II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.8. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Selama satu dasawarsa atau setelah 10 tahun reformasi dilaksanakan,
banyak hal yang telah menarik perhatian para ahli, khususnya dikalangan
ekonom. Akibat dari munculnya permasalahan di bidang ekonomi yang sulit
diprediksi sering menimbulkan gejolak ekonomi yang sulit diperkirakan
sebelumnya, maka hal tersebut telah menarik perhatian dari kalangan masyarakat
perekonomian di tingkat nasional maupun dunia yang hanya tertuju pada
bagaimana mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasionalnya.
Konsep pertumbuhan ekonomi yang dipakai saat ini sebagai tolok ukur
penilaian pertumbuhan ekonomi setiap negara maupun daerah (wilayah) perlu
mengetahui faktor-faktor atau sumber-sumber pertumbuhan ekonomi wilayah.
Sehubungan dengan itu konsep dasar yang berkaitan erat dengan teori-teori
pertumbuhan ekonomi perlu mendapat perhatian seperti, perubahan yang
Berbagai pandangan tentang konsep pertumbuhan ekonomi wilayah
sering mendapat kritik dari berbagai pihak, tetapi sampai sekarang konsep ini
secara umum masih digunakan. Dimana konsep pertumbuhan ekonomi belum
secara jelas membicarakan distribusi pendapatan, hal ini dapat dikatakan karena
bila suatu wilayah mempunyai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, belum
tentu diikuti dengan adanya pemerataan pendapatan di masyarakat dan ternyata
pertumbuhan ekonomi yang tinggi sering diikuti dengan semakin timpangnya
distribusi pendapatan masyarakat pada wilayah tersebut. Dilain sisi ada beberapa
pandangan yang menggambarkan kemampuan atau kapasitas dari suatu
perekonomian wilayah untuk menghasilkan barang dan jasa, dimana kedua unsur
tersebut mempunyai peran penting untuk mencapai tujuan dalam pembangunan
ekonomi wilayah.
Samuelson dan Nordhaus (1983), memperkenalkan teori pertumbuhan
jalur cepat yaitu, setiap wilayah perlu melihat sektor atau komoditi apa yang
memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena
potensi sumberdaya alamnya maupun karena sektor atau komiditi tersebut
memiliki competitive advantage.
Secara umum ada beberapa pandangan atau sisi yang menentukan atau
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu:
1. Pandangan dari sisi permintaan (demand side) yaitu, pandangan yang melihat
pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan atau dipengaruhi oleh pengeluaran
pemerintah (goverment expenditure), jumlah uang yang beredar (money
2. Pandangan dari sisi penawaran (supply side) yaitu, pandangan yang melihat
pertumbuhan ekonomi dari sisi sumberdaya manusia (human resourcess),
sumberdaya alam (natural resourcess), stock kapital (capital stock) dan
teknologi (technoloy shock), dimana faktor-faktor tersebut sangat
menentukan adanya kemajuan atau mundurnya suatu pertumbuhan ekonomi
pada suatu wilayah dengan berbagai kebijakan ekonominya.
Pemahaman seperti diatas menunjukkan pertumbuhan ekonomi wilayah
merupakan kemampuan atau kapasitas dari suatu perekonomian wilayah untuk
menghasilkan barang dan jasa yang menjadi tujuan utama dalam pembangunan
ekonomi wilayah tersebut. Untuk itu berbagai teori tentang pertumbuhan
ekonomi akan dibahas pada sub-sub bab berikutnya.
2.1.8.1. Teori Harrod – Domar (H – D)
Dalam teori Harrod-Domar (H-D) berusaha untuk memadukan
pandangan kaum Klasik yang dinilai terlalu menekankan pada sisi penawaran
(supply side) dan pandangan Keynesian lebih menekankan pada sisi permintaan
(demand side).
Harrod-Domar (kaum Klasik) dalam kaitan dengan pandangannya diatas
mengatakan bahwa faktor investasi memainkan peran ganda (dual role) yakni
disatu sisi, investasi akan meningkatkan kemampuan produktif (productive
capacity) dan perekonomian Keynesian di sisi lainnya menyatakan investasi
akan meningkatkan permintaan (demand creating) didalam perekonomian
(Romer, 2001).
Pandangan Harrod – Domar menyatakan bahwa, tabungan dan investasi merupakan faktor penentu atau kekuatan sentral (saving and invesment is forces
behind economic growth) terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Seandainya tabungan (S) adalah bagian dari jumlah tertentu atau s dari
pendapatan nasional (Y). Dengan demikian dapat ditulis hubungan tersebut
dalam bentuk persamaan sederhana sebagai berikut:
S = sY...(1)
Selanjutnya investasi (I) didefenisikan sebagai perubahan dari stok modal
(K) yang dapat diawali oleh ΔK, dengan demikian dapat kita tulis persamaan
kedua yang sederhana sebagai berikut:
I = ΔK...(2)
Persamaan di atas seperti jumlah stok modal K mempunyai hubungan
langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output Y seperti yang
diperlihatkan oleh rasio modal – output k maka persamaan ketiga adalah sebagai berikut:
K/Y = k atau ΔK/ΔY = k
ΔK = kΔY...(3)
Akhirnya hubungan jumlah dari keseluruhan tabungan nasional (S) harus
sama dengan keseluruhan investasi (I). Dengan demikian akan diperoleh
persamaan keempat sebagai berikut:
S = I...(4)
Bila dilihat dari persamaan (1) di atas diketahui bahwa S = sY,
persamaan (2), I = ΔK dan persamaan (3), ΔK = kΔY, dimana kita ketahui bahwa persamaan dari I = ΔK = kΔY maka dengan demikian”identitas ”tabungan
yang merupakan persamaan modal seperti yang terlihat pada persamaan (4),
S = sY = kΔY = Δk = I...(5) Bila diringkas maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
SY = kΔY...(6)
Selanjutnya bila kedua sisi persamaan (6) dibagi dengan Y kemudian
dengan k, maka dapat diperoleh persamaan sebagai berikut:
ΔY/Y = s/k...(7) dimana :
(ΔY/Y) = Pertumbuhan ekonomi S = Tingkat tabungan nasional
K = ICOR (incremental capital output rasio, ΔK/ΔY atau I/ΔY) Y = Output nasional atau GNP,
K = Stok kapital, I = Investasi
Dari persamaan-persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi (ΔY/Y) ditentukan bersama-sama oleh rasio tabungan nasional (s) dan rasio modal output nasional (k), dimana secara ekonomi hal ini mengandung
makna bahwa, suatu perekonomian dapat bertumbuh bila perekonomian harus
disertai dengan tabungan investasi yang proposional dari GNP-nya.
Perkins et al. (2001), dikatakan bila semakin banyak yang menabung dan
melakukan investasi maka semakin cepat / pesat pertumbuhan ekonomi suatu
negara. Dengan demikian hal tersebut dapat diperlihatkan pada
persamaan-persamaan seperti di atas.
Bagi wilayah-wilayah terbelakang (periphery), teori Harrod-Domar perlu
menjadi acuan. Mengapa perlu menjadi acuan, karena biasanya wilayah
wilayah yang bersangkutan sangat sulit. Pada kondisi yang demikian biasanya
barang modal sangat langka sehingga sulit untuk melakukan konversi antara
barang modal dengan tenaga kerja. Kondisi wilayah seperti itu, bagi sektor yang
hasil produksinya tidak layak atau kurang menguntungkan untuk diekspor
(karena biaya angkut tinggi atau produk tidak tahan lama) maka peningkatan
produksi mengakibatkan produk tidak terserap di pasar lokal dan mengakibatkan
tingkat harga turun drastis sehingga merugikan produsen. Dengan demikian setiap
wilayah periphery harus dapat mengatur atau meningkatkan pertumbuhan
berbagai sektor secara seimbang karena pertambahan produksi di satu sektor
harus dapat diserap oleh sektor lainnya yang tumbuh secara seimbang.
2.1.8.2. Teori Pertumbuhan Solow
Hossain dan Chowdhury (2001), selain teori Harrod – Domar (HD), teori pertumbuhan Solow merupakan salah satu teori ekonomi yang membahas
tentang pertumbuhan ekonomi Neoklasik (Neoclasical Growth Theory) banyak
yang menyebutnya dengan Teori Pertumbuhan Solow (Solow Growth Theory).
Bila teori pertumbuhan model Harrod – Domar lebih mengutamakan pada faktor tabungan dan investasi maka dalam teori pertumbuhan model Solow lebih
banyak menekankan modelnya pada faktor kapital serta pentingnya faktor-faktor
lain seperti tenaga kerja dan pengaruh teknologi.
Model pertumbuhan Solow merupakan salah satu model yang sering
digunakan oleh para ekonom untuk analisisnya. Hal ini dikarenakan teori Solow
merupakan model pertumbuhan yang secara mendasar cukup berbeda dengan
teori-teori pertumbuhan terdahulunya dan lebih mudah untuk dipahami untuk
Asumsi-asumsi dalam model Solow lebih memusatkan perhatiannya
pada beberapa variabel. Ada empat variabel yang menjadi perhatiannya antara
lain. Satu). Variabel Output (Y), dua). Variabel Modal (K), tiga). Variabel tenaga
kerja (L) dan empat). Variabel Pengatahuan atau “efektivitas tenaga kerja” (A). Dimana model pertumbuhan Solow mengatakan bahwa pada waktu kondisi
tertentu suatu perekonomian harus memiliki sejumlah modal (K), tenaga kerja
(L), dan ilmu pengatahuan (A) dimana kombinasi dari faktor-faktor tersebut
akan mengahasilkan output (Y).
Fungsi produksi model pertumbuhan Solow akan berbentuk sebagai
berikut:
Y(t) = F (K(t), A(t)L(t)....(1)
dimana:
(t) = waktu.
Beberapa pandangan (fetures) dari fungsi produksi ini yang perlu
menjadi perhatian adalah: Pertama). Waktu (t) tidak masuk dalam fungsi
produksi secara langsung tetapi hanya melalui K, L dan A, dimana output (Y)
akan berubah terhadap waktu bila input produksinya berubah. Output yang
berubah atau diperoleh dari jumlah modal dan tenaga kerja tertentu akan
meningkat terhadap waktu dengan kemajuan teknologi bila adanya kemajuan
atau peningkatan dibidang pengatahuan. Kedua). Tenaga kerja (L) dan ilmu
pengatahuan (A). AL menunjukkan tenaga kerja yang efektif dan perkembangan
teknologi yang dikenal dengan labour augmenting atau Harrod-neutral. Asumsi
utama dari model pertumbuhan Solow adalah, difokuskannya pada fungsi
produksi dan perubahan ketiga input produksi (Capital, Labour dan Knowledge)
Asumsi penting yang terkait model Solow dengan fungsi produksi
adalah, constan return to scale yang dapat dijelaskan kedalam dua input modal
(capital) dan tenaga kerja efektif (effective labour). Dengan menggandakan
jumlah modal (C) dan tenaga kerja efektif (L), maka diharapkan akan
menggandakan jumlah produksinya. Secara umum dengan mengalikan kedua
penjelas dengan constanta c non negatif akan menyebabkan output berubah
dengan faktor yang sama, seperti persamaan berikut ini.
F(cK, cAL) = cF(K, AL) untuk semua c ≥ 0 ...(2)
Pada teori pertumbuhan baru (new growth theory), salah satu hal yang
paling ditekan adalah pentingnya peran pemerintah. Menurut model ini kebijakan
pemerintah sangat berpengaruh terutama dalam penyediaan atau meningkatkan
infrastruktur, membangun serta meningkatkan modal manusia (human capital)
dan mendorong faktor penelitian dan pengembangan (research and development).
Faktor-faktor tersebut sangat penting perannya dalam meningkatkan
produktivitas masyarakat suatu wilayah, karena pertumbuhan produktivitas dari
masyarakat pada gilirannya akan menjadi motor penggerak (prime mover/engine
of growth) terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut
Model Solow secara mendasar tidak mengidentifikasikan apa yang
dimaksudkan dengan efektivitas kerja. Model ini hanya mengatakan bahwa selain
faktor tenaga kerja dan faktor modal yang mempengaruhi pertumbuhan maka
faktor efektivitas turut berperan dalam proses tersebut, hal ini berkaitan dengan
pengatahuan yang abstrak. Dengan demikian faktor pengatahuan merupakan sisi
manusia wilayah kepulauan bila ingin mempercepat proses pembangunan selain
potensi sumberdaya manusia yang murah dan sumberdaya alam yang melimpah.
Schumpeter (1961), menyatakan pertumbuhan ekonomi wilayah sering
diartikan sebagai perkembangan ekonomi atau kemajuan ekonomi., dimana
perkembangan ekonomi adalah suatu perubahan yang spontan dan terputus-putus.
Sementara pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara
perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan jumlah
penduduk. Lebih lanjut Schumpeter mengatakan kemajuan ekonomi suatu
wilayah sangat dipengaruhi atau ditentukan oleh jiwa usaha (enterpreneurship)
masyarakat.
Wijaya (2003), mengatakan pertumbuhan ekonomi biasanya tidak
menjelaskan secara jelas tentang distribusi pendapatan. Menurutnya dapat saja
suatu wilayah mempunyai pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi ternyata dibarengi
dengan semakin timpangnya distribusi pendapatan. Dengan demikian walaupun
konsep pertumbuhan ekonomi masih mendapat kritik dari berbagai pihak, konsep
ini secara umum masih digunakan.