• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Pengertian Pembentukan Desa

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa pada pasal 2 ayat (1) mengatakan bahwa desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

b.Tujuan Pembentukan Desa

Berdasarkan Permendagri No. 28 Tahun 2006 pada pasal 2 menyatakan bahwa pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Menurut Latuconsina, pemekaran adalah bagian dari proses implementasi desentralisasi yang memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum berbagai macam tujuan dapat diklasifikasikan ke dalam dua variabel penting yakni peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan. Secara otomatis melalui otonomi daerah dalam hal ini adalah pembentukan desa baru dengan azas desentralisasi akan terjadi optimalisasi hirarki penyampaian layanan akibat dari penyediaan pelayanan publik dilakukan oleh instansi yang memiliki kedudukan lebih dekat dengan masayarakat sehingga keputusan-keputusan strategis dapat lebih mudah dibuat, adanya penyesuaian layanan terhadap kebutuhan dan kondisi yang ada di tingkat lokal, adanya tingkat perawatan terhadap infrastruktur yang ada melalui alokasi anggaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada di wilayahnya tersebut.

c. Dasar Hukum Pembentukan Desa

1. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005

Pada pasal 2 ayat (3) dalam PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa menyatakan bahwa pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Sedangkan pada pasal 2 ayat (4) menyebutkan bahawa pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006

Permendagri No. 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa Dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan merupakan aturan turunan dari PP No. 72 Tahun 2005 yang mengatur lebih lanjut tentang mekanisme pembentukan desa. Permendagri tersebut memuat tentang syarat dan tata cara pembentukan desa yang merupakan aturan terbaru yang ada pada saat ini.

Tata cara pembentukan desa sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5 Permendagri No. 28 Tahun 2006 dilaksanakan sebagai berikut:

a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk desa;

b. Masyarakat mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala Desa; c. BPD mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat

tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa;

d. Kepala Desa mengajukan usul pembentukan Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi desa yang akan dibentuk;

e. Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, Bupati/Walikota menugaskan Tim Kabupaten/Kota bersama Tim Kecamatan untuk melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati/Walikota;

f. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk desa baru, Bupati/ Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa;

g. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada huruf f, harus melibatkan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa, agar dapat ditetapkan secara tepat batas-batas wilayah desa yang akan dibentuk;

h. Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa hasil pembahasan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripur na DPRD;

i. DPRD bersama Bupati/Walikota melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa, dan bila diperlukan dapat mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa;

j. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah;

k. Peyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf j, disampaikan oleh Pimpinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama;

l. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf k, ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan

m. Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah ditetapkan oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada huruf 1, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut di dalam Lembaran Daerah.

d. Syarat-Syarat Pembentukan Desa

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa menyatakan bahwa pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Sedangkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2006 menyatakan bahwa pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Adapun pembentukan desa harus memenuhi berbagai syarat yang tertuang dalam yang tertuang dalam PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Permendagri No. 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa Dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan adalah sebagai berikut:

Syarat pembentukan desa berdasarkan PP No. 72 Tahun 2005 pada pasal 2 adalah sebagai beikut:

a. jumlah penduduk; b.luas wilayah;

c. bagian wilayah kerja; d.perangkat; dan

e. sarana dan prasarana pemerintahan

Sedangkan dalam Permendagri No. 28 Tahun 2006 pada pasal 3 dijelaskan lebih lanjut tentang syarat pembentukan tentang desa adalah sebagai berikut:

a. jumlah penduduk, yaitu:

1) wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK; 2) wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau

200 KK; dan

3) wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750 jiwa atau 75 KK.

e. luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat;

f. wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun;

g. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;

h. potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia;

i. batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan peraturan daerah; dan

j. sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan desa dan perhubungan.

F. Defenisi Konsep

Menurut Masri Singarimbun yang dikutip oleh Mardalis (2003: 45) bahwa konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Tujuannya adalah untuk menghindari interpretasi ganda dari variabel yag akan diteliti.

1. Kesiapan

Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, “kesiapan” merupakan kata nomina atau kata benda dengan konfiks ke-an (2002:1038), dengan kata dasar “siap”. “Siap” berarti mengatur atau membereskan sesuatu sehingga tinggal memakai saja

(2002:1417). Sehingga kesiapan adalah suatu keadaan telah siap, yaitu segala sesuatu telah diatur dan dibereskan untuk suatu pekerjaan dengan persiapan berupa perlengkapan, hal, tindakan, rancangan dan sebagainya. Jadi kesiapan daerah (dusun) menuju

pembentukan desa adalah kemampuan daerah (dusun) dalam mempersiapkan daerahnya

sehingga memenuhi semua persyaratan suatu daerah dapat dibentuk menjadi desa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. Desa

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Pembentukan Desa

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa menyatakan pembentukan desa adalah dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada.

G. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur-unsur yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel, sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indikator- indikator apa saja yang mendukung penganalisaan dari variabel-variabel tersebut (Singarimbun, 1989: 46). Widodo (2004: 52) mengutip pendapat Fred N. Kerlinger, bahwa

definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel. Dalam definisi operasional ini disajikan parameter/indikator dari variabel yang diteliti dengan tujuan untuk memudahkan membaca fenomena-fenomena yang diteliti.

Berdasarkan permasalahan dan kerangka teori yang menjadi referensi teoritis dalam penelitian ini, maka indikator yang digunakan untuk mengukur variabel tunggal (Kesiapan Dusun IV Alue Tengku Muda Menjadi Desa Alue Tengku Muda) adalah sebagai berikut: a. Jumlah penduduk;

b. luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat;

c. wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun;

d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;

e. potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia;

f. batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan peraturan daerah; dan

g. sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan desa dan perhubungan.

Dokumen terkait