• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORITIK, PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

3. Pembelajaran Matematika pada Jenjang Pendidikan Dasar

3. Pembelajaran Matematika pada Jenjang Pendidikan Dasar

Pembelajaran matematika pada jenjang sekolah dasar, tentunya berbeda dengan pembelajaran matematika pada sekolah menengah pertama atau menengah

25

atas, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan diantara siswa tersebut, terutama pada kemampuan daya pikirnya.

a. Karakteristik Siswa SD/MI.

Siswa Sekolah Dasar pada umumnya berkisar antara umur 6 atau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Pada kisaran umur ini anak berada pada tahapan daya pikir pada hal-hal yang nyata, yang dapat dideria oleh panca indra mereka. Perkembangan kognitif siswa usia SD yang masih terikat dengan objek konkrit, tentunya berlawanan denga sifat dari pelajaran matematika yang bersifat abstrak, seperti yang diungkapkan oleh Soedjadi mengenai hakekat matematika yaitu: matematika memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan dan pola pikir yang deduktif.26

Piaget menggolongkan perkembangan kognitif anak SD (7 – 11 tahun), berada tingkat operasional konkrit. Anak telah dapat mengetahui symbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak, kecakapan kognitif anak meliputi: 1) kombinasivitas atau klasifikasi, 2) reversibilitas, 3) asosiativitas, 4) identitas, dan seriasi.27

Ketika siswa berada pada tahapan oprasi konkrit (7 – 12 tahun), mereka mulai membentuk gambar-gambar mental dari benda-benda dan memikirkan dalam istilah whole (keseluruhan) daripada hanya sekedar parts (bagian-bagian).28 Karena mereka mengubah bayangan mental di dalam otaknya, siswa mencapai keterbalikan. Dalam matematika misalnya, siswa mengenal hubungan antara penjumlahan sebagai operasi penggabungan dan pengurangan sebagai operasi pemisahan. Mereka menyaksikan bahwa satu operasi dibalik dengan apa yang dilakukan pada operasi lainnya. Piaget menyebut aktifitas mental seperti ini sebagai operasi. Menurut Piaget, anak mestinya menginternalisasikan operasi mental sebelum mereka dapat berpikir secara

26

Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 1.

27

Yatim Riyanto, Pardigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h. 124.

28

Turmudi, Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), H. 13

logis. Sementara anak-anak berada pada operasi konkrit, mereka mengembangkan konsep-konsep matematika seperti bilangan, panjang, luas, waktu, masa, dan volume.

Mengingat kemampuan kognitif siswa SD yang masih terikat pada obyek yang nyata, maka sebaiknya dalam pembelajaran matematika yang bersifat abstrak diperjelas dengan penggunaan alat bantu sebagai media praga untuk memudahkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Selain itu guru juga dituntut untuk lebih jeli dalam menggunakan pendekatan pembelajaran yang menarik bagi siswa dan sesuai dengan tuntutan dan karakter materi serta tujuan pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran tersebut mendapat hasil yang maksimal.

Pemahaman anak terhadap matematika perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk itulah maka diperlukan adanya pembelajaran melaui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau menginget fakta saja. Pepatah Cina mangatakan, “Saya mendengar maka saya lupa, saya melihat maka saya tahu, saya melakukan maka saya mengerti.”29

Memperhatikan uraian tentang karakteristik anak usia SD/MI di atas, perlu diperhatikan tentang kesiapan-kesiapan yang hendaknya dimiliki siswa, yaitu:30

Kesiapan isi, merujuk pada proses pengetahuan dan keterampilan. Contoh: seorang siswa yang membilang suatu objek secara tepat, dapat mendemonstrasikan situasi “take way” (mengambil, pengurangan) dengan menggunakan kubus-kubus, mengetahui semua atau hampir semua dari 100 pengurangan fakta dasar, dan memahami nilai tempat untuk bilangan antara 9 dan 99, maka siswa tersebut memiliki kesiapan isi yang tinggi untuk mempelajari algoritma pengurangan.

29

Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 2.

30

Kesiapan pedagogi, merujuk pada pemahaman siswa tentang material seperti benda-benda, gambar, representasi dari benda, symbol-simbol, kalkulator dan komputer yang mereka gunakan selama mereka belajar matematika. Misalkan gambar digunakan untuk menyatakan suatu tindakan yang ia lakukan di kelas.

Kesiapan kematangan, merujuk kepada mental siswa. Siswa sekolah dasar berubah dari tahapan pre-operasional ke tahap berpikir operasional konkrit. Siswa yang berada pada tahap operasional konkrit sejak di sekolah dasar perlu menggunakan benda-benda untuk memodelkan berpikir mereka.

Kesiapan efektif, merujuk pada sikap siswaterhadap matematika. Sikap akan mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar dan menggunakan matematika. Jika mereka berpikir dengan sukses, mereka memiliki peluang lebih sukses dan dapat diatur untuk berpikir dan bertindak dengan cara-cara yang positif.

Kesiapan kontekstual, merujuk pada kesadaran siswa tentang cara-cara matematika itu digunakan. Siswa dalam tingkat kesanggupan kontekstual yang tinggi menyadari akan pentingnya matematika dan sadar akan banyaknya aplikasi dalam dunia nyata.

b. Langkah Pembelajaran Matematika di SD/MI.

Tujuan pembelajaran matematika pada jenjang pendidiakan dasar yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, untuk menuju tahap keterampilan tersebut harus melaui langkah-langkah benar yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika, yaitu:31

1) Penanaman Konsep Dasar, yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajarai konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata “mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkrit, dengan

31

konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat praga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa.

2) Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam suatu pertemuan. Kedua pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.

3) Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan keterampilan juga terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dan pemahaman konsep dalam suatu pertemuan. Kedua, pembelajaran pembinaan keterampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan kelanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disamapaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.

c. Teori Pembelajaran Matematika. 1) Teori belajar Bruner

Menurut Bruner proses belajar terjadi melalui tiga tahapan, yaitu:32 a) Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (enactive)

Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya.

32

Karso, Pendidikan Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007),h. 1.12

b) Tahap Ikonik atau Tahap Gambar (iconic)

Pada tahap ini anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental.

c) Tahap Simbolik (symbolic)

Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk symbol dan bahasa.

Jika kita perhatikan dari ketiga tahapan belajar yang dikemukakan

Bruner diatas sangat membantu guru dalam melakukan pembelajaran matematika yang lebih efektif. Jelas bahwa untuk memudahkan pemahaman dan keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika harus dilakukan secara bertahap.

2) Teori Belajar Dienes

Dienes mengemukakan bahwa konsep-konsep matematika itu akan lebih berhasil jika dipelajari bila melalui tahapan tertentu. Menurut Dienes tahapan-tahapan tersebut adalah:33

a) Tahap 1. Bermain bebas (free ply)

Pada tahap awal ini anak-anak bermain bebas tanpa diarahkan dengan menggunakan benda-benda matematika konkrit.

b) Tahap 2. Permainan (games)

Pada tahap kedua ini anak mulai mengamati pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep.

c) Tahap 3. Penelahaan kesamaan sifat (searching for communities)

Pada tahap ini siswa mulai diarahkan pada kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.

d) Tahap 4. Representasi (representation)

Pada tahap ini para siswa mulai belajar membuat pernyataan atau representasi tentang sifat-sifat kesamaan untuk konsep matematika. e) Tahap 5. Simbolisasi (symbolization)

33

Pada tahap ini siswa perlu menciptakan simbol matematika atau rumusan verbal yang cocok untuk menyatakan konsep yang representasinya sudah diketahuinya pada tahap 4.

f) Tahap 6. Formalisasi (formalitation)

Pada tahap ini siswa belajar mengorganisasikan konsep-konsep membentuk secara formal, dan harus sampai pada pemahaman aksioma, sifat, aturan, dan dalil sehingga menjadi struktur dari sistem yang dibahas.

3) Teori Belajar Van Hiele

Menurut Van Hiele ada lima tahapan yang dilalui anak dalam belajar geometri, yaitu:34

a) Tahap 1. Pengenalan

Pada tahap ini anak mulai mengenal suatu bangun geometri secara keseluruhan, tetapi ia belum mampu mengetahui sifat-sifat dari bangun geometri yang dilihatnya itu.

b) Tahap 2. Analisisi bangun geometri yang dilihatnya.

Pada tahap analisis anak sudah mulai mengenal sifat-sifat dari bangun geometri yang dilihatnya.

c) Tahap 3. Pengurutan

Pada tahap ini anak sudah mampu mengenal dan memahami sifat-sifat suatu bangun geometri serta sudah dapat mengurutkan bangun-bangun geometri yang satu dengan lainnya saling berhubungan.

d) Tahap 4. Deduksi, pada tahap ini anak sudah mampu menarik

kesimpulan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari suatu yang bersifat umum menuju ke hal-hal yeng bersifat khusus.

e) Tahap 5. Akurasi, pada tahap ini anak sudah menyadari pentingnya ketepatan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian

34

Berdasarkan pada teori-teori tersebut diatas maka dalam pembelajaran matematika di SD harus dilaksanakan secara bertahap. Tahapan-tahapan tersebut harus dilalui secara tertib dengan demikian maka pemahaman dan keberhasilan anak pada pembelajaran matematika akan lebih maksimal.

Dokumen terkait