• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika a.Pengertian Masalah

KAJIAN TEORITIK, PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

1. Pendekatan Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika a.Pengertian Masalah

Masalah atau permasalahan merupakan hal yang sangat dekat dengan kehidupan kita. Seringkali kita dihadapkan oleh permasalahan yang mau tidak mau harus kita pecahkan. Permasalahan muncul dari pertanyaan, yaitu pertanyaan yang tidak dapat terjawab, namun setelah pertanyaan itu bisa terjawab, maka pertanyaan itu sudah tidak lagi menjadi masalah.

Masalah dapat diartikan sebagai suatu situasi dimana individu atau kelompok terpanggil untuk melakukan suatu tugas di mana tidak tersedia algoritma yang secara lengkap menentukan penyelesiannya (Lester dalam As’ari, 1989: 29).6

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pertanyaan yang menjadi masalah adalah jika tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur yang rutin, tetapi perlu kerja keras untuk mencari jawabannya, sehingga pemecahan masalah memerlukan suatu proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan demikian aspek penting dari makna masalah adalah adanya penyelesaian yang diperoleh tidak dapat hanya dikerjakan dengan prosedur rutin, tetapi perlu penalaran yang lebih luas dan dalam.

b. Macam-macam Masalah dalam Matematika

Masalah dalam matematika dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Pengelompokkan masalah ditinjau dari cara menganalisis masalah menurut Polya terbagi menjadi 2 macam, yaitu:

6

Endang Setyo Winarni dan Sri Harmini, Matematika Untuk PGSD, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 116.

1) Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, konkrit atau abstrak, termasuk teka-teki. Dalam memecahkan masalah seperti ini dibutuhkan perumusan terhadap bagian pokok masalahnya, yaitu: Apa yang dicari?, Bagaimana data yang diketahui?, dan Bagaimana syaratnya?. Contoh:

Jika di dalam suatu pesta terdapat 50 orang tamu yang saling bersalaman, berapa kali salaman yang terjadi?

Penyelesaian:

Bagian pokok dari masalah ini adalah:

a) Yang dicari adalah berapa kali salaman yang terjadi?

b) Data yang diketahui adalah di dalam suatu pesta terdapat 50 orang tamu.

c) Adapun syarat yang harus dipenuhi bahwa setiap tamu dari 50 orang tersebut saling bersalaman.

2) Masalah yang berkaitan dengan membuktikan adalah untuk menunjukkan

bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah dan tidak keduanya. Contoh:

Buktikan bahwa jumlah dua bilangan prima kembar yang bukan 3 dan 5 habis dibagi 12!

Bagian pokok dari masalah ini adalah:

a) Hipotesisnya adalah dua bilangan kembar yang dijumlahkan

b) Konklusinya adalah jumlah dua bilangan prima kembar habis dibagi 12.7

c. Pendekatan Pemecahan Masalah

Pendekatan adalah cara umum dalam melihat dan bersikap dalam suatu masalah. Pemecahan masalah adalah proses, cara, perbuatan, memecah atau memecahkan. Pendekatan pemecahan masalah merupakan pendekatan pembelajaran dimana siswa berlatih memecahkan persoalan. Persoalan tersebut terkadang sengaja dibuat oleh guru, dari permasalahan yang muncul di dalam

7

kehidupan siswa sehari-hari. Pendekatan pemecahan masalah mengacu pada pengembangan fungsi otak anak, mengembangkan daya pikir secara kreatif untuk mengenali masalah dan mencari pilihan pemecahannya.

Pemahaman siswa tentang pelajaran yang diajarkan dapat terlihat dari sifat aktif, kreatif, dan inovatif siswa dalam menghadapi pelajaran tersebut. Keaktifan siswa akan muncul jika guru memberikan persoalan kepada siswa agar mau mengembangkan pola pikirnya, mau mengemukakan ide-ide dan lain-lain. Siswa dapat berpikir dan menalar suatu persoalan matematika apabila telah memahami persoalan matematika. Suatu cara pandang siswa terhadap persoalam matematika ikut mempengaruhi pola pikir tentang penyelesaian masalah yang akan dilakukan.

d. Ciri-ciri Pendekatan Pemecahan Masalah

Ciri-ciri pendekatan pemecahan masalah antara lain: 1) Diawali dengan masalah yang tidak rutin

2) Mempunyai penyelesaian yang berbeda

3) Untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan seseorang harus memiliki banyak pengalaman.

Pemecahan masalah bagi sebagian besar siswa merupakan hal yang sangat sulit. Agar siswa tertarik untuk menyelesaikan masalah, Jacobson, Lester, dan Stegel mengajukan tiga prinsip yaitu:

1) Berikan kepada siswa pengalaman langsung, aktif, dan berkesinambungan dalam menyelesaikan soal-soal yang beragam.

2) Ciptakan hubungan yang positif antara minat siswa dalam menyelesaikan soal dengan keberhasilan mereka.

3) Ciptakan hubungan yang akrab antara siswa, permasalahan, prilaku

pemecahan masalah, dan suasana kelas.8

e. Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Pemecahan Masalah

8

Gelar Dwi Rahayu, Munasprianto Ramli,”Pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar” , (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), h. 56

Pendekatan pemecahan masalah memiliki keunggulan, diantaranya:9 1) Pemecahan masalah merupakan pendekatan yang cukup bagus untuk lebih

memahami isi pelajaran.

2) Dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

3) Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

4) Dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5) Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

6) Bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku- saja.

7) Dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.

8) Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

9) Dapat memberikan kesempatan siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

10) Dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Kelemahan pendekatan pemecahan masalah diantaranya:

1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

2) Keberhasilan pendekatan pembelajaran melalui pemecahan masalah

membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

9

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidkan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 220-221

3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.

f. Langkah-langkah Pendekatan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah dalam matematika membutuhkan tingkat berfikir yang lebih tinggi, karena setiap masalah dalam matematika memiliki cara penyelesaian yang tidak selalu sama karena antara masalah yang satu dan masalah yang lain tidak selalu sama dalam pemecahannya. Rumus, teorema, hokum, aturan pengerjaan, tidak dapat secara langsung digunakan dalam pemecahan masalah. Untuk memecahkan masalah kita perlu merencanakan langkah-langkah apa saja yang yang harus ditempuh guna memecahkan masalah tersebut secara sistematis.

Menurut Polya, langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk

pemecahan masalah sebagai berikut:10 Pertama pemahaman terhadap masalah, maksudnya mengerti masalah dan melihat apa yang dikehendaki. Cara memahami suatu masalah antara lain sebagai berikut. a) Masalah harus dibaca secara berulang-ulang agar difahami kata demi kata, kalimat demi kalimat. b) menentukan/mengidentifikasi apa yang diketahui dari masalah. c) Menentukan/mengidentifikasi apa yang ditanyakan/apa yang dikehendaki dari masalah. d) Mengabaikan apa-apa yang tidak relevan dengan masalah. e) Sebaiknya tidak menambah hal-hal yang tidak ada, agar tidak menimbulkan masalah yang berbeda dengan masalah yang seharusnya diselesaikan. Kedua perencanaan pemecahan masalah, maksudnya melihat bagaimana macam soal dihubungkan dan bagaimana ketidakjelasan dihubungkan dengan data agar memperoleh ide membuat suatu rencana pemecahan masalah. untuk itu dalam menyusun perencanaan pemecahan masalah, dibutuhkan suatu

kreatifitas dalam menyusun strategi pemecahan masalah. Wheler

mengemukakan strategi pemecahan masalah, antara lain sebagai berikut. a) Membuat tabel. b) Membuat suatu gambar. c) Menduga, mengetes, dan memperbaiki. d) Mencari pola. e) Menyatakan kembali pernyataan. f) Menggunakan penalaran. g) Menggunakan variabel. h) Menggunakan persamaan. i) mencoba menyederhanakan. j) Menghilangkan situasi yang tidak mungkin. k) Bekerja mundur. l) Menyusun model. m)

10

Endang Setyo Winarni dan Sri Harmini, Matematika Untuk PGSD,

Menggunakan algoritma. n) Menggunakan penalaran tidak langsung. o) Menggunakan sifat-sifat bilangan. p) Menggunakan kasus atau membagi masalah menjadi bagian-bagian. q) Memvaliditasi semua kemugkinan. r) Menggunakan rumus. s) Menyelesaikan masalah yang equivalen. t) Menggunakan simetri. u) Menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru. Ketiga melaksanakan perencanaan

pemecahan masalah. Keempat melihat kembali kelengkapan pemecahan

masalah, maksudnya sebelum menjawab permasalahan, perlu mereview apakah penyelesaian masalah sudah sesuai dengan melakukan kegiatan sbagai berikut: mengecek hasil, menginterpretasi jawaban yang diperoleh, meninjau kembali apakah ada cara lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan penyelesaian yang sama, dan meninjau kembali apakah ada penyelesaian yang lain sehingga dalam memecahkan masalah dituntut tidak cepat puas dari satu hasil penyelesaian saja, tetapi perlu dikaji dengan beberapa cara penyelesaian.

Agar penyelesaian masalah dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada siswa secara mendalam dan bermakna. Maka dalam menentukan strategi pemecahan masalah dapat dikelompokkan sesuai dengan karakter masalah yang akan diselesaikan.

Berkaitan dengan hal tersebut maka pengelompokkan strategi pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan startegi pembelajaran heuristik, strategi pembelajaran heuristik merupakan strategi merancang pembelajaran dari berbagai aspek dan pembentukan sistem pembelajaran yang mengarah pada keaktifan siswa dalam mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan untuk pemecahan masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, pendekatan heuristik merupakan pendekatan pemecahan masalah dengan cara menyajikan jumlah data dan siswa diminta untuk membuat kesimpulan menggunakan data tersebut. Pendekatan heuristik dalam pemecahan masalah matematika dapat mendorong siswa bekerja lebih aktif, kreatif, dan inovatif, sesuai dengan kemampuan sendiri. Pendekatan heuristik digunakan dalam pembelajaran agar pemahaman siswa tentang pelajaran matematika lebih mendalam.

Adapun pengelompokkan strategi pemecahan masalah secara heuristik, yaitu:11

a) Strategi heuristik 1 (membuat presentase) dengan cara: membuat diagram, membuat daftar atau tabel.

b) Strategi heuristik 2 (membuat terkaan atau dugaan perhitungan) dengan cara: terka atau duga dan mencocokkan, melihat pola, membuat perkiraan. c) Strategi heuristik 3 (memperhatikan proses perolehan) dengan cara: bekerja

mundur atau maju, konsep sebelum atau sesudah, kegiatan dan hasil (membuat percobaan).

d) Strategi heuristik 4 (mengubah masalah) dengan cara: meninjau kembali masalah, menyederhanakan masalah, menyelesaikan tiap bagian dari masalah.

2. Hasil Belajar Matematika a. Teori Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan salah satu ciri yang membedakan antara manusia dengan binatang. Dalam menjalani kehidupannya, manusia dituntut untuk dapat mengikuti perubahan dalam berbagai sektor kehidupan, berbeda dengan binatang yang di sepanjang hidupnya statis tidak ada tuntutan perubahan hidup. Manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibanding makhluk ciptaan Allah lainnya, hal ini dijelaskan Allah dalam surat At-Tiin ayat 5, yang artinya; “Sesungguhnya Kami jadikan manusia sebaik-baik

kejadian”.

Manusia dianugerahi akal sehingga mampu melakukan pembelajaran. Kemampuan belajar dan mengolah informasi pada manusia merupakan ciri penting yang membedakan manusia dari mahluk lain. Kemampuan belajar itu memberi manfaat bagi individu dan juga bagi masyarakat. Belajar memiliki arti penting bagi manusia dalam: 1) melaksanakan kewajiban keagamaan, 2)

11Ibid., h. 126.

meningkatkan derajat kehidupan, dan 3) mempertahankan serta

mengembangkan kehidupan.12

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.13 Dari teori tersebut terdapat tiga unsur penting yang terkait dengan konsep belajar yaitu, perubahan tingkah laku, stimulus, dan respon. Seseorang telah dikatakan belajar jika terdapat perubahan tingkah laku dari sebelumnya. Contohnya siswa yang belum mampu menentukan KPK dari suatu bilangan, sedangkan materi itu sudah didapatnya dari pembelajaran yang dilakukan guru, siswa tersebut dikategorikan belum belajar, karena belum menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya, yaitu kemampuan menentukan KPK dari suatu bilangan. Stimulus yang dimaksud dalam teori ini adalah segala yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran, seperti; materi pelajaran, pedoman kerja, media, cara penyelesaian, yang berfungsi membantu siswa dalam belajar, sedangkan respon yang dimaksud adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti pembelajaran.

Thorndike (penganut aliran behavioristik) mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau hal-hal yang dapat ditangkap melalui alat indra) dan respons (yang juga berupa pikiran, perasaan, atau hal-hal yang dapat ditangkap oleh alat indra)14. Dasar dari belajar adalah asosiasi atau hubungan antara stimulus dan respon.

Aliran Kognitif menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melaui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah tetap mengalir,

12

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, cet.ke-15. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010), h. 112.

13

C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta. 2012), h. 20.

14

Yatim Riyanto, Paradigma Baru pembelajaran, Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 7.

bersambung-sambung menyeluruh.15 Aliran kognitif lebih mementingkan proses daripada sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.

Menurut Piaget (penganut aliran kognitif), proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu: 1) asimilasi; 2) akomodasi; dan 3) ekuilibrasi.16 Tahap asimilasi adalah proses penyatuan antara materi yang diberikan guru dengan pengetahuan siswa yang sudah ada sebelum terjadinya pembelajaran, tahap akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru, sedangkan tahap equilibrasi adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Menurut Gagne (1984), belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat pengalaman. Oemar Hamalik (1995) berpendapat, belajar adalah memodifikasi atau memperteguh kelakuan mealui pengalaman. Nana Syaodah (1970) mendefinisikan belajar sebagai, segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi melalui proses pengalaman.17

Dari beberapa teori tentang belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons secara berkesinambungan sehingga membuat suatu perubahan tingkah laku pada aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Sedangkan pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Muhammad Surya mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.18

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran adalah proses interaksi 15 Ibid., h. 9. 16 Ibid. 17

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, Program Peningkatan Kualifikasi Guru Madrasah dan Guru Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), h. 3.

18

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.19

Berdasarkan beberapa teori pembelajaran di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem lingkungan belajar yang mencakup beberapa unsur yang saling terkait yaitu: tujuan pembelajaran, materi pelajaran, strategi pembelajaran, alat, siswa, dan guru.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Proses belajar yang dilakukan siswa, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:20

1) Faktor Internal Siswa

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri, yang meliputi dua aspek, yaitu:

a) Aspek Pisiologis

Aspek pisiologis adalah kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi, serta memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan.

Kondisi organ-organ khusus, seperti kesehatan indra pendengar dan indra penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan.

b) Aspek Psikologis

19

Abd. Rojak, dkk., Konpilasi Undang-Undang dan Peraturan Bidang Pendidikan, Cet. 1 (Jakarta: FITK PRESS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 5.

20

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, cet.ke-15. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010), h. 129-136.

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas perolehan belajar siswa. Namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang lebih esensial adalah sebagai berikut, yaitu:

 Tingkat kecerdasan / inteligensi siswa

Menurut Reber, inteligensi merupakan psikofisik untuk mereaksi

rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan inteligensi seorang siswa, maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.

 Sikap siswa

Sikap siswa adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecerdasan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif atau negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, terhadap guru dan mata pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran yang guru sajikan, apalagi jika diiringi kebencian kepada guru atau mata pelajaran yang guru sajikan, dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.

 Bakat siswa

Menurut Chaplin dalam Reber, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat juga diartikan sebagai kemampuan individu dalam melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan pelatihan. Setiap orang memiliki bakat dalam arti memiliki berpotensi untuk mencapai suatu perestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Bakat dapat mempengaruhi tinggi rendahnya perestasi belajar bidang-bidang studi tertentu.

 Minat siswa

Minat (interest) dapat diartikan sebagai keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap pelajaran biologi akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tersebut untuk belajar lebih giat, dan pada akhirnya mencapai perestasi yang diiinginkan.

 Motivasi siswa.

Menurut Gleitman dalam Reber, motivasi berarti pemasok daya (energizer)

untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu; 1) motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan kegiatan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhan terhadap materi tersebut, misalnya, untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan; 2) motivasi ekstrinsik, yaitu hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang mendorongnya melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan/ tata tertib sekolah, suri teladan orang tua, suri teladan guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkrit dari motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Kekurangan ketiadaan motivasi, baik yangbersifat intrinsik maupun ekstrinsik, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam proses belajar.

2) Faktor Eksternal Siswa

Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor ini meliputi dua hal, yaitu:

a) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, tenaga kependidikan, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Selanjutnya, masyarakat (teman sepermainan dan para tetangga) di lingkungan

tempat tinggal siswa juga termasuk lingkungan sosial yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa, misalnya kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan atau kondisi masyarakat perkotaan yang pergaulannya relatif lebih bebas.

Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar siswa adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktek pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai siswa.

b) Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca ,dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor tersebut turut menentukan mutu belajar dan keberhasilan belajar siswa.

Sebagai contoh, kondisi rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki sarana untuk kegiatan remaja (sarana olahraga misalnya) akan mendorong siswa untuk berkeliaran ke tempat-tempat yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan perkampungan yang seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar siswa.

3) Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning)

Faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa. Pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran, diantaranya adalah pendekatan tinggi

(speculative dan achieving), pendekatan sedang (analitical dan deep), dan pendekatan rendah (reproductive dan surface).

Menurut Gagne, Briggs, dan Wager dalam Prawiradelaga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi belajar selain yang telah disebutkan di atas. Menurut mereka proses belajar dapat terjadi karena adanya sinergi memori jangka pendek dan jangka panjang yang diaktifkan melalui penciptaan

faktor eksternal, yaitu pembelajaran atau lingkungan belajar. Melaui inderanya, siswa dapat menyerap materi secara berbeda. Pemberdayaan yang optimal dari seluruh indera seseorang dalam proses belajar dapat menghasilkan kesuksesan bagi seseorang. Mel Silberman menyatakan mengenai paham belajar aktif yaitu:

What I hear, I forget (Apa yang saya dengar, saya lupa)

What I hear and see, I remember (Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit)

What I hear, see, and ask questions about or discuss with someone else, I begin to understand (Apa yang saya dengar, lihat, dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman/kolega, saya mulai paham)

Dokumen terkait