanfaat bila tidak ada campur tangan pemerintah. Hal ini

disebabkan karena adanya fungsi pemerintah selain sebagai regulator, pemerintah

juga berfungsi sebagai stimulator. Dalam kondisi seperti ini proses pembangunan

ekonomi wilayah dapat menunjukkan arah perkembangan seperti diharapkan

pada kondisi atau sasaran yang ingin dicapai oleh setiap wilayah sehingga setiap

wilayah mampu memacu pembangunan di berbagai sektor andalannya.

Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi

wilayah. Pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, pendekatan

sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral adalah pendekatan

pembangunan ekonomi dengan memfokuskan perhatiannya pada sektor-sektor

kegiatan ekonomi yang ada di wilayah tersebut kurang memperhatikan aspek

ruang secara keseluruhan (less spatial). Sedangkan pendekatan regional adalah

pendekatan pembangunan ekonomi yang memfokuskan perhatiannya pada

pemanfaatan ruang (spatial) yang satu dengan ruang lainnya dan dapat

memanfaatkan perencanaan pembangunan dengan rencana tataruang wilayah.

Dengan demikian pada pendekatan regional, pendekatan pembangunan ekonomi

satu wilayah dengan wilayah lainnya dan dapat menghubungkan berbagai

interaksi yang terjadi dalam setiap aktivitas atau kegiatan pembangunan di

wilayah tersebut.

Pengelompokkan sektor-sektor baik pada pendekatan sektoral sering

dibedakan berdasarkan kelompok kegiatan pembangunan ekonominya dan

berdasarkan pada administrasi pemerintahan wilayah yang menangani

sektor-sektor tersebut. Dalam hal pembangunan wilayah banyak pengelompokkan

didasarkan pada keseragaman kegiatan dan secara administrasi pemerintahan

sering berjalan bersamaan atau sejalan.

Pada pendekatan regional pengelompokkan wilayah dilakukan

berdasarkan batas administrasi pemerintahan wilayah atau didasarkan atas dasar

wilayah pengaruh dari suatu pusat pertumbuhan (growth centre). Biasanya

pembagian ke dua pendekatan ini berbeda antara satu dengan lainnya. Menurut

pendekatan regional perencanaan pembangunan sejalan dengan pembagian

wilayah menurut administrasi pemerintahan dan pembagian menurut pusat

pertumbuhan wilayah tersebut. Namun ada kalanya ada bagian dari suatu

wilayah yang secara sosial ekonomi berhubungan antara wilayahnya dengan

pusat pertumbuhan yang berada diwilayah lain.

Hadjisarosa (1976), mengatakan suatu wilayah dapat berkembang selain

karena ada pengaruh wilayah pusat atau pusat pertumbuhan wilayahnya maupun

pengaruh pusat pertumbuhan wilayah lainnya, hal tersebut disebabkan karena

adanya pusat-pusat pengembangan wilayah yang dipengaruhi oleh adanya

simpul-simpul jasa distribusi. Pendekatan sepertii inilah yang disebut Hadjisarosa dengan

Pendekatan sektoral maupun pendekatan regional perlu dilakukan dalam

suatu analisis pembangunan ekonomi wilayah. Dalam pendekatan sektoral seluruh

kegiatan ekonomi wilayah dikelompokkan atas sektor-sektor atau kegiatan

ekonomi. Sektor-sektor tersebut akan di analisis persektor sehingga dapat dilihat

potensi dan peluang dari setiap sektor ekonomi yang ada di wilayah yang

bersangkutan.

Pendekatan regional perlu dilakukan dalam suatu analisis pembangunan

wilayah hal ini disebabkan karena, pendekatan regional berbeda dengan

pendekatan sektoral walaupun tujuan akhir yang diharapkan memperoleh

kesamaan. Analisis regional dilakukan karena berhubungan dengan analisis atas

penggunanaan ruang (space) pada saat itu. Biasanya analisis tersebut dilakukan

berdasarkan aktivitas atau kegiatan pembangunan ekonomi dengan pemanfaatan

atau penggunaan lahan/ruang serta pengaruhnya di masa yang akan datang.

Analisis regional berusaha untuk meramalkan adanya daya tarik

(attractiveness), suatu wilayah yang kuat (growth pole) terhadap wilayah lainnya

(periphery). Pada dasarnya pendekatan regional didasarkan pada anggapan bahwa

pendekatan ini memandang wilayah sebagai kumpulan atau bagian-bagian

wilayah yang memiliki potensi/kapasitas/kemampuan dan daya tarik yang berbeda

diantara wilayah masing-masing.

Dengan melakukan pendekatan-pendekatan ini maka diharapkan adanya

perubahan-perubahan besar yang terjadi dan dapat mempengaruhi pembangunan

ekonomi wilayah. Pengaruh positif diharapkan tidak hanya pada wilayah pusat

karena adanya batasan administrasi wilayah, tetapi juga mempengaruhi

perekonomian regional, nasional maupun global.

Pembangunan ekonomi wilayah sudah sepantasnya tidak hanya

berdasarkan batas wilayah secara administrasi, pusat (centre/pole) dan pinggiran

(periphery) tetapi berdasarkan pada kebutuhan masyarakat. Perkembangan

pemikiran dan pendekatan pertumbuhan dengan stabilitas (growth with stability)

wilayah pada hakikatnya menghendaki pembangunan yang berkeadilan dengan

menempatkan sumberdaya manusia, alam dan ketersediaan fasilitas pelayanan

pada posisi utama sebagai penggerak utama (prime mover) dalam pengembangan

wilayah.

Peningkatan kualitas sumberdaya alam (resource approach) akan

menjadikan output bernilai tambah (added value) dan dapat memberikan

kontribusi besar bagi laju pertumbuhan pembangunan ekonomi wilayah sehingga

menjadi indikator berhasilnya pembangunan yang dapat menjamin kemajuan

ekonomi wilayah dan kestabilan kehidupan masyarakat setempat. Hal seperti ini

memperlihatkan bahwa wilayah-wilayah terbelakang atau tertinggal akan

mempunyai ketergantungan yang kuat pada wilayah-wilayah lain yang lebih maju

didalam pengelolaan sumberdaya alamnya. Untuk itu diperlukan berbagai

kegiatan pembangunan ekonomi wilayah, sehingga dapat menghilangkan

keterbelakangan (backwardness) yang berarti mengurangi ketergantungan

(dependency).

Prinsipnya pengelolaan pembangunan ekonomi wilayah, harus berpijak

pada sistem pengelolaan sumberdaya alam wilayahnya dengan melibatkan peran

berkelanjutan (sustainable) sehingga pembangunan wilayah tidak hanya terfokus

pada pemenuhan kebutuhan pokok semata (basic needs approach) melainkan

juga bagaimana kegiatan pembangunan tersebut dapat dimanfaatkan oleh

kegiatan-kegiatan ekonomi wilayah lainnya.

Dengan demikian pembangunan ekonomi wilayah meningkatkan

pembangunan ekonomi lokal berdasarkan kapasitas atau kemampuan lokal

wilayah yang bersangkutan. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi lokal dalam

sistem ekonomi pasar, harus dapat memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya

pembangunan lokal untuk mencapai keuntungan komparatif (comparative

advantage) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage) sebagai upaya,

untuk mendorong berkembangnya pembangunan ekonomi lokal yang ada pada

saat ini, serta mempertahankan basis ekonomi yang dimiliki oleh wilayah yang

bersangkutan.