• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PERJUDIAN YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMAAN DI

TEMPAT UMUM

(STUDI PUTUSAN NO.995/PID.Sus/2014/PN.BJM)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

WIRA AMSAL PRANATA PASARIBU NIM : 100200406

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

ABSTRAK Wira Amsal Pasaribu*

Nurmalawaty**

Rafiqoh Lubis***

Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia menjadi sasaran yang sangat potensial sebagai tempat untuk memproduksi dan mengedarkan Narkotika secara ilegal serta melakukan kegiatan perjudian. Yang dimana dua Tindak Pidana ini sangat berhubungan sekali ataupun sangat memungkinkan untuk dilakukan secara bersamaan. Penyalahgunaan Narkotika dan peredaran gelapnya dengan sasaran generasi muda telah menjangkau berbagai penjuru daerah dan merata diseluruh strata sosial masyarakat. Perjudian termasuk suatu tindak pidana yang hampir semua masyarakat dengan mudah melakukannya, kemudahan dalam perjudian membuat semua kalangan mulai dari orang tua, remaja, bahkan anak-anak yang sekarang ini sangat marak terjadi.

Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini Bagaimana pengaturan hukum pidana tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan perjudian di Indonesia dan Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika dan Perjudian yang dilakukan secara bersamaan di tempat umum dalam putusan PN No.995/Pid.Sus/2014/PN.Bjm

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan penelitian hukum normatif (yuridis normative) yang dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier

Hasil penelitian ini menujukan bahwa Tindak Pidana Narkotika diatur dalam UU Nomo 35 Tahun 2009 dan Perjudian diatur di dalam Pasal 303 KUHP, UU No 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan UU Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Terkait dengan kedua bentuk tindak pidana tersebut di atas, tidak jarang terjadi kasus yang menggabungkan kedua bentuk tindak pidana yang memiliki hukuman pokok tersendiri tersebut.

Sehingga, apabila hal ini terjadi, maka akan menggunakan Pasal mengenai penggabungan tindak pidana dalam KUHP, untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku penggabungan tindak pidana tersebut. Dalam Putusan Nomor 995/Pid.sus/2014/Pn.Bjm yang mendeskripsikan adanya tindak pidana penggabungan antara tindak pidana narkotika dan tindak pidana perjudian, jika dilihat dari kronologis kasus, bahwa perbuatan para terdakwa dalam putusan ini hanya sebatas perjudian, dan penyalahgunaan narkotika.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Sumatera Utara.

** Staf Pengajar Hukum Pidana, Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

*** Staf Pengajar Hukum Pidana, Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(3)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan BerkatNya , sehingga penulis mampu menyusun skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan tugas wajib mahasiswa dalam rangka melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini diberi judul ““PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PERJUDIAN YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMAAN DI TEMPAT UMUM. ( STUDI PUTUSAN NO.995/PID.Sus/2014/PN.BJM).”

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran.

Oleh sebab itu, penulis dalam kesempatan ini ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang memberikan bantuan, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. M. Hamdan, SH., M.H selaku ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu memberikan inspirasi beserta dorongan kepada saya dalam penyusunan skripsi ini.

7. Kepada Ibu Liza Erwina, S.H, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu memberikan inspirasi beserta dorongan kepada saya dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kepada Ibu Nurmalawaty, SH, M.Hum selaku Staf Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen Pembimbing I penulis, yang telah sabar dan ikhlas memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini

9. Kepada Ibu Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum selaku Staf Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen Pembimbing II penulis, yang telah sabar dan ikhlas memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

10. Ibu Afrita SH, M.Hum sebagai Penasehat Akademik yang telah banyak membantu Penulis selama ini dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

11. Seluruh Staf Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pembelajaran dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12. Kepada Ayahanda Drs. Bulmar Pasaribu dan Ibunda Vera Morina br.Ginting, yang selalu memberikan motivasi, bimbingan moril, serta inspirasi kepada penulis, dan yang telah sabar dan ikhlas membesarkan penulis, sehingga penulis

(5)

dapat menjadi seperti sekarang ini, dan orang yang selalu menjadi penyemangat bagi penulis.

13. Kepada abang dan adikku tercinta dr.Ivan Christian Pasaribu dan Claudia Rebecca Pasaribu dan Dea Stephani Pasaribu yang menjadi penyemangat penulis.

14. Kepada Sahabat-sahabat terbaik saya Jokes, Reno, William Hutabarat, Reza Pepayoza, Acha, Abdul Harits, Rahmanuel Siahaan, Audi, Bob sitepu, Briyanka Shaviq, Shamirza Dendi, Ivan Lutung, Wira wardana dan teman-teman lain yang selalu memberikan dorongan kepada penulis.

15. Kepada sahabat terbaik penulis di Grup H Stambuk 2010, yang sebagai teman seperjuangan dan grup terhebat sepanjang masa.

16. Kepada Keluarga Besar Tenda, Cafe Garasi Roda Dua dan Anak Bawah Pohon yang selalu mendukung saya.

17. Kepada Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Hukum Pidana (IMADANA).

18. Kepada Keluarga Besar AMPI Fakultas Hukum USU.

19. Kepada seluruh teman-teman stambuk 2010 dan teman-teman Jurusan Hukum Pidana 2010.

Akhir kata Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi kemajuan ilmu pengetahuan ilmu hukum.

Medan, Juli 2017 Hormat Penulis

Wira Amsal Pasaribu

NIM : 100200406

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang...1

B. Perumusan Masalah...9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...9

D. Keaslian Penulisan...10

E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana...11

2. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana...15

3. Pengertian Narkotika dan Perjudian...17

F. Metode Penelitian...20

G. Sistematika Penulisan...22

BAB II : PENGATURAN HUKUM PIDANA TENTANG TINDAK TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PERJUDIAN DI INDONESIA A. Pengaturan Hukum Pidana Tentang Tindak Penyalahgunaan Narkotika...23

B. Pengaturan Hukum Pidana Tentang Perjudian...37

1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP)... ..40

(7)

2. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang

Perjudian...42

3. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi dan Elektronik...45

C. Penyertaan dan Penggabungan Tindak Pidana Dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika...50

BAB III : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PERJUDIAN YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMAAN DI TEMPAT UMUM DALAM PUTUSAN NOMOR.995/PID.SUS /2014/PN.BJM A. Kasus Posisi...66

1. Kronologis...66

2. Dakwaan Jaksa Penuntun Umum...67

3. Tuntutan Penuntut Umum...68

4. Fakta-fakta Hukum...70

5. Putusan Hakim...71

B. Analisis Kasus...73

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...76

(8)

B. Saran...77

DAFTAR PUSTAKA...79

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku didalam suatu Negara. Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang- undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi yang berupa hukuman, yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.

1

Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia menjadi sasaran yang sangat potensial sebagai tempat untuk memproduksi dan mengedarkan Narkotika secara ilegal serta melakukan kegiatan perjudian. Yang dimana dua Tindak Pidana ini sangat berhubungan sekali ataupun sangat memungkinkan untuk dilakukan secara bersamaan.

Masalah penyalahgunaan narkotika ini bukan saja merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian bagi negara Indonesia, melainkan juga bagi dunia Internasional. Memasuki abad ke-20 perhatian dunia internasional terhadap masalah narkotika semakin meningkat, salah satu dapat dilihat melalui. Single

1Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Pidana Indonesia), Gramedia Pustaka, Jakarta, hal.1

(10)

Convention on Narcotic Drugs pada tahun 1961.Masalah ini menjadi begitu

penting mengingat bahwa obat-obat (narkotika) itu adalah suatu zat yang dapat merusak fisik dan mental yang bersangkutan, apabila penggunanya tanpa resep dokter.

2

Penyalahgunaan Narkotika dan peredaran gelapnya dengan sasaran generasi muda telah menjangkau berbagai penjuru daerah dan merata diseluruh strata sosial masyarakat mulai dari strata sosial rendah sampai strata sosial elit sekelas pejabat negara.

Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia yang terletak pada posisi di antara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan penggeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap. Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya pemakaian secara illegal bermacam – macam jenis narkotika. Kekhawatiran ini semakin di pertajam akibat maraknya peredaran gelap narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang.

Bahaya penyalahgunaannya tidak hanya terbatas pada diri pecandu, melainkan dapat membawa akibat lebih jauh lagi, yaitu gangguan terhadap tata

2 Kusno Adi, 2009, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, UMM Press, Malang, hal. 30

(11)

kehidupan masyarakat yang bisa berdampak pada malapetaka runtuhnya suatu bangsa negara dan dunia. Negara yang tidak dapat menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika akan diklaim sebagai sarang kejahatan ini. Hal tersebut tentu saja menimbulkan dampak negatif bagi citra suatu negara. Untuk mengantisipasi masalah tersebut telah diadakan berbagai kegiatan yang bersifat internasional, termasuk konferensi yang telah diadakan baik dibawah naungan Liga Bangsa-Bangsa maupun di bawah naungan Peserikatan Bangsa-Bangsa.

Penyalahgunaan Narkotika tidak hanya menjangkau kalangan yang tidak berpendidikan saja, namun penyalahgunaan narkoba tersebut telah bersemayam didalam diri semua kalangan bahkan sampai kepada yang telah berpendidikan sekalipun, mulai dari anak-anak sekolah yang notabenenya dari golongan terpelajar, pengusaha-pengusaha, bahkan pejabat-pejabat negara dan aparat penegak hukum pun ikut terjerat dalam kasus penyalahgunaan Narkotika. Telah dipahami bahwa banyak generasi muda Indonesia yang gerak kehidupannya cenderung dikuasai dan dikontrol oleh Narkotika yang seharusnya memiliki manfaat yang sangat besar dan bersifat positif apabila dipergunakan untuk keperluan pengobatan ataupun dibidang pengetahuan, tetapi oleh generasi sekarang Narkotika disalahgunakan dengan berbagai tujuan.

Sangat memprihatinkan ketika melihat generasi-generasi kita yang telah

terjerumus mengkonsumsi Narkotika yang lambat laun akan merugikan dirinya

sendiri, keluarga, masyarakat bahkan negara. Apabila tidak ada upaya-upaya

preventif maka cepat atau lambat generasigenerasi muda pemilik masa depan akan

(12)

mulai hancur. Untuk menjamin ketersediaan Narkotika guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan disatu sisi, dan disisi lain untuk mencegah peredaran gelap Narkotika yang selalu menjurus pada terjadinya penyalahgunaan, maka diperlukan pengaturan dibidang Narkotika.

Pada dasarnya Narkotika dibutuhkan dan memiliki manfaat yang besar untuk manusia, khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan dalam bidang kesehatan. Namun dengan semakin berkembangnya zaman, Narkotika kemudian digunakan untuk hal-hal negatif. Didalam dunia kedokteran, Narkotika digunakan untuk membius pasien sebelum dioperasi. Hal ini dilakukan karena didalam Narkotika terdapat zat yang dapat memengaruhi perasaaan, pikiran, dan kesadaran pasien. Oleh karena itu, agar penggunaan Narkotika dapat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia, peredarannya harus diawasi secara ketat sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (selanjutnya disingkat menjadi UU Narkotika)

Diberlakukannya UU Narkotika menggantikan Undang-undang Nomor 22

Tahun 1997 memperlihatkan keseriusan dari pemerintah untuk mencegah dan

menanggulangi bahaya penyalahgunaan Narkotika. Mengenai peredaran

Narkotika diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 44 UU Narkotika. Dalam

Pasal 35 disebutkan, peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau

serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka

perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan

pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(13)

Memperhatikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika semakin hari semakin meningkat, menunjukkan aplikasi Undang – undang Nomor 9 tahun 7 1976 belum dapat secara efektif dalam mengatasi setiap tindak pidana narkotika, padahal pemerintah telah mengupayakan untuk mengantisipasi dengan membentuk dan memberlakukan Undang – undang yang bersifat khusus, karena kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dimiliki tidak bisa menjangkau kejahatan tersebut oleh karena itu ketentuan pidana di dalam per Undang – undangan pidana khusus lebih interen dan lebih mendekati tujuan reformasi di banding dengan yang tercantum di dalam KUHP yang telah kuno itu.

3

Peredaran Narkotika harus diawasi secara ketat karena saat ini pemanfaatannya banyak digunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif. Disamping itu, dengan semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi dan adanya penyebaran Narkotika yang telah menjangkau hampir semua wilayah Indonesia, daerah yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh peredaran Narkotika lambat laun akan menjadi sentral peredaran Narkotika pula. Begitu pula dengan anak-anak kecil yang pada awalnya awam dengan barang haram bernama Narkotika ini telah berubah menjadi pecandu yang sulit untuk dilepaskan ketergantungannya.

Kendatipun adanya seperangkat instrument hukum untuk penanggulangan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika, namun secara faktual tindak pidana penyalahgunaan narkotika tidak pernah surut. Hal ini sebagaimana yang

3 Andi Hamzah, 1997, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal.67.

(14)

telah dinyatakan oleh komisaris Jenderal Pol Ahwil Luftan, bahwa trend perkembangan kejahatan narkotika di Indonesia dalam 3 tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan yang sangat tajam, yaitu tahun 1998 terjadi 958 kasus, tahun 1999 : 1883 kasus, dan tahun 2000 : 1478 kasus (naik hapir 100% setiap tahun). Hasil analisis Polri atas tingginya angka penyalah gunaan tersebut disebabkan situasi politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan di Indonesia dari tahun 1998 sampai dengan 2001.

4

Perjudian pada hakikatnya adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moralitas kesusilaan maupun norma hukum.Perjudian ini dalam hukum pidana dimasukkan ke dalam bentuk kejahatan terhadap kesopanan.

Tindak pidana perjudian merupakan suatu perbuatan yang banyak dilakukan orang, karena hasil yang akan berlipat ganda apabila menang berjudi.

Perjudian merupakan tindak pidana yang sangat sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita bahkan kita sendiri pernah melakukan perjudian, baik di sengaja maupun tidak di sengaja, walaupun hanya kecil-kecilan ataupun hanya iseng saja.

Praktek perjudian dari hari ke hari justru semakin marak di berbagai lapisan masyarakat, mulai dari kalangan bawah sampai ke kalangan atas. Perjudian juga tidak memandang usia, banyak anak-anak di bawah umur yang sudah mengenal bahkan sering melakukan perjudian. Seperti kita lihat dalam acara berita kriminal di TV juga banyak ibu-ibu rumah tangga yang tertangkap sedang berjudi bahkan diantaranya sudah berusia lanjut. Dalam skala kecil, perjudian banyak dilakukan di dalam lingkungan masyarakat kita meskipun secara sembunyi-sembunyi

4 F.Agsya, 2010, Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Psikotropika, Asa Mandiri, Jakarta, hal.53.

(15)

(ilegal). Beragam permainan judi mulai togel (toto gelap) sampai judi koprok di gelar di tempat-tempat perjudian kelas bawah.

Perjudian termasuk suatu tindak pidana yang hampir semua masyarakat dengan mudah melakukannya, kemudahan dalam perjudian membuat semua kalangan mulai dari orang tua, remaja, bahkan anakanak, yang sekarang ini sangat marak terjadi.Tindak pidana perjudian yang biasa kita liat di masyarakat itu bukan melalui Handphone atau media internet tetapi bertatap muka langsung, tetapi karena perkembangan teknologi, perjudian saat ini bisa di lakukan dimana saja, bisa saja melalu handphone atau saat terhubung dengan internet masyarakat dengan mudah melakukan perjudian, yang dimana tanpa bertatap langsung dan dapat dilakukan dimana saja, baik di rumah, dikantor, sekolah dan ditempat lainnya.

Salah satu bentuk perjudian yang mulai semakin marak di Indonesia dan mulai memasuki seluruh tingkat elemen di masyarakat kita adalah perjudian kartu joker. Dalam era global seperti sekarang ini, sulitnya pemberantasan perjudian khususnya judi kartu joker kian membuat masyarakat menjadi resah.

Judi menggunakan kartu “joker” sebenarnya adalah salah satu jenis judi

yang paling banyak digemari. Judi menggunakan kartu “joker” ini termasuk salah

satu jenis perjudian yang mulai digemari di Indonesia, mulai dari kalangan bawah

hingga menengah ke atas menjadikan judi kartu “joker” ini sebagai sampingan

dan hiburan sehari-sehari. Jenis judi menggunakan kartu “joker” ini menggunakan

modus yang tergolong sangat sederhana dan bisa dibilang rahasia karena kartu

(16)

joker biasanya di mainkan di tempat-tempat tertutup dimana yang ada hanya orang yang langsung turut serta melakukan perjudian.

Dengan berbagai macam dan bentuk perjudian yang sudah begitu demikian meluas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik yang bersifat terang-terangan maupun secara bersembunyi-sembunyi maka sebahagian masyarakat sudah cenderung cuek dan seolah-olah memandang perjudian sebagai suatu hal yang wajar, sehingga tidak perlu lagi dipermasalahkan dan yang terjadi di berbagai tempat khusus banyak terjadi tindak pidana perjudian yang sebenarnya telah menyedot dana masyarakat dalam jumlah cukup besar. Sementara di sisi lain, memang ada kesan aparat penegak hukum kurang serius dalam menangani masalah perjudian ini.

Mengingat kembali bahwa negara kita ini adalah negara hukum yang berdasarkan pancasila, maka sudah tentu kita menginginkan agar segala tindakan dan perbutan harus didasarkan atas hukum yang berlaku atau ius constitutum, maka perjudian juga harus diatur dengan undang-undang. Dikatan bahwa perjudian termasuk bidang hukum publik. Hal ini terbukti dengan adanya pengaturan dalam buku ke dua KUHP sesuai dengan judul “kejahatan‟ termuat dalam pasal 303 dan pasal 303 bis, dan yang dimaksud dalam pasal 303 bis adalah perjudian yang dilakukan di jalan umum, atau tempat yang dapat dikunjungi oleh umum dan tidak ada izin dari pemerintah setempat.

Berdasarkan uraian di atas, maka saya mengajukan judul

“PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA

DAN PERJUDIAN YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMAAN DI

(17)

TEMPAT UMUM. ( STUDI PUTUSAN NO.995/PID.Sus/2014/PN.BJM).”

yang selanjutnya akan dibahas pada bab-bab selanjutnya pada skripsi ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan skripsi ini sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum pidana tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan perjudian di Indonesia ?

2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika dan Perjudian yang dilakukan secara bersamaan di tempat umum dalam putusan PN No.995/Pid.Sus/2014/PN.Bjm ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disusun di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum pidana tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dan Perjudian di Indonesia

2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pelaku tindak pidana Narkotika dan Perjudian yang dilakukan secara bersamaan berdasarkan Studi Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin No.995/Pid.Sus/2014/PN.Bjm.

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam

menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang

diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(18)

2. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek lapangan hukum, khususnya bidang hukum pidana yang sangat berarti bagi penulis.

3. Untuk memberikan gambaran dan membangun pemikiran bagi ilmu hukum.

D. Keaslian Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba menyajikan sesuai dengan fakta-fakta yang akurat dan dari sumber yang terpercaya, sehingga skripsi ini tidak jauh dari kebenarannya. Penulisan Skripsi yang berjudul

“Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Narkotika Dan Perjudian Yang Dilakukan Secara Bersamaan Di Tempat Umum (Studi Putusan Nomor. 995/Pid.Sus/2014/PN.Bjm)” adalah hasil pemikiran penulis sendiri.

Skripsi ini menurut sepengetahuan penulis belum pernah ada yang mengangkatnya ataupun membuatnya.

Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan, pemikiran, dan usaha

penulis sendiri dengan adanya bantuan dan bimbingan dari dosen pembimbing

penulis tanpa adanya unsur penipuan, penjiplakan, atau hal-hal lain yang dapat

merugikan pihak tertentu. Dan untuk itu Penulis dapat mempertanggungjawabkan

atas semua isi yang terdapat di dalam skripsi ini dan keaslian penulisan skripsi ini.

(19)

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana a. Pengertian Tindak Pidana

Tidak ditemukan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana atau straffbaar feit di dalam KUHP maupun di luar KUHP, oleh karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, yang sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. Pengertian tindak pidana penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.

Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi patokan dalam upaya menentukan apakah perbuatan seseorang itu merupakan tindak pidana atau tidak.

5

Perlu diperhatikan bahwa istilah tindak pidana (strafbaar feit) dengan tindakan/perbuatan (gedraging/handeling) memiliki makna yang berbeda. Sudarto mengemukakan, bahwa unsur pertama dari tindak pidana adalah tindakan/perbuatan (gedraging), perbuatan orang ini merupakan titik penghubung dan dasar untuki pemberian pidana. Perbuatan (gedraging), meliputi berbuat dan tidak berbuat. Van Hattum dalam Sudarto, tidak menyetujui untuk memberi defenisi tentang gedraging, sebab defenisi harus dapat meliputi pengertian berbuat dan tidak berbuat, sehingga defenisi itu tetap akan kurang lengkap atau berbelit- belit dan tidak jelas.

6

Pendapat para ahli hukum seperti yang dikemukakan oleh Simons, yang merumuskan bahwa strafbaar feit ialah kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan

5Mohammad Ekaputra, 2013, Dasar-dasar hukum pidana ed.2, USU Press, Medan, hal.74

6Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana bag.1, Raja Grafindo, Jakarta, hal.64

(20)

oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Jonkers dan Utrecht memandang rumusan Simons merupakan rumusan yang lengkap yang meliputi :

7

a. Diancam dengan pidana oleh hukum, b. Bertentangan dengan Hukum,

c. Dilakukan oleh orang yang bersalah,

d. Orang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya.

Menurut Amir Ilyas, tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa- peristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.”

8

Terdapat beberapa pendapat pakar hukum dari barat (Eropa) mengenai pengertian Strafbaar feit, antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Simons,

Strafbaar feit yaitu suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas

7 Jur.Andi Hamzah, 2010, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perkembangannya Sofmedia, Jakarta, hal.120

8Amir Ilyas, 2012, Asas-asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta dan Pukap Indonesia, Yogyakarta, hal. 18

(21)

tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

9

2. Pompe

Strafbaar feit yaitu suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum.

10

3. Hasewinkel Suringa,

Strafbaar feit yaitu suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalam undang- undang.

11

Sedangkan menurut beberapa pakar hukum pidana di Indonesia, pengertian tindak pidana adalah sebagai berikut:

1. Moeljatno,

perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.

12

2. Roeslan Saleh,

9 P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Adya Bakti, Bandung, hal. 34

10 Ibid., hal. 35.

11 Ibid. hal. 185.

12 Ibid

(22)

menyatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan.

3. Wirjono Prodjodikoro

Beliau mengemukakan definisi tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

13

b. Unsur-unsur Tindak Pidana

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan kedalam tiga bagian yaitu:

1. Ada perbuatan (mencocoki rumusan delik)

Artinya perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Jika perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tidak memenuhi rumusan undang-undang atau belum diatur dalam suatu undang-undang maka perbuatan tersebut bukanlah perbuatan yang bisa dikenai ancaman pidana.

2. Melawan hukum

Menurut Simons, melawan hukum diartikan sebagai “bertentangan dengan hukum”, bukan saja terkait dengan hak orang lain (hukum subjektif), melainkan juga mencakup Hukum Perdata dan Hukum Administrasi Negara.

Sifat melawan hukum dapat dibagi menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:

14

a. Sifat melawan hukum umum

Ini diartikan sebagai syarat umum untuk dapat dipidana yang tersebut dalam rumusan pengertian perbuatan pidana. Perbuatan pidana adalah

13 P.A.F Lamintang, Op. Cit, hlm. 185

14I Made Widnyana, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Fikahati Aneska, Jakarta, hlm.

57

(23)

kelakuan manumur yang termasuk dalam rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela.

b. Sifat melawan hukum khusus

Ada kalanya kata “bersifat melawan hukum” tercantum secara tertulis dalam rumusan delik. Jadi sifat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidana. Sifat melawan hukum yang menjadi bagian tertulis dari rumusan delik dinamakan sifat melawan hukum khusus. Juga dinamakan “sifat melawan hukum facet”.

c. Sifat melawan hukum formal

Istilah ini berarti semua bagian yang tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi (jadi semua syarat tertulis untuk dapat dipidana).

d. Sifat melawan hukum materiil

Sifat melawan hukum materiil berarti melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembentuk undang- undang dalam rumusan delik tertentu.

3. Tidak ada alasan pembenar

Meskipun suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelaku memenuhi unsur dalam undang-undang dan perbuatan tersebut melawan hukum, namun jika terdapat “alasan pembenar”, maka perbuatan tersebut bukan merupakan

“perbuatan pidana”.

2. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Dalam bahasa asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai

toerekenbaarheid, criminal responbility, criminal liability. Bahwa

(24)

pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak. Dengan perkataan lain apakah terdakwa akan dipidana atau dibebaskan. Jika ia dipidana, harus ternyata bahwa tindakan yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggung jawab. Kemampuan tersebut memperlihatkan kesalahan dari petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan. Artinya tindakan tersebut tercela tertuduh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut.

15

Roeslan Saleh menyatakan bahwa:

16

“Dalam membicarakan tentang pertanggungjawaban pidana, tidaklah dapatdilepaskan dari satu dua aspek yang harus dilihat dengan pandangan- pandangan falsafah. Satu diantaranya adalah keadilan, sehingga pembicaraan tentang pertanggungjawaban pidana akan memberikan kontur yang lebih jelas. Pertanggungjawaban pidana sebagai soal hukum pidana terjalin dengan keadilan sebagai soal filsafat”.

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya atas perbuatan yang dilakukan. Dengan mempertanggung jawabkan perbuatan yang tercela itu pada si pembuatnya, apakah si pembuatnya juga dicela ataukah sipembuatnya tidak dicela. Pada hal yang pertama maka si pembuatnya tentu dipidana, sedangkan dalam hal yang kedua si pembuatnya tentu tidak dipidana.

17

Kesalahan dalam arti seluas-luasnya, dapat disamakan dengan pengertian pertangungjawaban dalam hukum pidana. Didalamnya terkandung makna dapat

15“Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana”, (http://www.zamrolawfirm.com/publikasi/esai/18-perbuatan-pidana-dan pertanggungjawaban- pidana) diakses pada tanggal 13 Juni 2017, jam 11.4

16 Roeslan Saleh, 1982, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 10

17 Ibid, hal. 75

(25)

dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Jadi, apabila dikatakan bahwa orang itu bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia dapat dicela atas perbuatanya.

Dalam Hukum Pidana konsep “pertanggungjawaban” itu merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasa latin ajaran kesalahan dikenal dengan sebutan mens rea. Doktin mens rea dilandaskan pada suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran orang itu jahat. Dalam bahasa Inggris doktrin tersebut dirumuskan dengan an act does not make a person guilty, unless the mind is legally blameworthy.

Berdasarkan asas tersebut, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memidana seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah yang terlarang/perbuatan pidana (actus reus),dan ada sikap batin jahat/tersela (mens rea)

18

3. Pengertian Narkotika

Di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, tindak pidana Narkotika digolongkan kedalam tindak pidana khusus karena tidak disebutkan di dalam KUHP, pengaturannya pun bersifat khusus. Istilah Narkotika bukan lagi istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu banyaknya berita baik dari media cetak maupun elektronik yang memberitakan tentang kasus-kasus mengenai Narkotika.

Narkotika atau nama lazim yang diketahui oleh orang awam berupa narkoba tidak selalu diartikan negatif, didalam ilmu kedokteran Narkotika dengan dosis yang tepat digunakan sebagai obat bagi pasien. Selain narkoba, istilah lain

18 Hanafi, “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”, Jurnal Hukum, Vol.6 No.11 tahun 1999, hal.27.

(26)

yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif.

Sudarto mengatakan bahwa kata Narkotika berasal dari perkataan Yunani

“Narke”, yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa.”

Smith Kline dan Frech Clinical Staff mendefinisikan bahwa:

19

“Narkotika adalah zat-zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral. Dalam defenisi Narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari candu (morphine, codein, dan methadone).”

Didalam bukunya, Ridha Ma‟roef mengatakan bahwa Narkotika ialah Candu, Ganja, Cocaine, dan Zat-Zat yang bahan mentahnya diambil dari benda- benda termasuk yakni Morphine, Heroin, Codein Hashisch, Cocaine. Dan termasuk juga Narkotika sintetis yang menghasilkan zat-zat, obat yang tergolong dalam Hallucinogen dan Stimulan.

20

Sementara menurut Pasal 1 angka 1 UU Narkotika pengertian Narkotika adalah:

“Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.”

19Taufik Makarao, 2005, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.17

20 Ridha Ma’roef, 1987, Narkotika, Masalah dan Bahayanya, PT. Bina Aksara, Jakarta, hlm. 15

(27)

Narkotika mengacu pada sekelompok senyawa kimia yang berbahaya apabila digunakan tidak pada dosis yang tepat. Bahaya itu berupa candu dan ketagihan yang tidak bisa berhenti. Hal ini dikarenakan di dalam Narkotika terkandung senyawa adiktif yang bersifat adiksi bagi pemakainya. Penggunaan Narkotika dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dan si pengguna dapat dengan mudah melupakan segala permasalahan yang dihadapi. Pemakai dibuat seperti berada diatas awan dan selalu merasa bahagia. Inilah yang kemudian mendorong banyak orang yang sedang diliputi masalah beralih mencari kesenangan dengan mengonsumsi obat-obatan terlarang ini.

4. Pengertian Perjudian

Pada hakekatnya perjudian sangat bertentangan dengan norma agama tidak ada agama yang menghalalkan seseorang untuk berjudi.Perjudian juga bertentangan dengan kesusilaan dan moral pancasila mempunyai dampak yang negatif merugikan mental dan moral masyarakat terutama generasi muda. Judi adalah salah satu masalah sosial yang sulit untuk di tanggulangi dan timbulnya judi tersebut sudah ada sejak peradaban manusia.

Menurut kamus besar bahasa indonesia “judi atau “perjudian” adalah

“permainan dengan memakai uang sebagai taruhan”. Berjudi adalah

“mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula”.

Sementara itu dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP mengaitkan judi sebagai

berikut :

(28)

“tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada keuntungan-keuntungan saja dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan pemain.

Termasuk juga permainan judi adalah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala permainan lain-lainnya”.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum yang dialakukan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian Hukum yang Yuridis Normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal. Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis melakukan terhadap perundang-undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan judul skrpsi penulis ini yaitu

“Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Narkotika Dan Perjudian Yang Dilakukan Secara Bersamaan Di Tempat Umum (Studi Putusan Nomor.

995/Pid.Sus/2014/Pn.Bjm)”

2. Jenis data dan Sumber data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang diperoleh dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, seperti

peraturan perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,

Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik yang berkaitan dengan permasalahan pertanggungjawaban

(29)

Pelaku Tindak Pidana Narkotika Dan Perjudian Yang Dilakukan Secara Bersamaan Di Tempat Umum.

b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti makalah-makalah, jurnal-jurnal hukum, pendapat dari para ahli hukum pidana tentang pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Narkotika Dan Perjudian Yang Dilakukan Secara Bersamaan Di Tempat Umum

c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Inggris-Indonesia, dan Kamus Hukum.

3. Teknik Pengambilan dan Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan dan pengambilan data yang digunakan penulis dalam penulisan karya ilmiah ini adalah studi kepustakaan (library research), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagi literatur yang relevan dengan permasalahan skripsi ini seperti buku-buku, makalah, artikel dan berita yang diperoleh penukis dari internet atau memperoleh teori-teori atau bahan-bahan yang berkenaan dengan tindak pidana penganiayaan Narkotika dan Perjudian

4. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan penulis dalam penulisan skripsi ini dengan

cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau

tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian

dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam

skripsi ini.

(30)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan penjabaran penulisan, penelitian ini akan dibagi menjadi 4 bab dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Dalam bab ini diuraikan mengenai tinjauan umum tentang Tindak Pidana Narkotika dan Perjudian. Bagian-bagian yang diuraikan yaitu ulasan secara mendalam mengenai pengertian dari Narkotika dan Perjudian, dan membahas tetntang pertanggungjawaban pelaku tindak pidan Narkotika dan Perjudian

Bab III : Dalam bab ini diuraikan secara mendetail tentang realitas Penjatuhan hukuman terhadap pelaku Tindak Pidana Narkotika dan Perjudian dalam ketentuan hukum pidana di Indonesia dan ketentuan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Narkotika dan Perjudian serta analisis kasus Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin No.995/Pid.Sus/2014/PN.Bjm

Bab IV : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebgai bab penutup berisikan

kesimpulan dan saran yang berfungsi memberikan masukan bagi

perkembangan hukum pidana di masa yang akan datang.

(31)

BAB II

PENGATURAN HUKUM PIDANA TENTANG TNDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PERJUDIAN DI INDONESIA A. Pengaturan Hukum Pidana Tentang Tindak Penyalahgunaan Narkotika

Permasalahan Narkoba di Indonesia masih merupakan sesuatu yang bersifat urgen dan kompleks. Dalam kurun waktu satu dekade terakhir permasalahan ini menjadi marak. Terbukti dengan bertambahnya jumlah penyalahguna atau pecandu narkoba secara signifikan, seiring meningkatnya pengungkapan kasus tindak kejahatan narkoba yang semakin beragam polanya dan semakin masif pula jaringan sindikatnya.

Dampak dari penyalahgunaan narkoba tidak hanya mengancam kelangsungan hidup dan masa depan penyalahgunanya saja, namun juga masa depan bangsa dan negara, tanpa membedakan strata sosial, ekonomi, usia maupun tingkat pendidikan. Sampai saat ini tingkat peredaran narkoba sudah merambah pada berbagai level, tidak hanya pada daerah perkotaan saja melainkan sudah menyentuh komunitas pedesaan.

21

Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa Narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan

21 Alifia, U, Apa Itu Narkotika dan Napza. (PT Bengawan Ilmu : Semarang), 2008. Hal 1, Dalam Jimmi Simangunsong, Jurnal, “Penyalahgunaan Narkoba Di Kalangan Remaja (Studi Kasus Pada Badan Narkotika Nasional Kota Tanjung Pinang”, (Universitas Maritim Raja Alihaji : Tanjung Pinang), 2015. Hal.1

(32)

tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.

22

Narkoba apabila dipergunakan secara tidak teratur menurut takaran/dosis akan dapat menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi yang menggunakannya serta dapat menimbulkan ketergantungan pada pengguna itu sendiri. Artinya keinginan sangat kuat yang bersifat psikologis untuk mempergunakan obat tersebut secara terus menerus karena sebab-sebab emosional. Masalah penyalahgunaan narkoba ini bukan saja merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian bagi negara Indonesia, melainkan juga bagi dunia Internasional.

23

Efek dampak negatif penyalahgunaan narkotika bagi kesehatan tubuh manusia penggunanya adalah tidaklah sedikit. Pengaruh buruk negatif narkoba terhadap kesehatan penggunanya juga tidaklah bisa dianggap sepele oleh kita semuanya. Untuk itu penting untuk mengetahui hal-hal yang terkait dengan penyalahgunaan narkotika ini oleh kita.

Tanda gejala kecanduan pemakaian narkoba juga perlu untuk diketahui dan dipahami. Semuanya ini kita lakukan dalam rangka mencegah penggunaan narkoba di kalangan muda pelajar yang mungkin masih saudara kerabat kita sendiri, sehingga nantinya tidak terjerumus lebih dalam dan jauh lagi pada penyalahgunaan narkotika yang sangat merugikan ini. Berikut dampak dari penggunaan narkoba :

24

1. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap Kesehatan Fisik

22 Ibid.

23 Ibid. Hal. 2

24Artikel, “Dampak Akibat Buruk Narkoba Bagi Kesehatan”, http://www.newsfarras.com/2014/09/dampak-akibat-buruk-narkoba-bagi.html

(33)

a. Gangguan kesehatan pada system syaraf (neurologis). contohnya : kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.

b. Gangguan kesehatan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti contohnya : infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah.

c. Gangguan kesehatan pada kulit (dermatologis) seperti contohnya : penanahan (abses), alergi, eksim.

d. Gangguan kesehatan pada paru-paru (pulmoner) seperti contohnya : penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.

e. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.

f. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan pada endokrin, seperti halnya : penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual.

g. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).

h. Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian

jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit

seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya.

(34)

i. Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi over dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian.

2. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap Psikis Mental Emosional a. Malas serta lamban dalam bekerja, ceroboh kerja, sering tegang dan

gelisah dalam menjalankan pekerjaannya.

b. Menyebabkan gangguan jiwa berat / psikotik.

c. Hilangnya rasa kepercayaan diri, menjadi lebih apatis, sering berkhayal, penuh perasaan curiga.

d. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal yang tidak disadarinya.

e. Sulit untuk berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan depresi.

f. Menyebabkan depresi mental.

g. Akan menjadi cenderung untuk menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan keinginan untuk bunuh diri

h. Menyebabkan melakukan tindak kejahatan, kekerasan dan pengrusakan.

3. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap lingkungan kehidupan sosial masyarakat :

a. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggal.

b. Merepotkan dan menjadi beban keluarganya itu sendiri.

(35)

c. Pendidikan menjadi terganggus erta masa depan suram dan kelam bila tidak segera dilakukan penanganan pencegahan penyalahgunaan narkoba itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat, alasan pemerintah melarang penggunaan narkoba secara bebas di Indonesia. Sehingga, perbuatan penggunaan narkoba tersebut dianggap sebagai ssalah satu bentuk tindak pidana. Artinya, setiap pelaku tindak pidana yang menggunakan narkoba, akan diberikan sanksi sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana.:

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika merupakan salah satu bentuk pembaharuan hukum pidana di bidang tindak pidana narkotika.

Peraturan perundang-undangan Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika ini juga merupakan salah satu bentuk keseriusan dari pemerintah untuk melakukan pemberantasan narkotika di Indonesia.

Pada dasarnya, narkotika merupakan suatu produk yang berguna di bidang kesehatan, apabila digunakan dengan dosis tertentu. Akan tetapi, penggunaan narkotika tanpa izin dan juga melebihi dosis, ternyata akan berdampak sangat buruk bagi kesehatan.

Dalam bagian Menimbang huruf c Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan :

“Bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat

di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu

pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang

sangat merugikan apabila disalah gunakan atau digunakan tanpa

pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama”

(36)

Selain itu, Bagian menimbang huruf d Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, menyatakan :

“Bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan atau menggunakan narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika, karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa dan negara serta ketahanan nasional Indonesia”

Berdasarkan bagian menimbang di atas, dapat disimpulkan bahwa, penggunaan dan pengedaran narkotika secara ilegal, merupakan bentuk tindak pidana.

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menyatakan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan tertentu.

Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis narkotika yang dilarang menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika adalah jenis zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi

narkotika menjadi tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 :

(37)

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Pada dasarnya, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, hanya mengkategorikan perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana narkotika adalah sebagai berikut :

a. Memproduksi ; b. Memiliki ; c. Menyimpan ; d. Menguasai ; e. Menyediakan ;

f. Mengedarkan atau menyalurkan ; g. Mengekspor ;

h. Mengimpor :

(38)

i. Dan menggunakan zat narkotika tanpa hak dan secara melawan hukum.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah memberikan sanksi pidana dan denda bagi pelaku tindak pidana narkotika tersebut. Hal tersebut merupakan bentuk upaya represif dari pemerintah, terhadap tindak pidana narkotika.

Terhadap penyalah guna narkotika, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 memberikan hukuman sebagaimana disebutkan dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, sebagai berikut : Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Sebenarnya, terhadap penyalah guna narkoba ini, terkhusus yang menggunakan untuk diri sendiri, harus dilakukan rehabilitasi. Hal tersebut juga tertuang dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, baik rehabilitasi medis, maupun rehabilitasi sosial.

Tindakan rehabilitasi ini, sebenarnya tidak hanya merupakan tugas dari

pihak keluarga, akan tetapi, pemerintah juga memiliki kewajiban unutuk

melakukan rehabilitasi terhadap para pecandu narkotika, sebagaimana Pasal 56

ayat (2) KUHP.

(39)

Pada negara Indonesia hukuman terhadap pelaku kejahatan sudah diatur dalam undang-undang yang berlaku dan sudah disahkan oleh pemerintah, jadi dalam setiap perbuatan melanggar hukum pasti ada balasan hukum yang setimpal dan dapat memberikan efek jera bagi pelakunya. Dalam hukum positif di Indonesia, ancaman hukuman terhadap pelaku tindak pidana terdapat dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP menetapkan jenis-jenis tindak pidana atau hukuman yang termasuk di dalam Pasal 10 KUHP, yang terbagi dalam dua bagian yaitu hukuman pokok dan hukum tambahan.

25

Pada pecandu narkotika, hakekatnya mereka lebih tepat dikategorikan sebagai korban pergaulan secara bebas, Pskiater (ahli kejiwaan) menganggap bahwa tidak tepat apabila pecandu narkotika diberikan sanksi pidana yang berupa penjatuhan pidana penjara, karena apabila memang itu yang diterapkan, maka yang terjadi adalah pecandu narkotika dapat mengalami depresi berat yang berpotensi tinggi mengganggu mental karena tidak mendapatkan bantuan dalam bentuk perawatan oleh pihak ahli dalam bidang psikologis (Rehabiilitasi).

26

Berikut akan dijelaskan menganai perumusan sanksi pidana dan jenis pidana penjara dan jenis pidana denda terhadap perbuatan-perbuatan tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, yaitu :

1. Perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan penggolongan narkotika (golongan I, II dan III) meliputi 4 (empat) kategori, yakni a. berupa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan

narkotika dan prekusor narkotika.

25 Laden Marpaung, 2005, Asas Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, cet ke 2, hal. 107

26 Siswo Wiratmo, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Yogyakarta, FH. UII, hal. 9

(40)

b. memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika dan prekusor narkotika

c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual-beli, menukar atau menyerahkan narkotika dan prekusor narkotika

d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit narkotika dan prekusor narkotika.

Sanksi yang dikenakan minimal 2 tahun dan paling maksimal 20 tahun penjara, pengenaan pidana denda diberlakukan kepada semua golongan narkotika, dengan denda minimal Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) dan paling maksimal Rp 8.000.000.000 (delapan miliar rupiah), untuk jenis-jenis pelanggaran terhadap narkotika dengan unsur-unsur pemberatan maka penerapan denda maksimum dari tiap- tiap pasal yang dilanggar ditambah dengan 1/3 (satu pertiga) Penerapan pidana penjara dan pidana denda menutrut undang-undang ini bersifat kumulatif, yakni pidana penjara dan pidana denda.

2. Ancaman sanksi pidana bagi orang yang tidak melaporkan adanya tindak pidana narkotika (Pasal 131) sanksi yang dikenakan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana dendan paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), yang tidak melaporkan terjadinya perbuatan melawan hukum, yang meliputi :

a. memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan narkotika.

b. memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan.

(41)

c. menawarkan untuk dijual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan.

d. mengunakan, memberikan untuk digunakan orang lain.

3. Ancaman sanksi pidana bagi menyuruh, memberi, membujuk, memaksa dengan kekerasan, tipu muslihat, membujuk anak diatur dalam ketentuan Pasal 133 ayat (1) dan (2)

4. Ancaman sanksi pidana bagi pecandu narkotika yang tidak melaporkan diri atau keluarganya kepada instalasi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (Pasal 134 ayat 1) sanksi yang dikenakan dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah). Demikian pula keluarga dari pecandu narkotika dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika (Pasal 134 ayat 2) sanksi yang dikenakan dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan pidana denda paling banyak Rp.

1.000.000,- (satu juta rupiah).

5. Ancaman sanksi pidana bagi hasil-hasil tindak pidana narkotika dan/atau Prekusor Narkotika, yang terdapat dugaan kejahatan money loundering sanksi yang dijatuhkan pidana penjara 5-15 Tahun atau 3-10 tahun, dan pidana denda antara Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) sampai Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) atau Rp.

500.000.000,- (lima ratus juta rupiah atau Rp. 5.000.000.000 (lima

miliar rupiah), yang terdapat dalam pasal 137 ayat (1) dan (2). Dalam

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 Tentang Tindak Pidana

(42)

Pencucian Uang, telah disusun secara limitatif tentang perbuatan tindak pidana yang ada kaitannya dengan perbuatan pencucian uang, antara lain : tindak pidana korupsi, tindak pidaa narkotika, tindak pidana psikotropika, dan sebagainya.

6.

Ancaman sanksi pidana bagi orang yang menghalangi atau mempersulit penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara terhadap tindak pidana narkotika (Pasal 138) sanksi yangdikenakan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Pada umumnya para saksi dan korban takut memberikan kesaksian karena adanya ancaman atau intimidasi tertentu, sehingga perbuatan ini dapat dikatagorikan sebagai perbuatan yang mengahalangi dan menghasut, sert mempersulit jalannya penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di depan persidangan

7. Ancaman sanksi pidana bagi nahkoda atau kapten penerbang, mengangkut narkotika dan pengangkutan udara (Pasal 139)sanksi yang dikenakan ancaman pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp.

100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyakRp.

1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). Ketentuan Undang-Undang ini

bertujuan untuk kepentingan pengawasan dan pengendalian serta

kepentingan pelaporan pengangkutan narkotika antara negara

pengimpor/pengekspor narkotika kepada negara tujuan. Disamping itu,

ketentuan ini untuk mencegah terajadinya kebocoran dalam

(43)

pengangkutan narkotika yang mudah disalahgunakan oleh para pihak pengangkut narkotika dan prekusor narkotika.

8. Ancaman sanksi pidana bagi PPNS, Penyidik Polri, Penyidik, BNN

yang tidak melaksanakan ketentuan tentang barang bukti (Pasal 140

ayat 1), di mana bagi PPNS untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88

dan Pasal 89, yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 1

(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Kewajiban PNS

menurut Pasal 88 dan Pasal 89 yang melakukan penyitaan terhadap

narkotika dan prekusor Narkotika wajib membuat berita acara penyitaan

dan menyerahkan barang sitaan tersebut beserta berita acaranya kepada

Penyidik BNN atau Penyidik Polri, dengan tembusan Kepala Kejaksaan

Negeri setempat, Ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Pasal 140 ayat (2)

Penyidik Polri atau Penyidik BNN yang melakukan penyitaan dan

prekusor narkotika wajib melakukan penyegelan dan membuat berita

acara penyitaan, dan wajib memberitahukan penyitaan yang

dilakukannya kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu

paling lama 3x24 jam sejak dilakukan penyitaan dan tebusannya

disampaikan kepada Kepala Kejaksaan negeri setempat, Ketua

Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan Kepala Badan Pengawas Obat

dan Makanan, dan penyidik Polri atau Penyidik BNN bertanggung

jawab atas penyimpanan dan pengamanan barang sitaan yang berada

dibawah penguasaanya.

(44)

9. Ancaman sanksi pidana bagi petugas laboratorium yang memalsukan hasil Pengujian (Pasal 142), dimana petugas tidak melaporkan hasil pengujian kepada penyidik dan penuntut umum, merupakan perbuatan melawan hukum dan dikenakan ancaman sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak lima ratus ribu rupiah. Penyidikan terhadap penyalahgunaan narkotika atau prekusor narkotika, maka peranan laboratorium amat menentukan bagi kebenaran terjadinya tindak pidana narkotika, sehingga dapat menentukan unsur kesalahan sebagai dasar untuk menentukan pertanggung jawaban pidannya. Dalam kasus tertentu sering terjadinya pemalsuan hasil tes laboratorium, untuk mengehindarkan diri pelaku tindak pidana terhadap hasil tes laboratorium telah mengkonsumsi narkotika, atau menukarkan hasil tes laboratorium tersebut menjadi milik orang lain.

10. Ancaman sanksi pidana bagi saksi yang memberikan keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika di muka pengadilan (pasal 143) diancam dengan penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

11. Ancaman sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan pengulangan

tindak pidana (Pasal 144), dimana dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun

melakukan pengulangan tidak pidana maka ancaman pidana maksimum

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

Dalam perkara ini, perbuatan terdakwa didakwa dengan dakwaan pertama yaitu dalam Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana pengawasan sebagai sarana penegakan hukum dalam Hukum Administrasi Negara, Bagaimana tugas pokok dan

73 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Revisi , Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal 77.. regulasi-regulasi yang relevan untuk

Pengertian Bilyet Giro seperti tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia No. 18/41/PBI/2016 adalah sebagai berikut: “Bilyet Giro adalah surat

Meskipun hak ulayat diatur dalam UUPA, pihak Keraton tidak memilih status hak ulayat sebab melalui hak ulayat Keraton hanya bisa memberikan tanah dalam jangka waktu tertentu

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai