• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Prasarana Persampahan 3R

PENDAPATAN USAHA

B. Pembangunan Prasarana Persampahan 3R

Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pengolahan sampah terpadu 3R Lokasi:

• Kawasan permukiman di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan berbasis masyarakat;

• Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.

Lingkup Kegiatan:

- Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat (sebagai pengelola), penyusunan rencana kegiatan;

- Pembangunan hanggar, pengadaan alat pengumpul sampah, alat komposting;

- Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R dapat difungsikan sebagai pusat pengolahan sampah tingkat kawasan, daur ulang atau penanganan sampah lainnya dari kawasan yang bersangkutan;

- TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan KSM dan pemberdayaan masyarakat;

- Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM TPS 3R;

- Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

- Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

- Kriteria Kesiapan:

- Sudah memiliki RPI2-JM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

KABUPATEN KARANGASEM 2014-2018 VI-290

- Penanganan secara komunal yang melayani sebagian/seluruh sumber sampah yang ada di dalam kawasan;

- Mendorong peningkatan upaya minimalisasi sampah untuk mengurangi beban sampah yang akan diangkut ke TPA;

- Pengoperasian dan pemilahan sistem ini dibiayai dan dilaksanakan oleh kelompok masyarakat di kawasan itu sendiri;

- Pemerintah Kabupaten/Kota akan melakukan penyuluhan kepada masyarakat.

Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Pengelolaan Persampahan Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Pengelolaan Persampahan dipaparkan pada gambar 5.6 berikut.

Gambar 6.25. Sistem Pengelolaan Sampah

Dalam pembangunan infrastruktur TPA, pemerintah pusat mempunyai peran membangun TPA Regional dan pengadaan alat berat yang diperlukan, revitalisasi TPA menjadi semi sanitary/control landfill; pilot pembangunan TPA kota dengan sistem semi sanitary/control landfill dan pilot pembangunan STA antara. Dalam pembangunan TPST 3R pemerintah

KABUPATEN KARANGASEM 2014-2018 VI-291 pusat melakukan Pilot pembangunan TPS 3R serta penyediaan tenaga fasilitator pada waktu persiapan pelaksanaan dan program pelatihan. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai peran dalam penyiapan lahan, biaya operasi dan pemeliharaan, penyiapan transportasi dari sumber ke TPA, serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi.

6.4.3. Drainase

6.4.3.1. Arah Kebijakan dan Lingkup Kegiatan A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Drainase

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan Drainase, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah berdasarkan UU No.17 tahun 2007. Untuk sektor drainase, cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Mengatur Pembagian wewenang dan tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kab./Kota dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumber daya air

3. Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014

Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam RPJMN tahun 2010-2014 khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan sebesar 22.500 ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.

KABUPATEN KARANGASEM 2014-2018 VI-292 B. Ruang Lingkup Pengelolaan Drainase

Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia dan pembangunan tempat tinggal penduduk yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) seperti di daerah-daerah yang seharusnya jadi resapan/tempat parkir air (Retarding Pond) dan daerah-daerah bantaran sungai mengakibatkan peningkatan volume air yang masuk ke saluran drainase dan sungai sehingga terlampauinya kapasitas penyediaan prasarana dan sarana drainase perkotaan dan daya tamping sungai. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah terjadinya banjir atau genangan yang semakin meningkat.

Drainase yang dimaksud disini adalah drainase perkotaan yang didefinisikan sebagai drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air permukaan sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat. Dalam upaya pengelolaan sistem drainase di banyak kota di Indonesia pada umumny masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu kepada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation investigasi), Design (perencanaan),Operation (Operasi) danMaintanance (Pemeliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat. Peningkatan pemahaman mengenai sistem drainase kepada pihak yang terlibat baik pelaksana maupun masyarakat perlu dilakukan secara berkesinambungan.

6.4.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan A. Isu Strategis Pengembangan Drainase

Isu-isu strategis dalam pengelolaan Sistem Drainase Perkotaan di Indonesia antara lain: 1. Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase

Belum ada ketegasan fungsi saluran drainase, untuk mengalirkan kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan, apakah juga berfungsi sebagai saluran air limbah permukiman (“grey water”). Sedangkan fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan air limbah, yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara potensial oleh pengelola sampah dan masyarakat.

KABUPATEN KARANGASEM 2014-2018 VI-293 2. Pengendalian debit puncak

Untuk daerah-daerah yang relatif sangat padat bangunan sehingga mengurangi luasan air untuk meresap, perlu dibuatkan aturan untuk menyiapkan penampungan air sementara untuk menghindari aliran puncak. Penampungan-penampungan tersebut dapat dilakukan dengan membuat sumur-sumur resapan, kolam-kolam retensi di atap- atap gedung, didasar-dasar bangunan, waduk, lapangan, yang selanjutnya di atas untuk dialirkan secara bertahap.

3. Kelengkapan perangkat peraturan

Aspek hukum yang harus dipertimbangkan dalam rencana penanganan drainase permukiman di daerah adalah:

• Peraturan Daerah mengenai ketertiban umum perlu disiapkan seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besar-besaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan lahan basah dan penggunaan daerah resapan air (wet land), termasuk sanksi yang diterapkan.

• Peraturan koordinasi dengan utilitas kota lainnya seperti jalur, kedalaman, posisinya, agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing.

• Kejelasan keterlibatan masyarakat dan swasta, sehingga masyarakat dan swasta dapat mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenangnya.

• Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang dibutuhkan dalam penanganan drainase harus di rumuskan dalam peraturan daerah.

4. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta

Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan saluran drainase terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke dalam saluran drainase, kurang peduli dalam perawatan saluran, maupun penutupan saluran drainase dan pengalihan fungsi saluran drainase sebagai bangunan, kolam ikan dll.

5. Kemampuan Pembiayaan

Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan drainase baik dari segi pembangunan maupun biaya operasi dan pemeliharaan. Permasalahan pendanaan secara keseluruhan berdampak pada buruknya kualitas pengelolaan drainase perkotaan.

KABUPATEN KARANGASEM 2014-2018 VI-294 6. Penanganan Drainase Belum Terpadu

Pembangunan sistem drainase utama dan lokal yang belum terpadu, terutama masalah peil banjir, disain kala ulang, akibat banjir terbatasnya masterplan drainase sehingga pengembang tidak punya acuan untuk sistem lokal yang berakibat pengelolaan sifatnya hanya pertial di wilayah yang dikembangkannya saja.

Sedangkan Isu-isu Strategis dalam pengembangan Drainase di Kabupaten Karangasem adalah :

1. Belum adanya Masterplan Drainase di Kabupaten karangasem 2. Belum adanya peraturan tentang pengelolaan drainase

3. Minimnya pendanaan untuk penanganan drainase 4. Berkurangnya daerah resapan

5. Terbatasnya Dimensi penampang saluran 6. Rusaknya saluran drainase

7. Kurangnya pemeliharaan saluran drainase 8. Saluran berfungsi ganda

9. Belum terpolanya saluran drainase pada tingkat sekunder 10.Tingginya erosi / sedimentasi

11.Belum optimalnya penanganan sampah 12.Kurangnya kesadaran masyarakat

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase

Dokumen terkait