• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran matematika, salah satunya adalah model pembelajaran

kooperatif. Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya (Suherman, 2003:260). Dalam pembelajaran kooperatif peserta didik belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 anak yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu (Trianto, 2007:41).

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran di mana peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan masalah dan kemudian secara bersama-sama membangun pemahaman yang diperoleh dari hasil diskusi kelompok. Model pembelajaran kooperatif tidak akan terwujud hanya dengan peserta didik duduk dalam kelompok-kelompok kecil kemudian bekerja secara individu atau hanya salah satu dari mereka yang mengerjakan tugas. Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas (Suherman, 2003:260).

Pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri tertentu dibandingkan dengan model lainnya. Ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

1) Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif menuntaskan materi untuk belajar.

2) Kelompok dibentuk dari peserta didik yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam.

4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu (Trianto, 2007:47).

Manfaat kelompok dibentuk dari peserta didik berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah adalah peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi dapat memberikan keuntungan bagi peserta didik yang berkemampuan sedang ataupun rendah. Untuk memperoleh hasil yang optimal dari pembelajaran kooperatif, keanggotaan sebaiknya heterogen, baik dari kemampuan maupun karakteristik lainnya (Suherman, 2003:261).

Model pembelajaran creative problem solving (CPS) merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Alex Osborn, pendiri The Creative Education Foundation (CEF) dan diperkenalkan pada tahun 1952. Model pembelajaran CPS merupakan suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan (Asikin, 2008:38). Pembelajaran CPS memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berlatih dan belajar mandiri

dan melibatkan partisipasi peserta didik secara optimal dalam proses pembelajaran (Suryosubroto, 2009:188).

Terdapat tiga prosedur dalam pembelajaran CPS menurut Osborn yaitu: (1) mencari fakta (fact finding), (2) mencari gagasan (idea finding), dan (3) mencari penyelesaian (solution finding) (Pepkin, 2000:62). Mencari fakta (fact finding), yaitu memahami masalah, termasuk mengumpulkan dan menganalisis data yang menyangkut masalah tesebut. Mencari gagasan (idea finding) yaitu mengumpulkan dan mengembangkan gagasan untuk menyelesaikan masalah. Mencari solusi (solution finding) adalah proses mengevaluasi yang berujung pada menemukan solusi akhir untuk masalah yang disajikan.

Melalui pembelajaran CPS, peserta didik tidak hanya menghafal tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir kreatif-kritisnya. Dalam pembelajaran CPS pendidik/guru berperan aktif sebagai fasilitator bertugas membantu memudahkan peserta didik belajar selain itu juga sebagai narasumber yang harus mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi perserta didiknya (Suryosubroto, 2009:197). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembelajaran CPS adalah sebagai berikut.

1) Klarifikasi masalah, meliputi pemberian penjelasan kepada peserta didik tentang masalah yang diajukan agar peserta didik dapat memahami penyelesaian seperti apa yang diharapkan.

2) Pengungkapan pendapat (brainstorming), pada tahap ini peserta didik dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah, tidak ada sanggahan dalam mengungkapkan ide atau gagasan satu sama lain.

3) Evaluasi dan pemilihan, pada tahap ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.

4) Implementasi, pada tahap ini peserta didik menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut (Pepkin, 2000:64).

Secara operasional langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran CPS adalah sebagai berikut.

1) Pembentukan kelompok beranggotakan 4-5 peserta didik dalam setiap kelompok.

2) Penjelasan prosedur pembelajaran (petunjuk kegiatan).

3) Pendidik memberikan situasi problematik dan menjelaskan prosedur solusi kreatif kepada peserta didik (memberikan pertanyaan, pertanyaan problematis dan tugas).

4) Pemecahan masalah melalui pengumpulan data dan verifikasi mengenai suatu peristiwa yang dilihat dan dialami (dilakukan dengan mengumpulkan data di lapangan).

5) Eksperimentasi alternatif pemecahan masalah dengan diperkenankan pada elemen baru ke dalam situasi yang berbeda ( diskusi dalam kelompok kecil). 6) Memformulasikan penjelasan dan menganalisis proses solusi kreatif (dilakukan

dengan diskusi kelas yang didampingi oleh pendidik) (Suryosubroto, 2009:200). Beberapa indikator keberhasilan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran CPS menurut Pepkin adalah sebagai berikut.

1) Peserta didik mampu menyatakan urutan langkah-langkah pemecahan masalah. Maksudnya adalah peserta didik dapat membuat langkah-langkah proses pemecahan masalah dengan memperkirakan keadaan konteks soal.

2) Peserta didik mampu menemukan kemungkinan-kemungkinan strategi pemecahan masalah. Maksudnya adalah peserta didik dapat menentukan langkah-langkah pengerjaan melalui beberapa strategi pemecahan masalah. 3) Peserta didik mampu mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-

kemungkinan tersebut serta kaitannya dengan kriteria-kriteria yang ada. Artinya, setelah membuat beberapa kemungkinan-kemungkinan solusi maka peserta didik dapat menyeleksi strategi-strategi yang dianggap mudah dan efektif.

4) Peserta didik mampu memilih suatu pilihan solusi yang optimal. Artinya peserta didik dapat memilih dari kemungkinan pengerjaan solusi yang paling mudah dan efektif dalam pemecahan masalah.

5) Peserta didik mampu mengembangkan suatu rencana dalam mengimplementasikan strategi pemecahan masalah. Dari strategi yang didapatkan peserta didik mampu mengembangkannya menjadi suatu jawaban. 6) Peserta didik mampu mengartikulasikan bagaimana CPS dapat digunakan

dalam berbagai bidang dan situasi.

Sebagai suatu model pembelajaran, CPS memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran CPS sebagaimana disebutkan oleh Sanjaya diantaranya adalah:

pemecahan masalah; merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran; dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan; dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik; dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata; dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, disamping juga mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya; bisa memperlihatkan kepada peserta didik bahwa setiap mata pelajaran (termasuk matematika) pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh peserta didik; bukan sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja; dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik; bisa mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru; dapat memberikan kesempatan pada pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata; dan dapat mengembangkan terus minat untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir (Asikin, 2008:40). Sedangkan kekurangan model pembelajaran CPS diantaranya yaitu: (1) beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan model pembelajaran ini, karena tidak semua materi pelajaran mengandung masalah, (2) memerlukan alokasi

waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain, dan (3) memerlukan perencanaan pembelajaran yang teratur dan matang.

Dokumen terkait