• Tidak ada hasil yang ditemukan

SITUASI UPAYA KESEHATAN

PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI DPT1 DAN DPT3 PER KAB./KOTA DI SULAWESI SELATAN TAHUN 2010

C. PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR

Upaya pemberantasan penyakit menular lebih ditekankan pada pelaksanaan surveilens epidemiologi dengan upaya penemuan penderita secara dini yang ditindaklanjuti dengan penanganan secara cepat melalui pengobatan penderita. Di samping itu pelayanan lain yang diberikan adalah upaya pencegahan dengan pemberian imunisasi, upaya pengurangan faktor risiko melalui kegiatan untuk peningkatan kualitas lingkungan serta peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan penyakit menular yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan. Uraian singkat berbagai upaya tersebut seperti berikut ini:

1. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa

Upaya penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan tindak lanjut dari penemuan dini kasus-kasus penyakit berpotensi KLB/wabah yang terjadi pada masyarakat. Upaya penanggulangan yang dilakukan dimaksudkan untuk mencegah penyebaran lebih luas dan mengurangi dampak yang ditimbulkan.

Penanggulangan KLB adalah upaya untuk menemukan penderita atau tersangka penderita, penatalaksanaan penderita, pencegahan, peningkatan, perluasan dan menghentikan suatu KLB

Wajo

Kota Ujung Pandang Pinrang

Luw u

Maros Kota Palopo

Barru Kota Pare -Pare

Bantaeng Soppeng Luw u Utara Luwu Timur Bulukum ba Tak alar Sidenreng Rappang Pangkajene Kepulauan Tana Toraja Jene ponto Sinjai Bone Enre kang Selayar Gow a GAMBAR IV.C.1

PETA DESA YANG TERKENA KLB DI SULAWESI SELATAN TAHUN 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Hasil pengumpulan data/indikator kinerja SPM bidang kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2007 jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB di laporkan sebanyak 276 desa/ kelurahan, dan dari jumlah tersebut, sebanyak 262 desa/kelurahan (94,93%) yang ditangani < 24 jam sedangkan untuk tahun 2008 mengalami penurunan kasus KLB yaitu jumlah desa/kelurahan yang terkena KLB sebanyak 290 desa/kelurahan, yang ditangani <24 jam sebanyak 269 desa/kelurahan (92,76%). Untuk tahun 2009 jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB dilaporkan sebanyak 186 desa/kelurahan, yang ditangani <24 jam sebanyak 183 desa/kelurahan (98,39%), kabupaten/kota dengan jumlah desa terkena KLB antara lain Kabupaten Bone, Pinrang, Makassar dan Luwu.

Sedangkan pada tahun 2010 jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB dilaporkan sebanyak 288 desa/kelurahan dari jumlah tersebut, sebanyak 201 desa/kelurahan (69,79%) yang ditangani <24 jam dan adapun kabupaten/kota dengan jumlah desa/kelurahan terbanyak terkena KLB adalah Kabupaten Bulukumba, Gowa, Wajo, Enrekang, Luwu Utara, dan Makassar terinci pada lampiran Tabel 51

2. Pemberantasan Penyakit Polio

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit Polio telah dilakukan melalui gerakan imunisasi polio. Upaya ini juga ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilens epidemiologi secara aktif terhadap kasus-kasus Acute Flaccid Paralysis (AFP) kelompok umur < 15 tahun hingga dalam kurun waktu tertentu, untuk mencari kemungkinan adanya virus Polio liar yang berkembang di masyarakat dengan pemeriksaan spesimen tinja dari kasus AFP yang dijumpai.

Adapun strategi dalam upaya pemberantasan polio yaitu 1). Imunisasi yang meliputi peningkatan imuniasai rutin polio, PI dan Mop-up, 2). Surveilans AFP, 3). Sertifikasi bebas polio, dan 4) pengamanan virus polio di laboratorium. Setiap kasus AFP yang ditemukan dalam kegiatan intensifikasi surveilens, akan dilakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk mengetahui ada tidaknya virus polio liar yang menyerang masyarakat. Gambaran AFP rate di Sulawesi Selatan tahun 2010 seperti pada gambar IV.C.2.

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Penemuan kasus AFP selama tahun 2005 berdasarkan hasil pelacakan ditemukan kasus sebanyak 67 penderita dari 21 Kabupaten/Kota dengan AFP rate sebesar 2,4 per 100.000 anak umur < 15 tahun. Jika dibandingkan tahun 2004 pada periode yang sama, jumlah penderita yang ditemukan mengalami peningkatan sebesar 183%. Sementara penemuan kasus AFP tahun 2006 ditemukan kasus sebanyak 31 penderita dengan AFP rate sebesar 1,36 per 100.000 penduduk. Tahun 2007 ditemukan kasus sebanyak 48 penderita dengan AFP rate sebesar 2,03 dan pada tahun 2008 mengalami penurunan yaitu 26 penderita dengan AFP rate sebesar 1.01%. pada tahun 2009 mengalami peningkatan 40 kasus. Sedangkan pada tahun 2010 dari hasil pengumpulan data profil kesehatan mengalami peningkatan yaitu penemuan kasus AFP (non Polio) 59 penderita (8,36%).

3. Pemberantasan TB Paru

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru- paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya, Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit TB pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB.

Gejala klinis pada penderita TB Paru yaitu demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam sperti influenza dan bersifat hilang timbul, Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise) lemah, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan secara ”mengi” suara nafas melamah yang diserati sesak.

Prevalensi TB menurut TB menurut WHO adalah angka penderita TB Paru positif pada 100.000 populasi berusia 15 tahun atau lebih, sementara definisi operasional untuk TB paru Positif menurut Internasional Standard fo TB Care (ISTC) yang telah di adopsi oleh Indonesia mulai tahun 2006 adalah suspek TB yang telah positif diuji secara mikroskopis BTA (Bakteri Tahan Asam) asupan dahaknya dengan minimal pembacaan terhadap apusan dahak yang dikumpulkan dua kali atau lebih baik tiga kali (sewaktu, pagi, sewaktu) dan paling sedikit satu kali (pagi).

Tujuan utama pengendalian TB Paru adalah : (1) menurunkan insidens TB Paru pada tahun 2015, (2) menurunkan prevalensi TB Paru dan angka kematian akibat TB Paru menjadi setengahnya pada tahun 2015 di bandingkan tahun 1990. (3) sedikitnya 70% kasus TB Paru BTA + terdeteksi dan diobati melalui program DOTS (Directly Observe Treatment Shortcource) atau pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) dan (4) sedikitnya 85 % tercapai Succes rate.

Strategi pencegahan dan pemberantasan TB Paru jangka pendek dengan melakukan pendekatan Directly Observe Treatment Shortcource (DOTS) atau

pengobatan TB-Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan yang ditindaklanjuti dengan paket pengobatan. Dari upaya penemuan kasus TB BTA + maka diperoleh angka Case Detection Rate (CDR) selama tahun 2004 di Sulawesi Selatan (termasuk 4 kabupaten di Sulawesi Barat) sebesar 92%.

Dalam penanganan program, semua penderita TB yang ditemukan ditindaklanjuti dengan paket-paket pengobatan intensif. Melalui paket pengobatan yang diminum secara teratur dan lengkap, diharapkan penderita akan dapat disembuhkan dari penyakit TB yang dideritanya. Namun demikian dalam proses selanjutnya tidak tertutup kemungkinan terjadinya kegagalan pengobatan akibat dari paket pengobatan yang tidak terselesaikan atau drop out (DO), terjadinya resistensi obat atau kegagalan dalam penegakan diagnosa diakhir pengobatan.

Prevalensi TB Paru berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 secara nasional dengan diagnosis 0,7% (D) dan gejala (DG) sebesar 3,3%. sedangkan untuk Sulawesi Selatan tahun 2010 dengan diagnosis (D) 0,6%. Dan (DG) 5,2%.

Berdasarkan data profil kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, angka tingkat kesembuhan dari penderita TB BTA+ tahun 2006 tercatat sebesar 92,89%, menurun pada tahun 2007 menjadi 51,10% tetapi mengalami peningkatan lagi pada tahun 2008 sebesar 89%, pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 61.83% sedangkan pada tahun 2010, angka insidens TB Paru BTA positif sebesar 60,00% per 100.000 penduduk yaitu 55,70 % laki-laki dan 43,60% perempuan, prevalensi TB baru sebesar 68,19% per 100.000 penduduk yaitu 62,22 % laki-laki dan 48,03 % perempuan dan kematian akibat TB Paru BTA positif sebesar 0,96 % yaitu 0,99% laki-laki dan 0,49% perempuan, angka penemuan penderita TB Paru BTA positif (Case Detection Rate (CDR) sebesar 34,62% yaitu 36,20% laki-laki dan 29,00% perempuan sedangkan angka kesuksean (Success Rate) sebesar 98,32% bila dibandingkan pada tahun 2009 mengamalim peningkatan. Adapun perbandingan laki-laki dan perempuan berbeda dengan jumlah keseluruhan kasus di sebabkan karena masih ada kabupaten/kota yang belum menggunakan data terpilah.

4. Pemberantasan Penyakit ISPA

Program Pemberantasan penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia (penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan. Pneumonia terbagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar pnemonia ini antara lain: batuk-pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Pharyngitis, tonsilitis dan otitis, tidak termasuk penyakit yang tercakup dalam program ini.

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pnemonia.

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan luman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ). Bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus influensa.

Upaya dalam rangka pemberantasan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) lebih difokuskan pada upaya penemuan secara dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat terhadap penderita Pneumonia Balita yang ditemukan. Upaya ini dikembangkan melalui suatu manajemen terpadu dalam penanganan balita sakit yang datang ke unit pelayanan kesehatan atau lebih dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

Menurut laporan Subdin P2&PL Dinkes Prov. Sulawesi Selatan tahun 2005, tercatat bahwa jumlah kasus ISPA mencapai 279.313 penderita (79,71%) dengan rincian: yang bukan pneumonia sebanyak 262.117 penderita, pneumonia sebanyak 16.045 penderita dan pneumonia berat sebanyak 1.151 penderita. Sementara untuk tahun 2006, tercatat bahwa penderita pneumonia balita yang ditemukan sebanyak 13.403 orang dengan kematian sebanyak 10 orang, dengan distribusi kasus menurut kelompok umur tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun baik yang bukan pneumonia maupun pneumonia namun tanpa kematian pada kelompok umur tersebut.

Berdasarkan profil kesehatan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan tahun 2007 dilaporkan jumlah penderita pneumonia balita sebesar 13.839 penderita. Namun yang ditangani hanya 99,86%. Sedangkan untuk tahun 2008 penderita pneumonia sebanyak 32.285 penderita, pneumonia balita sebesar 7.110 penderita dan tertangani 100 %, tahun 2009 dilaporkan jumlah penderita pneumonia balita sebesar 10.002 orang, dan penderita pneumonia balita ditangani sebesar 9.289 orang (92.87%) sedangkan pada tahun 2010 jumlah perkiraan penderita pneumonia pada balita sebesar 69.141 penderita, balita pneumonia yang ditemukan dan yang ditangani sebesar 11,39% yaitu 10,20% laki-laki dan 13,22% perempuan .

5. Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS dan PMS

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Penyakit AIDS yaitu suatu penyakit yang ditimbulkan sebagai dampak berkembangbiaknya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh. Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun.

Upaya pelayanan dalam rangka pemberantasan penyakit HIV/AIDS di samping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga diarahkan pada upaya pencegahan yang dilakukan melalui skrining HIV/AIDS terhadap darah donor dan upaya pemantauan dan pengobatan penderita penyakit menular seksual (PMS), penyalahgunaan obat dengan suntikan (IDUs), penghuni lapas (lembaga permasyarakatan) atau melakukan penelitian pada kelompok berisiko rendah seperti ibu rumah tangga dan sebagainya.

Target MDGs yaitu mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015 dan adapun hasil Riskesdas tahun 2010 prevalensi penduduk 15-24 mendengar tentang HIV/AIDS menurut jenis kelamin laki-laki sebesar 75,4% dan perempuan sebesar 74,8%, adapun menurut provinsi diatas rata-rata terdapat 10 provinsi yaitu Yogyakarta, Bali, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, Papua, NTB, Jawa Timur dan Papua Barat.

Menurut hasil pengumpulan data bidang kesehatan melalui Profil Kesehatan Kabupaten/Kota se Sulawesi Selatan selama tahun 2007, jumlah kasus HIV/AIDS tercatat sebesar 1.065 kasus. Kasus tersebut ditemukan terbanyak di Kota Makassar sebanyak 997 kasus. Sementara data yang dihimpun dari laporan Subdin P2&PL tahun 2006 tercatat bahwa penderita HIV (+) sebanyak 400 dan penderita AIDS sebanyak 212 orang.

Berdasarkan data profil kesehatan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan untuk tahun 2008, jumlah kasus HIV/AIDS sebanyak 58 kasus, ditangani sebesar 33 kasus yaitu 56,90%. Kasus tersebut tertinggi di Kab Wajo sebanyak 29 Kasus dan terendah di tiga Kabupaten/Kota yaitu di Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Takalar masing-masing sebanyak 2 kasus. Sedangkan pada tahun 2009 jumlah kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan sebanyak 554 kasus, ditangani sebesar 551 kasus yaitu 99,46%. Tertinggi di Kota Makassar sebanyak 443 kasus. Sedangkan jumlah kasus IMS sebanyak 1.620 kasus, ditangani sebanyak 1.601 kasus (98,83%).

Berdasarkan laporan tahunan bidang P2PL pada tahun 2010 sebanyak 790 kasus, dimana kasus HIV menurun menjadi 544 kasus dan AIDS meningkat menjadi 246 kasus, menurut kelompok umur menunjukkan bahwa jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi pada kelompok umur 25-49 tahun sebanyak 649 (82,2%), kelompok umur 20-24 sebanyak 9,75%, dan kelompok umur 15-19 sebanyak 4,18 %. Tingginya kasus HIV/AIDS pada kelompok umur 25-49 tahun karena pada kelompok umur tersebut merupakan kelompok usia dewasa muda yang sangat

produktif sehingga sangat berisiko terhadap penularan penyakit. Bila dilihat fakor resiko dari kasus HIV & AIDS, penularan terutama melalui pada kelompok IDUs dengan porsi sebesar 42,44% menggeser pola penularan yang tahun sebelumnya dari kelompok Heteroseksual sebesar 23,83%. Sehingga menjadikan Sulsel diperkirakan akan mengalami situasi epidemi ganda AIDS dan Narkoba.

Dari hasil pengumpulan data profil kesehatan tahun 2010 jumlah kasus HIV sebesar 56 kasus, AIDS sebesar 23 kasus, IMS (infeksi Menular Seksual Lainnya sebesar 249 kasus dan adapun jumlah kematian yang diakibatkan AIDS sebesar 17 orang yaitu 13 laki-laki dan 4 perempuan. Jumlah kasus HIV/AIDS dan IMS pada tahun 2010 menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Lampiran Tabel 14.

6. Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) bahasa medisnya disebut Dengue

Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang perjalaann penyakitnya cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa di Indonesia. Penyebab DBD adalah virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan aedes albopictus yang hidup digenangan air bersih sekitar rumah. Di Indonesia saat ini dikenal 4 serotipe virus dengue yaitu Den-1, Den-2, Den -3, Den -4. Dari 4 serotipe tersebut yang paling banyak bersirkulasi adalah serotipe Den-3. Kasus umumnya mulai meningkat pada saat musim hujan yaitu antara bulan Oktober – Mei.

DHF (Dengue Hemorrhagik Fever) dibagi atas beberapa derajat, yaitu: 1. DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan

yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif.

2. DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah)

3. DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur. 4. DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS),

penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Upaya pemberantasan DBD terdiri dari tiga hal yaitu 1) Peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan surveilans vektor, 2) Diagnosis dini dan

pengobatan dini 3). Peningkatan upaya pemberantasan vektor penular penyakit DBD dan upaya pemberantasan dititikberatkan pada penggerakan potensi masyarakat untuk dapat berperanserta dalam pemberantasan sarang nyamuk (gerakan 3M), juru pemantauan jentik (Jumantik) untuk memantau angka bebas jentik (ABJ), serta pengenalan gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga.

Hasil pengumpulan data/indikator kinerja SPM bidang kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2007 jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 5.438 kasus dan penderita yang ditangani (mendapat pengobatan/perawatan) sebesar 86,47%. dan untuk tahun 2008 jumlah kasus DBD sebesar 4.750 dan ditangani sebesar 100 %. Jumlah kasus DBD menurut Kabupaten/Kota se Sulawesi Selatan tahun 2008, Angka kesakitan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebesar 60.32 per 100.000 penduduk.

Berdasarkan hasil pengumpulan data profil kesehatan tahun 2009, ditemukan sebesar 5.173 kasus dan penderita yang ditangani 5.108 kasus (98.74%). Angka kesakitan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebesar 62.11 per 100.000 penduduk. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah kasus DBD sebesar 3.550 kasus, angka kesakitan DBD Insidence Rate sebesar 44,18% per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate DBD (CFR) sebesar 0,93%. Kasus DBD menurut Kabupaten/Kota se Sulawesi Selatan tahun 2010 dapat dilihat pada lampiran tabel 23.

7. Pemberantasan Penyakit Malaria

Penyakit malaria merupakan masalah kesehatan dunia karena mengakibatkan dampak yang luas, dan memungkinkan sebagai penyakit emerging

dan re-emeging karena adanya kasus import dan vektor potensial yang dapat

menularkan dan menyebarkan malaria. Selain itu malaria umumnya merupakan penyakit di daerah terpencil atau sulit dijangkau dan di negara miskin atau berkembang, sehingga tidak mengherankan malaria juga merupakan neglected

disease. Oleh sebab itu malaria menjadi salah satu penyakit menular yang menjadi

sasaran proritas komitmen global di Milinium Development Goals (MDGs).

World Helath Assembly (WHA) pada tahun 2005 mengtargetkan penurunan kasus kesakitan dan kematian malaria di tahun 2010 sebanyak 50% dan 75% di tahun 2015 dari angka pada tahun 2000. Berbagai upaya penanggulangan telah dilaksanakan dengan menggalang berbagai sumber danan dari pemerintah dan non pemerintah (WHO dan Global Found). Pada pertemuan WHA 60 Tahun 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara.

Di indonesia eliminasi malaria dimulai sejak tahun 2009 untuk percepatan penanggulangan malaria dilakukan berbagai intervensi: kelambu berinsektisida untuk penduduk beresiko, pengoabtan yang tepat utnuk subjek terinfeksi malaria dengan artemisinin-based combination therapy (ACT): penyemprotan rumah dengan insektisda dan pengobatan pencegahan pada ibu hamil.

Meningkatnya jumlah penderita malaria dan terjadinya Kejadian Luar Biasa Malaria sangat berkaitan erat dengan beberapa hal sebagai berikut: 1)adanya

perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat perindukkan nyamuk penular malaria; 2)mobilitas penduduk yang cukup tinggi; 3)perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan lebih panjang dari musim kemarau; 4)krisis ekonomi yang berkepanjangan memberikan dampak pada daerah tertentu dengan adanya masyarakat yang mengalami gizi buruk sehingga lebih rentan untuk terserang Malaria; 5)tidak efektifnya pengobatan karena terjadi Plasmodium falciparum resisten klorokuin dan meluasnya daerah resisten, dan 6)menurunnya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap upaya penanggulangan Malaria terpadu.

Di Indonesia dari hasil Riskesdas 2010 Insiden Parasit Malaria (API) sebesar 2,4% demikian pula period prevelnce malaria pada tahun 2010 (10,7%) meningkat tajam dibandingkan API pada tahun 2007 (2,85%), sedangkan untuk Sulawesi Selatan sebesar 2,0%.

Hasil pengumpulan data/indikator kinerja SPM bidang kesehatan dari kabupaten/kota se Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pada tahun 2007, jumlah penderita dilaporkan sebanyak 13.511 penderita klinis dan 3.393 yang positif malaria, dan yang mendapat pengobatan sebesar 70,83% dan untuk tahun 2008 penderita malaria klinis sebesar 8.506 penderita, positif malaria 1.114 dan penderita diobati sebesar 6.403 (75,28%). Angka kesakitan yang dilaporkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebesar 1,22 per 1000 penduduk, pada tahun 2009, tercatat jumlah penderita malaria dilaporkan sebanyak 11.305 penderita klinis dan 1.963 yang positif malaria (17,63%) dan yang mendapat pengobatan sebesar 6.547 penderita (57,91%). Angka kesakitan yang dilaporkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebesar 1,59 per 100.000 penduduk.

Berdasarkan dari hasil pengumpulan data jumlah dan persentase penderita malaria yang diobati menurut kabupaten/kota se Sulawesi Selatan pada tahun 2010 malaria tanpa pemeriksaan sediaan darah sebesar 10.587 orang terdiri dari 2.655 laki-laki dan 2.109 perempuan sedangkan untuk malaria dengan pemeriksaan persediaan sebesar 13.844 orang yang terdiri dari 4.331 laki laki dan 6931 perempuan. Angka kesakitan yang di laporkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota sebesar 1,72 per 100.000 penduduk yaitu laki laki sebesar 0.00% dan perempuan sebesar 1,69 %, dapat dilihat pada lampiran tabel 24.