BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN
F. Pemberian Lisensi
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan
hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/ atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa yang telah terdaftar menggunakan Merek tersebut. Ini berarti bahwa dapat dilakukan perjanjian lisensi yang penggunanya dibatasi hanya pada barang/jasa yang sama dengan yang diperdagangkan oleh pemberi lisensi.62
Perjanjian Lisensi berlaku diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali bila diperjanjikan lain untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari jangka waktu perlindungan Merek terdaftar yang bersangkutan. Pemberian Lisensi kepada pihak lain merupakan suatu hal yang dapat menguntungkan bagi pemilik Merek karena tanpa investasi dia dapat memperluas usahanya. Walaupun perluasan, khususnya jangkauan pemasaran tersebut dilaksanakan oleh orang lain, pemilik Merek tetap memperoleh keuntungan melalui pembayaran royalti dari pemegang lisensi. Besarnya royalti yang yang diterima oleh pemilik Merek mungkin lebih kecil daripada keuntungan riil yang diperoeh seandainya pemilik Merek yang memproduksi sendiri barang/jasa tersebut. Namun dibandingkan dengan investasi yang dibutuhkan untuk perluasan jangkauan pemasaran yang jumlahnya tidak sedikit, pemberian lisensi lebih menguntungkan. 63
Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktori Jenderal dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian lisensi berlaku
62 Ahmadi Miru, Hukum Merek, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm.63
63 Ibid., hlm.64
terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga. Perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud diatas dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Pengaturan mengenai Lisensi diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis pada pasal 42 yaitu :
(1) Pemilik Merek terdaftar dapat memberikan Lisensi kepada pihak lain untuk menggunakan Merek tersebut baik sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa.
(2) Perjanjian Lisensi berlaku diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali diperjanjikan lain.
(3) Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya kepada Menteri dengan dikenai biaya.
(4) Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat oleh Menteri dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(5) Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
(6) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan tekhnologi.
Walaupun suatu Merek telah dilisensikan, pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan lisensi kepada pihak lain tetap dapat menggunakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak lain tetap dapat menggunakan sendiri atau
memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali diperjanjikan lain. Berdasarkan ketentuan diatas maka berlaku prinsip bahwa pemilik Merek boleh menggunakan sendiri atau melisensikan Mereknya kepada pihak lain kecuali dilarang dalam perjanjian lisensi.64
Pada dasarnya lisensi hanya berlaku terhadap penerima lisensi, tetapi dalam perjanjian lisensi dapat ditentukan bahwa penerima lisensi bisa memberikan lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga. Hal tersebut berarti apabila dalam perjanjian lisensi tidak dicantumkan adanya klausul bahwa penerima lisensi tidak dapat memberikan lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga hal tersebut tidak dilakukan oleh penerima lisensi atau dengan kata lain berlaku prinsip bahwa penerima lisensi dilarang melisensikan lebih lanjut kecuali diizinkan dalam perjanjian lisensi.65
Selama perjanjian lisensi berlangsung, dapat saja terjadi pembatalan atas Merek yang bersangkutan. Dalam hal terjadi peristiwa yang demikian, maka penerima lisensi yang beritikad baik, tetapi kemudian Merek itu dibatalkan atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhhannya dengan Merek lain yang terdaftar tetap berhak melaksanakan perjanjian lisensi tersebut sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian lisensi. Namun, penerima lisensi tersebut tidak lagi wajib meneruskan pembayaran royalti kepada pemberi lisensi yang dibatalkan, melainkan wajib melaksanakan pembayaran royalti kepada
64 Ibid.
65 Ibid., hlm.65
pemilik Merek yang tidak dibatalkan/pemilik Merek yang sah.66 Syarat dan tata cara permohonan pencatatan perjanjian lisensi dan ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Merek diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
G. Cara Penyelesaian Sengketa Merek
Timbulnya sengketa Merek kebanyakan dilatarbelakangi dengan adanya peristiwa peniruan atau penggunaan Merek secara tidak sah milik pihak lain.
Merek yang ditiru biasanya Merek yang sudah dikenal di masyarakat karena barang yang diperdagangkan terlihat laku keras di pasaran. Adapun motivasi perbuatan tersebut tidak lain untuk membonceng ketenaran Merek orang lain dan untuk memperoleh keuntungan secara tidak wajar.
Pemilik Merek yang mengetahui Mereknya ditiru oleh pihak lain tidak dapat menerima perlakuan itu karena merasa dirugikan secara materil dan moril.
Dikatakan menderita rugi secara moril karena hak atas Mereknya digunakan begitu saja oleh pihak tanpa seizin dengannya. Padahal untuk dapat memperoleh hak atas Merek bukan hal yang mudah dilakukan, karena membuat atau menciptakan Merek saja memerlukan pemikiran yang mendalam. Demikian pula ketika mendafarkan Merek membutuhkan waktu, biaya tenaga yang tidak sedikit.67
66 Ibid., hlm.67
67 Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, (Jakarta:Rineka Cipta,2008), hlm.48
Kemudian mengenai kerugian materil yang diderita, karena dengan adanya Merek yang sama dengan Merek orang lain, terjadi persaingan yang tidak sehat atau persaingan curang, mengakibatkan pemilik Merek menjadi turun omzet perdagangannya. Biasanya barang yang menggunakan Merek tiruan harganya lebih murah karena menggunakan bahan dasar yang murah. Barang yang harganya murah menarik banyak pembeli. Akibatnya pemilik Merek kehilangan keuntungan yang seharusnya diperoleh.
Terkadang dapat terjadi Merek tiruan terlanjur dilakukan pendaftaran sehingga pelakunya memperoleh hak atas Merek. Hal ini terjadi karena Undang-Undang Merek hanya mengatur pendaftaran Merek secara umum. Dirjen HKI dapat melakukan pendaftaran Merek tersebut karena hasil pemeriksaan substansif menunjukkan hasil tidak memiliki persamaan dengan Merek lainnya. Namun ketika terjadi sengketa di Pengadilan, ternyata Hakim menilai terdapat persamaan dengan Merek lain, sehingga pendaftaran Mereknya dibatalkan.68 Salah satu contohnya adalah kasus Merek “LOIS DAN NEW LOIS serta RED LOIS yang diputus oleh Mahkamah Agung dalam perkara Nomor 789 K/PDT.SUS-HKI/2016 dengan pertimbangan Merek tergugat “NEW LOIS Daftar Nomor IDM000043020 dan REDLOIS Daftar Nomor IDM000043021 dinilai mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terkenal LOIS Daftar Nomor DM00002083 milik Penggugat sebagai penerima lisensi dan kuasa dari pihak LOIS TRADE MARK-CONSULTORES E SERVICOS S.A. Dari contoh tersebut terlihat ketika Merek didaftarkan Dirjen HAKI tidak menemukan adanya
68 Ibid., hlm.48
persamaan dengan Merek lain, namun persamaan itu baru terbukti setelah menjadi sengketa di Pengadilan.
Kebanyakan suatu sengketa tidak mungkin dibiarkan berlarut-larut oleh para pihaknya. Pada umumnya para pihak yang bersengketa sejak timbulnya sengketa sudah bermaksud untuk mengakhirinya. Pihak yang merasa dilanggar haknya datang berkunjung ke tempat pihak yang diduga melanggar haknya untuk membicarakan sengketa yang dihadapi. Apabila hasil kunjungannya ditanggapi dengan positif, walaupun sempat terjadi tawar menawar, namun pada akhirnya terjadi kesepakatan untuk memperoleh perdamaian, maka menjadi berakhir sudah sengketanya.69
Sebaliknya apabila yang terjadi jalan menuju perdamaian mengalami jalan menuju buntu, dimana pihak yang bersengketa saling berbeda pendapat dan masing-masing pihak bersikukuh tetap pada pendiriannya, sehingga kelanjutannya meminta bantuan penyelesaian kepada pihak ketiga. Biasanya pihak yang merasa dilanggar haknya menyelesaikan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Adapula setelah sengketa terjadi, penyelesaiannya tidak melalui usaha perdamaian terlebih dahulu akan tetapi pihak yang merasa haknya dilanggar langsung ke Pengadilan mengajukan gugatan kepada pihak lawannya.70
Jadi sebenarnya penyelesaian sengketa sangat tergantung kepada para pihaknya. Sengketa hendak diselesaikan menggunakan cara bagaimana, apakah Mereka merasa cukup dengan cara perdamaian atau memilih dengan bantuan
69 Ibid., hlm.49
70 Ibid.
pihak ketiga. Mereka sendiri yang dapat menjawabnya dengan pasti, salah satu cara yang dipilih. Untuk sengketa Merek juga demikian, tergantung kepada Mereka yang bersengketa, hendak menyelesaikannya dengan cara mana yang dianggap tepat.
Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis pasal 93 mengatakan selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
1. Alternatif Penyelesaian Sengketa
Lembaga APS diatur dalam Bab II Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase yang menghendaki agar para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya sendiri yang tujuannya tidak lain adalah untuk memperoleh kesepakatan atau perdamaian.
Menggunakan lembaga APS untuk menyelesaikan sengketa yang dikehendaki bahwa para pihak memang sudah berkehendak untuk menyelesaikan di luar pengadilan dengan maksud agar perdamaian dengan sungguh-sungguh dapat tercapai. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 mengatur dengan jelas dan tegas tentang tata cara untuk mencapai kesepakatan menuju perdamaian. Sebelum Undang-Undang ini dilahirkan usaha perdamaian yang dilakukan oleh para pihak bersengketa mengikuti caranya sendiri, sehingga tidak ada cara yang seragam
untuk menjadi pegangan bagi masyrakat. Dengan adanya undang-undang tersebut, maka dengan lembaga APS digunakan sebagai alat untuk mencapai perdamaian.
2. Arbitrase
Arbitrase adalah penyelesaiaan sengketa dengan menggunakan arbiter atau wasit. Lembaga ini diatur dalam Bab III dan seterusnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Para pihak yang bersengketa untuk dapat menyelesaikan sengketa kelembaga arbiter wajib berdasarkan perjanjian. Mereka dengan sengaja membuat perjanjian untuk menyelesaikan sengketa ke arbitrase. Selain dapat memilih arbiter sendiri, Mereka juga dapat memilih tempat penyelenggaraan persidangan arbitrase. Adapun objek sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa-sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Dengan melihat objek sengketa tersebut maka pelanggaran hak atas Merek merupakan sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase karena Merek ruang lingkupnya berada di bidang perdagangan.
3. Pengadilan
Pengadilan merupakan lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman dan mempunyai tugas memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajuan kepadanya. Sehubungan dengan itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman terdapat 4 (empat) lingkungan badan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung, yaitu :
a. Peradilan Umum,
b. Peradilan Militer, c. Peradilan Agama, dan
d. Peradilan Tata Usaha Negara
Keempat badan peradilan tersebut masing-masing mempunyai kewenangan yang berbeda. Untuk peradilan umum wewenangnya adalah mengadili perkara perdata dan pidana. Peradilan militer mengadili perkara pidana yang pelakunya berstatus anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia). Peradilan Agama mengadili perkara perdata khususnya menyangkut sengketa dibidang perdata Islam.
Sedangkan Peradilan Tata Usaha Negara mengadili sengketa Tata Usaha Negara.
Dari badan-badan peradilan di atas yang memiliki wewenang mengadili sengketa Merek adalah Peradilan Umum. Sejak Tahun 1999 negara kita mempunyai Pengadilan Niaga yang merupakan pengadilan khusus yang berada di Pengadilan Negeri dan wewenangnya mengadili perkara kepailitan dan perkara HKI.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Pengadilan Niaga resmi menjalankan tugasnya mengadili sengketa Merek.
Pada Pasal 83 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 menjelaskan secara umum, alur proses penyelesaian sengketa Merek seperti alur perkara gugatan perdata biasa. Alurnya dimulai dari pendaftaran gugatan oleh pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima lisensi Merek terdaftar. Dimana tergugat adalah pihak yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis yang serupa. Melalui gugatan ke pengadilan Niaga, si pemilik Merek terdaftar dan/atau
penerima lisensi Merek terdaftar dapat menuntut ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.
Pasal 85 tersebut kemudian menjelaskan setelah pendaftaran, tahap selanjutnya adalah pemberitahuan gugatan oleh panitera kepada ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat serta penunjukan Majelis Hakim yang kemudian diikuti dengan pemanggilan para pihak. Total waktu yang disediakan sejak pendaftaran gugatan sampai dengan pemanggilan para pihak adalah tujuh hari. Total durasi persidangan sengketa Merek yang ditetapkan oleh undang-undang adalah paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang hingga paling lama 30 hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung (MA).
Selanjutnya pada pasal 87 dikatakan apabila putusan telah dibacakan oleh majelis hakim pengadilan niaga, para pihak memiliki kesempatan untuk melakukan upaya hukum kasasi ke MA. Pihak yang hendak mengajukan kasasi memiliki jangka waktu paling lambat 14 hari sejak putusan diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak untuk melakukan pendaftaran ke panitera pengadilan niaga.
Setelah mendaftar, paling lama 14 hari kemudian pemohon kasasi harus menyampaikan memori kasasi kepada panitera. Lalu, termohon kasasi memiliki kesempatan untuk menanggapi dengan kontra memori kasasi dalam jangka waktu paling lama 14 hari sejak diterimanya memori kasasi. Total durasi pemeriksaan kasasi di MA paling lama 90 hari. Atas putusan kasasi, pihak yang tidak puas dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.
Pasal 92 menjelaskan, putusan terkait sengketa Merek dapat dieksekusi jika telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini terjadi jika para pihak yang bersengketa tidak melakukan upaya hukum atau segala upaya hukum yang ditetapkan oleh undang-undang telah ditempuh. Pelaksanaan putusan terkait sengketa Merek merupakan kewenangan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) berupa tindakan pembatalan Merek yang terdaftar.
Setelah menerima salinan resmi putusan, Menkumham mencoret Merek yang bersangkutan dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan atau penghapusan tersebut. Pencoretan diumumkan dalam Berita Resmi Merek serta diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau kuasanya dengan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan, sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Selain jalur gugatan, pemilik Merek terdaftar yang haknya dirugikan dapat mengajukan permohonan penetapan sementara ke pengadilan niaga. Penetapan sementara dimaksud mencakup pencegahan masuknya barang yang diduga hasil pelanggaran hak atas Merek ke jalur perdagangan, penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak atas Merek tersebut, pengamanan dan pencegahan hilangnya barang bukti oleh pelanggar, dan/atau penghentian pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih besar.
H. Perlindungan Hukum terhadap Pelanggaran Merek di Indonesia
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dalam pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
bahwa pelanggaran Merek biasanya terjadi jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
d. Indikasi Geografis terdaftar.
Oleh karena itu sebagai bentuk perlindungan hukum kepada pemegang Merek terdaftar adalah berupa penolakan pendaftaran Merek yang diajukan orang lain serta pembatalan Merek dari daftar umum pendaftaran Merek atas perintah Pengadilan kepada Direktorat Merek. Bentuk perlindungan Hukum yang lain adalah berupa adanya ketentuan pidana pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tersebut. Ketentuan pidana terebut berada dalam BAB XVIII yang menyebutkan :
1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
3) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
BAB IV
TINJAUAN HUKUM PEMBONCENGAN MEREK BARANG TERKENAL DEMI POPULARITAS (Analisis terhadap merek Lois berdasarkan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 789 K/Pdt.Sus-HKI/2016)
A. Kasus Posisi
1. Kronologis
Dalam perkara ini, pemohon kasasi (dahulu Penggugat), PT Intigarmindo Persada yang diwakili oleh Direktur Utama Indra Halim yang berkedudukan di Jalan Pualam Raya 31, Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat merupakan Penerima Lisensi dari pihak Lois Trade Mark-Consultores E. Servicos S.A.
Penggugat dalam hal ini memberikan kuasa kepada Harris Priyono Nainggolan, S.H., dan kawan-kawan, Para Advokat, beralamat di Jalan Cempaka Putih Tengah XVII Nomor 2, Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 7 Juni 2016, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat. Adapun Termohon Kasasi (dahulu tergugat) adalah AGUS SALIM, beralamat di Jalan Wicaksono H/35, RT 005 RW 007, Kelapa Dua, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, dalam hal ini memberi kuasa kepada Fendrik Adibuana Patria, S.H., dan kawan-kawan, Para Advokat, beralamat di Rukan Elang Laut Blok A Nomor 16 Pantai Indah Kapuk, Jakarta 14460, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 2 Februari 2016, sebagai Termohon Kasasi dahulu Tergugat; Dan PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA cq. KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA cq. DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL cq. DIREKTORAT MEREK, berkedudukan di Jalan Daan Mogot Km. 24, Tangerang 15119, sebagai Turut Termohon Kasasi (dahulu Turut Tergugat). Adapun Pemohon Kasasi (dahulu sebagai Penggugat) telah mengajukan gugatan terhadap Termohon Kasasi (dahulu sebagai Tergugat) dan Turut Termohon Kasasi dahulu sebagai Turut Tergugat di depan persidangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Pemohon Kasasi (dahulu Penggugat) PT. Intigarmindo Persada merupakan sebuah perusahaan yang telah menerima lisensi dari pihak Lois Trade Mark Consultores E Servicos S.A yang memproduksi barang-barang pakaian luar dan pakaian dalam , alas kaki, tutup kepala, celana untuk laki-laki dan perempuan dan untuk anak, pakaian, alas kaki, tutup kepala. Adapun Merek Lois milik pemohon kasasi (dahulu penggugat) tersebut merupakan sebuah merek terkenal karena merek Lois tersebut telah terdaftar diberbagai negara antara lain: Negara Argentina, Chile, Uni Emirates Arab, Philipina, Hongkong, Malaysia, Taiwan.
Pada tahun 2006, Termohon Kasasi (dahulu Tergugat) pernah dilaporkan ke Poltabes Palembang oleh Penggugat sebagaimana tersebut dalam Laporan Polisi Nomor Polisi: LP/1890/B/VII/2006/TABES, tanggal 12 Agustus 2006, karena memalsu Merek LOIS berlokasi di seluruh Toko yang berada di Kota Palembang.
Laporan ini dicabut oleh Penggugat, karena Tergugat telah membuat dan menandatangani Surat Pernyataan tertanggal 29 Agustus 2006 yang isinya antara lain menyatakan Tergugat menyadari bahwa perbuatannya salah dan melawan
hukum, berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya yaitu memproduksi celana panjang jeans dengan menggunakan Merek LOIS.
Pada tahun 2014, Termohon Kasasi (dahuluTergugat) dilaporkan ke Polres Jakarta Pusat oleh Pemohon Kasasi (dahulu Penggugat) sebagaimana Laporan Polisi Nomor Polisi: LP/889/K/Vl/2013/ POLRES JP, karena telah terjadi peristiwa pemalsuan/menyerupai pada pokoknya Merek LOIS yang diproduksi pada celana panjang jeans yang dilakukan oleh Termohon Kasasi (dahulu Tergugat) pada bulan Juni 2014 berlokasi di Pasar Tanah Abang. Laporan ini dicabut oleh Pemohon Kasasi (dahulu Penggugat), karena Termohon Kasasi (dahulu Tergugat) telah membuat dan menandatangani Surat Pernyataan tertanggal 17 Juli 2014 yang isinya antara lain menyatakan Termohon Kasasi (dahulu Tergugat) menyadari bahwa perbuatannya salah dan melawan hukum berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya yaitu memproduksi celana panjang jeans dengan menggunakan Merek LOIS/ NEWLOIS yang menyerupai pada pokoknya.
Pada tanggal 15 April 2015 dan 18 April 2015, Pemohon Kasasi (dahulu Penggugat) mengetahui/menemukan adanya produk celana dengan Merek NEWLOIS di Toko Gerimis, beralamat di PGMATA, Lantai III, Blok B, 162-167, Pusat Grosir Metro Tanah Abang, Jakarta Pusat milik Pemohon Kasasi (dahulu Tergugat). Atas dasar temuan tersebut, Pemohon Kasasi (dahulu Penggugat membuat laporan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tentang dugaan adanya tindak pidana merek sebagaimana Surat Tanda Terima Laporan Nomor
HI-07.03.16. 02.09, tanggal 20 April 2015 dan telah menyerahkan barang bukti sebagaimana tersebut dalam Tanda Penerimaan Barang Bukti Nomor HI-7.
03.10.02.09, tanggal 20 April 2015
Atas laporan Penggugat tersebut, Direktorat Penyidikan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, ahli dan barang bukti. Pada tanggal 23 Oktober 2015, Direktorat Penyidikan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia telah menghentikan penyidikan atas nama Terlapor: “Agus Salim” dengan Surat Ketetapan Nomor HI.07.03.19.02-515, tanggal 23 Oktober 2015, dengan pertimbangan berdasarkan hasil penyidikan terhadap saksi, ahli dan barang bukti, ternyata peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana di bidang merek yang dipersangkakan kepada Terlapor bukan merupakan tindak pidana (sengketa perdata)
Untuk mencegah kerugian Pemohon Kasasi (dahulu Penggugat) yang lebih besar, Pemohon Kasasi (dahulu Penggugat) mohon kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat c.q. Majelis Hakim pemeriksa perkara selama
Untuk mencegah kerugian Pemohon Kasasi (dahulu Penggugat) yang lebih besar, Pemohon Kasasi (dahulu Penggugat) mohon kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat c.q. Majelis Hakim pemeriksa perkara selama