• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH :"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PELAYANAN DAN JASA PRAKTEK PADA KLINIK KECANTIKAN

(STUDI PADA DURA SKIN CLINIC CENTER JAKARTA) SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

Johanna Tania Napitupulu NIM :160200302

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus karena dengan berkat dan kasih-Nya penulis masih diberi kesempatan, kesehatan, dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi ini, atas doa yang selalu dipanjatkan yang tiada henti-hentinya oleh kedua orang tua penulis.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara.Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Namun, terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Saidin, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing II yang telah yang memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;

4. Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(4)

5. Dr. Rosnidar Sembiring , SH.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Perdata selama penulis menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Syamsul Rizal, SH., M,Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen yang telah banyak memberikan dedikasi yang sangat besar kepada penulis serta para pegawai di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada orang tua penulis yaitu papa saya Waler Napitupulu dan mama saya Duma Reta yang telah mencurahkan segenap kasih sayang, pengorbanan, serta terkhusus doa-doanya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini;

9. Terima kasih kepada Yosephina Napitupulu selaku kakak saya dan sekaligus sebagai dokter di klinik Kecantikan DuraSkin yang sangat membantu saya dalam skripsi ini, dan juga abang saya Yohanes Napitupulu atas semua saran dan nasehatnya selama ini dan juga adik saya Claudia Napitupulu atas semua supportnya selama ini.

10. Terima kasih kepada EMBTY sahabat saya sedari saya kecil hingga sekarang yaitu Flora Elfrida Nainggolan, Gabriella Pratiwi Harefa dan Esra Svalbard Napitupulu.

(5)

11. Terima kasih kepada teman saya grup Eommaya yaitu Chairunnisa, Elis, Indah dan Dea terkhusus Chelvano serta semua anak Eiso lainnya.

12. Terima kasih kepada teman-teman grup Dunia Gemerlap Kota Medan yaitukak Yola, bang Tibol, bang Ade, bang Jogal, bang Agung, Bang Dicky, Bang Ibnu, teman seperjuanganku Fernando Simbolon, Karin, adikku Ezra Grece, Brian dan Rico Surbakti.

13. Terima kasih kepada teman-teman “Hanya Wacana” yaitu Abeb, Kina, Bibi, Melani, Harry, dan Arie.

14. Terima kasih juga untuk teman-teman Seperjuangan dalam penulisan skripsi Ody Fahmuda, Dimas, dan Adit.

15. Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada mahasiswa dan mahasiswa Grup C Fakultas Hukum USU angkatan 2016 yang sampai sekarang masih bersama-sama dengan penulis semoga kita semua sukses di masa depan.

16. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat digunakan bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang akan datang.

Medan, Februari 2020

Johanna Tania Napitupulu 160200302

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metode Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Keaslian Penulisan ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 31

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN KONSUMEN DAN PARAPIHAK YANG TERKAIT PADA KLINIK KECANTIKAN A. Tinjauan Umum tentang Konsumen ... 34

B. Tinjauan Umum tentang Pelaku Usaha ... 68

C. Tinjauan Umum tentang Klinik ... 83

D. Ruang Lingkup Dokter ... 94

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN YANG TERJADI DALAM KLINIK KECANTIKAN A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian ... 99

B. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Terapeutik ... 114

C. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Melakukan Jasa ... 122

D. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum ... 124

BAB IV TANGGUNG JAWAB KLINIK KECANTIKAN TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN (STUDI KASUS KLINIK KECANTIKAN DURA SKIN) A. Sejarah singkat Klinik Kecantikan Dura Skin Clinic Center Jakarta ... 127

B. Tanggung Jawab Klinik Kecantikan terhadap konsumen apabila mengalami kerugian yang disebabkan oleh pelayanan jasa perawatan dan produk Klinik ... 128

C. Upaya Hukum yang dapat ditempuh konsumen dalam hal kerugian yang dialaminya ... 144

(7)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 151 B. Saran ... 153 DAFTAR PUSTAKA ... 154

(8)
(9)

ABSTRAK

Johanna Tania Napitupulu1 Syamsul Rizal**

Puspa Melati***

Perkembangan zaman yang semakin pesat tidak hanya menimbulkan suatu kebutuhan terkait sandang, pangan, dan papan, namun juga melahirkan kebutuhan lain berupa kebutuhan kecantikan.Hal ini menjadi alasan banyaknya pelaku usaha yang mulai beralih menawarkan jasa dibidang kecantikan.Namun, dibalikberkembang pesatnya usaha klinik kecantikan, masih banyak terdapat kekecewaan dan rasa tidak puas konsumen atas pelayanan yang diberikan oleh pelaku usaha yang dinilai merugikan konsumen. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut akan dianalisa mengenai peran konsumen dan para pihak yang terkait dalam pelayanan jasa dalam klinik kecantikan, hubungan konsumen terhadap perjanjian yang terjadi dalam klinik kecantikan, dan bentuk tanggung jawab klinik kecantikan apabila terjadi kerugian yang dialami oleh konsumen.

Penelitian ini bersifat yuridis empiris, yaitu kombinasi antara penelitianlapangan dengan kepustakaan, data yang digunakan adalah data primer yaitu berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, serta data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, kemudian analisis data dilakukan secara kualitatif.

Menurut hasil penelitian, hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen pada klinik kecantikan lahir dari adanya undang-undang, perjanjian terapeutik, dan perjanjian melakukan jasa. Dari hubungan hukum yang tercipta tersebut, kemudian melahirkan 2 (dua) macam jenis pertanggungjawaban pelaku usaha, yakni pertanggungajawaban yang diakibatkan oleh kerugian dalam mengonsumsi produk dan/atau obat-obatan yang dijual, dan pertanggungjawaban yang disebabkan oleh kerugian atas jasa pelayanan yang dilakukan oleh tenaga medis (dokter) atau tenaga pelaksana (beautician), baik berupa wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum. Konsumen yang mengalami kerugian dapat menuntut ganti rugi baikmelalui jalur nonlitigasi atau jalur litigasi sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 pada kenyataannya selama ini belum pernah ada upaya hukum yang dilakukan konsumen Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic Centre Jakarta sampai pada jalur litigasi, sebab Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic CentreJakarta mengedepankan pertanggungjawaban berbentuk pelayanan perawatan kesehatan kecantikan sesuai dengan jenis keluhan yang disampaikan oleh pasien selaku konsumen.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Konsumen, Pelayanan Jasa.ABSTRACT

1 Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

Johanna Tania Napitupulu2 Syamsul Rizal**

Puspa Melati***

The development of increasingly rapid times not only raises a need related to clothing, food, and shelter, but also gives birth to other needs in the form of beauty needs. This is the reason for the large number of business actors who began to switch to offering services in the field of beauty. However, behind the rapid development of the beauty clinic business, there are still many disappointments and dissatisfied consumers over the services provided by business actors that are considered detrimental to consumers. Based on the background of the research will be analyzed on the role of consumers and parties involved in services in beauty clinics, consumer relations to agreements that occur in beauty clinics, and the form of responsibilities of beauty clinics in the event of loss experienced by consumers.

This research is juridical empirical, which is a combination of field research with literature, the data used are primary data that is based on observations and interviews, as well as secondary data consisting of primary and secondary legal materials, then the data analysis is done qualitatively.

According to the results of the study, the legal relationship between businesses and consumers in beauty clinics was born from the existence of laws, therapeutic agreements, and agreements to perform services. From the created legal relationship, then gives birth to 2 (two) types of business actor liability, namely liability caused by losses in consuming products and / or medicines sold, and liability caused by losses on services performed by personnel medical (doctor) or executive (beautician), both in the form of defaults and acts against the law. Consumers who suffer losses can sue for compensation either through non-litigation or litigation as stipulated in Law No. 8 of 1999, in fact so far there has never been a legal remedy done by consumers of the DuraSkin Clinic Center Jakarta Beauty Clinic to the litigation route, because the Clinic Beauty DuraSkin Clinic Center Jakarta puts forward the accountability in the form of beauty health care services according to the type of complaints submitted by patients as consumers.

Keywords: Legal Protection, Consumers, Services.

2USU Faculty of Law students

** First Advisor of the Faculty of Law, University of North Sumatra.

*** Supervisor II of the Faculty of Law, University of North Sumatra

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial maupun ekonomis.Hal ini termuat dalam Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.Kita tahu bahwa kesehatan sungguh penting bagi diri kita sehingga Negara menjamin kesehatan warga negaranya. Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan, merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik.Di dalam sistem Kesehatan Nasional disebutkan, bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan kompleks.3

Dalam menjalankan praktik kesehatan tidak lepas dari tenaga medis dan tenaga kesehatan.Dokter merupakan tenaga medis.Sedangkan bidan dan perawat merupakan tenaga kesehatan.Dokter sebagai tenaga medis harus memiliki pendidikan dibidang kesehatan serta pengalaman hingga dianggap banyak orang dapat menyembuhkan pesiennya.Seiring perkembangan zaman, saat ini dokter yang dianggap banyak orang ahli dalam hal kesehatan, kini stigma tersebut mulailuntur.

Hal ini dikarena kasus-kasus mengenai kerugian yang dialami oleh pasien akibat dari tindakan dokter.Pasien dan dokter memiliki hubungan hukum sehingga membentuk hak dan kewajiban bagi keduabelah pihak. Adami Chazawi dalam

3Dr. Bahder Johan Nasution, dalam buku Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter

(12)

2

bukunya Malpraktik Kedokteran menyatakan bahwa hubungan hukum antara pasien dan dokter terdapat dalam apa yang disebut kontrak terapeutik. Suatu kontrak terapi dimana pasien harus tunduk dalam hukum perdata tentang perikatan hukum.Kontrak terapeutik merupakan salah satu bentuk perikatan hukum timbal balik.4

Dokter yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) serta telah membuka praktik, pada dasarnya telah melakukan penawaran umum (openbare aanbod).Aanbod adalah syarat pertama lahirnya kesepakatan sebagai penyebab timbulnya suatu perikatan hukum. Untuk terjadinya perikatan hukum dokter dan pasien, penawaran itu harus diikuti penjelasan secara lengkap mengenai berbagai hal seperti diagnosis dan terapi oleh dokter.Apabila kemudian pasien memberikan persetujuan untuk pengobatan atau perawatan, maka terjadilah perikatan hukum yang dikenal dengan kontrak terapeutik atau transaksi terapeutik. Persetujuan yang diberikan oleh pasien itu kemudian disebut informed consent.5

Hubungan antara dokter dan pasien dapat dijelaskan bahwa dokter dan pasien memiliki hubungan yang unik.Dokter dalam hukum konsumen berperan sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan.Dokter yang merupakan pakar dalam hal kesehatan sedangkan pasien sebagai orang awam.Dokter sebagai orang yang sehat dan pasien sebagai orang yang sakit.

Dengan adanya perikatan didalamnya, hubungan timbal balik yang terjadi seharusnya saling menguntungkan.Dokter memiliki pasien dan pasien

4Ditinjau dari scholar.google.co.id dalam buku Adami, 2007 hal 16

5Ditinjau darischolar.google.co.id dalam buku Veronika, 2002 hal 110

(13)

memperoleh kesembuhan.Namun yang terjadi tidak demikian.Saat ini kita sering mendengar atau bahkan mengalami keluhan yang dirasakan oleh pasien akibat dari tindakan yang dilakukan oleh dokter ataupun pemberian obat yang salah oleh dokter hingga pasien mengalami kerugian.Karena maraknya kasus-kasus menganai kesalahan yang dilakukan oleh dokter maka perlu adanya perlindungan hukum bagi pasien. Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, persoalan paling krusial untuk dikaji terkait hukum adalah sejauhmana tindakan seorang dokter memiliki implikasi hukum terhadap kelalaian atau kesalahan profesi kesehatan dan unsur-unsur apa yang digunakan sebagai indikator atau alat ukur serta unsur yang dapat membuktikan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam melakukan diagnosa dan terapi.

Perkembangan zaman dan teknologi yang semakin pesat tidak hanya menimbulkan suatu kebutuhan terkait sandang, pangan, dan papan, namun juga melahirkan kebutuhan lain berupa kebutuhan penampilan. Tanpa disadari, kebutuhan untuk tampil menarik dan cantik sudah menjalar menjadi suatu kebutuhan yang penting bagi masyarakat, khususnya bagi wanita.Banyaknya publikasi melalui media cetak dan media eletronik yang menggunakan dan menampilkan sosok wanita cantik yang berkulit putih, berbadan langsing, berwajah tirus, halus, dan mulus menjadi suatu sugesti tersendiri bagi mayoritas wanita untuk memiliki wajah dan penampilan seperti itu.banyak wanita kemudian berlomba-lomba melakukan berbagai cara baik secara alami maupun modern agar menjadi sosok yang cantik dan menarik. Kebutuhan wanita untuk menjadi pribadi yang sehat dan cantik semakin meningkat, mereka menyadari bahwa dibutuhkan suatu proses dan perawatan untuk menjadi lebih cantik dan menarik. Dahulu

(14)

4

wanita melakukan perawatan diri dengan cara-cara yang lebih alami dan tradisional seperti membuat masker wajah dari bahan-bahan alami, sampai meminum jamu untuk awet muda atau melangsingkan diri.

Namun hal tradisional tersebut cenderung menghabiskan banyak waktu dan bersifat tidak instant.Adanya keinginan wanita menjadi cantik sekaligus menarik dengan cepat dan instant menimbulkan perkembangan tersendiri bagi industri kecantikan. Berbagai macam jasa dibidang kesehatan kecantikanpun menjadi merambah, setelah salonkecantikan, saat ini perkembangan klinik kecantikan berkembang semakin

pesat. Banyak berkembangnya sarana-sarana yang menamakan dirinya sebagai Skin Care, Skin Center, Skin Clinic, Skin Care Center, Body Care Center,Beauty Clinic, Esthetic Clinic, Slimming Center, Beauty Center atau BeautySalon dan lain-lain tergantung jenis pelayanan yang tersedia dan keinginan pemilik/pengelolanya.

Sebagai ibukota Indonesia, Jakarta merupakan kota yang paling banyakmenerima pengaruh-pengaruh globalisasi dunia barat, tidak terkecuali dibidang kecantikan dan fashion lifestyle. Beragam macam masyarakat dari golongan rendah, menengah, hingga tinggi seperti pengusaha dan artis yang berdiam di Jakarta menjadi senjata tersendiri bagi industri kecantikan di Jakarta untuk berkembang.Keadaan tersebut ditandai dengan banyak bermunculannya berbagai klinik kecantikan untuk memenuhi kebutuhan kecantikan berbagai golongan masyarakat di Jakarta, seperti klinik kecantikan Natasha Skin Care,Dura Skin Clinic Centre, dan masih banyak lagi.

(15)

Di kota Medan sendiri pun, banyak bermunculan klinik-klinik skin care yang siap memberikan jasa dan pelayanan bagi konsumen untuk mempercantik diri dan memanjakan konsumen dengan menawarkan treatment yang berkualitas dan bermanfaat bagi kulit konsumen.

Namun pada kenyataanya, dibalik tumbuh pesatnya klinik kecantikanterdapat beberapa sisi negatif, diantaranya banyak konsumen yang ternyata tidak cocok dengan jasa dan produk kecantikan yang ditawarkan oleh klinik kecantikan.Hal ini tentunya menjadi suatu kerugian bagi konsumen pengguna klinik kecantikan.Kerugian yang dialami konsumen biasanya timbul karena kurangnya informasi yang diberikan terkait keadaannya serta efek samping dari tindakan yang dilakukan.Banyak kasus merugikan yang dialami oleh konsumen klinik kecantikan, seperti timbulnya iritasi pada wajah setelah menggunakan produk dari klinik kecantikan, iritasi dapat berupa timbulnya rasa perih dan memerah pada wajah konsumen.Tidak hanya itu, beberapa konsumen klinik kecantikanpun pernah merasa keberatan manakala saat dilakukan pelayanan perawatan terdapat tindakan dokter atau beautician yang kurang memuaskan, seperti beautician terlalu keras menekan wajah konsumen saat melakukan facial wajah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan ketidakpuasaan terhadap konsumen.Hal seperti ini dapat terjadi manakala terdapat kondisi dan/atau sesitivitas pasien yang berbeda-beda maupun karena kelalaian dari pihak klinik kecantikan. Tidak heran jika banyak konsumen yang

justru mengeluhkan produk dan/atau jasa yang diberikan oleh sebuah klinik kecantikan.

(16)

6

Terdapat 2 (dua) macam perlindungan hukum di Indonesia, yaituperlindungan hukum preventif dan represif.Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan hukum yang biasanya tertuang dalam peraturan perundang- undangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran, seperti adanya aturan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh konsumen dan pelaku usaha.Perlindungan hukum represif adalah perlindungan hukum akhir berupa sanksi akibat terjadinya pelanggaran atau sengketa, seperti kewajiban untuk melaksanakan ganti rugi bagi pihak yang merugikan.6

Salah satu bentuk aplikasinya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwasanya setiap golongan konsumen yang melakukan perawatan di klinik kecantikan memiliki hak untuk mendapat perlindungan hukum apabila terdapat akibat-akibat dari proses perawatan yang merugikan dirinya. Perlindungan hukum tersebut lahir dari suatu hubungan hukum yang mengikat antara klinik kecantikan dengan konsumen, dimana hubungan hukum terjadi sejak konsumen datang ke klinik kecantikan dan mendapat penjelasan dari dokter terkait keadaannya serta bagaimana penanganan dan efek-efek selanjutnya.Selain dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, konsumen klinik kecantikan juga dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2014 tentang Klinik.

Dimana lahirnya undang-undang tersebut bertujuan untuk mengatur hak- hak dan kewajiban antara konsumen denganpelaku usaha, agar menjunjung tinggi

6Ditinjau dari.academia.edu tentang Perlindungan hukum konsumen diakses pada tanggal 8 Februari 2020 Pukul 18.00

(17)

rasa aman terhadap konsumen klinikkecantikan, serta menjunjung tinggi rasa tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk dan jasa yang ditawarkannya.Klinik kecantikan selaku pelaku usaha menyadari bahwa mereka harus dapat menjamin hak-hak konsumennya terpenuhi dalam berbagai bidang.7

Namun dibalik itikad baik yang dilakukan, tidak menutup kemungkinanterjadinya kerugian-kerugian yang diderita konsumen terkait penggunaan produk dan/atau jasa dari sebuah klinik kecantikan.Ketika mengalami kerugian, konsumen dapat melakukan upaya hukum agar tercapai keadilan bagidirinya dan klinik kecantikan selaku pelaku usaha wajib untuk bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi.Penulis sebagai salah satu konsumen yang terbilang sering melakukan perawatan wajah di Klinik Kecantikan memiliki ketertarikan terhadap perlindungan konsumen terhadap pelayanan jasa yang terdapat dalam Klinik Kecantikan tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji danmembahas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen apabila terdapat kerugian-kerugian akibat menggunakan produk dan/atau jasa Klinik Kecantikan Beauty Skin Care Center Jakarta hingga upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen, serta mengangkat permasalahan ini kedalam tulisannya yang berjudul

“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Pelayanan Dan Jasa Praktek Pada Klinik Kecantikan (Studi Pada Dura Skin Clinic Centre Jakarta).

7Ditinjau dari etd.repository.ugm.ac.id diakses pada tanggal 4 Februari 2020 Pukul 17.00

(18)

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, berbagai persoalan yang timbul atau yang muncul, dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana peran konsumen dan para pihak yang terkait dalam pelayananan jasa di klinik kecantikan?

2. Bagaimana hubungan konsumen terhadap perjanjian yang terjadi dalam klinik kecantikan?

3. Bagaimana bentuk tanggung jawab Klinik Kecantikan apabila terjadi kerugian yang dialami oleh konsumen?

C. Tujuan Penelitian Tujuan Objektif :

1) Untuk mengetahui sejauh mana peran konsumen dan para pihak yang terkait dalam pelayanan jasa dermatologi di klinik kecantikan

2) Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk hubungan konsumen terhadap perjanjian yang terjadi di dalam klinik kecantikan.

3) Mengetahui dan menganalisis bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh Klinik Kecantikan Dura Skin Clinic Centre Jakarta terhadap konsumen apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh pelayanan jasa perawatan dan/atau produk Klinik Kecantikan Dura Skin Clinic CentreJakarta.

Tujuan Subyektif :

Untuk memperoleh data serta informasi yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai syarat untuk

(19)

dapat memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

D. Manfaat Penulisan

Penelitian ini mempunyai manfaat, baik secara akademis maupun secara praktis.Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan hukum di dalam bidang Hukum Perdata, khususnya bagi mahasiswa agar kritis terhadap masalah hukum sekaligus dapat menemukan solusi hukum terkait dengan perlindungan konsumen yang berbasis teknologi pada sektor pelayanan kesehatan dan perawatan kecantikan.

b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum khususnya hukum kedokteran, yang permasalahannya selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu Kedokteran itu sendiri dan diharapkan dapat menjembatani antara kepentingan hukum dan kepentingan pelayanan medis untuk mencapai asas keseimbangan kepentingan dokter dam kepentingan pasien yang sama-sama menjadi prioritas untuk membangun kesadaran kesehatan yang ada di masyarakat. Karena dengan adanya hubungan baik antara dokter dan pasien maka timbul rasa saling percaya dan saling menaati hak dan kewajiban sendiri khususnya antara dokter dan pasien. Dengan skripsi ini masyarakat tau akan haknya jika berhubungan dengan dokter dan pelayanan kesehatan lainnya jadi masyarakat dapat

(20)

10

memilih cara pengobatan apa dan metode pelayanan jasa apa yang ia percayai untuk mempercantik wajahnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

a. Menjadi masukan dan/atau panduan bagi profesi yang bergerak di sector kesehatan kecantikan, baik dokter, maupun beautician dalam pelayanan kesehatan dan perawatan kecantikan, sehingga pelayanan dan perawatan yang diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku dan tidak merugikan pasien atau pengguna produk dan jasaselaku konsumen kesehatan kecantikan.

b. Menjadi sumber acuan untuk penelitian-penelitan selanjutnya baiksecara teori maupun praktik, yang berguna untuk mahasiswa fakultashukum pada khususnya dan masyarakat berbagai kalangan padaumumnya.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai langkah yang dimiliki dan dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigasi pada data yang telah didapatkan tersebut. Metode penelitian memberikan gambaran rancangan penelitian yang meliputi antara lain:

prosedur dan langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, dan dengan langkah apa data-data tersebut diperoleh dan selanjutnya diolah dan dianalisis.

(21)

Dalam pembahasan skripsi ini, metodologi penelitian hukum yang digunakan penulis adalah Metode Penelitian yang dipakai dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normative-empiris, dimana dalam penelitian empiris dimaksudkan untuk memperoleh data primer, yaitu melakukan wawancara dengan narasumber yang terkait, sementara hukum normative yaitu melakukan suatu kajian terhadap peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan skripsi ini sebagai berikut :

1. Spesifikasi Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian hukum normative. Dalam hal penelitian hukum normative, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan judul penulis ini yaitu “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Pelayanan Dan Jasa Praktek Pada Klinik Kecantikan “Studi Pada Dura Skin Clinic Centre Jakarta”.

2. Metode Pendekatan

Dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis mengingat permasalahan-permasalahan yang diteliti adalah bagaimana dokter sebagai yang melakukan pelayanan jasa kecantikan berlandaskan kepercayaan dalam transaksi terapeutik.

3. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian untuk penelitian skripsi ini, penulis mengambil lokasi di Dura Skin Clinic Centre Jakarta yang terletak di Jalan Kaji No. 36, Petojo Utara, Kecamatan Gambir , Kota Jakarta Pusat.

4. Alat Pengumpulan Data

(22)

12

Pengumpulan data-data yang diperlukan penulis yang berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini ditempuh melalui cara penelitian kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian terhadap literature- literatur untuk memperoleh bahan teoritis ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar terhadap substansi pembahasan dalam penulisan skripsi ini. Tujuan penelitian kepustakaan ini adalah untuk memperoleh data-data sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, surat kabar, situs internet, maupun bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode induktif dan deduktif yang berpedoman kepada bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap konsumen atas pelayanan jasa klinik kecantikan. Analisis deskriptif artinya penulis berusaha semaksimal mungkin untuk memaparkan data-data yang sebenarnya.

Metode deduktif artinya cara analisis dari kesimpulan umum atau generalis yang diuraikan menjadi contoh-contoh konkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau generalis tersebut. Metode deduktif digunakan dalam sebuah penelitian disaat penelitian berangkat dari sebuah teori yang kemudian dibuktikan dengan pencarian fakta.

Metode induktif artinya contoh konkrit dan fakta diuraikan terlebih dahulu, lalu kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan atau generalisasi.

Pada metode induktif data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta. 8

8 Ditinjau dari www.awangramadhani/metode-penelitian.com diakses pada tanggal 8 januari 2020 pukul 08.00

(23)

F. Tinjauan Pustaka

i. Pengertian Konsumen

Konsumen berasal dari istilah asing, Inggris costumer dan Belanda consument secara harafiah diartikan sebagai “orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu” atau „sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”.9

Undang-undang perlindungan konsumen mendefinisikan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah end user / pengguna terakhir, tanpa si konsumen merupakan pembeli dari barang dan/atau jasa tersebut.10

Guidelines for Customer Protection of 1985, yang dikeluarkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan “Konsumen dimanapun mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak-hak dasar sosialnya.”Yang dimaksud hak-hak dasar tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar dan jujur.Hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia (cukup pangan dan papan), Hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih serta kewajiban untuk menjaga lingkungan, dan hak untuk mendapatkan pendidikan dasar.PBB menghimbau seluruh anggotanya untuk memberlakukan hak-hak konsumen tersebut di negaranya masing-masing.11

9Arrianto Mukti Wibowo,et.al., Kerangka Hukum Digital Signature Dalam Electronic Commerce,Grup Riset Digital Security

10Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

11Tini Hadad, Dalam AZ.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet. II, hlm vii

(24)

14

Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan:12

 Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung akses dan informasi, serta menjamin kepastian hokum.

 Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha pada umumnya.

 Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa

 Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan menyesatkan.

 Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang- bidang lainnya.

ii. Tanggung Jawab Produk

Secara umum, Tanggung Jawab Produk adalah suatu konsepsi hukum yang intinya dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

Apakah yang dimaksud dengan cacat produk? Di Indonesia, cacat produk atau produk yang cacat didefinisikan sebagai berikut: “Setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan atau kealpaan dalam proses maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau harta benda mereka dalam penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang.”

Cacat produk atau manufaktur adalah keadaan produk yang umumnya berada dibawah tingkat harapan konsumen.Atau dapat pula cacat itu demikian rupa sehingga dapat membahayakan harta benda, kesehatan tubuh dan jiwa konsumen.

12Husni Syawali, Ed, op.cit., hlm 7

(25)

Cacat peringatan atau instruksi adalah cacat produk karena tidak dilengkapi dengan peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan tertentu.

iii. Pengertian Pelaku Usaha

Pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberikan pengertian Pelaku Usaha, sebagai berikut :

“Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum mapun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Penjelasan “Pelaku Usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distribusi, dan lain-lain."

Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, leveransir, pengecer dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam Masyarakat Eropa terutama Negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi sebagai produsen adalah: pembuat produk jadi (finished product), penghasilan bahan baku, pembuat suku cadang, setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan jalan mencantumkan namnya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang

(26)

16

membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu, importer suatu produk dengan maksud untuk dijualbelikan, disewakan, disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan, pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importer tidak dapat ditentukan.13

Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut , akan memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih baik lagi seandainya UUPK tersebut memberikan rincian sebagaimana dalam Directive (pedoman bagi Negara Masyarakat Uni Eropa), sehingga konsumen dapat lebih mudah lagi untuk menentukan kepada siapa ia akan mengajukan tuntutan jika ia dirugikan akibat penggunaan produk Dalam Pasal 3 Directive ditentukan bahwa :14

a. Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah, atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang memasang nama, mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya sebagai produsen.

b. Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang mengimpor suatu produk untuk dijual, dipersewakan, atau untung leasing, atau setiap bentuk pengedaran dalam usaha perdagangannya dalam Masyarakat Eropa, akan dipandang sebagai produsen dalam arti Directive ini, dan akan bertanggung gugat sebagai produsen.

c. Dalam hal produsen atau suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka setiap leveransir/supplier akan bertanggung gugat sebagai produsen,

13Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen hlm.9

14Ahmad Miru, “Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia”, hlm 31

(27)

kecuali ia memberitahukan orang yang menderita kerugian dalam waktu yang tidak begitu lama mengenai identitas produsen atau orang yang menyerahkan produk itu kepadanya. Hal yang sama akan berlaku dalam kasus barang/ produk yang diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak menunjukkan identitas importir sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sekalipun nama produsen dicantumkan.

iv. Peraturan Perundang-Undangan Hukum Konsumen/Hukum Perlindungan Konsumen

Kini Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang sudah lama ditunggu- tunggu konsumen telah terbit yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1999. Sekalipun demikian Undang-Undang No 8 Tahun 1999 ini memiliki ketentuan yang menyatakan bahwa “kesemua undang-undang yang ada dan berkaitan dengan perlindungan konsumen tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau telah diatur khusus oleh undang-undang.” Karena itu, tak dapat lain haruslah dipelajari juga peraturan perundang-undangan tentang konsumen dan/atau perlindungan konsumen ini di dalam kaidah-kaidah hukum peraturan perundang-undangan umum yang mungkin atau dapat mengatur dan/atau melindungi hubungan dan/atau masalah konsumen dengan penyedia barang atau jasa. Sebagai akibat dari penggunaan peraturan perundang-undangan umum ini, dengan sendirinya berlaku pulalah asas-asas hukum yang terkandung di dalamnya pada berbagai pengaturan dan/atau perlindungan konsumen tersebut. Padahal, nanti akan ternyata, beberapa di antara asas hukum tersebut tidak cocok untuk memenuhi fungsi pengaturan dan/atau perlindungan pada konsumen, tanpa setidak-tidaknya diadakan pembatasan berlakunya asas-asas hukum tertentu itu. Pembatasan

(28)

18

dimaksudkan dengan tujuan “menyeimbangkan kedudukan” di antara para pihak pelaku usaha dan/atau konsumen bersangkutan.

Sumber-sumber Hukum Konsumen :

a) Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR

Hukum Konsumen, terutama Hukum Perlindungan Konsumen mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan, Alinea ke-4 berbunyi:

“...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia...”

Umumnya, sampai saat ini, orang bertumpu pada kata “segenap bangsa”

sehingga ia diambil sebagai asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas pesatuan bangsa). Tetapi di samping itu, dari kata “melindungi”, didalamnya terkandung pula asas perlindungan (hukum) pada segenap bangsa tersebut.

Perlindungan hukum pada segenap bangsa itu, tentulah bagi segenap bangsa, tanpa terkecuali, baik ia laki-laki atau perempuan, orang kaya atau orang miskin, orang kota atau orang desa, orang asli atau keturunan, dan pengusaha/pelaku usaha atau konsumen.

Landasan hukum lainnya terdapat pada ketentuan termuat dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Ketentuan tersebut berbunyi :

“Tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

Sesungguhnya apabila kehidupan seseorang terganggu atau diganggu oleh pihak/pihak-pihak lain, maka alat-alat negara akan turun tangan, baik diminta atau tidak, untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut.

(29)

Penghidupan yang layak, apalagi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, merupakan hak dari warga negara dan hak semua orang. Itu merupakan hak dasar bagi rakyat secara menyeluruh.

“Telah jelas, Pasal-pasal ini mengenai hak-hak warga negara”

Selanjutnya, untuk melaksanakan perintah UUD-1945 melindungi segenap bangsa, dalam hal ini khususnya melindungi konsumen, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menetapkan berbagai Ketetapan MPR, khusunya sejauh tahun 1978. Dengan ketetapan terakhir Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1993 (TAP-MPR) makin jelas kehendak rakyat atas adanya perlindungan konsumen, sekalipun dengan kualifikasi yang berbeda-beda, pada masing-masing ketetapan.

Kalau pada TAP-MPR 1978 digunakan istilah “menguntungkan”

konsumen, TAP-MPR 1988 “menjamin” kepentingan konsumen, maka pada tahun 1993 digunakan isitlah “melindungi” kepentingan konsumen. Namun, dalam masing-masing TAP-MPR tersebut tidak terdapat penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan menguntungkan, menjamin, atau melindungi kepentingan konsumen tersebut.15

Salah satu yang menarik dari TAP-MPR 1993 ini adalah disusunnya dalam satu napas, dalam satu baris kalimat, tentang kaitan produsen dan konsumen.

Susunan kalimat itu berbunyi:

“...meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan konsumen”.

15TAP-MPR RI No. IV/MPR/1978, Bab IV

(30)

20

Dengan susunan kalimat demikian, terlihat lebih jelas arahan Majelis Permusyawaratam Rakyat tentang kekhususan kepentingan produsen (dan semua pihak yang dipersamakan dengannya) dan kepentingan konsumen.

Sifat kepentingan khas produsen (lebih tepat pelaku usaha atau pengusaha) telah ditunjukkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Di muka telah diterangkan bahwa pengusaha dalam menjalankan kegiatan memproduksi atau berdagang, menggunakan barang atau jasa sebagai bahan baku,bahan tambahan, bahan penolong, atau bahan pelengkap. Kepentingan mereka dalam menggunakan barang atau jasa adalah untuk kegiatan usaha memproduksi dan atau berdagang itu, adalah untuk meningkatkan pendapatan atau penghasilan mereka (tujuan komersial).

Kepentingan konsumen dalam kaitan dengan penggunaan barang dan/atau jasa, adalah agar barang/jasa konsumen yang mereka peroleh, bermanfaat bagi kesehatan/keselamatan tubuh, keamanan jiwa dan harta benda, diri, keluarga dan/atau rumah tangganya (tidak membahayakan atau merugikan mereka). Jadi yang menonjol dalam perlindungan kepentingan konsumen ini adalah perlindungan pada jiwa, kesehatan, harta dan atau kepentingan kekeluargaan konsumen.

Meskipun diakui bahwa persaingan merupakan suatu yang biasa dalam dunia usaha, tetapi persaingan antar-kalangan usaha itu haruslah sehat dan terkendali.

b) Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata

Dengan hukum perdata dimaksud adalah hukum perdata dalam arti luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang

(31)

termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Kesemuanya itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis (hukum adat).

Kaidah-kaidah hukum perdata umumnya termuat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPer).16 Disamping itu, tentu saja juga kaidah- kaidah hukum perdata adat, yang tidak tertulis tetapi ditunjuk oleh pengadilan- pengadilan dalam perkara-perkara tertentu. Patut kiranya diperhatikan kenyataan yang ada dalam pemberlakuan berbagai kaidah hukum perdata tersebut.

Pada tahun 1963 Mahkamah Agung “menganggap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) tidak sebagai undang-undang tetapi sebagai suatu dokumen yang hanya menggambarkan suatu kelompok hukum tak tertulis”.17 Dan selanjutnya menganggap tidak berlaku beberapa pasal dari KUHPer. Tetapi untuk selebihnya, dalam pengalaman di pengadilan sepanjang kemerdekaan sampai waktu ini, KUHPer tampak seperti lebih dominan berlakunya dibandingkan dengan kaidah-kaidah hukum adat atau kaidah-kaidah hukum tidak tertulis, dan putusan-putusan pengadilan negeri maupun pengadilan-pengadilan luar negeri yang berkaitan. KUHPer memuat berbagai kaidah hukum berkaitan dengan hubungan-hubungan hukum dan masalah-masalah antara pelaku usaha penyedia barang dan/atau jasa dan konsumen pengguna barang-barang atau jasa tersebut.

Terutama buku kedua, buku ketiga, dan buku keempat memuat berbagai kaidah- kaidah hukum yang mengatur hubungan konsumen dan penyedia barang atau jasa konsumen tersebut. Begitu pula dalam KUHD, baik buku pertama, maupun buku

16Undang-Undang RI, Burgerlijk Wetboek voor Indonesia, S. No. 23 Tahun 1847 dengan berbagai pembatasan ketentuan berlakunya

17Surat Edaran Mahkamah Agung RI tanggal 5 September 1963 tentang Gagasan menganggap Burgerlijk Wetboek tidak sebagai Undang-Undang

(32)

22

kedua, mengatur tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari, khususnya (jasa) dan pelayanan.

Hubungan hukum perdata dan masalahnya dalam lingkungan berlaku Hukum Adat, sekalipun sudah sangat berkurang, masih tampak hidup dan terlihat dalam berbagai putusan pengadilan. Beberapa putusan pengadilan tentang masalah keperdataan berkaitan dengan perlindungan konsumen masih terlihat.

Sedangkan hubungan-hubungan hukum atau masalah antara penyedia barang atau jasa dan konsumen dari berbagai negara yang berbeda, atau tidak bersamaan hukum yang berlaku bagi mereka, dapat diperlakukan Hukum Internasional dan asas-asas Hukum internasional, khususnya Hukum Perdata Internasional, memuat pula berbagai ketentuan hukum perdata bagi konsumen.

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain, tampaknya termuat pula kaidah-kaidah hukum yang mempengaruhi dan/atau termasuk dalam bidang hukum perdata. Antara lain tentang siapa yang dimaksudkan sebagai subjek hukum dalam suatu hubungan hukum konsumen, hak-hak dan kewajiban masing- masing, serta tata cara penyelesaian masalah yang terjadi dalam sengketa antara konsumen dan penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan bersangkutan.

c) Hukum Konsumen dalam Hukum Publik

Dengan hukum publik dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perorangan.18 Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan atau hukum hukum perlindungan konsumen,

18Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, P.N. Balai Pustaka, Jakarta,1979, Halaman 10

(33)

adalah hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata, dan atau hukum acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional.

Segala kaidah hukum maupun asas-asas hukum ke semua cabang-cabang hukum publik itu sepanjang berkaitan dengan hubungan hukum konsumen dan/atau masalahnya dengan hubungan hukum konsumen dan/atau masalahnya dengan penyedia barang atau penyelenggara jasa, dapat pula diberlakukan. Dalam kaitan ini antara lain ketentuan perizinan usaha, ketentuan-ketentu pidana tertentu, ketentuan-ketentuan hukum acara dan berbagai konvensi dan atau ketentuan hukum perdata internasional.

Diantara kesemua hukum publik tersebut, tampaknya hukum administrasi negara, selanjutnya disebut hukum administrasi, hukum pidana, hukum internasional khususnya hukum perdata internasional, dan hukum acara perdata serta hukum acara pidana paling banyak pengaruhnya dalam pembentukan hukum konsumen.

Sekalipun berbagai instrument hukum umum (peraturan perundang- undangan yang berlaku umum), baik hukum perdata maupun hukum public, dapat digunakan untuk menyelesaikan hubungan dan atau masalah konsumen dengan penyedia barang atau penyelenggara jasa, tetapi hukum umum ini ternyata mengandung berbagai kelemahan tertentu, dan menjadi kendala bagi konsumen atau perlindungan konsumen. Tetapi hukum umum ini ternyata mengandung berbagai kelemahan tertentu dan menjadi kendala bagi konsumen atau perlindungan konsumen yaitu :19

19Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H.,M.Hum. dalam buku “Hukum Perlindungan Konsumen”

(34)

24

1) KUH Perdata dan KUHD tidak Mengenal Istilah Konsumen

Hal ini mudah dipahami karena pada saat undang-undang itu diterbitkan dan diberlakukan di Indonesia, tidak dikenal istilah consumen atau consument (istilah Inggris dan Belanda).Di Negeri Belanda istilah koper atau huuder (istilah Belanda yang berarti pembeli atau penyewa) digunakan dalam perundang-undangannya.

Oleh karena itu, dalam KUH Perdata kita menemukan istilah-istilah pembeli (koper, Pasal 1457 dan seterusnya KUH Perdata), penyewa (hurder, Pasal 1548 dan seterusnya), penitip barang (bewaargever, Pasal 1694 dan seterusnya), peminjam (verbruiklener, Pasal 1754 dan seterusnya), dan sebagainya. Adapun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditemukan istilah tertanggung (verzekerde, Pasal 246 dan seterusnya Buku Kesatu) dan penumpang (opvarende, Pasal 341 dan seterusnya Buku Kedua).

2) Semua Subjek Hukum tersebut adalah Konsumen, Pengguna Barang dan/atau Jasa

Konsumen itu sendiri terdiri dari dua jenis yang berbeda kepentingan dan tujuan dalam penggunaan barang atau jasanya.Para pengusaha yang disebut juga sebagai konsumen antara mempunyai tujuan dan kepentingan tersendiri.Demikian pula dengan konsumen akhir.

Subjek hukum pembeli, penyewa, tertanggung atau penumpang terdapat dalam KUH Perdata dan KUHD, tidak membedakan apakah mereka itu sebagai konsumen akhir atau konsumen antara. Keadaan mempersamakan saja kedudukan hukum dari mereka yang berbeda kepentingan dan tujuannya secara formal memang memikat, tetapi secara materiil akan terlihat, tanpa pemberdayaan

(35)

(empowering) pihak yang historis lemah, ia menimbulkan kepincangan tertentu dalam hubungan hukum atau masalah mereka satu sama lain.

3) Hukum Perjanjian (Buku ke-3 KUH Perdata) Menganut Asas Hukum Kebebasan Berkontrak, Sistemnya Terbuka dan Merupakan Hukum Pelengkap

Asas kebebasan berkontrak memberikan pada setiap orang hak untuk dapat mengadakan berbagai kesepakatan sesuai kehendak dan persyaratan yang disepakati kedua pihak, dengan syarat-syarat subjektif dan objektif tentang sahnya suatu persetujuan tetap dipenuhi (Pasal 1320). Dengan sistem terbuka, setiap orang dapat mengadakan sembarang perjanjian, bahkan dengan bentuk-bentuk perjanjian lain dari apa yang termuat dalam KUH Perdata (berbeda dengan sistem tertutup yang dianut Buku Ke-2 KUH Perdata). Keadaan ini kemudian diimbuhi pula dengan catatan bahwa hukum perjanjian itu merupakan hukum pelengkap, jadi setiap orang dapat saja mengadakan persetujuan dalam bentuk lain dari yang disediakan oleh KUH Perdata.

Dengan asas kebebasan berkontrak, sistem terbuka dan bahwa hukum perjanjian itu merupakan hukum pelengkap saja, lengkaplah sudah kebebasan setiap orang untuk mengadakan perjanjian, termasuk perjanjian yang dipaksakan kepadanya. Kalau yang mengadakan perjanjian adalah mereka yang seimbang kedudukan ekonomi, tingkat pendidikan dan/atau kemampuan daya saingnya, mungkin masalahnya menjadi lain. Dalam keadaan sebaliknya, yaitu para pihak tidak seimbang, pihak yang lebih kuat akan dapat memaksakan kehendaknya atas pihak yang lebih lemah.

(36)

26

Pengalaman nyata memang menunjuk pada keadaan itu. Berbagai penelitian termasuk penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 1973-1985, yang kemudian dijadikan dasar dari keputusan Sidang Umum PBB pada tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen, ternyata pihak konsumenlah, terutama konsumen dari negara-negara berkembang yang merupakan pihak yang lemah tersebut. Dilengkapi dengan penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, khususnya kelemahan konsumen Indonesia akan sangat terlihat.

4) Perkembangan Pesat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)

Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi kegiatan bisnis dimana pun di dunia, tidak terkecuali di Indonesia.Berbagai produk konsumen, bentuk usaha dan praktik bisnis yang pada masa diterbitkannya KUH Perdata dan KUHD belum dikenal, kini sudah menjadi pengalaman kita.

Beberapa hal pokok tentang subjek hukum dari suatu perikatan, bentuk perjanjian baku, perikatan beli sewa, kedudukan hukum berbagai praktik niaga lainnya yang tumbuh karena kebutuhan atau kegiatan ekonomi, tidak terakomodasi secara sangat rumit dalam perundang-undangan itu.

Begitu pula bentuk-bentuk perikatan yang tampaknya berasal dari negara- negara yang menggunakan sistem hukum berbeda (Anglo Saxon), karena kebutuhan telah pula dipraktikkan dan kadang-kadang tanpa persyaratan dan pembatasan yang menurut hukum berlaku bagi perikatan di negeri asalnya.Pencampuradukan sistem hukum yang melanda masyarakat karena kebutuhannya itu, menyebabkan KUH Perdata dan KUHD tertinggal di belakang.

(37)

5) Hukum Acara

Hukum acara yang dipergunakan dalam proses perkara perdata pun tidak membantu konsumen dalam mencari keadilan. Pasal 1865 KUH Perdata menentukan pembuktian hak seseorang atau kesalahan orang lain dibebankan pada pihak yang mengajukan gugatan tersebut. Beban ini lebih banyak tidak dapat dipenuhi dalam hubungan antara konsumen dan penyedia barang atau penyelenggara jasa pada masa kini.Hal ini terutama karena tidak pahamnya konsumen atas pembuatan produk, sistem pemasaran yang digunakan, maupun jaminan purna jual yang digunakan oleh pelaku usaha. Proses produksi dan pemasaran produk yang makin canggih, kerahasiaan perusahaan dan tanggung jawab perusahaan yang hanya pada pemegang sahamnya saja, memperbesar jarak antara konsumen dengan produk konsumen yang ia gunakan di samping hal-hal yang dikemukakan di atas.

Tingkat-tingkat peradilan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung dan kemungkinan Peninjauan kembali di Mahkamah Agung), lamanya masa proses sampai didapatkan putusan yang efektif, ditambah dengan beban pembuktian merupakan kendala bagi konsumen dan perlindungannya.

6) Dasar Pemikiran Filsafat

Dianut dari KUH Perdata/KUHD dan falsafah hukum yang sekarang harus dijadikan pangkal tolak pemikiran hukum kita yang sama sekali sudah tidak sejalan lagi. Doktrin yang dianut KUH Perdata/KUHD adalah liberalism.Adapun doktrin, falsafah Indonesia adalah Pancasila yang pemikiran politik ekonominya

(38)

28

adalah kesejahteraan rakyat dengan perikehidupan yang seimbang, serasi, dan selaras.

7) Hukum Publik

Sesuai fungsinya menurut hukum, mempunyai peran yang sangat membantu upaya perlindungan konsumen, seperti juga bagi pengusaha yang jujur dan beritikad baik.Tindakan administrasi yang dijalankan oleh instansi berwenang terhadap mereka yang melanggar ketentuan dari peraturan perundang-undangan (administrative), melindungi konsumen dan pengusaha yang jujur dan beritikad baik dari perilaku pelaku usaha yang menyimpang atau melanggar hukum dan dapat menimbulkan kerugian pada mereka.

Pengertian Klinik

Bagian rumah sakit atau lembaga kesehatan tempat orang berobat dan memperoleh advis medis serta tempat mahasiswa kedokteran melakukan pengamatan terhadap kasus penyakit yg diderita para pasien dan sebagai balai pengobatan khusus dan merupakan organisasi kesehatan yg bergerak dalam penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya terhadap satu macam gangguan kesehatan20

Definisi Klinik Kecantikan

Klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan jasa pelayanan dermatologi. Dermatologi (dari bahasa Yunani: derma yang berarti kulit) adalah cabang kedokteran yang mempelajari kulit dan bagian-bagian yang

20 Dendy Sugono. Kamus Bahasa Indonesia, Hal 733. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

(39)

berhubungan dengan kulit seperti rambut, kuku, kelenjar keringat, dan lain sebagainya.

Jadi, dapat disimpulkan, klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan kecantikan kulit, rambut, kuku, dan lainnya.Beberapa klinik kecantikan yang sekarang banyak dijumpai di wilayah ibukota adalah klinik kecantikan yang mengkombinasikan pelayanan kecantikan wajah maupun tubuh, dan konsultasi kesehatan kulit, serta pelayanan tambahan seperti spa.

Produk perawatan dari klinik kecantikan yang dikenal umum adalah facial.

Perawatan facial adalah sebuah prosedur yang melibatkan berbagai perawatan kulit, termasuk: penguapan, pengelupasan, ekstraksi, krim, lotion, pengunaan masker, dan pemijatan.21Biasanya dilakukan di salon kecantikan tetapi juga dapat ditemukan di berbagai perawatan spa.

Karakteristik Jasa

1. Tidak berwujud (intangibility)

Artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum dibeli. Orang yang mengalami perawatan kulit tidak dapat melihat hasil yang sesungguhnya sebelum ia membeli jasa tersebut. Untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen akan mencari bukti akan mutu jasa tersebut. Mereka akan menarik kesimpulan mengenai mutu dari tempat, orang-orang, peralatan, bahan komunikasi, symbol dan harga yang mereka lihat.

Karena itu, penyedia jasa bertugas mengelola bukti tersebut untuk mewujudkan sesuatuyang tidak berwujud.Perusahaan jasa dapat berupaya

21 Ditinjau darin http://wikipedia.com; internet; accesed 10 januari 2020

(40)

30

menunjukkan mutu layanan melalui bukti fisik dan presentasi. Dura Skin Clinic Centre untuk mempromosikan diri dengan slogan citranya “make people beautiful and happy”. Dengan layanan yang prima, pelanggan akan “feel great” dan setelah melewati masa perawatan mereka akan “look great”.

Cara yang ditempuh yaitu dengan mendesain pesan yang in line dengan daya saing sekaligus diferensiasi Dura Skin Clinic Centre, yaitu strerilitas dan higienitas. Karena selama ini tidak banyak yang tau bahwa fasial menjadi awal penularan virus HIV dan hepatitis karena ada tahapan-tahapan yang memberikan peluang bagi terkontaminasinya darah. Hal itu menjadi perhatian utama Dura Skin Clinic Centre.

2. Tidak terpisahkan (inseparability).

Biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Karena klien tersebut juga hadir pada saat jasa perawatan kulit dilakukan, interaksi penyedia jasa merupakan ciri khusus penawaran jasa. Dengan menyadari hal ini maka Dura Skin Clinic Centre akan fokus pada produk dan layanan yang bagus.

Apabila produk dan layanan yang bagus, maka akan timbul kepercayaan pada pelanggan dan kemudian mereka akan merekomendasikan kepada orang lain.

3. Bervariasi (Variablity)/ Heterogeinity.

Karena bergantung pada siapa yang memberikannya serta kapan dan dimana diberikan, jasa sangat bervariasi.Contoh : beberapa dokter memiliki keramahan yang sangat baik dengan pasien, sedangkan yang lain kurang sabar dengan pasien-pasiennya.

(41)

4. Tidak tahan lama (Perishability).

Jasa klinik kecantikan Dura Skin Clinic Centre tidak dapat disimpan.Pasien yang telah melakukan konsultasi atau pemeriksaan di Dura Skin Clinic Centre tidak bisa menyimpan jasa yang mereka terima dari perusahaan jasa tersebut.

G. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini diajukan sebagai syarat meraih gelar sarjana hukum.

Sebelum mengajukan judul ini, penulis terlebih dahulu membaca beberapa buku dan sumber informasi lainnya untuk menemukan masalah hukum yang akan dibahas. Sesuai prosedur yang ditentukan oleh Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Perdata, penulis terlebih dahulu mengajukan judul ini kepada Ketua Departemen Hukum Perdata untuk mendapat persetujuan dan kemudian melakukan pengecekan judul ke perpustakaan fakultas hukum untuk menghindari pembahasan masalah yang berulang. Dari hasil pengecekan di perpustakaan fakultas maka dinyatakan tidak ada judul yang sama persis sebelumnya. Dengan demikian, maka penulisan ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan.

Apabila diluar pengetahuan penulis ternyata telah ada penulisan yang serupa, maka diharapkan penulisan ini dapat saling melengkapi serta menambah literature ilmu hukum khususnya dibidang hukum perdata.

H. Sistematika Penulisan

Seluruh uraian yang ada dalam penyusunan skripsi ini, dikemukakan secara sistematis yang terdiri atas beberapa bab dan masing-masing terdiri dari

(42)

32

beberapa sub dengan tujuan untuk memudahkan pembaca memahami isi skripsi ini.

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang, latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, tinjauan pustaka, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN KONSUMEN DAN PARA PIHAK YANG TERKAIT PADA KLINIK KECANTIKAN

Dalam bab ini berisikan empat sub bab yaitu pengertian konsumen, sub bab kedua yaitu tentang pelaku usaha, kemudian pada bab ketiga yaitu tentang pengertian klinik dan klinik kecantikan dan pada bab keempat yaitu tentang ruang lingkup dokter dalam klinik kecantikan.

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN YANG TERJADI DALAM KLINIK KECANTIKAN

Dalam bab ini berisikan mengenai tinjauan umum mengenai perjanjian yang terjadi antara konsumen dan klinik kecantikan, pada bab ini terdiri dari empat sub bab yang terdiri atas sub bab pertama yaitu pengertian perjanjian, sub bab kedua yaitu pengertian perjanjian terapeutik, sub bab ketiga yaitu tentang pengertian perjanjian melakukan jasa dan sub bab keempat tentang pengertian perlindungan hukum pada klinik kecantikan.

(43)

BAB IV : TANGGUNG JAWAB KLINIK KECANTIKAN TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN (STUDI KASUS KLINIK KECANTIKAN DURA SKIN)

Pada bab ini berisikan mengenai sejarah berdirinya Dura Skin Clinic Centre, tanggung jawab Dura Skin Clinic Centre terhadap konsumen yang mengalami kerugian dan tentang upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen jika mengalami kerugian akibat pelayanan jasa dermatologi yang dilakukan di Dura Skin Clinic Centre.

BAB V : PENUTUP

Sebagai bab penutup yang merupakan rangkaian inti dari seluruh isi bab-bab yang ada ditambah dengan beberapa kesimpulan dan saran dari penulis.

(44)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN KONSUMEN DAN PARA PIHAK YANG TERKAIT PADA KLINIK KECANTIKAN

A. Tinjauan Umum tentang Konsumen 1. Pengertian Konsumen

Kata konsumen berasal dari bahasa Inggris yaitu consumer.Dalam bahasa Belanda, istilah konsumen disebut dengan consument.Konsumen secara harfiah adalah “orang yang memerlukan, membelanjakan atau menggunakan;

pemakai atau pembutuh.”18 Istilah lain yang dekat dengan konsumen adalah

“pembeli” (Inggris: buyer, Belanda: koper). Istilah koper ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Pengertian konsumen secara hukum tidak hanya terbatas kepada pembeli. Bahkan,jika disimak secara cermat pengertian konsumen sebagaimana di dalam Pasal 1 angka 2 UUPK, di dalamnya tidak ada disebut kata pembeli.22 Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan konsumen di Indonesia, menjelaskan istilah “konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut dengan UUPK). UUPK menyatakan “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”23Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan konsumen

22N.H.T. Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Cet. ke-1, (Bogor: Grafika Mardi Yuana, 2005), hal. 23.

23Zulham, S.Hi, M.Hum,Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 15.

Referensi

Dokumen terkait

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai

Dari data hasil penelitian pada siklus I pertemuan ke 2 dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pengajaran berbasis proyek/tugas diperoleh nilai rata-rata

Kelompok yang terorganisir yang dijelaskan dalam penjelasan Undang-undang No.21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan tindak pidana perdagangan orang Pasal 16 bahwa yang

DEDI menjemput 2 (dua) orang cewek TIARA dan SARI untuk dibawa ke lokalisasi Pulau Bay Bengkulu. b) Terdakwa III menjelaskan, benar orang yang menjadi korban dalam

Dalam perkara ini, perbuatan terdakwa didakwa dengan dakwaan pertama yaitu dalam Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana pengawasan sebagai sarana penegakan hukum dalam Hukum Administrasi Negara, Bagaimana tugas pokok dan

73 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Revisi , Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal 77.. regulasi-regulasi yang relevan untuk