• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT

D. Pembebanan dan Pendaftaran Jaminan Fidusia

Ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) UUJF menetapkan, ”Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia.”

Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk ditentukan oleh undang- undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk ditempati dimana akta dibuatnya (pasal 1868 KUH Perdata).

R. Supomo memberikan pengertian akta otentik sebagai berikut, “ Akta otentik adalah surat yang dibuat oleh atau dimuka seorang pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat surat itu, dengan maksud untuk menjadikan

surat tersebut sebagai alat bukti.”39 Sedangkan akta dibawah tangan adalah surat yang ditandatangani dan dimuat dengan maksud untuk dijadikan bukti dari perbuatan hukum.40

Ketentuan pasal 1870 KUH Perdata menyatakan bahwa akta notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya diantara para pihak beserta para ahli warisnya, atau para pengganti haknya. Hal inilah yang menyebabkan UU Jaminan fidusia menetapkan perjanjian fidusia harus dibuat dengan akta notaris.41

Dari redaksi Pasal 5 ayat (1) UUJF kita tidak bisa menafsirkan bahwa ketentuan dalam pasal tersebut bersifat memaksa. Kalau memang menjadi maksud dari pembuat undang-undang untuk mewajibkan penuangan akta fidusia di dalam bentuk akta notariil, maka ia seharusnya menuangkan perumusan Pasal 5 ayat (1) UUJF dalam bentuk ketentuan yang bersifat memaksa, baik dengan mencantumkan kata “harus” atau “wajib” di depan kata-kata “dibuat dengan akta notaris”, maupun dengan menyebutkan akibat hukumnya kalau tidak dibuat dengan akta notaris.42

Namun demikian, Pasal 5 ayat (1) UUJF tersebut juga bisa kita tafsirkan, bahwa terhitung sejak berlakunya UUJF, untuk pelaksanaan hak-hak dari Pemberi dan Penerima Fidusia sebagai yang disebutkan dalam UUJF, harus dipenuhi syarat, bahwa Jaminan Fidusia itu harus dituangkan dalam bentuk akta notariil. Ini tidak

39

R. Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri (Jakarta: Pradyna Paramita, Jakarta), hlm. 76-77.

40

Ibid 41

Gunawan Widjaya & Ahmad Yani, Op.cit., hlm. 136. 42

sama dengan mengatakan, bahwa semua Jaminan Fidusia yang tidak dituangkan dalam bentuk akta notariil, yang dibuat sesudah berlakunya UUJF tidak berlaku, sebab bisa saja terhadap Jaminan Fidusia seperti itu berlaku ketentuan-ketentuan tidak tertulis dan yurisprudensi yang selama ini berlaku. Ketentuan dalam Pasal 37 sub 3 UUJF juga mengatakan bahwa dalam jangka waktu 60 hari, Jaminan Fidusia yang lama tidak disesuaikan dengan UUJF, maka jaminan itu “bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Dengan demikian, akta notaris di sini merupakan syarat materiil berlakunya ketentuan- ketentuan UUJF atas perjanjian penjaminan Fidusia yang ditutup para pihak. Di samping itu, sudah tentu juga sebagai alat bukti.43

Akta notaris merupakan akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang paling sempurna, karenanya pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dituangkan dalam akta notaris yang merupakan Akta Jaminan Fidusia (AJF). Dalam Pasal 1870 KUH Perdata dinyatakan, bahwa suatu akta autentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya di antara para pihak beserta para ahli warisnya ataupun orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka selaku penggantinya. Atas dasar itulah, UUJF “mengharuskan” atau “mewajibkan” pembebanan benda yang dijamin dengan Jaminan Fidusia dilakukan dengan akta notaris. 44 43 Ibid, hlm. 201. 44

Selain itu mengingat objek Jaminan Fidusia pada umumnya adalah barang bergerak yang tidak terdaftar, sudah sewajarnya bentuk akta autentiklah yang dianggap paling dapat menjamin kepastian hukum berkenaan dengan objek Jaminan Fidusia.45

Dalam praktik bentuk perjanjian fidusia disyaratkan tertulis, namun tidak perlu dilakukan adanya penyerahan nyata. Selama ini bentuk perjanjian fidusia adalah bebas. Akan tetapi menurut kebiasaan perjanjian fidusia lazim dibuat secara tertulis yang dituangkan dalam akta fidusia, baik dengan akta di bawah tangan maupun akta autentik, terserah kepada penentuan dari para pihak. Di Belanda dalam praktik perbankan perjanjian fidusia lazim dirumuskan dalam model-model tertentu. Demikian pula di Indonesia, perjanjian fidusia lazim dibuat oleh bank pemerintah maupun swasta dalam bentuk akta perjanjian bank (akta perjanjian fidusia) dan dirumuskan dalam formulir-formulir tertentu.46

Stein dalam tulisannya Zekerheidsrechten, Zekerheidsoverdracht, Panden

Borgtrocht menunjukkan manfaatnya perjanjian fidusia secara tertulis tersebut dalam

hal-hal sebagai berikut:47

1. Pemegang fidusia demi kepentingannya akan menuntut cara yang paling

gampang untuk dapat membuktikan adanya penyerahan tersebut terhadap debitur. Hal demikian penting untuk menjaga kemungkinan debitur meninggal sebelum kreditur dapat melaksanakan haknya. Tanpa adanya akta akan sulit baginya untuk membuktikan hak-haknya terhadap ahli waris dari debitur;

45

Fred B.G Tumbuan, Op.cit., hlm. 23.

46

Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Op.cit., hlm. 40.

47

Prof. Mr. P.A. Stein, Zekerheidsrechten, zekerheidsoverdracht, pand en borgtrocht,

2. Dengan adanya akta akan dapat dicantumkan janji-janji khusus antara debitur dan kreditur, yang mengatur hubungan hukum mereka. Perjanjian secara lisan tidak akan dapat menentukan secara teliti jika menghadapi keadaan yang sulit yang kemungkinan timbul;

3. Perjanjian yang tertulis dari fidusia sangat bermanfaat bagi kreditur, jika ia akan mempertahankan haknya terhadap pihak ketiga.

Ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) UUJF menetapkan, “Terhadap pembuatan

Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya

yang besarnya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."

Sesuai dengan amanat dari Pasal 5 ayat (2) UUJF, maka dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, yang besarnya biaya pembuatan Akta Jaminan Fidusia ditentukan berdasarkan kategori, yang disesuaikan dengan nilai penjaminannya, sebagai berikut :

Tabel 2.1 Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia

No. Nilai Penjaminan Besar Biaya

1. <Rp 50.000.000,00 Paling banyak Rp 50.000,00 2. >Rp 50.000.000,00 s.d Rp 100.000.000,00 Rp 100.000,00 3. >Rp 100.000.000. 00 s.d Rp 250.000.000,00 Rp 200.000,00 4. >Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 Rp 500.000,00 5. >Rp 500.000.000,00 s.d Rp 1.000.000.000,00 Rp 1.000.000,00 6. >Rp`1.000.000.000,00 s.d Rp 2.500.000.000,00 Rp 2.000.000,00 7. >Rp 2.500.000.000,00 s.d Rp`5.000.000.000,00 Rp 3.000.000,00 8. >Rp 5.000.000.000,00 s.d Rp 10.000.000.000,00 Rp 5.000.000,00 9. >Rp 10.000.000.000,00 Rp 7.500.000,00

Sumber. Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 Akta Jaminan Fidusia sekurang-kurangnya memuat : 1. Identitas Pihak Pemberi dan Penerima Fidusia

Dalam suatu akta autentik harus disebutkan atau dicantumkan secara jelas dan lengkap mengenai identitas para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili serta keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap. Ketentuan dalam Penjelasan atas Pasal 6 sub a UUJF menyatakan, “Yang dimaksud dengan “identitas” dalam Pasal ini adalah meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal, atau tempat kedudukan,

tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan.”

Jadi, identitas Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia meliputi :

1. Nama lengkap, yang meliputi nama kecil dan nama

keturunan/keluarga/marga

2. Agama

3. Tempat tinggal atau tempat kedudukan bagi badan hukum

4. Tempat dan tanggal lahir (usia)

5. Jenis kelamin

6. Status perkawinan

7. Pekerjaan

2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia

Sifat perjanjian penjaminan Fidusia adalah bersifat accesoir, yang memiliki perjanjian pokok yang menjadi dasar adanya hubungan hukum yang melandasi pembebanan dengan Jaminan Fidusia tersebut.

Berdasarkan Penjelasan atas Pasal 6 huruf b UUJF disebutkan bahwa, “Yang dimaksud dengan “data perjanjian pokok” adalah mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia.”

Perjanjian pokok disini antara lain dapat berupa Perjanjian Kredit, Perjanjian Pembiayaan Konsumen, dll.

3. Uraian benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;

Syarat mengenai “uraian benda jaminan” merupakan syarat yang logis, karena UUJF memang hendak memberikan kepastian hukum dan kepastian hukum hanya dapat diberikan bila data-datanya tersaji dengan

relatif pasti, relatif tertentu dan ini sesuai dengan asas specialitas yang dianutnya.48

Berdasarkan pada Penjelasan atas Pasal 6 huruf c UUJF

menyebutkan,”Uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan Benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya.”

Dalam hal benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portfolio perusahaan efek, maka dalam akta Jaminan Fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari Benda tersebut.

4. Nilai penjaminan;

Nilai jaminan menunjukkan berapa besar beban yang diletakkan atas benda jaminan. Syarat ini mempunyai kaitan dengan sifat hak jaminan sebagai hak mendahului atau hak preferen. Penyebutan nilai penjaminan tersebut diperlukan untuk menentukan sampai seberapa besar kreditur (penerima fidusia) “maksimal” preferen dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan benda Jaminan Fidusia. Karena fidusia bersifat accesoir, kata “maksimal” perlu diperhatikan, sehingga besarnya “tagihan” ditentukan oleh perikatan pokoknya. Besarnya beban jaminan ditentukan

48

berdasarkan besarnya beban yang dipasang nilai jaminan tetapi hak preferen dibatasi oleh besarnya sisa (utang) yang dijamin. 49

5. Nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia

Syarat penyebutan nilai benda jaminan merupakan syarat yang baru dalam hukum jaminan. Pada jaminan hipotek, hak tanggungan maupun gadai, tidak disyaratkan penyebutan objek jaminan. Kita bisa menduga bahwa mungkin penyebutan nilai benda jaminan sangat penting, sehingga disyaratkan pula dalam Akta Jaminan Fidusia harus dicantumkan mengenai nilai benda yang dijaminkan dengan Jaminan Fidusia tersebut.50

6. Nomor, Jam, Hari, dan Tanggal Akta Jaminan Fidusia

Berdasarkan Penjelasan atas Pasal 5 ayat (1) UUJF menyebutkan bahwa dalam Akta Jaminan Fidusia selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu (jam) pembuatan akta tersebut.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, suatu akta notaris harus memuat, selain judul akta, juga nomor akta, jam, hari, tanggal, bulan, tahun pembuatan, dan penandatanganan akta notariil serta nama lengkap dan tempat kedudukan notaris yang bersangkutan. Berhubung Akta Jaminan Fidusia merupakan

49

Ibid, hlm. 209-210.

50

akta notariil, dengan sendirinya juga harus memuat atau menyebutkan mengenai hal-hal di bawah ini yaitu:51

1. Judul Akta Jaminan Fidusia;

2. Nomor Akta Jaminan Fidusia;

3. Jam (waktu) pembuatan dan penandatanganan Akta Jaminan Fidusia;

4. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pembuatan dan penandatangan Akta

Jaminan Fidusia, dan;

5. Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris yang bersangkutan.

7. Janji-janji

Ketentuan dalam pasal 6 UUJF hanya mengatur hal-hal minimal yang wajib dimuat atau dicantumkan dalam Akta Jaminan Fidusia, sedangkan mengenai janji-janji yang dapat dicantumkan di dalam Akta Jaminan Fidusia tidak diatur. Ini berarti bahwa Pemberi Fidusia dan Peneriman Fidusia dapat mencantumkan hal-hal lain sesuai kesepakatan kedua belah pihak dan hal-hal tersebut tidak bertentangan dengan UUJF. Ketentuan ini sesuai dengan Asas Kebebasan Berkontrak yang dianut dalam Hukum Perjanjian. 52

UUJF juga menganut prinsip pendaftaran Jaminan Fidusia yang diatur dalam Pasal 11 yang berbunyi :

(1) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan:

(2) Dalam hal Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada diluar

wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.

51

Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 198.

52

Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia. Pendaftaran itu memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain itu, Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum.53

Adapun maksud dan tujuan dilakukan sistem pendaftaran Jaminan Fidusia adalah:54

1. Memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan

terutama terhadap kreditur lain mengenai benda yang telah dibebani dengan Jaminan Fidusia;

2. Melahirkan ikatan Jaminan Fidusia bagi kreditur (penerima fidusia);

3. Memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada kreditur (penerima

fidusia) terhadap kreditur lain, berhubung pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan;

4. Memenuhi asas publisitas

Pendaftaran Benda yang dibebani Jaminan Fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di wilayah Indonesia. Pendaftaran tersebut dilaksanakan di tempat kedudukan Pemberi Fidusia. Keberadaan Kantor Pendaftaran Fidusia ini berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan bukan institusi yang mandiri atas unit pelaksana teknis.

53

Tan Kamello, Op.cit., hlm.213.

54

Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia, yang memuat :

1. Identitas pihak Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia;

2. Tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan

notaris yang memuat akta Jaminan Fidusia; 3. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

4. Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;

5. Nilai penjaminan; dan

6. Nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.

Selanjutnya Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.

Dengan demikian pendaftaran Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia merupakan perbuatan konstitutif yang melahirkan Jaminan Fidusia. Penegasan lebih lanjut dapat kita lihat dalam ketentuan pasal 28 UU Jaminan Fidusia yang menyatakan apabila atas Benda yang sama menjadi objek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka kreditur yang lebih dahulu mendaftarkannya adalah sebagai Penerima Fidusia. Hal ini penting diperhatikan oleh kreditur yang menjadi pihak dalam perjanjian Jaminan Fidusia, karena hanya Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya yang boleh melakukan Pendaftaran Jaminan Fidusia. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.55

55

Sebagai kelanjutan dari pendaftaran Jaminan Fidusia, maka Kantor Pendaftaran Fidusia mengeluarkan Sertifikat Jaminan Fidusia sebagai bukti pendaftaran Jaminan Fidusia. Ketentuan mengenai Sertifikat Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 15 UUJF yang berbunyi:

(1) Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14

ayat (1) dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.

(2) Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(3) Apabila debitur cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk

menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasannya sendiri.

Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai ciri yang istimewa dengan adanya irah-irah “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Sertifikat ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang dipersamakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Artinya adalah bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia ini dapat langsung dieksekusi/dilaksanakan tanpa melalui proses persidangan dan pemeriksaan melalui pengadilan, dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.

Apabila debitur cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri. Ini merupakan salah satu ciri jaminan kebendaan yaitu adanya kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya yaitu apabila pihak Pemberi Fidusia cidera janj. Oleh karena itu, dalam

UUJF diatur secara khusus tentang eksekusi Jaminan Fidusia ini melalui pranata parate eksekusi.56

Adapun mengenai biaya pendaftaran Jaminan Fidusia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kehakiman. Besarnya biaya tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia

No. Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Satuan Tarif (Rp)

1. Biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia:

a. untuk nilai penjaminan sampai

dengan Rp 50 juta Rupiah

b. untuk nilai penjaminan di atas Rp 50 juta rupiah

per akta per akta

25.000,00 50.000,00

2. Biaya permohonan perubahan hal-hal

yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia

per

permohonan

10.000,00

3. Biaya permohonan penggantian Sertifikat

Jaminan Fidusia yang rusak atau hilang :

a. untuk nilai penjaminan sampai

dengan Rp 50 juta rupiah

b. untuk nilai penjaminan di atas Rp 50 juta rupiah

per akta per akta

25.000,00 50.000,00 Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2000

Dokumen terkait