• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai – rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya gel ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokolid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekauan (Fardiaz, 1989).

Kappa karagenan dan iota karagenan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat

thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan

membentuk gel kembali pda saat dingin (Gliksman 1983, Imeson 2000). Proses pemanasan dengan suhu lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi acak. Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer – polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk helix akan terbentuk agregat yang bertanggungjawab terhadap terbentuknya gel yang kuat. Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses akhir ini disebut sineresis (Fardiaz, 1989).

Kemampuan pembentukan gel pada kappa ada iota karagenan terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6 – anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat dan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karagenan dan iota karagenan akan membentuk gel hanya dengan adanya kation – kation tertentu seperti K+, Rb+ dan Cs+, akan tetapi lamda karagenan tidak dapat membentuk gel (Glicksman,1983).

Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karagenan akan menurun dengan menurunnya pH, karena H+ membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karagenan (Angka dan Suhartono, 2000). Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain jenis dan tipe

karagenan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokolid (Towle, 1973).

E. Bahan Tambahan 1. Gula

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk menjadi energi (Darwin, 2013). Gula digunakan untuk mengubah rasa manis menjadi manis. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Gula berfungsi sebagai bahan perubah warna kulit produk (Subagjo, 2007). Gula yang digunakan adalah pada pembuatan jelly drink adalah gula pasir. Gula pasir adalah gula hasil kristalisasi cairan tebu. Biasanya berwarna putih namun ada pula yang berwarna coklat. Disebut gula pasir karena bentuknya seperti pasir. Biasanya gula pasir digunakan untuk pemanis dalam minuman minuman, kue, makanan, dan lain (Evifadhilah, 2010).

Penambahan gula pada pembuatan produk makanan berfungsi untuk memberikan rasa manis, dan dapat pula sebagai pengawet yaitu gula dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menurunkan aktivitas air dan bahan. Gula dan pektin menjadi faktor utama dalam pembentukan gel. Gula yang digunakan adalah jenis sukrosa. Pada suhu 50°C , kelarutan sukrosa per

100 ml air adalah 72,2 g. Apabila sukrosa dipanaskan di atas suhu lelehnya (<170°C) maka akan menjadi reaksi karamelisasi.

Kandungan gula pada jelly tidak kurang dari 45%. Banyaknya gula yang ditambah tergantung pada kandungan pektin dan asam. Semakin tinggi kandungan pektin pada buah maka semakin banyak gula yang ditambahkan. Sedangkan asam rasa buahnya semakin sedikit gula yang ditambahkan dan makin kurang asamnya semakin banyak gula yang ditambahkan. Kualitas jelly sebanding dengan gula yang ditambahkan. Semakin banyak gula yang ditambahkan semakin banyak lembek jelly yang dihasilkan, sehingga bentuknya sirup (Satuhu, 2004).

Menurut Buckle, dkk tahun (2007) daya larut yang tinggi dari gula dan daya mengikatnya terhadap air merupakan sifat-sifat yang menyebabkan gula sering digunakan dalam pengawetan bahan pangan. Semakin tinggi konsentrasi gula yang digunakan akan menyebabkan viskositas semakin tinggi, hal ini disebabkan adanya padatan yang dapat mengikat air, sukrosa, dan asam sitrat sehingga semakin banyak

doublehelix yang terbentuk dan memerangkap air untuk membentuk gel.

Selain berhubungan dengan viskositas, penggunaan gula dengan konsentrasi tinggi maka semakin sedikit molekul air yang tertahan pada sistem sehingga gel yang terbentuk semakin kokoh dan sineresis semakin rendah (Meyer, 1978).

Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami. Selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman, asam sitrat dapat digunakan untuk mencegah kristalisasi gula, penjernih gel, dan katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama penyimpanan. Selain itu asam sitrat juga berfungsi sebagai pengikat logam yang dapat mengkatalis oksidasi komponen cita rasa dan warna. Penambahan asam sitrat hingga pH 3,5 dapat memberikan kekuatan gel yang lebih tinggi, halus, dan cepat terbentuk (gel lebih mantap) (Glicksman, 1983).

Asam sitrat dan pektin sangat berhubungan erat dalam pembentukan jelly bersamaan dengan gula (Sari dan Sulandari, 2014). Selain berperan dalam memberi rasa masam, asam sitrat juga berfungsi untuk mencegah kristalisasi gula pada produk, sebagai katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama penyimpanan sehingga dapat memperpanjang masa penyimpanan produk (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005).

Asam sitrat merupakan pengawet yang diizinkan pada makanan dan minuman dengan batas penggunaan maksimum. Asam sitrat dalam minuman sebesar 3 g/liter sari buah. Asam sitrat merupakan bahan yang mampu menurunkan pH sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Wiraatmaja, dkk., 2007).

Air adalah suatu zat cair yang tidak mempunyai rasa, bau, dan warna dan terdiri dari hidrogen dan O2. Air memiliki peranan yang sangat penting dalam bahan pangan. Air berfungsi sebagai bahan yang dapat melarutkan berbagai senyawa yang ada dalam bahan makanan. Untuk bahan makanan tertentu air dapat melarutkan berbagai bahan pangan seperti garam, vitamin yang larut dalam air, mineral dan senyawa-senyawa cita rasa seperti yang terkandung dalam kopi dan teh. Air merupakan faktor yang berpengaruh terhadap penampakan, tekstur, cita rasa dan gizi bahan pangan (Winarno, 2002).

Air dalam industri pangan memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah, oleh karena itu perlu adanya suatu standar untuk masing-masing jenis pengolahan. Air yang digunakan pada industri umumnya harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, tidak mengandung besi dan mangan, serta dapat diterima secara bakteorologis yaitu mengganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Sudarmadji, 2003).

F. Variabel Pengamatan

Dokumen terkait