• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH OBER GOKLAS SIHITE NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH OBER GOKLAS SIHITE NIM:"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

OBER GOKLAS SIHITE NIM: 150200419

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami Panjatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa karena oleh berkat dan pengasihannyalah Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“TINJAUAN HUKUM PEMBONCENGAN MEREK BARANG TERKENAL DEMI POPULARITAS (ANALISIS TERHADAP PEMBONCENGAN MEREK LOIS BERDASARKAN PUTUSAN MA NOMOR 789 K/PDT.SUS-HKI/2016)”

Adapun penulisan skripsi ini merupakan sebuah tugas wajib bagi mahasiswa dalam rangka melengkapi tugas-tugas serta memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, Penulis sadar bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun akan diterima oleh Penulis agar dapat memperbaiki kekurangan dalam skripsi ini.

Pada kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan motivasi selama proses penulisan skrisi ini, yaitu kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M. Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I,

(5)

yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan, dan juga arahan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan II Fakuktas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M. Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Syamsul Rizal, SH.,M.Hum Selaku Dosen Pembimbing II, yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan waktunya dalam memberikan bimbingan, pengajaran, arahan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi;

8. Ibu Shinta Uli, SH., M.Hum selaku dosen pembimbing akademik Penulis ; 9. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik serta membimbing penulis selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Ibu Staf Perpustakaan Hukum USU yang bekerja dengan baik dan melayani dengan sepenuh hati;

11. Kedua Oranguta Penulis yakni Timbul Sihite dan Juniar Sulastri Simanjuntak yang senantiasa memberikan dukungan dan melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat memahami arti sebuah kehidupan dan dapat menyelesaikan proses perkuliahan di Fakultas Hukum USU ;

(6)

12. Saudara-saudara Penulis yakni Ester Sihite, AM.K., Harry Sihite, SH., drg. Johan Sihite, Shinta Sihite, SPd.

13. Sahabat-sahabat Penulis Seperjuangan dan sepermainan Pujimory Siallgan, Andreas Kristian Aldes Simamora, Michael Fransisco Nainggolan, Sugita Girsang, Bintang Pardede, Penita Nababan.

14. GMKI FH USU (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Komisariat Fakultas Hukum USU yang telah membentuk karakter penulis dalam berorganisasi) beserta kawan-kawan di GMKI.

15. KMK Hukum USU (Kebaktian Mahasiswa Kristen Hukum USU) yang telah menumbuhkan iman penulis serta kakak Dermawan Sitorus, SH. dan abang David Saruksuk, SH. Sebagai kakak kelompok penulis

16. Orang yang penulis cintai dan sayangi.

17. Seluruh pihak yang mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaian skripsi ini.

Terimakasih atas semua dukungan dan bantuan serta doa yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Tuhan senantiasi melimpahkan berkat kebaikannya kepada kita dan memberkati setiap pekerjaan kita. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi kemajuan Ilmu Hukum.

Medan, 13 Januari 2019 Hormat Penulis

Ober Goklas Sihite NIM. 150200419

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iv

ABSTRAK ...vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...11

C. Tujuan Penelitian ...11

D. Manfaat Penulisan ...12

E. Metode Penelitian ...12

F. Sistematika Penulisan ...17

G. Keaslian Penulisan ...19

BAB II : HUBUNGAN ANTARA PRINSIP, FUNGSI DAN TUJUAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PERLINDUNGAN MEREK A. Perkembangan Hak Kekayaan Intelektual ...20

B. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual ...22

C. Pengelompokan dan Jenis Hak Kekayaan Intelektual ... 27

D. Hubungan Prinsip, Fungsi dan Tujuan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Perlindungan Merek ...30

BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK MEREK BARANG TERKENAL DI INDONESIA A. Perkembangan Merek ...37

B. Pengertian dan Landasan Hukum Merek...42

C. Jenis dan Pembagian Merek, Fungsi Merek ...45

D. Merek Biasa, Merek Terkenal, Merek Termasyhur ...48

E. Prosedur Pendaftaran Merek ...53

F. Pemberian Lisensi ...59

(8)

G. Cara Penyelesaian Sengketa Merek ...63 H. Perlindungan Hukum terhadap Pelanggaran Merek di Indonesia ...70

BAB IV: TINJAUAN HUKUM PEMBONCENGAN MEREK BARANG TERKENAL DEMI POPULARITAS (Analisis terhadap merek Lois berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 789 K/Pdt.Sus-HKI/2016)

A. Kasus Posisi...73 B. Dasar Pertimbangan Majelis Hakim dalam memberikan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 789 K/Pdt.Sus-HKI/2016) ...79 C. Analisis Yuridis Atas Putusan MA

Nomor 789 K/Pdt.Sus-HKI/2016 ...91 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan...97 B. Saran ...98 DAFTAR PUSTAKA ...100

(9)

ABSTRAK Ober Goklas Sihite * 1

OK. Saidin **

Syamsul Rizal ***

Merek terkenal pada sebuah barang berfungsi memberikan kepercayaan kepada

konsumen untuk membeli dan menggunakannya. Popularitas sebuah merek terkenal sering menjadi incaran para pelaku usaha untuk membonceng nama mereka tanpa sepengetahuan dan izin dari pemilik merek terkenal tersebut. Permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini diantaranya adalah bagaimanakah hubungan antara prinsip, fungsi, dan tujuan Hak Kekayaan Intelektual terhadap perlindungan Merek, bagaimanakah Perlindungan Hukum terhadap pelanggaran hak Merek barang terkenal saat ini di Indonesia serta bagaimana Tinjauan Hukum atas Pemboncengan Merek barang terkenal yang diterapkan di Indonesia berdasarkan Putusan MA Nomor 789 K/Pdt.Sus-HKI/2016).

Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dimana bahan hukum primer yang digunakan meliputi Putusan Mahkamah Agung Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016 serta Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Berdasarkan penelitian hukum yang dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 789 K/PDT.SUS-HKI/2016 dapat ditarik kesimpulan bahwa Prinsip, fungsi, serta tujuan Hak Kekayaan Intelektual memiliki hubungan dengan perlindungan merek. Kemudian pelanggaran merek biasanya terjadi jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain dan Majelis Hakim Mahkamah Agung memberikan amar putusan yang adil dan benar dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku khusunya peraturan perundang-undangan mengenai Merek ditunjukkan dengan amar putusannya yaitu menerima gugatan dari Pemohon Kasasi.

Kata Kunci : Merek Terkenal, Pemboncengan Merek

*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdetaan Fakultas Hukum USU

**Dosen Pembimbing I Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

*** Dosen Pembimbing II Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keterbukaan hubungan antar bangsa saat ini menimbulkan dampak yang begitu besar dalam perekonomian suatu negara. Keterbukaan antar bangsa ini sangat erat kaitannya dengan globalisasi. Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Dizaman modern seperti sekarang ini, globalisasi bukanlah istilah yang asing lagi bagi kita, hal tersebut seperti sudah mendarah daging karena setiap aktivitas, makanan dan gaya hidup kita sudah terpengaruh oleh peradaban global.1

Hadirnya era globalisasi setidaknya dapat memudahkan transformasi (perubahan) dalam banyak hal antar negara-negara dibelahan dunia ini (lingkungan Internasional). Globalisasi saat ini menjadikan dunia /lingkungan Internasional seakan berubah menjadi lingkungan kecil yang tanpa batas.

Interaksi/hubungan antar manusia dan negara semakin mudah dilakukan guna menunjang kesepakatan-kesepakatan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.2 Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa globalisasi merupakan

1 Nurhaidah, M.Insya Musa. April 2015, Dampak Pengaruh Globalisasi Bagi Kehidupan Bangsa Indonesia, Jurnal Pesona Dasar. Vol 3.No.3 fsd, http://unsyiah.ac.id/ida.pgsd. 18 September 2018

2 Efan Setiadi. Pengaruh Globalisasi Dalam Hubungan Internasioanal.

https://isip.usni.ac.id/jurnal/

(11)

proses masuknya keruang lingkup dunia. Masa saat ini berbeda dengan masa 10,15,20,25 tahun sebelumnya. Perbedaan itu terjadi di segala aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya, IPTEK, dan sebagainya.

Globalisasi dibidang ekonomi misalnya berdagang itu tidak hanya dilakukan diwilayah sendiri tetapi sudah dilakukan antar negara melalui ekspor impor yang diregulasikan dalam bentuk UU No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.

Globalisasi dibidang IPTEK juga telah menjadikan beberapa perubahan misalnya dibidang Tekhnologi informasi. Untuk berkomunikasi dengan sesorang atau lebih dengan jarak yang jauh surat menyurat melalui pos adalah salah satu pilihan tepat.

Kemudian dengan perkembangan IPTEK digantikan dengan telepon rumah/telepon kabel dan terus berkembang dengan telepon genggam hingga adanya vidio call melalui internet. Dengan adanya Globalisasi tersebut maka negara-negara di berbagai penjuru pun ikut merasakan perkembangan zaman tersebut.

Sebenarnya proses globalisasi telah terjadi sejak dahulu kala dan akan berlangsunng terus, walaupun prosesnya berebeda : dulu sangat lambat,sedangkan sekarang ini sangat pesat dan dimasa depan akan jauh lebih cepat lagi. Perbedaan ini disebabkan terutama oeh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang menghasilkan alat-alat komunikasi dan transportasi yang semakin canggih, aman dan murah. Jadi dapat dikatakan bahwa kemajuan imu pengetahuan dan

(12)

tekhnologi merupakan faktor pendorong atau kekuatan utama dibalik proses globalisasi3

Menurut Friedman, Globalisasi mempunyai tiga dimensi. Pertama, dimensi ide atau tekhnologi, yaitu” kapitalisme”. Dalam pengertian ini, termasuk seperangkat nilai yang menyertainya, yakni falsafah individualismme, demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh karena itu, tidak mengherankan jika demokrasi dan HAM menjadi 2 isu semakin penting, bahkan sekarang ini sering dijadikan sebagai salah satu pertimbangan utama dalam membuat kesepakatan atau menjalin kerjasama baik pada tingkat regional seperti dalam konteks ASEAN (Association Of Southeast Asian Nations), maupun pada tingkat global dalam konteks WTO (World Trade Organizations). Kedua, dimensi ekonomi yaitu pasar bebas yang artinya arus barang dan jasa tidak dihalangi sedikit pun juga Ketiga, dimensi tekhnologi khusunya tekhnologi informasi yang akan membuka batas-batas negara sehingga negara makin tanpa batas.4

Seiring dengan zaman globalisasi, masyarakat pun tentunya akan berubah dalam hal pola pikir dan dalam hal gaya hidup. Perkembangan masyarakat yang dewasa ini terjadi pun tidak dapat lepas dari perkembangan Hukum yang ada.

Oleh karena itu hukum harus dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan

3 Tulus T.H. Tambunan, Globalisasi dan Perdagangan Internasional, (Ciawi: Ghalia Indonesia, 2004), Hlm.17

4 Ibid, hlm.3

(13)

masyarakat, ataupun sebaliknya, masyarakat juga seharusnya dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan hukum yang terjadi.5

Hukum yang berkembang dalam masyarakat bukanlah hukum yang statis melainkan hukum yang dinamis. Sesungguhnya sistem hukum bukanlah semata hanya perangkat aturan statis melainkan refleksi yang senantiasa berubah-ubah dari perkembangan terutama hubungan keragaman karekteristik sosial yang hidup dalam masyarakat baik masyrakat tradisional maupun masyrakat modern, baik perubahan secara cepat maupun lambat.6

Pada dasarnya hukum merupakan peraturan. Agar peraturan tersebut dapat hidup dalam masyarakat dan diterima diseluruh masyrakat maka peraturan tersebut harus sesuai dengan keadaan dalam masyarakat dan juga dapat dipikul oleh masyrakat serta menjawab kebutuhan dalam masyrakat.7 Dalam kehidupan sosial pasti ada perselisihan baik itu selisih pendapat, pelanggaran hak, tindakan kesewenangan, tindakan merugikan orang dan lain sebagainya. Untuk itulah maka ada peraturan diciptakan terlebih manusia hidup berdampingan dan akan ada tujuan-tujuan yang dicapai bersama namun dengan cara bersaing untuk mendapatkan tujuan tersebut.

Dalam proses kehidupan selalu dijumpai yang namanya persaingan.

Persaingan yang dilakukan bertujuan untuk mencapai suatu tujuan diakibatkan

5 Ellya Rosana, Januari 2013, Hukum dan Perkembangan Masyarakat Jurnal TAPIs, Vol.9 No.1, http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/TAPIs/article/viewFile/1578/1305, diakses 30 September 2018, hlm 102

6 Ibid,hlm.104

7 Kuliah yang disampaikan bapak Armansyah pada Perancangan Peraturan-perunndang- Undangan

(14)

salah satunya adanya persamaan kepentingan dalam hal yang sama. Persaingan bukan hanya antar individu saja namun juga antar kelompok atau antara organisasi tertentu. Sebenarnya globalisasi secara pasti membuka pintu persaingan antar negara. Globalisasi juga membuka kerjasama antara negara melaui perjanjian-perjanjian yang dilakukan.

Dalam beberapa tahun terakhir telah semakin nyata bahwa pembangunan harus bersandarkan pada industri yang menghasilkan nilai tambah yang tinggi.

Kesepakatan Indonesia untuk merealisasikan gagasan mengenai ASEAN Free Trade Area (AFTA) serta keikutsertaan Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), telah menunjukan keseriusan Pemerintah dalam mendukung sistem perekonomian yang bebas/terbuka, dan secara tidak langsung memacu perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk lebih meningkatkan daya saingnya.8

Perdagangan bebas pastinya menghasilkan produk yang bermutu tinggi untuk diperdagangkan sehingga memicu pembuatan produk yang memiliki sifat kreativitas yang tinggi dan daya pembeda dengan yang lain agar dapat bersaing di dunia Internasional. Seiring dengan hal tersebut peranan Hak Kekayaan Intelektual berandil besar dalam berbagai hal-hal yang menyangkut barang-barang tersebut terkhusus mengenai Perlindungan Hukumnya.

8 Hak Kekayaan Intelektual (www.kemenperin.go.id/download/140/Kebijakan-

Pemerintah-dalam-Perlindungan-Hak-Kekayaan-Intelektual-dan-Liberalisasi-Perdagangan-Profesi- di-Bidang-Hukum, diakses tanggal 15 Oktober 2018 pukul 14:20)

(15)

Pemerintah sangat menyadari bahwa implementasi sistem Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu tugas besar. Terlebih lagi dengan keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO dengan konsekuensi melaksanakan ketentuan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS), sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).9

Hak Kekayaan Intelektual itu adalah hak Kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerja itu berupa benda immateril. Benda tidak berwujud.10 Pada dasarnya Hak Milik Intelektual (Intelectual Property Right) termasuk di dalam pengaturan buku II KUHPerdata yaitu mengenai Kebendaan.

Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang lahir atas dasar perwujudan kreasi manusia yang dituangkan dari ide-ide, perasaan, dan gagasan-gagasan yang timbul dari pemikiran manusia.

Dalam perkembangan Hukum saat ini, perbutan-perbuatan yang menyimpang atau melawan hukum sudah banyak terjadi bukan hanya melulu mengenai perbuatan yang melawan hukum yang kita dengar atau kita saksikan sehari-hari seperti tindak pidana pencurian, pembunuhan, pelecehan seksual, korupsi,

9 Hak Kekayaan Intelektual (www.kemenperin.go.id/download/140/Kebijakan-

Pemerintah-dalam-Perlindungan-Hak-Kekayaan-Intelektual-dan-Liberalisasi-Perdagangan-Profesi- di-Bidang-Hukum, diakses tanggal 15 Oktober 2018 pukul 15:16)

10 H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property (Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 9

(16)

wanpresatasi dan lain-lain tetapi terdapat perbuatan melawan hukum yang mungkin sedikit orang yang mengetahuinya yakni perbuatan melawan hukum dibidang Hak Kekayaan Intelektual tersebut.

Pasal 1365 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap-tiap pebuatan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pada kasus yang penulis analisa mengenai perbuatan melawan Hukum dibidang Hak Kekayaan Intelektual khususnya mengenai Merek, Agus Salim berkedudukan di Kebun Jeruk, Jakarta Barat yaitu sebagai Termohon Kasasi (dahulu Tergugat) melakukan perbuatan melawan hukum berupa membonceng Merek Lois dimana Merek Lois tersebut milik Perusaahan Lois Trade Mark-Consultores E Servicos S.A yang berkedudukan di Amsterdam Belanda yang telah memberikan Lisensi kepada PT Intigarmindo Persada sebagai Pemohon Kasasi.

Tindakan Agus Salim yang membonceng Merek Lois tersebut dengan memproduksi barang baru dengan Merek Red Lois dan New Lois tentu merugikan Merek Lois sendiri yang pada faktanya dapat mengecoh konsumen dalam hal membeli barang tersebut. Merek Lois tersebut bergerak dalam bidang yang juga mirip dibidang Red Lois dan New Lois yaitu Barang-barang pakaian luar dan dalam berupa celana laki-laki dan wanita, baju jeans,celana jeans,topi.

Kerugian akibat PMH ukurannya dikelompokkan menjadi kerugiaan materiil dan kerugiaan immaterial. Kerugiaan materiil merupakan kerugian yang senyatanya diderita dan dapat dihitung jumlahnya berdasarkan nominal uang

(17)

sehingga ketika tuntutan materiil dikabulkan dalam putusan hakim maka penilaian dilakukan secara objektif. Misalnya ganti rugi atas kecelakaan lalu lintas oleh pemerintah setempat karena ada pembangunan jalan yang mengakibatkan jalan licin. Kerugian Immateri merupakan kerugian yang diderita akibat perbuatan melawan hukum namun tidak dihitung berdasarkan nominal uang. Kerugian tersebut seperti menyebabkan luka fisik, ketakutan, sakit yang pada dasarnya tidak menyangkut uang.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Adanya suatu perbuatan

2. Perbuatan tersebut melawan hukum 3. Adannya kesalahan dari pelaku 4. Adanya kerugian bagi korban

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum ini diartikan dalam arti yang seluas-luasnya, yakni meliputi hal-hal sebagai berikut :11

a. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku.

b. Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, atau c. Pebuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau

11 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung:PT Citra Aditya Bakti ,2010), Hlm.11

(18)

d. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (goede zeden) atau

e. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain (indruist tegen de zorgvuldigheid, welke in het maatshcaap pelijke verkeer betaamt ten aan ten aanzien van anders persoon of goed)

Agus Salim selaku pihak yang memproduksi Merek Red Lois dan New Lois yang kemudian disebut sebagai Termohon Kasasi (dahulu Tergugat) tersebut sebelumnya sudah pernah dilaporkan ke Poltabes Palembang pada tahun 2006 karena telah memalsukan Merek Lois di seluruh Toko yang ada di Palembang.

Namun laporan dari penggugat tersebut dicabut oleh Pemohon Kasasi (dahulu Penggugat) karena Agus Salim berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dengan menandatangani surat pernyataan sekaligus mengakui perbuatannya telah melawan hukum. Agus Salim yang menandatangani pernyataan tersebut justru mengabaikan pernyataanya dengan kembali melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Merek Lois dengan memproduksi celana panjang jeans dengan memakai merek NewLois tepatnya pada tahun 2014. Penggugat kemudian melaporkan Agus Salim ke Polres Jakarta Pusat namun Penggugat mencabut kembali laporannya karena Agus Salim selaku tergugat membuat dan menandatangani pernyataan bahwa mengakui perbuatannya melawan hukum dan tidak mengulanginya lagi. Pihak Lois kemudian mengajukan gugatan terhadap pihak NewLois dan RedLois dengan Agus Salim sebagai pihak tergugat dan juga Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia cq Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual cq Direktorat Merek sebagai turut tergugat.

(19)

Namun gugatan pada tingkat pertama tersebut ditolak seluruhnya dan oleh karena itu pihak Lois mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung sehingga diputuskan lah putusan yang mengabulkan gugatan pihak Lois dengan Putusan Nomor 789 K/Pdt.Sus-HKI/2016 dan sekaligus membatalkan putusan pada tingkat pertama pada Pegadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor putusan 04//Pdt.Sus/Merek/2016/PN Niaga Jkt.Pst.

Berdasarkan kasus tersebut, maka dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pengaturan Merek yang pada intinya tinjauan hukum pemboncengan Merek terkenal di Indonesia. Merek merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual.

Kepedulian terhadap Hak Kekayaan Intelektual oleh masyarakat kita masih minim. Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan perlunya mendorong Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) Direktorat Jenderal HAKI guna melakukan dialog sosialisasi kepada Badan Ekonomi Kreatif. Menurut dia, masyarakat dan pelaku usaha perlu mendapat pemahaman perlindungan industri kreatif. Memahami pentingnya Hak Kekayaan Intelektual atas hasil kreativitas atau produk bagi pelaku industri guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya melindungi Kekayaan Intelektual Bangsa. Dari 8,2 Juta pelaku industri usaha kreatif hanya 11 persen yang terdaftar di HAKI.12

Rendahnya kepedulian masyrakat akan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) merupakan salah satu bentuk kurangnya informasi-informasi dan pengetahuan yang didapat masyarakat awam mengenai HKI itu sendiri ditambah peraturan

12 Hak Kekayaan Intelektual Anak Bangsa Harus Diperhatikan diakses dari

http://news.metrotvnews.com/peristiwa/nN95gMGN-hak-kekayaan-intelektual-anak-bangsa- harus-diperhatikan, pada tanggal 21 Oktober pukul 19:25

(20)

yang berkenan dengan HKI tidak memaksakan agar setiap orang yang memiliki ide maupun karya harus mendaftarkan ide atau penemuannya tersebut. Padahal bila sebuah produk telah memiliki HKI kerugian atas pemalsuan produk dapat ditekan.

Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Ricky J. Pesik Mengatakan salah satu yang mengakibatkan rendahnya kepedulian masyrakat akan pentingnya HAKI adalah anggapan masyarakat jika mengurus HKI biayanya berat dan dokumennya rumit13.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimanakah hubungan antara prinsip, fungsi, dan tujuan Hak Kekayaan Intelektual terhadap perlindungan Merek ?

2. Bagaimanakah Perlindungan Hukum terhadap pelanggaran hak Merek barang terkenal saat ini di Indonesia ?

3. Bagaimana Tinjauan Hukum atas Pemboncengan Merek barang terkenal yang diterapkan di Indonesia berdasarkan Putusan MA Nomor 789 K/Pdt.Sus-HKI/2016) ?

C. Tujuan Penelitian

13 Pendaftaran HAKI Industri Kreatif Masih Minim, diakses dari

https://www.jpnn.com/news/pendaftaran-haki-industri-kreatif-masih-minim, pada tanggal 21 Oktober 2018 pukul 19.32

(21)

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan antara prinsip, fungsi, dan tujuan Hak Kekayaan Intelektual terhadap perlindungan Merek.

2. Untuk mengetahui Perlindungan Hukum terhadap pelanggaran hak Merek barang terkenal saat ini di Indonesia.

3. Untuk mengetahui Tinjauan Hukum atas Pemboncengan Merek barang terkenal yang diterapkan di Indonesia berdasarkan Putusan MA Nomor 789 K/Pdt.Sus-HKI/2016).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini digunakan untuk mempelajari Hak Kekayaan Intelektual khususnya Hak atas Merek sehingga dapat mengetahuinya. Penelitian ini juga menambah wawasan dibidang Hak Kekayaan Intelektual sehingga menjadi salah satu modal besar sipenulis dalam melangkah menuju masa depan.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber dalam hal pemecahan masalah dalam berbagai persoalan yang berkaitan dengan Merek khususnya bagi Mereka yang telah mempunyai brand sendiri dan juga dapat menjawab masalah-masalah Hak Kekayaan Intelektual dalam masyarakat.

(22)

E. Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang ditangan. Penelitian merupakan suatu terjemahan dari bahasa Inggris yaitu Research, yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Dengan demikian secara logawiyah berarti “mencari kembali”.14

Menurut Nawawi Metodologi Penelitian adalah ilmu tentang metode, dan bilamana dirangkai menjadi Metodologi Penelitian, maknanya adalah ilmu tentang metode yang dapat dipergunakan dalam melakukan kegiatan penelitian.

Metodologi Penelitian juga dapat diartikan sebagai ilmu untuk mengungkapkan dan menerangkan gejala-gejala alam dan gejala-gejala sosial dalam kehidupan manusia, dengan mempergunakan prosedur kerja yang sistematis, terartur, tertib dan dapat dipergunakan secara ilmiah.

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.15

14 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada ,2003) Hlm. 27

15 Ibid,Hlm.28

(23)

1. Jenis Penelitian

Penelitian dapat ditinjau dari berbagai macam sudut maka hasilnya adalah adanya bermacam-macam penelitian. Secara singkat maka macam-macam penelitian tersebut mencakup :16

A. Dari sudut sifatnya : Penelitian eksploratoris atau penjelajahan, penelitian deskriptif, penelitian eksplanatoris

B. Dari sudut bentuknya : Penelitian diagnostik, penelitian preskriptif, penelitian evaluatif

c. Dari Sudut Tujuannya : Penelitian fact finding, penelitian problem identification

D. Dari sudut penerapannya : Penelitian murni, Penelitian yang berfokus masalah, penelitian terapan.

Dari sudut tujuan penelitian Hukum sendiri terdapat :

A. Penelitian Hukum Normatif, yang mencakup : Penelitian terhadap azas-azas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum.

B. Penelitian Hukum Sosiologis atau empiris yang terdiri dari : Penelitian terhadap identifikasi hukum, Penelitiaan terhadap efektivitas hukum.

16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press, 2005),hlm.50.

(24)

Tipe Penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan hanya meneliti bahan pustaka atau data sekunder yaitu bahan hukum primer,sekunder,tertier.

2. Sumber Data

Penulis dalam melakukan penelitian kasus ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif ini didasarkan pada penelitian kepustaskaan (Library Research), yang dilakukan dengan menghimpun data sekunder. Adapun data-data sekunder yang digunakan tersebut terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier

Bahan hukum Primer merupakan bahan hukum yang mengikat sehingga orang taat dan menjalani peraturan tersebut. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan yakni Putusan Mahkamah Agung Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI 2016 serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer. Dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder yang digunakan yaitu buku-buku, pendapat para ahli hukum, serta beberapa warta berita yang dimuat dalam media internet, jurnal, serta dokumen yang ada hubungannya dengan masalah yang dikemukakan.

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Dalam penelitian

(25)

ini, bahan hukum tersiernya adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia serta kamus hukum.

3. Analisis Data

Data yang telah terkumpul yang meliputi bahan hukum primer yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI 2016 serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer. Dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder yang digunakan yaitu buku-buku, pendapat para ahli hukum, serta beberapa warta berita yang dimuat dalam media internet, jurnal, serta dokumen yang ada hubungannya dengan masalah yang dikemukakan.

Setelah terkumpul, kemudian data-data tersebut dianalisa dengan menggunakan pendekatan kualitatif berhubung tipe penelitian ini adalah yuridis normatif sehingga dengan penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif ini, tulisan ini mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.17 Dengan pendekatan tersebut maka akan ditemukanlah pola dan pokok pikiran dalam permasalahan sehingga dapat menuntun jalan pikiran sipenulis dalam pengerjaan penelitian tersebut.

Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data sekunder. Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum

17 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika,2011) hlm.105

(26)

positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.18

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini mencakup keseluruhan isi dalam skripsi ini, yang disusun secara bertahap dalam rangkaian bab demi bab sehingga dapat memudahkan pemahaman atas tulisan ini serta dapat tercapainya tujuan penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan ini yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini akan menguraikan tentang latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan, dan keaslian penulisan skripsi.

BAB II HUBUNGAN ANTARA PRINSIP, FUNGSI DAN TUJUAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP

PERLINDUNGAN MEREK

Bab II ini akan menguraikan tentang perkembangan Hak Kekayaan Intelektual, pengertian Hak Kekayaan Intelektual, pengelompokan dan jenis Hak Kekayaan Intelektual, hubungan prinsip, fungsi, dan tujuan Hak Kekayaan Intelektual terhadap perlindungan Merek

18 Ibid, hlm 105

(27)

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK MEREK BARANG TERKENAL DI INDONESIA

Bab III ini akan membahas tentang perkembangan Merek, pengertian dan landasan hukum Merek, jenis dan pembagian Merek, fungsi Merek, Merek biasa, Merek terkenal, Merek termasyhur, prosedur pendaftaran Merek, pemberian lisensi, perlindungan hukum terhadap pelanggaran Merek di Indonesia, dan cara menyelesaikan sengketa Merek.

BAB IV TINJAUAN HUKUM PEMBONCENGAN MEREK BARANG TERKENAL DEMI POPULARITAS (Analisis terhadap Merek Lois berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 789 K/Pdt.Sus-HKI/2016)

Bab IV ini akan membahas tentang kasus posisi, dasar pertimbangan hakim dalam memberikan putusan Mahkamah Agung Repulik Indonesia Nomor 789 K/Pdt.Sus-HKI/2016), serta analisis Hukum atas putusan terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 789 K/Pdt.Sus-HKI/2016) tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(28)

G. Keaslian Penelitian

Tulisan dengan judul “TINJAUAN HUKUM PEMBONCENGAN MEREK BARANG TERKENAL DEMI POPULARITAS (ANALISIS TERHADAP PEMBONCENGAN MEREK LOIS BERDASARKAN PUTUSAN MA NOMOR 789K/PDT.SUS –HKI/2016)” sampai sejauh ini belum ditemukan adanya judul yang sama seperti judul tersebut diatas pada Arsip Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU setelah dilakukan uji bersih yang dilakukan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU sehingga tulisan ini adalah asli.

(29)

BAB II

HUBUNGAN ANTARA PRINSIP, FUNGSI, DAN TUJUAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PERLINDUNGAN MEREK

A. Perkembangan Hak Kekayaan Intelektual

Sejak masa penjajahan Belanda perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia sejatinya sudah ada. Pada masa itu pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan perundang-undangan HKI di Indonesia sejak Tahun 1884 dengan sebutan Reglement Industriele Eigendom. Dimana keanggotaan Indonesia pada masa pemerintah Belanda telah meratifikasi dan mengikatkan diri pada konvensi-konvensi HKI. Dalam tatanan global sangat tampak bahwa substansi hukum HKI mengandung nilai yang individualistik, monopolistik, materialistik, dan kapitalistik. Lebih mendasar lagi bahwa pembentukan asas dan kaidah HKI dalam sistem hukum HKI di Indonesia yang lebih menonjolkan nilai- nilai berasal arus global, tanpa mengakomidir konsep perlinduingan kekayaan intelektual berdasarkan nilai-nilai yang berasal dari bangsa Indonesia yang sampai saat ini dianut oleh masyarakat Indonesia yakni nilai komunal dan spiritual serta nilai-nilai Pancasila.19

Berdasarkan sejarah pengaturan sistem pengaturan HKI di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda dengan diundangkannya Octrooi Wet No. 136 Staatblad 1911 Nomor 313, Industrial Eigendom Kolonien 1912 dan Auterswet

19 Khois Roisah, Konsep Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Malang:Setara Press, 2015)hlm.viii

(30)

1912 Staatblad 1912 Nomor 600. Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagai anggota WTO, diratifikasikanlah beberapa konvensi dibidang HKI, sedangkan di forum Internasional dimasukkannya TRIPs (Trade of Related Intellectual Property Rights) dalam paket persekutuan WTO di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HKI diseluruh dunia. Keanggotaan Indonesia dalam WTO (World Trade Organizaion) dimulai dengan diratifikasikannya hasil putaran Uruguay yaitu Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan dunia) melalui Undang- Undang No. 7 tahun 1994. Catatan penting dalam persetujuan WTO adalah Agreement Related Aspect of Intellectual TRIPs, Pemerintah Indonesia kemudian meratifikasi konvensi-konvensi Internasiona dibidang HKI, yaitu :20

a. Paris Convention for the protection of industry Property and Convention Establishing the World Intelectual Property Organizations, dengan Keppres Nomor 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres Nomor 24 Tahun 1997;

b. Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulations under the PCT, dengan Keppres Nomor 16 tahun 1997;

c. Trademark Law treaty (TML) dengan Keppres Nomor 17 Tahun 1997;

d. Bern Convention for the Protection of Literaty and Arthistic Works dengan Keppres Nomor 18 Tahun 1997; dan

e. WIPO copyrights Treaty (WTC) denga Keppres Nomor 19 Tahun 1997.

20 Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, (Yogyakarta:Penerbit Pustaka Yustitia,2011), Hlm.6

(31)

B. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau istilah dalam bahasa Inggris Intellectual Property Rights adalah salah satu hak yang timbul atau lahir karena kemampuan Intelektual manusia. Istilah Intellectual Property Rights merupakan istilah umum dalam bahasa Inggris yang di Indonesia diterjemahkan dalam beberapa istilah. Di Indonesia penggunaan istilah yang dianggap padanan kata Intellectual Property Rights di dalam perkembangan tata hukumnya maupun yang digunakan oleh beberapa penulis pada awalnya digunakan istilah Hak Milik Kekayaan Intelektual (HaKI) dan istilah terakhir yang digunakan adalah Hak Kekayaan Intelektual.21 Istilah Hak Milik Kekayaan Intelektual berasal dari kata Intellectuale Eigendomsrecht (bahasa Belanda) dalam sistem Eropa Kontinental. Istilah Hak Milik Kekayaan Intelektual dari telah lama digunakan terutama oleh beberapa penulis seperti Sudargo Gautama, C.S.T Kansil, Muhammad Djumhana, dalam bukunya terbitan Tahun 1990-an banyak menggunakan istilah HAK MILIK INTELEKTUAL (HMI). Istilah HMI juga digunakan secara resmi dalam Garis- Garis Besar Haluan Negara tahun 1993 pada bab IV (F) Bidang Ekonomi Butir (a) sub (g) bahwa “Untuk mendorong penemuan, inovasi serta peningkatan mutu dan efisiensi industri nasional perlindungan HAK MILIK INTELEKTUAL, hasil penelitian dan pengembangan industri dan standarisasi perlu disempurnakan dan dimasyarakatkan.22

Penggunaan istilah hak milik sesuai dengan konsep hukum perdata Indonesia.

Antara kata “milik‟ dan kata “kekayaan”dalam istilah tersebut lebih tepat jika

21 Khois Roisah, Op.Cit., hlm.4

22 Ibid.

(32)

menggunakan kata “milik” atau kepemilikan, karena pengertian hak milik memilikki ruang lingkup yang lebih khusus dari pada kekayaan. Menurut sistem hukum perdata, hukum mengenai harta kekayaan meliputi hukum kebendaan dan hukum perikatan. Intelectual Property Rights merupakan kebendaan immateriil yang juga menjadi objek hak milik sebagaimana diatur dalam hukum kebendaan.

Penggunaan istilah hak atas kepemilikan intelektual lebih tepat daripada istilah Hak Kekayaan Intelektual.23

Jika ditelusuri lebih jauh, Hak Kekayaan Intelektual sebenarnya merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda immateril). Benda dalam kerangka hukum perdata dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori salah satu diantara kategori itu adalah pengelompokan benda ke dalam klasifikasi benda berwujud dan benda tidak berwujud. Untuk hal ini dapatlah dilihat batasan benda yang dikemukakan oleh pasal 499 KUH Perdata yang berbunyi : menurut paham undang-undang yang dimaksud dengan benda ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Untuk pasal ini, kemudian Prof.Mahadi menawarkan, seandainya dikehendaki rumusan lain dari pasal ini dapat diturunkan kalimat sebagai berikut: yang dapat menjadi objek hak milik adalah benda dan benda itu terdiri dari barang dan hak24

Selanjutnya sebagaimana yang diterangkan oleh Prof. Mahadi barang yang dimaksud oleh pasal 499 KUH Perdata tersebut adalah benda materil (stoffelijk voorwerp), sedangkan hak adalah benda immateril. Uraian ini sejalan dengan

23 Ibid.

24 H. Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta:Rajawali Pers,2010), hlm.11

(33)

klasifikasi benda menurut pasal 503 KUH perdata, yaitu penggolongan benda ke dalam kelompok benda berwujud (bertubuh) dan benda tidak berwujud (tidak bertubuh). Benda immateril atau benda tidak berwujud berupa hak itu dapatlah kita contohkan seperti hak tagih, hak atas bunga uang, hak sewa, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak atas benda berupa jaminan, hak kekayaan intelektual (Intellectual Property Rights) dan lain sebagainya. Kata hak milik atau property yang digunakan dalam istilah tersebut sungguh menyesatkan, kata Mrs.

Noor Mout Bowman. Karena kata harta benda/property mengisyaratkan adanya suatu benda nyata. Padahal Hak Kekayaan Intelektual itu tidak ada sama sekali menampilkan benda nyata. Ia bukanlah benda materil. Ia merupakan hasil kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk, baik materil maupun immateril. Bukan bentuk penjelmaannya yang dilindungi akan tetapi daya cipta itu sendiri. Daya cipta itu dapat berwujud dalam bidang seni, industri dan ilmu pengetahuan atau paduan ketiga-tiganya25

Istilah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan perubahan atau reevisi dari istilah Hak Atas Kekayaann Intelektual. Perubahan ini berdasarkan surat Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dalam surat Nomor 24/M/PAN/1/2000 istilah “Hak Kekayaan Intelektual “ (tanpa

“Atas”) dapat disingkat “HKI” atau akronim “HKI” telah resmi dipakai. Jadi bukan lagi Hak Atas Kekayaan Intelektual. Keputusan Menteri hukum dan perundang-undangan tersebut didasarkan pula dengan Keputusan Presiden

25 Ibid., hlm.12

(34)

Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 1998 tanggal 15 September 1998, tentang perubahan nama Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten dan Merek berubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Atas Kekeyaan Intelektual (Ditjen HAKI) kemudian berdasar Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 Ditjen HAKI berubah menjadi Ditjen HKI.26

HKI atau bisa juga disebut HAK Milil Intelektual pada awalnya merupakan

hak yang berasal dari kreasi suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta menunjang bagi kehidupan manusia, juga mempunyai niai ekonomi.

Bentuk nyata dari kemampuan karya intelektual manusia bisa berbentuk teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra. HKI baru ada bila kemampuan intelektual manusia itu telah membentuk sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dibaca, atau dapat digunakan. Menurut Budi Santoso, HKI pada dasarnya merupakan suatu hak yang timbul sebagai hasil kemampuan Intelektual manusia dalam berbagai bidang yang menghasilkan suatu proses atau produk bermanfaat bagi umat manusia.27

HKI memiliki dua aspek utama, yaitu :28

a. Proses dan produk ini meliputi berbagai bidang secara luas, mulai dari bidang seni dan sastra hingga invensi dan inovasi dibidang tekhnologi

26 Khois Roisah, Op.Cit., hlm. 6

27 Ibid.

28 Ibid., hlm. 7

(35)

serta segala bentuk lainnya yang merupakan hasil dari proses kreativitas manusia lewat cipta, rasa, dan karsanya.

b. Karya cipta atau invensi tersebut menimbulkan hak milik bagi pencipta atau penemunya. Sifatnya sebagai hak milik, maka karenanya hak seorang pencipta atau penemu atas karya ciptanya haruslah dilindungi.

Atas hasil kreasi tersebut, masyarakat beradab mengakui bahwa yang menciptakan boleh menguasai untuk tujuan yang menguntungkannya. Hak Kekayaan Intelektual bersifat eksklusif dan mutlak, artinya bahwa hak tersebut dapat dipertahanakan terhadap siapapun dan yang mempunyai hak tersebut dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemegang hak kekayaan intelektual juga mempunyai hak monopoli, yaitu hak yang dapat dipergunakan dengan dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaan/penemuannya ataupun menggunakannya.

Karya-karya Intelektual dilahirkan dengan pengorbanan waktu bahkan biaya dan melalui pengorbanan ini menjadikan karya yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi yang melekat sebagai konsekuensi menjadi kekayaan (property) bilamana melalui karya-karya tersebut dapat diperoleh manfaat ekonomi yang nantinya bisa dinikmati. Seperti yang telah disebutkan diatas HKI baru muncul bilamana hasil intelektual manusia tersebut telah membentuk sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dibaca, maupun dipergunakan secara praktis. Disamping itu kreativitas intelektual juga harus orisinil atau asli (original) dan baru sama sekali ataupun memperbarui dari kreativitas sebelumnya (novelty).

(36)

Tabel Konsep Hak Kekayaan Intelektual29

Sumber Kreativitas Intelektual

Bentuk Gagasan Bantuk nyata/berwujud

Persyaratan Orisinil (originally) dan baru (novelty)

Hasil Karya seni, ilmu pengetahuan dan

temuan tekhnologi (invensi)

Kandungan nilai Nilai Ekonomi dan moral

Konsekuensi Hak kekayaan

Konstruksi Benda bergerak tak berwujud

Kandungan hak Hak Eksklusif

Hak Monopoli

Jenis Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri

C. Pengelompokan dan Jenis Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual pada intinya terdiri dari beberapa jenis, secara

“konvensional” dipilih dalam dua kelompok, yaitu :30 1. Hak Cipta (Copyright)

2. Hak atas Kekayaan Industri (Industrial Property), yang berisikan:

a. Paten b. Merek

c. Desain Produk Industri (Industrial Design)

29 Ibid, hlm. 10

30 Suyod Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, (Bandung:Nuansa Aulia, 2010) hlm.9

(37)

d. Rahasia Dagang (Trade Secret)

Perlu dicatat bahwa pengenalan jenis HKI tersebut pada dasarnya berpangkal pada Konvensi Pembentuk WIPO (World Intellectual Property Organization).

WIPO adalah badan khusus PBB yang dibentuk dengan tujuan untuk mengadministrasikan perjanjian/persetujuan multirateral mengenai HKI.

Indonesia merupakan anggota WIPO dan meratifikasi konvensi tersebut pada tahun 1979. Menurut WIPO (WIPO didirikan berdasarkan Convention Establishing the wordl Intellectual Property Organization, yang ditandatangani 14 Juli 1976 di Stockholm dan mulai berlaku pada 1970. WIPO menjadi organisasi Internasional bagian dari United Nations (PBB) pada Desember 1974) dan oleh praktik-praktik negara, dikelompokkan secara tradisonal ke dalam dua kelompok kekayaan intelektual :31

1) Kekayaan Industrial (Industrial Property) terdiri dari : a. Invensi teknologi (paten);

b. Merek;

c. Desain Industri;

d. Rahasia Dagang e. Indikasi Geografis

2) Hak Cipta (Copy Rights) dan Hak-hak yang berkaitan (Neighboring Rights) yang terdiri antara lain :

a. Karya-karya tulis;

b. Karya musik;

31 Ibid

(38)

c. Rekaman suara;

d. Pertunjukan pemusik, aktor, dan penyanyi.

Secara tradisional kekayaan intelektual dibagi menjadi dua cabang yaitu Kekayaan Industri dan Hak Cipta. Kekayaan Industri mencakup perlindungan invensi melalui paten, perlindungan kepentingan komersial tertentu melalui undang-undang Merek dan undang-undang tentang nama dagang, dan undang- undang tentang perlindungan desain industri. Disamping itu, Kekayaan Industri meliputi pengendalian persaingan yang tidak wajar. Hak Cipta memberikan hak- hak tertentu kepada para pengarang atau pencipta karya intelektual lainnya (sastra, musik, dan seni) untuk memberikan wewenang atau melarang untuk menggunakan karya tersebut selama waktu tertentu.

Perjanjian TRIPs tidak mendefenisiskan kekayaan intelektual tetapi pasal 1 angka 2nya menyebutkan bahwa kekayaan intelektual terdiri atas :32

1) Hak Cipta dan hak-hak yang berkaitan dengan Hak Cipta (seperti hak dari artis pertunjukan, produser rekaman suara dan organisasi penyiaran);

2) Merek;

3) Indikasi Georafis 4) Desain industri 5) Paten

6) Desain rangkaian listrik terpadu

7) Rahasia dagang dan data mengenai test (test data)

32 Ibid, hlm.12

(39)

8) Varietas tanaman baru

D. Hubungan Prinsip, Fungsi, Tujuan, Hak Kekayaan Intelektual terhadap Perlindungan Merek

Suatu aturan hukum selalu berisi kaidah hukum dan asas-asas hukum. Kaidah hukum merupakan pedoman perilaku dan asas-asas hukum adalah ukuran penilaian yang bersifat fundamental (prinsip-prinsip yang mendasari) dalam suatu aturan hukum. Menurut Paul Scholten, asas hukum berperan sebagai pikiran- pikiran dasar yang terdapat di dalam suatu peraturan perundang-undangan (hukum positif) dan putusan hakim. Asas-asas hukum dapat dikatakan sebagai meta kaidah yang berisi ukuran atau kriteria nilai (waardemaatstaven) yang memiliki fungsi untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam hukum positif dan daan penerapannya. Asas-asas hukum dapat pula disebut dengan istilah prinsip-prinsip dasar hukum.33

Pengaturan terhadap HKI berlandasan pada prinsip-prinsip dasar atau asas- asas yang menjiwai suatu sistem hukum yang ingin dibentuk dan diterapkan.

Asas-asas tersebut berisi nilai-nilai fundamental yang masuk kedalam pasal-pasal dalam Undang-Undang HKI dan dalam mengarahkan tujuan yang hendak dicapai oleh undang-undang tersebut. Beberapa prinsip universal perlindungan HKI dapat dikemukakan sebagai berikut :34

33 Candra Irawan, Politik Hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia, (Bandung:Mandar Maju, 2011) Hlm.51

34 Ibid

(40)

1. Prinsip perlindungan hukum karya intelektual

Hukum hanya memberi perlindungan kepada pencipta, pendesain atau inventor yang dengan daya intelektualnya menghasilkan suatu ciptaan, desain ataun invensi orisinil (baru, karya asli bukan tiruan) yang sebelumnya belum ada. Orisinilitas menjadi persyaratan terpenting dari HKI. Hukum memberi perlindungan kepada pencipta atau inventor tidak dimaksud untuk selama-lamanya, tetapi berlangsung dalam jangka waktu tertentu yang dianggap wajar. Jangka waktu perlindungan hukum dimaksudkan agar pencipta, pendesain, atau inventor memperoleh kompensasi yang layak secara sosial ekonomi.

2. Prinsip keseimbangan hak dan kewajiban

Hukum mengatur berbagai kepentingan yang berkaitan dengan HKI secara adil dan proporsional, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan kepentingannya. Pihak yang berkepentingan dalam hal ini adalah pemerintah, pencipta, inventor, pemegang atau penerima HKI dan masyarakat. HKI yang berbasis pada individualisme harus diimbangi dengan keberpihakan pada kepentingan umum (komunalisme).

3. Prinsip Keadilan

Pengaturan hukum HKI harus mempu melindungi kepentingan inventor atau pencipta. Disisi lain jangan sampai kepentingan pencipta atau inventor mengakibatkan timbulnya kerugian bagi masyarakat luas. HKI juga tidak boleh digunakan untuk menekan suatu negara agar ikut

(41)

mengikuti keinginan negara lain apalagi dimaksudkan untuk membatasi terjadinya alih tekhnologi dari negara maju kepada negara berkembang.

4. Prinsip ekonomi dan moral

Lahirnya karya intelektual membutuhkan waktu, kreativitas intelektual, fasilitas, biaya dan dedikasi yang tidak sedikit dan dedikasi. Karya intelektual memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Oleh karena itu pencipta atau inventor harus dijamin hukum untuk memperoleh manfaat ekonomi dari karyanya. Selain itu, pencipta atau inventor juga dilindungi hak moralnya, yaitu berhak untuk diakui keberadaanya sebagai inventor atau pencipta dari suatu karya intelektual.

5. Prinsip teritorialitas

Walaupun prinsip national treatment dan MFN (Most Favoured Nations) merupakan dua prinsip pokok, perlindungan HKI diberikan oleh negara berdasarkan prinsip kedaulatan dan yurisdiksi masing-masing negara.

Disepakatinya WTO/TRIPs Agreement dan keinginan untuk mewujudkan standarisasi pengaturan HKI secara Internasional tidak memupus prinsip teritorialitas.

6. Prinsip kemanfaatan

Karya Intelektual dilindungi hukum adalah yang memiliki manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni, serta digunakan untuk kesejahteraan dan pengembangan kehidupan masyarakat. Karya Intelektual yang tidak memiliki manfaat bagi manusia tidak layak diberi perlindungan hukum.

(42)

7. Prinsip moralitas

Moralitas alam perindungan HKI meliputi kejujuran intelektual (tidak menutupi sumber awal lahirnya karya intelektual ). Karya Intelektual yang dihasilkan tidak boleh bertentangan dengan moralitas kemanusian.

Undang-Undang HKI Indonesia menegaskan bahwa ciptaan atau invensi yang dapat diberi perlindungan hukum adalah yang tidak bertentangan dengan kesusilaan, moralitas, dan agama.

8. Prinsip alih tekhnologi dan penyebaran tekhnologi

Sesuai dengan ketentuan Article 7 TRIPs Agreement, tujuan dari perlindungan dan penegakan HKI adalah untuk memacu invensi baru dibidang tekhnologi dan memperlancar alih tekhnologi dan penyebarannya dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen dan penggunanya.

Tekhnologi pada prinsipnya tidak boleh dikuasai dan digunakan sekelompok orang , perusahaan atau negara terentu saja melainkan harus dialihkan dan sebarkan kepada orang lain, perusahaan dan negara lain sehinga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi manusia

Fungsi HKI dan Tujuan HKI

Hak Kekayaan Intelektual merupakan sarana perlindungan. Penemuan dan kreasi tersebutlah yang nantinya menjadi sumber dari kehidupan manusia, karena dengan penemuan-penemuan dan hasil dari kreativitas itulah kehidupan manusia semakin menjadi berkembang sampai seperti sekarang ini. Oleh karenanya negara sebagai institusi tertinggi berkewajiban untuk melindungi penemuan-penemuan

(43)

tersebut beserta penemunya sebagai bentuk penghormatan dan sebagai wujud rasa terimakasih. Paling tidak itulah ilustrasi mengapa penemuan dan hasil kreativitas manusia perlu mendapat perlindungan, yang mana kemudian konsep perlindungan tersebut di tuangkan dalam konsep Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Sebuah konsep yang mulai populer di awal abad 19-an, dan yang sampai sekarang menjadi sebuah konsep yang sudah dianut oleh sebagian besar negara dunia melalui penandatangan Trade of Related Intellectual Property Rights (TRIPs) Agreement.35

HKI sebagai sebuah sarana untuk melindungi pencipta dan ciptaan sudah mengakar kuat di berbagai negara dunia. Terlebih di beberapa negara besar dan maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat. Di negara-negara besar inilah konsep HKI menjadi berkembang dan seolah sudah mapan. Karena besar dan mapan di negara-negara maju, konsep HKI yang pada awalnya ditujukan untuk melindungi pencipta dan ciptaannya sekarang berubah kesan menjadi satu sistem yang seolah melupakan fungsi sosialnya. Hal ini bisa dilihat bagaimana sistem HKI ini melindungi dengan ketat hak ekonomi dan hak moral pencipta sementara di sisi lain tidak memperhatikan costumer yang merasa

“tercekik” dengan royalti yang harus dikeluarkan untuk ciptaan tersebut padahal costumer juga sangat membantu pencipta agar bsia berkembang. Pencipta tidak bisa dipisahkan dengan costumer, begitu juga sebaliknya.

35Copy Left dan Fungsi Sosial diakses dari

http://pusathki.uii.ac.id/artikel/artikel/copyleft-dan-fungsi-sosial-hki.html (pada tanggal 28 Oktober 2018 pukul 12:30)

(44)

Konsep perlindungan yang diusung dalam sistem HKI ini seolah menjadikan HKI sebagai satu sistem monopoli yang kapitalis, individualis, dan hanya mementingkan kepentingan pencipta atau penemu saja, hampir tidak terlihat didalamnya peran dan fungsi sosial. Itulah kenapa tidak sedikit masyarakat yang mencibir konsep perlindungan HKI. Sebagai satu contoh akibat dari cibiran dan rasa tidak suka dengan monopoli yang diciptakan oleh HKI, maka sebagian orang kemudian memunculkan copyleft.

Berikut ini adalah tujuan dari HKI :36

1. Mencegah adanya kemungkinan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual milik orang lain.

2. Meningkatkan daya kompetensi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual

3. Bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia

Prinsip, fungsi, serta tujuan Hak Kekayaan Intelektual memiliki hubungan dengan perlindungan Merek. Karena didalamnya menekankan arti pentingnya suatu perlindungan terhadap pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual milik orang lain sebagaimana Merek merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual.

Perlindungan terhadap Merek akan memberikan dampak yang nyata dibidang perekonomian khususnya peningkatan kesejahteraan bagi pemegang Merek

36 Fanny Kurnia Abdi Praja, Sudahkah anda familiar dengan Hak Kekayaan Intelektual atau HaKI? HaKI mempunyai fungsi utama untuk memajukan kreatifitas dan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat secara luas. Tapi sejauh mana anda mengetahui Hak Kekayaan Intelektual? Yuk bahas bersama-sama, https://www.duniadosen.com/hak-atas-kekayaan- intelektual-haki/ (diakses pada 28 Oktober 2018)

(45)

asalkan Merek tersebut tidak bertentangan dengan kesusilaan, moralitas, dan agama.

(46)

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK MEREK BARANG TERKENAL DI INDONESIA

A. Perkembangan Merek

Sejarah Merek dapat ditelusuri bahkan mungkin berabad-abad sebelum Masehi. Sejak zaman kuno misalnya periode Minoan, orang sudah memberikan tanda untuk barang-barang miliknya, hewan bahkan manusia. Diera yang sama bangsa Mesir sudah menerangkan namanya untuk batu bata yang dibuat atas perintah Raja. Perundang-undangan tentang Merek dimulai dari Statute of Parma yang sudah mulai memfungsikan Merek sebagai pembeda untuk produk berupa pisau, pedang atau barang dari produk tembaga lainnya. 37

Penggunaan Merek dagang dalam pengertian yang kita kenal sekarang ini mulai dikenal tidak lama setelah Revolusi Industri pada pertengahan abad XVIII.

Pada saat itu sistem produksi yang berasal dari abad pertengahan yang lebih mengutamakan keterampilan kerja tangan berubah secara radikal sebagai akibat digunakannya mesin-mesin dengan kapasitas produksi yang tinggi. Akibatnya terkumpullah hasil produksi dalam unit-unit yang besar dan membutuhkan sistem distribusi baru guna penyaluran barang-barang tersebut dalam masyarakat. 38

37 Rahmi Jened, Hukum Merek, (Jakarta:Prenadamedia Group, 2015), hlm.1

38 Ibid., hlm.2

(47)

Bersamaan dengan berkembangnya industri, berkembang pula penggunaan iklan untuk memperkenalkan produk. Sejalan dengan berkembang dan meningkatnya penggunaan iklan, maka meningkat pula penggunaan Merek dalam fungsinya yang modern, yaitu sebagai tanda pengenal akan asal atau sumber produsen dari barang-barang yang besangkutan. Pada masa itu telah dikenal penggunaan Merek perniagaan (marques de commerce, trademark, merk) dalam pengertian sendiri sebagai tandingan Merek perusahaan (marques de fabrique, manufacturesmark, fabriek Mereken). Asal muasal perbedaan ini karena di Perancis pada waktu itu Merek dari pedagang sutra lebih penting daripada Merek yang berasal dari perusahaan kain sutranya, sehingga para pedagang sutra yang bersangkutan merasa berkepentingan untuk dapat menggunakan atau melindungi Merek Mereka, seperti halnya para pengusaha pabrik dengan Merek perusahaanya.39

Pembedaan ini kemudian diakui secara resmi dalam hukum Perancis pada 1857. Pembedaan ini juga dianut oleh banyak negara di dunia termasuk di Inggris pada 1962, Amerika Serikat pada 1870 dan 1876 sedangkan di Belanda tertuang dalam Merkenwet 1893. Dari sejarah perkembangannya, diketahui bahwa hukum Merek yang berkembang pada pertengahan abad XIX sebagai bagian dari hukum yang mengatur masalah persaingan curang dan pemalsuan barang. Norma dasar perlindungan Merek bahwa tidak ada seorang pun berhak menawarkan barangnya kepada masyarakat seolah-olah sebagai barang pengusaha lainnya, yaitu dengan menggunakan Merek yang sama yang dikenal oleh masyrakat sebagai Merek

39 Ibid.

(48)

pengusaha lainnya. Lambat laun perlindungan diberikan sebagai suatu pengakuan bahwa Merek tersebut sebagai milik dari orang yang telah memakainya sebagai tanda pengenal dari barang-barang dan untuk membedakannya dari barang-barang lain yang tidak menggunakan Merek tersbut. Pengakuan tersebut didasarkan pada pengenalan atau pengetahuan masyarakat bahwa Merek dagang itu berfungsi sebagai ciri pembeda. Pengenalan tersebut mendorong masyarakat untuk membeli barang yang memakai Merek tertentu itu, sehingga menjadikannya sebagai objek hak milik dari pemilik Merek yang bersangkutan.40

Peraturan Merek pertama kali diterapkan Inggris adalah adopsi dari Perancis tahun 1857, dan kemudian membuat peraturan tersendiri yakni Merchandise Act tahun 1862 yang berbasis hukum pidana. Tahun 1883 berlaku Konvensi Paris mengenai Hak Milik Indusri (paten dan Merek) yang banyak diratifikasi negara maju dan negara berkembang. Kemudian tahun 1973 lahir pula perjannjian Madrid yakni perjanjian Internasional yang disebut Trademark Registration Treaty. Di Indonesia terdapat UU Merek Tahun 1961 yang menggantikan Reglement Industrielle Eigendom Kolonien Stb. 1912 Nomor 545 Jo. Stb. 1913 Nomor 214. Perkembangan berikutnya, tahun 1992 lahir UU Merek baru yang kemudian direvisi tahun 1997 dan 2001 dengan menyesuaikan terhadap TRIPs.41

Suatu hal penting dalam hukum Merek adalah perlindungan terhadap Merek terkenal. Economics interest atas Merek terkenal diakui dalam perjanjian Internasional diakui dalam perjanjian Internasional WIPO Treaty, yang juga diatur

40 Ibid

41 Hery Firmansyah., Op.Cit., hlm.35

(49)

kemudian oleh negara-negara Amerika, Australia, Inggris, dan Indonesia. Ciri spesifik dari Merek terkenal adalah bahwa reputasi dari nama Merek tidak terbatas pada produk tertentu atau jenis tertentu, misalnya Marlboro yang tidak hanya digunakan sebagai produk rokok, tetapi juga digunakan pada pakaian. Panter tidak hanya untuk jenis kendaraan tetapi juga produk minuman. Seiring berkembangnya perdagangan Internasional, terwujudlah persetujuan TRIPs yang memuat norma standard perlindungan hak atas kekayaan kekaaan intelektual, termasuk di dalamnya tentang hak Merek. Indonesia pun telah meratifikasinya pada tahun 1997. Setiap revisi Undang-Undang Merek Indonesia dimaksudkan untuk selalu mengikuti perkembangan global khususnya dalam perdagangan Internasional, menyediakan iklim persaingan usaha yang sehat dan megadaptasi konvensi- konvensi Internasional.42

Konvensi Internasional tentang Merek sebenarnya sudah ada sejak lama, yakni The Paris Convention for the Protection of Industrial Property yang kemudian terkenal dengan Konvensi Paris. Konvensi ini disusul dengan perjanjian Madrid, Konvensi Hague serta perjanjian Lisabon. Dari semua konvensi tersebut, yang menjadi dasar perlindungan Merek adalah Konvensi Paris. Pada tahun 1934, ketika Indonesia masih dijajah kolonial Belanda, sebenarnya Hindia Belanda telah menjadi anggota Uni Paris. Dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka Indonesia tidak secara otomatis tetap menjadi anggota Konvensi Paris. Pada tahun 1953 Indonesia kembai menjadi anggota Uni Paris setelah mengadakan permohonan atau pernyataan tertulis sepihak untuk turut serta pada konvensi

42 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights (Bogor:Ghalia Indonesia), hlm.9

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

a) Salah satu pihak (serikat pekerja/serikat buruh atau pengusaha) menagajukan pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB) secara tertulis, disertai konsep perjanjian

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

Hal ini terbukti dari banyaknya kasus penarikan paksa yang dilakukan oleh pihak perusahaan pembiayaan atas objek pembiayaan milik debitur, terlebih lagi pada saat ini

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai

Menurut pendapat Saya, tentang Peranan Keterangan Ahli yang dapat Mempengaruhi Keyakinan Hakim untuk Mengambil Keputusan dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana

DEDI menjemput 2 (dua) orang cewek TIARA dan SARI untuk dibawa ke lokalisasi Pulau Bay Bengkulu. b) Terdakwa III menjelaskan, benar orang yang menjadi korban dalam