• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI

2.3. Pembelajaran Matematika

Menurut Sugandi et al. (2007: 9), pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang merupakan stimuli dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan

adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang. Selain itu definisi lain dari pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antarpeserta didik (Suyitno, 2004: 2).

Menurut Suyitno (2004: 2) pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kerja guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada peserta didiknya, yang didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan tentang matematika yang sangat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antarpeserta didik dalam mempelajari matematika.

2.4

Model Pembelajaran CPS

Model pembelajaran CPS merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.

Peran guru dalam model pembelajaran CPS adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran

memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pembelajaran CPS terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri untuk kemudian secara kreatif menemukan penyelesaian dari permasalahan tersebut.

(a) Ciri-ciri Model Pembelajaran CPS

Ada lima ciri pembelajaran CPS sebagai berikut.

(a) Pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah

Pemberian masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

(b) Masalah memiliki konteks dengan dunia nyata

Meskipun pembelajaran CPS mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran dan juga memiliki kaitan dengan kehidupan sehari-hari.

(c) Siswa secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan meng-identifikasi kesenjanganpengetahuan mereka.

Pembelajaran CPS mengharuskan siswa melakukan kerjasama secara kelompok dalam merumuskan masalah dan mengidentifikasi penyelesaian dari masalah tersebut. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

(d) Mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah dan melaporkan solusi dari masalah.

Pembelajaran CPS menuntut siswa untuk mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah dan melaporkan solusi dari masalah tersebut. Menghasilkan produk tertentu dalam karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer.

(e) Kolaborasi

Pembelajaran CPS dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog untuk mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan berfikir (Trianto, 2007: 69-70).

Pembelajaran CPS dicirikan oleh siswa bekerja satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. (b) Tujuan Pembelajaran CPS

Pembelajaran CPS dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembejaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. (c) Tahapan Pembelajaran CPS

Model pembelajaran CPS memiliki 4 tahapan utama yaitu sebagai berikut.

(1) Klarifikasi Masalah

Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada peserta didik tentang masalah yang diajukan, agar peserta didik dapat memahami tentang penyelesaian yang diharapkan.

(2) Pengungkapan Gagasan (Brainstorming)

Peserta didik dibebaskan untuk mengungkapkan gagasan tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.

(3) Evaluasi dan Seleksi

Setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi yang cocok untuk menyelesaikan masalah.

(4) Implementasi

Peserta didik menetukan strategi yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut (Muslich M, 2007: 221).

(d) Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran CPS

Setiap model maupun metode pembelajaran tentu mempunyai kelebihan maupun kekurangan. Begitu juga model pembelajaran CPS.

Adapun kelebihan model pembelajaran CPS diantaranya yaitu: 1) Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan. 2) Berpikir dan bertindak kreatif.

3) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis. 4) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan. 5) Menafsirkan dan mengevaluasihasil pengamatan.

6) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir peserta didik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat. Sedangkan kekurangan model pembelajaran CPS diantaranya yaitu:

1) Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan model pembelajaran ini, karena tidak semua materi pelajaran mengandung masalah.

2) Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain.

3) Memerlukan perencanaan pembelajaran yang yang teratur dan matang. Model pembelajaran ini tidak efektif jika terdapat beberapa peserta didik yang cenderung pasif ((Muslich M, 2007: 224).

2.5

Kemampuan Berpikir Kritis

Ada dua hal tanda utama berpikir kritis. Pertama adalah bahwa berpikir kritis adalah berpikir layak yang memandu ke arah berpikir deduksi dan pengambilan keputusan yang benar dan didukung oleh bukti-bukti yang benar. Kedua adalah bahwa berpikir kritis adalah berpikir reflektif yang menunjukkan kesadaran yang utuh dari langkah-langkah berpikir yang menjurus kepada deduksi-deduksi dan pengambilan keputusan-keputusan.

Menurut Mayers (Syukur, 2004: 25) pengembangan kemampuan berpikir kritis harus didukung oleh lingkungan kelas yang mendorong munculnya diskusi tanya jawab, penyelidikan dan pertimbangan. Lingkungan kelas yang demikian dapat dibuat melalui pengaturan waktu yang memungkinkan lebih banyak diskusi dan melalui pembuatan tugas-tugas yang efektif dan jelas.

Sedangkan menurut Ennis (1996: 4) memberikan definisi, berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Reflektif artinya mempertimbangkan atau memikirkan kembali segala sesuatu yang dihadapinya sebelum mengambil keputusan. Beralasan artinya memiliki

keyakinan dan pandangan yang didukung oleh bukti yang tepat, aktual, cukup, dan relevan.

Ennis (1996:171) menjelaskan bahwa seseorang yang sedang berpikir kritis memiliki kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut :

a. Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan, b. Mencari alasan,

c. Berusaha mengetahui informasi dengan baik,

d. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya, e. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan,

f. Berusaha tetap relevan dengan ide utama, g. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar, h. Mencari alternatif,

i. Bersikap dan berpikir terbuka,

j. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu,

k. Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan,

l. Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah, dan

m. Peka terhadap tingkat keilmuan dan keahlian orang lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, kemampuan berpikir kritis bukan berarti mengumpulkan informasi saja, akan tetapi terkadang seseorang yang mempunyai daya ingat yang baik dan mengetahui banyak akan informasi belum tentu baik dalam berpikir kritis. Hal ini dikarenakan seorang pemikir

kritis seharusnya mempunyai kemampuan dalam membuat atau menarik kesimpulan dari segala informasi yang ia ketahui, ia pun dapat mengetahui bagaimana menggunakan informasi yang ia punya untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, dan mencari sumber informasi yang relevan untuk membantunya menyelesaikan sebuah permasalahan.

Menurut Ennis (2000: 97) tahap-tahap berpikir kritis yaitu dirinci sebagai berikut.

1) Klarifikasi Dasar (Elementary Clarification)

Klarifikasi dasar terbagi menjadi tiga indikator yaitu (1) mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan, (2) menganalisis argumen, dan (3) bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan atau pertanyaan yang menantang.

2) Memberikan Alasan untuk Suatu Keputusan (The Basis for The Decision)

Tahap ini terbagi menjadi dua indikator yaitu (1) mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber dan (2) mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.

3) Menyimpulkan (Inference)

Tahap menyimpulkan terdiri dari tiga indikator (1) membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, (2) membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, dan (3) membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan.

4) Klarifikasi Lebih Lanjut (Advanced Clarification)

Tahap ini terbagi menjadi dua indikator yaitu (1) mengidentifikasikan istilah dan mempertimbangkan definisi dan (2) mengacu pada asumsi yang tidak dinyatakan.

5) Dugaan dan Keterpaduan (Supposition and Integration)

Tahap ini terbagi menjadi dua indikator (1) mempertimbangkan dan memikirkan secara logis premis, alasan, asumsi, posisi, dan usulan lain yang tidak disetujui oleh mereka atau yang membuat mereka merasa ragu-ragu tanpa membuat ketidaksepakatan atau keraguan itu mengganggu pikiran mereka, dan (2) menggabungkan kemampuan-kemampuan lain dan disposisi-disposisi dalam membuat dan mempertahankan sebuah keputusan.

2.6 Media Pembelajaran

Media berasal dari bahas Latin medius yang secaraa harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar Gerlach & Elly dalam Arsyad (2004:3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, foto grafis, atau elektronis untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Salah satu ciri media pembelajaran adalah bahwa media mengandung dan membawa pesan atau informasi kepada penerima yaitu siswa. Pesan dan informasi yang dibawa oleh media bisa berupa pesan yang sederhana dan bisa pula pesan yang amat kompleks. Akan tetapi, yang terpenting adalah media itu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan belajar dan kemampuan siswa, serta siswa dapat aktif berpartisipasi dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, perlu dirancang dan dikembangkan lingkungan pengajaran yang interaktif yang dapat menjawab dan memenuhi kebutuhan belajar perseorangan dengan menyiapkan kegiatan pengajaran dengan menyiapkan kegiatan pengajaran dengan medianya yang efektif guna menjamin terjadinya pembelajaran (Arsyad, 2004: 81).

Pembelajaran media menurut Kemp dan Dayton dalam Arsyad (2004:19) dilihat dari jenisnya yaitu sebagai berikut:

(a) Media auditif

Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja seperti radio, casette recorder atau piringan hitam.

(b) Media visual

Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan seperti film strip, flashcard, slides, foto, gambar atau lukisan, kartu soal.

(c) Media audiovisual

Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar.

Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam usaha memilih media pengajaran yang tepat, yakni sebagai berikut.

(a) Dengan cara memilih media yang telah tersedia di pasaran yang dapat dibeli guru dan langsung dapat digunakan dalam proses pengajaran. Pendekatan itu sudah tentu membutuhkan banyak biaya untuk membelinya, lagi pula belum tentu media itu cocok buat penyampaian bahan pelajaran dan dengan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa.

(b) Memilih berdasarkan kebutuhan nyata yang telah direncanakan, khususnya yang berkenaan dengan tujuan yang telah dirumuskan secara khusus dan bahan pelajaran yang hendak disampaikan (Hamalik, 2008:202-203).

Penggunaan media dalam pembelajaran terkadang sukar dilaksanakan, disebabkan dana yang terbatas untuk membelinya. Menyadari akan hal itu, sebaiknya membeli berdasarkan kebutuhan adalah langkah yang paling tepat atau dapat juga dengan membuat media pembelajaran yang sederhana sendiri untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.

(a) Komputer Sebagai Media Pembelajaran

Menurut Assotiation of Education Communication Technology (Arsyad, 2004: 75), media berarti segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Menurut Djamarah (2006: 136) mengatakan bahwa media adalah alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guru untuk mencapai tujuan pengajaran.

Hamalik dalam Arsyad (2004: 15), mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Media pembelajaran menurut Kemp dan Dayton dalam Arsyad (2004: 19) dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu:

(1) Memotivasi minat atau tindakan, (2) Menyajikan informasi,

(3) Memberi instruksi.

Media berfungsi untuk memotivasi minat atau tindakan dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan sekelompok siswa. Isi dan bentuk penyajian bersifat umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan atau pengetahuan latar belakang. Media berfungsi untuk tujuan instruksi dimana informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau moral dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi.

Menurut Arsyad (2004: 26) media pembelajaran memiliki beberapa manfaat dalam proses belajar mengajar, diantaranya sebagai berikut:

(1) Memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.

(2) Meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar.

(3) Mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.

(4) Memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Salah satu teknologi yang sering dimanfaatkan adalah komputer. Komputer digunakan untuk menyajikan isi pelajaran. Informasi atau pesan berupa suatu konsep disajikan di layar komputer dengan teks, gambar, atau grafik. Pada saat yang tepat siswa diperrkirakan telah membaca, mengimterprestasi, dan menyerap konsep itu, suatu pertanyaan atau soal disajikan (Arsyad, 2004: 158). (b) CD Pembelajaran

Penggunaan CD (Compact Disk) pembelajaran di dalam penelitian ini sebagai sarana penyimpanan data suatu materi pembelajaran yang sudah dibuat animasi maupun simulasi materinya yang kemudian diajarkan kepada siswa menggunakan layar LCD sehingga dapat diulang-ulang dan efisiensi waktu. Di dalam Arsyad (2004: 162) program simulasi dengan bantuan komputer mencoba untuk menyamai proses dinamis yang terjadi di dunia nyata, misalnya siswa menggunakan komputer mencoba untuk mensimulasikan menerbangkan pesawat terbang dengan maksud memberikan pengalaman masala dunia nyata.

(c) Aplikasi Software Microsoft Power Point

Microsoft Power Point merupakan sebuah program yang didesain khusus membuat animasi dan bitmap yang sangat menarik untuk keperluan pembangunan situs web yang interaktif dan dinamis. Microsoft Power Point didesain dengan

kemampuan untuk membuat animasi 2 dimensi yang handal dan ringan sehingga

Microsoft Power Point banyak digunakan untuk membangun dan memberikan efek animasi pada website, CD pembelajaran dan yang lainnya. Selain itu aplikasi ini juga dapat digunakan untuk membuat animasi logo, movie, game, pembuatan navigasi pada situs web, tombol animasi, banner, menu interaktif, interaktif form isian, e-card, screen saver dan pembuatan aplikasi-aplikasi web lainnya.

Dokumen terkait